S FIS 0901980Chapter3
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre-Experiment. Desain penelitian yang hanya melibatkan satu kelompok saja, tanpa adanya kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan ini adalah one group pretest-postest design. Dalam desain penelitian ini pretest dilakukan sebelum perlakuan, dan postest dilakukan setelah perlakuan. Pengaruh yang diberikan adalah perlakuan berupa pendekatan pembelajaran Brain Based Learning terhadap peningkatanketerampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII pada materi tekanan. Desain tersebut digambarkan padaTabel 3.1.
Tabel 3.1Tabel One Group Pretest Posttest Design
Kelompok Pre-test Treatment Post-test
Eksperimen O X O
Keterangan :
O = Tesketerampilanberpikirkritis
X =Perlakuan dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning
Diberikannya pretest pada siswa untuk mengetahui pengetahuan awal siswa pada materi tekanan, kemudian dalam pembelajaran siswa diberikan pendekatan pembelajaran (treatment) selama tiga pertemuan dengan pendekatan Brain Based Learning. Setelah medapatkan treatment siswa diberikan postest dengan instrumen yang sama seperti pretest.
(2)
Populasi penelitian ini adalah seluruhsiswakelasVIII pada salah satu SMP Negeri di kota Bandung sebanyak sebelas kelas, dari kesebelas kelas tersebut dipilih salah satu kelas sebagai sampel. Penentuan sampel disini menggunakan teknik purposive sample. Pengambilan sampel dengan cara tersebut berdasarkan tujuan atau pertimbangan bahwa pemilihan kelas penelitian berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran fisika.
C. Definisi Operasional
1. Pendekatan brain based learning merupakan prinsip pembelajaran yang
mengoptimalkan fungsi otak dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh di dalam pembelajarannya. Keterlaksanaan kegiatan pendekatan brain based learning diukur menggunakan lembar observasi dengan melihat persentase keterlaksanaan. Lembar observasi diisi oleh observer pada saat pembelajaran di kelas berlangsung.
2. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk menentukan apa yang
harus diyakini atau tidak dan apa yang harus dilakukan atau tidak. Pada penelitian ini, keterampilan berpikir kritis diukur dengan soal keterampilan berpikir kritis yang berbentuk essai. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa diukur dari hasil pretest dan posttest. Peningkatan keterampilan berpikir kritis dicari dengan menghitung nilai N-gain.
D. Prosedur Penelitian 1. Tahap perencanaan
a. Melakukan studi literatur. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan berbagai informasi terkait keterampilan berpikir kritis dan pendekatan brain based learning.
b. Penyusunan proposal penelitian. c. Seminar proposal.
d. Revisi proposal.
e. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. f. Mengurus surat izin penelitian dan menghubungi pihak sekolah.
(3)
g. Menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian.
h. Melakukan judgement instrumen (tes) keterampilan berpikir kritis kepada dua orang dosen fisika. Instrumen digunakan untuk pre-test dan post-test
i. Melakukan judgement Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan LKS.
j. Merevisi instrumen penelitian.
k. Mengujicobakan instrumen penelitian
l. Analisi statistik dan revisi soal yang dibuat apabila terdapat kekurangan atau kesalahan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari satu kelas b. Pelaksanaan pretest
c. Melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning
d. Pelaksanaan posttest
3. Tahap Akhir
a. Mengolah hasil pretest, posttest, lembar skalasikap dan lembar observasi.
b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian c. Menarik kesimpulan
(4)
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada penelitian, maka dipergunakan instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tesberupates keterampilan berpikir kritis.
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
Revisi instrumen Studi literatur:
Pendekatan brain based learning dan keterampilan berpikir kritis
Pembuatan perangkat pembelajaran dan instrumen:
1. Soal tes keterampilan berpikir kritis
2. Lembar Observasi 3. Lembar Skala Sikap
Judgement instrumen dan perangkat pembelajaran
Uji coba dan analisis instrumen serta perangkat pembelajaran
Pretest
KBM dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning
Posttest
Pengolahan dan analis data
Kesimpulan Tahap
Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Akhir
Observasi keterlaksanaan pendekatan brain
based learing
Pengisian lembar skala sikap siswa
(5)
Sementara instrumen non-tes berupa lembar observasi dan lembar skala sikap.
