Identifikasi Bunyi Dalam Pembelajaran Nada Dasar Permainan Suling Batak Menggunakan Metode Mel-Frequency Cepstral Coefficient

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Suling Batak (Sulim)
Sulim adalah sejenis instrumen tiup bambu yang berasal dari daerah Batak Toba di
Sumatera Utara. Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel,
instrumen ini tergolong kepada jenis aerophone dengan spesifikasi side blown flute
yang terdiri dari sebuah lobang tiupan dan 6 (enam) buah lobang nada. Dilihat dari
karakteristik organologisnya, sulim hampir sama dengan jenis seruling yang ada pada
etnis lain pada umumnya. Perbedaannya hanya pada penambahan lobang yang dibalut
oleh sebilah kertas tipis ataupun plastik tipis pada pertengahan antara lobang tiupan
dengan lobang nada. Lobang tambahan ini dapat menciptakan warna bunyi yang
menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan instrumen seruling yang lain (Sidabutar,
2013).
Ditinjau dari aspek penggunaannya, awalnya sulim hanya tergolong kepada sejenis
solo instrumen atau instrumen tunggal yang biasa dipakai oleh seseorang sebagai
media hiburan untuk mengungkapkan perasaannya. Dalam kehidupan sehari-hari
instrument ini lazim dipakai oleh seseorang diwaktu-waktu senggang baik ketika
menggembalakan kerbau, menjaga ladang/sawah, bermain ataupun saat melakukan
berbagai aktivitas lainnya. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman, dengan
hadirnya opera Batak yang dari tahun 1920-an hingga 1970-an, sulim membawa

pengaruh dan perubahan dalam hal pola pikir dan selera musik masyarakat Batak
Toba pada masa itu.
Sebelum hadirnya opera Batak, sulim bukanlah sebuah instrumen yang biasa
dimainkan dalam ensambel 4 . Sebab pada masa itu, hanya ada 2 jenis ensambel yang
berkembang dalam tradisi Batak Toba yakni ensambel gondang sabangunan dan
ensambel gondang hasapi, dimana di antara kedua ensambel ini tidak mencakup sulim
sebagai salah satu instrumen pendukungnya walau pun sulim mampu berperan sebagai
pembawa melodi utama dalam sebuah pertunjukan. Tetapi seiring perkembangan

Universitas Sumatera Utara

7

zaman dan rasa musikal masyarakat Batak Toba pada masa itu maka terjadilah sedikit
pergeseran dimana instrumen sulim dan taganing mulai dipadukan dengan instrumeninstrumen yang ada dalam ensambel gondang hasapi. Dalam ensambel ini, sulim
berperan sebagai pembawa melodi penuh disamping instrumen lain yang juga
pembawa melodi utama seperti hasapi inang (lute), sarune etek (oboe) dan garantung
(xylophone). Selain sebagai pembawa melodi, sulim juga berperan sebagai pembawa
melodi variatif yang mampu keluar dari wilayah nada pokok sebagai wujud dari
improvisasi nada-nada yang dimainkan baik dari sebuah lagu maupun repertoar sesuai

kemampuan pemainnya. Menurut para narasumber pemusik tradisional Batak Toba,
masuknya sulim ke dalam gondang hasapi merupakan pengaruh dari ensambel musik
opera Batak yang disebut dengan uning-uningan.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sulim terbuat dari seruas bambu yang
dibentuk sedemikian rupa dengan satu buah lobang penghasil bunyi di bagian atasnya
dan enam buah lobang nada sebagai penghasil nada-nada yang diinginkan. Diantara
lobang penghasil bunyi dengan lobang nada terdapat satu buah lobang pemecah bunyi
yang ditutup dengan kertas tipis seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Suling Batak (Sidabutar, 2013)

Sulim dimainkan dengan meniup lobang penghasil bunyi yang berada pada bagian
atas dan menutup semua ataupun sebagian lobang nada untuk menghasilkan nadanada yang diinginkan. Pada dasarnya sulim mempunyai tonika yang diawali dari nada
yang paling rendah (semua lobang ditutup dengan jari), dimana nada tersebut menjadi
nada awal dalam menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Umumnya
nada dasar sulim adalah “F=do”, sebab ketika sulim ditiup dengan posisi keenam jari
menutup keenam lobang nada maka akan menghasilkan nada “F”. Kemudian nada-

