Regulasi and Industri Jalan Tol Indonesi

Ekonomi Regulasi

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA

Trihadi Pudiawan Erhan (1006739244)

Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi
Universitas Indonesia
© Mei 2011

1. PENDAHULUAN
Jalan adalah merupakan infrastruktur yang berperan penting dalam menunjang perkembangan
ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Penyediaan infrastruktur jalan pada dasarnya
adalah merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemerintah, akan tetapi hal ini tidak berlaku
pada kasus jalan tol. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005,
jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol (sejumlah uang tertentu yang dibayarkan
untuk penggunaan jalan tol). Tujuan dari pembangunan jalan tol pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan efiesiensi transprotasi (distribusi) guna menunjang pertumbuhan ekonomi
wilayah tertentu.


Terdapat beberapa alasan mengapa penyediaan jalan tol tidak dilakukan oleh pemerintah. Salah
satu alasan yang kuat adalah kas pemerintah tidak mencukupi untuk mengimbangi kebutuhan
pertumbuhan jalan dan perawatan jalan (Palma dan Lindsey, 1988). Mengacu pada argumentasi
tersebut, maka pemerintah menyerahkan untuk membangun jalan kepada pihak swasta. Hal ini
juga berlaku pada kasus Indonesia, dimana pengusahaan jalan tol dilakukan oleh badan usaha
tertentu.

Melihat karakteristik dari industri jalan tol yang memiliki skala ekonomi yang besar, maka biaya
terendah bisa tercapai bila hanya ada satu perusahaan yang beroperasi dalam industri tersebut.
Dapat disimpulkan bahawa industri jalan tol termasuk dalam industri yang memiliki karakteristik
monopoli natural. Pemerintah dalam hal ini memiliki peranan yang sangat penting untuk
mengendalikan persaingan di dalam industri dengan karakteristik monopoli natural agar dapat
mengoptimalkan keseluruhan wellfare.

Terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengeliminasi
persaingan di dalam industri dengan karakteristik monopoli natural. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah dengan membentuk perusahaan milik negara (public entreprise) untuk menjadi
monopoli dalam industri tersebut. Kedua adalah menyelenggarakan lelang dari hak untuk
menyediakan barang/layanan tersebut (franchise bidding).


Melihat fakta tersebut, maka makalah ini akan membahas beberapa hal terkait dengan
pemaparan diatas, yakni:


dampak dari penyediaan jalan oleh pihak swasta,

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 1




implikasi dari penggunaan motode franchise bidding dalam pengeliminasian persaingan
di industri jalan tol,
pelaksanaan franchise bidding untuk industri jalan tol di Indonesia.

2. PEMBAHASAN
2.1. Era Privatisasi dan Regulasi Infrastruktur Transportasi
Pada era tahu

99 ’a terjadi peningkatan signifikan dalam liberalisasi dari kebijakan


transportasi yang diikuti oleh masuknya operator swasta dan investor dalam infrastruktur
transportasi di seluruh dunia (Ibanez dan Meyer, 1993). Salah satu dari proyek infrastruktur
transportasi yang dimaksud adalah infrastruktur jalan. Hal menjadi penyebab dari
fenomena ini adalah banyaknya negara berkembang yang sedang mengalami krisis
finansial. Krisis ini kemudian menyebabkan pemerintah harus memangkas pengeluaran
mereka pada penyediaan barang publik, oleh karena itu pihak pemerintah memerlukan
bantuan dari pihak swasta untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang
membutuhkan dana investasi yang sangat besar.

Meningkatnya peranan pihak swasta dalam mendanai proyek-proyek pembangunan
infrastruktur tidak serta-merta meniadakan peranan pemerintah. Pemerintah tetap
mendanai proyek-proyek yang kurang layak dijalankan bila titinjau dari sisi finansial akan
tetapi memiliki proyeksi yang menjanjikan secara ekonomi. Selain itu peranan pemerintah
juga adalah mendesain kebijakan dan strategi pengembangan bagi sektor tersebut.