1. InstrumenTes
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diberikan tes sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest dengan mengunakan soal keterampilan berpikir kritis yang sama. Soal ini disusun oleh peneliti sendiri dan sudah hasil judgment. Tujuan pretest untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswasebelumditerapkanpembelajaran sedangkan posttest untuk melihat pengaruh keterampilan berpikir kritis setelah diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan brain based learning.
Tes diberikan dalam bentuk essaisupaya dapat melihat sejauh mana kemampuan berpikir kritis siswa. Proses keterampilan berpikir kritis peserta didik dilihat dari setiap langkah-langkah penyelesaian dalam menjawab tes. Sesuai dengan apa yang dinyatakan Ennis (2001) dalam menyusun tes lebih baik dengan menggunakan pertanyaan terbuka, karena lebih mudah diadaptasi oleh diri sendiri dan lebih komprehensif dalam menilai keterampilan, pengetahuan atau kompetensi yang ingin diukur. Begitupun dengan Bialin (2002 dalam Hafsah, 2012) salah satu peneliti dibidang berpikir kritis juga menganjurkan agar tes berpikir kritis dibuat dalam bentuk essai.
Rubrik penskoran tes esai mengacu pada rubric penskoran menurut Stiggins (1994) yang diuraikan padaTabel 3.2.
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis
Skor IndikatorPenilaian
5 Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Hubungan antara jawaban soal tergambar jelas.
3 Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap. Keterkaitan antara jawaban dengan soal kurang akurat.
1
Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukan kurangnya penguasaan terhadap materi. Poin-poin yang diberikan tidak
(6)
jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung. 0 Tidak ada jawaban
Soal uraian yang telah dibuat berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis ini sebelumnya dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut, agar instrumen tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian ini, yakni untuk mengukur keterampilan berpikir kritis.
a. Validitas instrumen penelitian
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat ketepatan/keabsahan sebuah instrumen (Arikunto, 2011). Suatu instrumen dikatakan valid jika alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas sebuah tes dilakukan dengan penilaian oleh ahli (Expert judgement) dibidangnya.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan suatu tes. Sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten. Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 100), reliabilitas instrumen dalam bentuk uraian dapat menggunakan rumus alpha sebagai berikut:
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas yang dicari
n = jumlah butir soal = varians skor total
∑ = jumlah varians skor tiap butir soal
Interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 1990: 177 dalam Prasetyani), yaitu:
. . . (3.1)
(7)
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Nilai r11 Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
c. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mengerjakannya.Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (dificullty index). Menurut Arikunto (2011), besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari (indeks kesukaran) adalah sebagai berikut.
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
benar
(8)
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut Arikunto (2011), indeks kesukaran sering diklasifikasikan dalamTabel 3.5.
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilaip Interpretasi
P < 0.3 Sukar
0.3 P 0.7 Sedang
P > 0.7 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah, artinya soal itu tidak baik, karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula apabila semua siswa baik siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi saja.Seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (kelompok siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D -1,00. Akan tetapi, jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00. Hal ini dikarenakan soal tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 213),
(9)
daya pembeda dapat ditentukan dengan nilai indeks diskriminasi sebagai berikut.
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab
benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 218), daya pembeda dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
NilaiDP Interpretasi
Bertandanegative SangatBuruk
DP < 0.20 Buruk
0.20 < DP < 0.40 Cukup 0.41 < DP < 0.70 Baik 0.70 < DP < 1.00 BaikSekali
Setelah tes butir soal tersebut diujicobakan, maka tes tersebut diberikan saat pretes dan postest, hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh setelah diberikan materi dengan perlakuan pembelajaran pendekatan Brain Based Learning.Berikut ini adalah Tabel 3.7 yang memuat hasil dari analisis uji coba dan judgement.