Universitas Sumatera Utara


8

nada yang lain dapat dihasilkan dengan posisi lobang nada 1 dibuka untuk nada “G”,
lobang nada 1 dan 2 dibuka untuk nada “A”, lobang nada 1, 2, dan 3 dibuka untuk
nada “Bes”, lobang nada 1, 2, 3, dan 4 dibuka untuk nada “C”, lobang nada 1, 2, 3, 4,
dan 5 dibuka untuk nada “D”, lobang nada 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dibuka untuk nada “E”,
dan lobang nada 6 dibuka untuk nada “F oktaf”. Dimana lobang nada 1 sampai 6
dihitung dari bawah ke atas (lobang paling jauh dari lobang penghasil bunyi ke lobang
yang paling dekat). Ketika nada-nada yang ada pada suling batak dimainkan secara
berurutan akan menghasilkan tangga nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do’ yang biasa disebut
dengan tangga nada mayor.

2.2. Tangga Nada
Tangga nada merupakan kumpulan nada-nada yang harmonis dengan aturan tertentu
yang mendasarinya (Sijabat, 2009). Terdapat beberapa tangga nada yaitu tangga nada
kromatik dan tangga nada mayor. Tangga nada kromatik adalah tangga nada yang
terdiri dari kumpulan semua nada dalam musik. Tangga nada kromatik berisi 12 nada
dari tiap oktaf. Meskipun ada 12 nada dalam satu oktaf tangga nada kromatik, tetapi
hanya 7 huruf pertama dari abjad yang dipakai untuk memberi nama pada nada yaitu
dari A sampai G. Kelima nada lain dalam satu oktaf tangga nada kromatik diberi nama

dengan memberikan tanda kres (#) atau mol (b) setelah notasi nada. Frekuensi kedua
belas nada dengan nada A = Do dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tangga nada mayor adalah tangga nada yang paling umum digunakan dalam
musik westerrn. Tangga nada mayor ketika dimainkan secara berurutan dikenal
dengan istilah do-re-mi-fa-sol-la-si-do’. Tangga nada ini tersusun oleh 8 nada, dimana
jarak antar nada yang berurutan dalam skala mayor adalah 1, 1, 1/2, 1, 1, 1, 1/2. Jarak
antar nada tersebut disebut dengan istilah sekon. Pada tangga nada mayor, nada ke
empat dan nada ke delapan memiliki jarak 1/2 sekon dengan nada sebelumnya.
Sebagai contoh yang sesuai dengan tabel 2.1, urutan tangga nada mayor A = Do yaitu
A, B, C, D, E, Ges, Aes, A. Tangga nada mayor A = Do tersebut terdapat beberapa
nada yang memiliki jarak antar nada 1/2 sekon dan memiliki selisih nilai frekuensi
yang tidak begitu jauh dengan nada sebelumnya, jarak frekuensi tersebut dapat dilihat
dan disesuaikan berdasarkan Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 2.1 Frekuensi nada (Sijabat, 2009)
Nada


Frekuensi

A

440.00 Hz

A# / Bb (Bes)

466.16 Hz

B

493.88 Hz

C

523.25 Hz

C# / Db (Des)


554.37 Hz

D

587.33 Hz

D# / Eb (Es)

622.25 Hz

E

659.25 Hz

F

698.46 Hz

F# / Gb (Ges)


739.99 Hz

G

783.99 Hz

G# / Ab (Aes)

830.61 Hz

A

880.00 Hz

Pada Tabel 2.1 terlihat beberapa frekuensi nada dalam musik, dimana pada Tabel
2.1 menunjukkan urutan dari nada A sampai nada A pada oktaf selanjutnya. Nadanada yang ada pada Tabel 2.1 dapat disusun menjadi tangga nada mayor dengan
interval jarak antar nada yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.3. Sinyal Suara