Antonio Estache (1999) memaparkan empat kategori dari kesepakatan kontraktual yang
digunakan untuk melibatkan pihak swasta dalam proyek infrastruktur transportasi.



Devistiture:
Pemerintah menjual aset yang dalam hal ini adalah barang publik ke pihak swasta.
Bentuk kontrak ini diajukan kepada pihak swasta dalam berbagai macam bentuk,



seperti kepemilikan saham atau penjualan aset.
Greenfield projects:
Kontrak ini meliputi investasi pada proyek baru yang diserahkan kepada pihak
swasta. Bentuk kontrak yang paling lazim dilakukan adalah Build-Opperate and
Transfer (BOT). Bentuk kerlayananma ini diciptakan dalam rangka pengembangan
tehnik pendanaan proyek yang baru, cara untuk mengurangi, atau paling tidak
mendistribusikan dengan baik, risiko yang terkandung dalam pendanaan proyek

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 2

infrastruktur. Hal inilah yang kemudian membuat Greenfield projects sering berhasil


dilakukan.

Operations and Maintenance (O&M) contracts:
Tipe kontrak ini memperbolehkan pihak swasta untuk mengoperasikan dan
mengelola layanan, akan tetapi tidak membuat pihak swasta memiliki aset tersebut.
Tipe kontrak ini pada umumnya memiliki jangka waktu pendek ke menengah (2-5
tahun) dan pemerintah pada umumnya secara berkelanjutan harus menanggung



semua risiko yang terkandung dalam proyek tersebut.
Concession contracts (kontrak konsesi)atau franchise:
Kontrak jenis ini pada umumnya memiliki jangka waktu yang lebih panjang yakni
10-30 tahun. Tipe kontrak ini membuat pemerintah menyerahkan kewajibannya
untuk mengoperasikan dan mengelola (O&M) serta, serta membebankan investasi
dan kewajiban menyediakan pelayanan kepada pihak swasta. Dalam kasus ini risiko
yang terkandung di dalam proyek tersebut juga diserahkan kepada pihak swasta.
Untuk banyak pemerintahan, tipe kontrak ini juga memiliki keunggulan untuk dapat
menghindari penyerahan aset negara yang adalah merupakan isu yang sensitif
secara politik.

Masing-masing tipe kontrak seperti yang telah dipaparkan, memiliki keunggulan dan

kelemahannya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan tipe kontrak yang
digunakan akan sangat tergantung dengan karakteristik dan kebutuhan dari tiap-tiap
wilayah dan pemerintahan. Tabel satu, dibawah ini menunjukkan gambaran secara umum
mengenai hal ini.

Tabel 1:
Tipe keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan proyek inffrastruktur transportasi di negaranegara berkembang (Jumlah proyek per tipe kontrak antara tahun 1990 dan 1997).

Sumber: World Bank PPI database

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 3

Di negara-negara berkembang, concession adalah tipe kontrak paling umum dilakukan oleh
pemerintah dalam melibatkan pihak swasta dalam transportasi. Hal ini konsisten terjadi
bila kita membagi kontribusi dari masing-masing tipe kontrak ke jenis infrastruktur
transportasi yang dilakukan, sebagai mana ditunjukkan oleh tabel dua berikut.

Tabel 2:
Tipe keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan untuk masing-masing jenis proyek
inffrastruktur transportasi di negara-negara berkembang (Jumlah proyek per tipe kontrak antara

tahun 1990 dan 1997).