(10)
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis
2. IntrumenNon Tes
a. Lembar Observasi
Lembar observasi ditujukan untuk mengetahui persentase keterlaksanaan pendekatan brain based learning sesuai dengan RPP yang telah disusun. Lembar observasi diisi oleh observer saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
No. Soal
Daya Pembeda Taraf Kemudahan Reliabilitas
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Skor Interpretasi
1 0.4 cukup 0.56 Sedang
0.70 tinggi 2 0.8 Baik sekali 0.52 Sedang
3 0.8 Baik sekali 0.7 Mudah
4 0.67 baik 0.61 Sedang
5 0.93 Baik sekali 0.43 Sedang
6 0.533 baik 0.59 Sedang
7 0.87 Baik sekali 0.56 sedang 8 0.87 Baik sekali 0.59 sedang 9 0.8 Baik sekali 0.47 sedang 10 0.8 Baik sekali 0.68 sedang 11 0.8 Baik sekali 0.44 sedang
12 0.67 baik 0.64 sedang
13 0.33 cukup 0.49 sedang
14 0.53 baik 0.52 sedang
15 0.67 baik 0.51 sedang
16 0.67 baik 0.45 sedang
17 0.67 baik 0.61 sedang
18 0.4 cukup 0.72 mudah
19 0.4 cukup 0.773 mudah
(11)
b. Skala Sikap
SkalaSikapdigunakanuntukmengumpulkaninformasitentangtangga pansiswaterhadappembelajaran yang terbagi kedalam duajenis pernyataan positif dan pernyataan negatif.Skalasikap yang dibuat menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu: SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat tidak setuju).
F. Teknik Pengolahan Data
1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dilakukan berdasarkan peningkatan skor dari hasil pretest ke posttest siswa kemudian dilanjutkan dengan analisis gain yang dinormalisasi. Persamaan yang digunakan dalam menghitung N-gain menggunakan rumus sebagai berikut:
Kriteria klasifikasi indeks N-gain disajikan selangkapnya dalam Tabel3.8.
Tabel 3.7 Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi
2. Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning
Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang menerapkan pendekatan brain based learning. Keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dalam lembar observer ini disertai pilihan
kategori “terlaksana“ dan “tidak terlaksana”. Untuk kategori
“terlaksana” dilihat juga kategori kualitas keterlaksanaannya yang
Indeks N-Gain Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
(12)
terdiri dari kategori KB (KurangBaik), B (Baik), dan BS (BaikSekali). Dalam menentukan keterlaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria KB (Kurang Baik) jika sedikit (±0%-30%) siswa yang merespon, keterlaksanaan dengan kriteria B (Baik) jika hanya sebagian (±30%-70%) siswa merespon, sementara untuk keterlaksanaan dengan kriteria BS (Baik Sekali) jika hamper semua (±70%-100%) siswa merespon. Data yang diperoleh dari hasil observasi digunakan sebagai data pendukung yang menggambarkan suasana pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase keterlaksanaan ( ) yang menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0<K<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25<K<50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
50 Setengah kegiatan terlaksana
50<K<75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75<K<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
100 Seluruh kegiatan terlaksana
3. Respon Skala Sikap
Analisis data dari skala sikap bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran brain based learning. Skala sikap yang dibuat memuat pernyataan yang memiliki empat pilihan jawaban SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju). Kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam persentase. Hasil persentase ini bisa mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Data yang diperoleh dari skala sikap diolah . . . (3.5)
(13)
dengan cara menghitung jumlah seluruh siswa yang memilih poin-poin yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk persentase dengan cara sebagai berikut:
Keterangan:
R = Persentase responden yang menjawab
P = Jumlah responden yang memilih masing-masing poin-poin yang tersedia
F = Jumlahseluruhresponden
Tabel 3.9 Kriteria Persentase Respon Skala Sikap
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak seorangpun
0<R<25 Sebagian kecil
25<R<50 Hampir setengahnya
50 Setengahnya
50<R<75 Sebagian besar
75<R<100 Hampir seluruhnya
100 Seluruhnya
(1)
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut Arikunto (2011), indeks kesukaran sering diklasifikasikan dalamTabel 3.5.
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilaip Interpretasi
P < 0.3 Sukar
0.3 P 0.7 Sedang
P > 0.7 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah, artinya soal itu tidak baik, karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula apabila semua siswa baik siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi saja.Seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (kelompok siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D -1,00. Akan tetapi, jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00. Hal ini dikarenakan soal tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 213),
(2)
daya pembeda dapat ditentukan dengan nilai indeks diskriminasi sebagai berikut.
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 218), daya pembeda dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
NilaiDP Interpretasi
Bertandanegative SangatBuruk
DP < 0.20 Buruk
0.20 < DP < 0.40 Cukup 0.41 < DP < 0.70 Baik 0.70 < DP < 1.00 BaikSekali
Setelah tes butir soal tersebut diujicobakan, maka tes tersebut diberikan saat pretes dan postest, hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh setelah diberikan materi dengan perlakuan pembelajaran pendekatan Brain Based Learning.Berikut ini adalah Tabel 3.7 yang memuat hasil dari analisis uji coba dan judgement.