Sinyal suara didefenisikan sebagai kuantitas fisika yang berubah-ubah bergantung
pada ruang, waktu, atau variabel-variabel lainnya (John & Dimitris, 1996). Sinyal
suara terdiri dari fase-fase yang tersusun atas frekuensi dan amplitudo. Sinyal suara
tercipta akibat adanya getaran yang berasal dari suatu objek. Getaran ini mengandung
suatu informasi yang merambat melalui medium (udara, air) dan ditangkap melalui
indra pendengar. Getaran yang yang ditangkap indra pendengar akan diubah oleh otak
menjadi suatu informasi yang berguna sesuai kebutuhan pendengar.
Sinyal suara merupakan media yang paling menyita perhatian para peneliti dalam
memprediksi dan membaca suatu fenomena dalam berbentuk informasi. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

10

dikarenakan dalam pembacaannya, sinyal suara tidak terpengaruh oleh cahaya,
penglihatan, dan tidak memakan banyak ruang penyimpanan dalam pemrosesannya.
Teknik pemrosesannya juga lebih mudah dari pemrosesan yang menggunakan video.
Sekarang ini, pemrosesan sinyal suara sudah digunakan dalam berbagai segi
kehidupan, seperti pada bidang keamanan, pengklasifikasian spesies, membaca
keadaan cuaca dan lain sebagainya.

Kebanyakan sinyal suara yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari bentuknya
analog. Untuk melakukan pemrosesan suara, sinyal analog harus diubah terlebih
dahulu menjadi sinyal digital. Sinyal yang berbentuk digital akan lebih mudah
diprogram dan dimasukkan ke dalam sistem karena tingkat toleransi dan akurasi
dalam pembacaannya lebih tinggi dari analog. Sinyal digital juga sudah diterapkan di
banyak disiplin ilmu yang ada sekarang ini.

2.4. Pengenalan Suara
Pengenalan suara adalah suatu sistem yang memungkinkan komputer untuk
mengidentifikasi kata yang terucap atau pembicara yang mengucapkan kata
berdasarkan suaranya (Rudrapal, et. al., 2012). Suara dikenali melalui ciri-cirinya,
ciri-ciri tersebut didapat melalui proses dimana sinyal suara dalam bentuk digital di
petakan dalam ruang dua dimensi dan sinyal suara tersebut akan memiliki pola serta
nilai dengan karakteristik dan ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk
membedakan antara suara yang satu dengan yang lainnya.

2.5. Sampling
Proses sampling adalah untuk mengubah sinyal pada waktu-kontinu menjadi bentuk
diskrit yang diperoleh dengan mengambil cuplikan sinyal pada waktu-kontinu (Huda,
2011). Atau dengan kata lain, sampling merupakan proses untuk mengubah sinyal

suara berbentuk analog menjadi sinyal suara berbentuk digital. Sinyal suara yang
masuk pada sistem merupakan sinyal suara berbentuk analog yang kemudian diubah
menjadi sinyal suara berbentuk digital oleh proses sampling agar lebih mudah
diproses pada tahapan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

11

2.6. Mel-Frequency Cepstral Coefficient
Mel Frequency Cepstrum Coefficients (MFCC) merupakan satu metode yang banyak
dipakai dalam bidang speech recognition. Metode ini digunakan untuk melakukan
feature extraction, sebuah proses yang mengkonversikan sinyal suara menjadi
beberapa parameter. Alur pemrosesan MFCC dibuat menyerupai alur pemrosesan
sistem indra manusia dalam menangkap sinyal suara agar hasil ekstraksi fiturnya
mendekati persepsi yang dihasilkan indra pendengaran manusia (Davis &
Mermelstein, 1980). Blok diagram untuk MFCC dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Block Diagram Proses MFCC (Patel & Rao, 2010)
Keunggulan dari metode ini adalah :



Mampu menangkap karakteristik suara yang sangat penting bagi pengenalan
suara atau dengan kata lain mampu menangkap informasi – informasi penting
yang terkandung dalam sinyal suara



Menghasilkan data seminimal mungkin tanpa menghilangkan informasi –
informasi penting yang ada.



Mereplikasi organ pendengaran manusia dalam melakukan persepsi sinyal
suara.

Perhitungan yang dilakukan dalam MFCC menggunakan dasar dasar perhitungan
short-term analisis. Hal ini dilakukan mengingat sinyal suara yang bersifat quasi
stationary. Pengujian yang dilakukan untuk periode waktu yang cukup pendek (sekitar
10 sampai 30 milidetik) akan menunjukkan karakteristik sinyal suara yang stationary.