Sumber: World Bank PPI database

Dari tabel diatas dapat terlihat konsistensi bahwa konsesi adalah tipe kontrak yang paling
banyak digunakan hampir disetiap jenis proyek. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa
jalan adalah jenis proyek yang secara kuantitas paling banyak melibatkan pihak swasta
dalam pengembangannya. Alasan logis mengapa proyek pembangunan jalan adalah yang
secara kuantitas paling banyak melibatkan pihak swasta adalah kebutuhan jalan yang terus
berkembang lebih pesar permintaannya secara kuantitas bila dibandingkan dengan
infrastruktur transpotasi lain seperti bandara, pelabuhan dan rel kereta. Hal ini kemudian
mengindikasikan kemungkinan terdapat kecenderungan untuk melibatkan pihak swasta
dalam proyek pembangunan jalan secara berkelanjutan. Hal ini kemudian

menarik

perhatian munculnya indikasi terjadinya kolusi antara pemerintah dan sektor swasta.

2.2. Dampak Privatisasi Jalan Terhadap Kesejahteraan sosial
Konsekuensi yang nyata dari diserahkannya penyediaan infrastruktur jalan kepada pihak

swasta adalah munculnya tarif tol bagi pengguna jalan. Munculnya tol tentu saja tidak
dapat dihindari, karena pihak swasta tentu saja menginginkan pengembalian investasi dan
keuntungan atas dana yang telah mereka kucurkan untuk membangun infrastruktur
tersebut. Jalan tol adalah industri dengan karakteristik monopoli natural, sehingga
pengelolaan jalan tol pada satu wilayah atau ruas tertentu akan diserahkan hanya kepada

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 4

satu perusahaan saja. Hal ini kemudian berdampak pada besaran tol yang dikenakan
kepada pengguna jalan tersebut.

Tol yang diberlakukan tentu saja akan lebih tinggi bila hanya satu perusahaan yang
mensuplai layanan tersebut bila dibandingkan dengan apabila terjadi persaingan yang
kompetitif dalam menyediakan layanan tersebut. Hal ini kemudian akan perdampak
kepada perolehan kesejahteraan sosial yang tidak optimum karena tol yang dikenaka
adalah tidak berada pada ekuilibrium kompetitif. Selain itu kapasitas dari jalan tol
(kuantitas yang disuplai) juga tidak berada pada ekuilibrium kompetitif.

Palma dan Lindsey (1998) menemukan bahwa persaingan antara dua jalan tol akan
menghasilkan potential efficiency gain yang mendekati optimum apabila tidak ada dari

satu perusahaan tersebut yang memiliki bagian yang dominan dalam total kapasitas jalan.
Penemuan ini senada menyatakan bahwa persaingan akan menghasilkan kesejahteraan
sosial yang lebih tinggi. Temuan lain dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa sebuah
jalan tol yang berkompetisi dengan jalan umum memiliki kecenderungan untuk
menghasilkan kesejahteraan sosial yang optimum, bila kedua jalan tersebut memiliki
kapasitas yang seimbang.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Xiao, Yang, dan Han (2006), ditemukan bahwa tol
dan kapasitas dalam Nash Equilibrium akan konvergen ke tingkatan yang socially optimum
apabila bila berada dalam pasar yang kompetitif. Selain persaingan antara penyedia
layanan jalan tol, penelitian tersebut juga menemukan bahawa peningkatan dari kuantitas
jalan umum yang merupakan substitusi dari jalan tol juga akan menaikkan kesejahteraan
sosial. Kedua penelitian tersebut mengindikasikan perlunya dimasukkan elemen
persaingan kedalam sistem privatisasi jalan untuk mencapai kondisi yang socially optimum.

Mengingat tujuan utama dari pembangunan jalan adalah untuk melancarkan arus
perpindahan fisik untuk memajukan perekonomian suatu daerah, maka pengembangan
ruas jalan adalah sebuah keharusan untuk suatu wilayah. Keterlibatan pihak swasta dalam
upaya pengembangan ruas jalan adalah merupakan hal yang dapat mempercepat upaya
tersebut, akan tetapi perlu diciptakan mekanisme yang tepat dalam proses privatisasi

infrastruktur jalan agar hal tersebut dapat menghasilkan hasil yang paling tidak mendekati
socially optimum.