(3)
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis
2. IntrumenNon Tes a. Lembar Observasi
Lembar observasi ditujukan untuk mengetahui persentase keterlaksanaan pendekatan brain based learning sesuai dengan RPP yang telah disusun. Lembar observasi diisi oleh observer saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
No. Soal
Daya Pembeda Taraf Kemudahan Reliabilitas Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Skor Interpretasi
1 0.4 cukup 0.56 Sedang
0.70 tinggi 2 0.8 Baik sekali 0.52 Sedang
3 0.8 Baik sekali 0.7 Mudah
4 0.67 baik 0.61 Sedang
5 0.93 Baik sekali 0.43 Sedang 6 0.533 baik 0.59 Sedang 7 0.87 Baik sekali 0.56 sedang 8 0.87 Baik sekali 0.59 sedang 9 0.8 Baik sekali 0.47 sedang 10 0.8 Baik sekali 0.68 sedang 11 0.8 Baik sekali 0.44 sedang
12 0.67 baik 0.64 sedang
13 0.33 cukup 0.49 sedang
14 0.53 baik 0.52 sedang 15 0.67 baik 0.51 sedang 16 0.67 baik 0.45 sedang 17 0.67 baik 0.61 sedang
18 0.4 cukup 0.72 mudah
19 0.4 cukup 0.773 mudah 20 0.47 baik 0.32 sedang
(4)
b. Skala Sikap
SkalaSikapdigunakanuntukmengumpulkaninformasitentangtangga pansiswaterhadappembelajaran yang terbagi kedalam duajenis pernyataan positif dan pernyataan negatif.Skalasikap yang dibuat menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu: SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat tidak setuju).
F. Teknik Pengolahan Data
1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dilakukan berdasarkan peningkatan skor dari hasil pretest ke posttest siswa kemudian dilanjutkan dengan analisis gain yang dinormalisasi. Persamaan yang digunakan dalam menghitung N-gain menggunakan rumus sebagai berikut:
Kriteria klasifikasi indeks N-gain disajikan selangkapnya dalam Tabel3.8.
Tabel 3.7 Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi
2. Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning
Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang menerapkan pendekatan brain based learning. Keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dalam lembar observer ini disertai pilihan
kategori “terlaksana“ dan “tidak terlaksana”. Untuk kategori
“terlaksana” dilihat juga kategori kualitas keterlaksanaannya yang
Indeks N-Gain Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
(5)
terdiri dari kategori KB (KurangBaik), B (Baik), dan BS (BaikSekali). Dalam menentukan keterlaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria KB (Kurang Baik) jika sedikit (±0%-30%) siswa yang merespon, keterlaksanaan dengan kriteria B (Baik) jika hanya sebagian (±30%-70%) siswa merespon, sementara untuk keterlaksanaan dengan kriteria BS (Baik Sekali) jika hamper semua (±70%-100%) siswa merespon. Data yang diperoleh dari hasil observasi digunakan sebagai data pendukung yang menggambarkan suasana pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase keterlaksanaan ( ) yang menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0<K<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25<K<50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
50 Setengah kegiatan terlaksana 50<K<75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75<K<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
100 Seluruh kegiatan terlaksana
3. Respon Skala Sikap
Analisis data dari skala sikap bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran brain based learning. Skala sikap yang dibuat memuat pernyataan yang memiliki empat pilihan jawaban SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju). Kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam persentase. Hasil persentase ini bisa mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Data yang diperoleh dari skala sikap diolah . . . (3.5)
(6)
dengan cara menghitung jumlah seluruh siswa yang memilih poin-poin yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk persentase dengan cara sebagai berikut:
Keterangan:
R = Persentase responden yang menjawab
P = Jumlah responden yang memilih masing-masing poin-poin yang tersedia
F = Jumlahseluruhresponden
Tabel 3.9 Kriteria Persentase Respon Skala Sikap
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak seorangpun
0<R<25 Sebagian kecil 25<R<50 Hampir setengahnya
50 Setengahnya
50<R<75 Sebagian besar 75<R<100 Hampir seluruhnya
100 Seluruhnya