Universitas Sumatera Utara

12

Tetapi bila dilakukan dalam periode waktu yang lebih panjang, karakteristik sinyal
suara akan berubah sesuai dengan kata yang diucapkan.
2.6.1. Pre-Processing
Pre-Processing berfungsi untuk meningkatkan kualitas sinyal suara dengan
mengurangi noise. Noise-noise yang ada dihilangkan dengan cara menyeimbangkan
amplitudo pada sebuah sinyal suara. Sebelum itu dilakukan terlebih dahulu
pengidentifikasian titik awal dan titik akhir dari sinyal suara untuk mengetahui
keberadaan noise yang ada pada bagian sinyal suara (Tan & Jantan, 2004).
Keberadaan noise pada sinyal suara dideteksi berdasarkan nilai dan variabel yang
sudah ditentukan. Sinyal suara yang terdeteksi sebagai noise akan dipotong dan
dihilangkan dari bagian sinyal suara (Tan & Jantan, 2004). Pre-Emphasis merupakan
salah satu jenis filter untuk mengurangi noise-noise yang terdapat pada sinyal suara
tersebut. Tujuan dari Pre-Empahsis ini adalah :
a. Mengurangi noise ratio pada sinyal suara sehingga dapat meningkatkan
kualitas sinyal suara.
b. Menyeimbangkan amplitudo dari sinyal suara.
Bentuk paling umum digunakan dalam Pre-Emphasis adalah sebagai berikut.
y[n] = s[n] – α s[n - 1] , 0.9 ≤ α ≤ 1.0
Dimana :

(2.1)

y[n] = sinyal hasil pre-emphasis
s[n] = sinyal sebelum pre-emphasis

2.6.2. Frame Blocking
Frame Blocking adalah pembagian sinyal audio menjadi beberapa frame yang
nantinya dapat memudahkan dalam perhitungan dan analisa sinyal, satu frame terdiri
dari beberapa sampel tergantung tiap berapa detik suara akan disampel dan berapa
besar frekuensi samplingnya. Sinyal suara dibagi menjadi beberapa frame sebesar N
dan frame yang berdekatan dipisahkan oleh M, dimana M

Dokumen yang terkait

Identifikasi Bunyi Dalam Pembelajaran Nada Dasar Permainan Suling Batak Menggunakan Metode Mel-Frequency Cepstral Coefficient

1 2 3

Identifikasi Bunyi Dalam Pembelajaran Nada Dasar Permainan Suling Batak Menggunakan Metode Mel-Frequency Cepstral Coefficient

0 0 5

Identifikasi Bunyi Dalam Pembelajaran Nada Dasar Permainan Suling Batak Menggunakan Metode Mel-Frequency Cepstral Coefficient

0 0 2

Identifikasi Bunyi Dalam Pembelajaran Nada Dasar Permainan Suling Batak Menggunakan Metode Mel-Frequency Cepstral Coefficient

0 0 11

Sistem Pengenal Wicara Menggunakan Mel-Frequency Cepstral Coefficient | Putra | Jurnal Semesta Teknika 2358 9515 1 PB

0 0 6

IMPLEMENTASI KUNCI BERBASIS SUARA MENGGUNAKAN METODE MEL FREQUENCY CEPSTRAL COEFFICIENT (MFCC) Implementation of Voice Recognition Based Key Using Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC)

1 2 10

KLASIFIKASI SUARA LOVEBIRD DENGAN METODE MEL FREQUENCY CEPSTRAL COEFFICIENT (MFCC) DAN FUZZY LOGIC Warble Of Lovebird Classification Using Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC) and Fuzzy Logic

0 0 9

Identifikasi Pembicara dengan Menggunakan Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC) dan Self Organizing Map (SOM)

0 1 8

IDENTIFIKASI PENUTUR MENGGUNAKAN METODE MEL FREQUENCY CEPSTRAL COEFFICIENTS (MFCC) DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MODEL MADALINE Speaker Identification using Mel Frequency Cepstrum Coefficients (MFCC) and Madaline Neural Network

0 1 12

Identifikasi Ayat pada Bacaan Menggunakan Metode Dynamic Time Warping Berdasarkan Fitur Mel Frequency Cepstral Coefficient untuk Sistem Tutorial Hafalan Al-Quran - ITS Repository

1 3 102