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 5

2.3. Cara Privatisasi Jalan
Sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa cara untuk melakukan
proses privatisasi jalan. Dari seluruh bentuk kontrak yang tersedia untuk memprivatisasi
infrastruktur jalan, konsesi adalah pilihan yang paling populer untuk dilakukan. Elemen
yang penting untuk diperhatikan dalam membangun kerangka regulasi untuk sistem
concession adalah tarif, derajat kompetisi, keterhubungan infrastruktur jalan, dan target
kinerja (Guislain dan Kerf, 1995). Selain itu kontrak konsesi juga harus menyajikan insentif
yang layak agar pihak swasta tertarik untuk berinvestasi. Insentif tersebut ditentukan oleh
proyeksi volume kendaraan yang akan menggunakan infrastruktur jalan tersebut, derajat
kepentingan dari infrastruktur tersebut terhadap penggunanya dan juga durasi dari masa
konsesi. Desain kontrak konsesi yang baik akan menarik pihak swasta untuk mau
berinvestasi dalam proyek pembangunan infrastruktur jalan, akan tetapi kontrak konsesi
tersebut juga harus tetap mempertimbangkan perolehan kesejahteraan sosial yang akan
dihasilkan.


Fakta bahwa industri jalan tol memiliki karakteristik monopoli natural membuat hanya ada
satu perusahaan yang akan mensuplai jalan tol untuk satu ruas tertentu. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kompetisi
adalah elemen yang penting untuk menciptakan kondisi yang socially optimum. Dengan
mempertimbangkan dua hal tersebut, maka cara untuk menentukan pihak yang
mendapatkan kontrak konsesi atas jalan tol menjadi sangat penting untuk diperhatikan.

Viscusi, Harrington, dan Vernon (2005) mengemukakan dua cara untuk mengeliminir
persaian di dalam industri yang memiliki karakteristik monopoli natural. Tujuan akhirnya
adalah akan hanya ada satu perusahaan yang mensuplai barang/layanan dalam industri
tersebut. Cara pertama yang bisa digunakan adalah dengan membentuk perusahaan
negara. Pemerintah membentuk sebuah perusahaan yang kepemilikannya berada ditangan
pemerintah atau mayoritas kepemilikan sahamnya adalah milik pemerintah. Perusahaan
tersebut kemudian

ditugaskan

melalui

reagulasi

pemerintah

untuk

mensuplai

barang/layanan tertentu.

Cara kedua adalah dengan menyelenggarakan lelang hak (franchise bidding). Pemerintah
akan melelang hak dari mensuplai suatu barang/layanan kepada masyarakat. Lelang akan
diikuti oleh beberapa perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 6

pemerintah. Pemenang dari lelang tersebut akan diberikan hal sebagai satu-satunya
perusahaan yang mensuplai barang/jasa yang dimaksud kepada masyarakat.

Dari kedua cara tersebut, menyelenggarakan lelang hak adalah cara yang lebih tepat untuk
menunjuk perusahaan yang akan mengusahakan jalan tol. Argumentasi yang mendasarinya
adalah karena dalam lelang hak terdapat elemen kompetisi, sehingga hasil dari lelang akan
menuju kepada tarif tol dan kapasitas yang menghasilkan kesejahteraan sosial yang
optimum atau mendekati optimum.

Fielding dan Klein (1993) mengemukakan dua komponen penting yang harus ada di dalam
proses pelelangan hak.
i.

Clearing-Before-Awarding
Pemerintah sebagai penyelenggara lelang akan menyeleksi proposal yang
dikirimkan oleh para calon peserta lelang. Penilaian proposal akan meliputi
beberapa aspek seperti dampak terhadap lingkungan, kredibilitas perusahaan,
skema proyek, biaya proyek, dll. Clearing-Before-Awarding akan membuat peserta
lelang berkompetisi dalam proposal proyek yang menyajikan risiko terrendah
dalam berbagai macam aspek.

ii.

Marginal-Return Bidding
Setelah melalui tahapan Clearing-Before-Awarding, peserta kemudian akan
berkompetisi secara langsung untuk memeperebutkan satu proyek. Lelang akan
menitik beratkan kepada marginal-return dari perusahaan. Kompetisi ini kemudian
akan memberikan insentif yang sangat besar kepada

para peserta untuk

melakukan pengendalian biaya dan efisiensi internal perusahaan. Perusahaan
dengan kemampuan efisiensi dan kendali biaya yang terbaik pada umumnya akan
keluar sebagai pemenang lelang.

Dua tahapan tersebut akan membantu pemerintah untuk mendapatkan hasil yang
mendekati kondisi optimum secara sosial. Akan tetapi, hal yang terjadi setelah selesainya
proses lelang tidak bisa dikendalikan. Proses tersebut hanya dapat secara berkelanjutan
menghasilkan kesejahteraan sosial yang tinggi apabila pihak swasta secara taat
menjalankan kontrak yang telah mereka jalankan dan pihak pemerintah secara konsisten
melakukan pengawasan terhadap penjalanan kontrak tersebut.

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 7

2.4. Privatisasi Jalan Di Indonesia
Dalam kasus Indonesia, cara yang dipilih pemerintah untuk mengeliminir persaingan adalah
dengan menggunakan pelelangan hak pengusahaan jalan tol yang dilaksanakan oleh
pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Pelelangan tersebut dibagi kedalam
dua tahapan, yaitu:
a. tahap prakualifikasi; dan
b. tahap pelelangan terbatas bagi yang lulus tahap prakualifikasi.

Tahapan tersebut nampaknya telah sejalan dengan proposal pelaksanaan pelelangan hak
pengusahaan jalan tol yang diajukan oleh Fielding dan Klein (1993). Setelah melalui
tahapan pelelangan, pemerintah melalui mentri mengadakan perjanjian pengusahaan jalan
tol degan badan usaha pemenang lelang. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, Pasal 64 ayat 2, perjanjian pengusahaan tersebut
sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. lingkup perusahaan;
b. masa konsesi pengusahaan jalan tol;
c. tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
d. hak dan kewajiban, termasuk risiko yang harus dipikul para pihak,di mana alokasi
risiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efisien dan
seimbang;
e. perubahan masa konsesi;
f.

standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;

g. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;
h. penyelesaian sengketa;
i.

pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;

j.

aset penunjang fungsi jalan tol;

k. sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum
Indonesia; dan
l.

keadaan kahar di luar kemampuan para pihak.

Detil perjanjian ini dirasa sudah cukup lengkap untuk memberikan petunjuk dasar bagi
proses pengusahaan jalan tol dan juga menanggulangi perubahan-perubahan mungkin
akan terjadi di masa yang akan datang.

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 8

2.4.1. Penguasaan Kontrak Konsesi
Menurut data dari BPJT, sekarang terdapat 21 kontrak konsesi yang telah
dilaksanakan dan 23 kontrak konsesi yang berada di tahap perencanaan. Tabel 3
akan menunjukkan gambaran dari pengusaan konsesi jalan tol yang telah berjalan di
Indonesia.

Tabel 3:
Nama perusahaan, nama ruas jalan tol dan jumlah konsesi yang di pegang oleh tiap
perusahaan (kontrak konsesi telah berlangsung).

no.

Nama Investor

Ruas

1

Jembatan Suramadu
Serpong - Pondok Aren

1

Ujung Pandang Tahap 1

1

Cawang-Tj. Priok-Ancol
Timur-Jembatan Tiga/Pluit

1

Ss Waru - Bandara Juanda

1

JORR W2-S-E1-E2-E3

1

7

PEMERINTAH
PT. BINTARO SERPONG
DAMAI
PT. BOSOWA MARGA
NUSANTARA
PT. CITRA MARGA
NUSAPHALA PERSADA TBK
PT. CITRA MARGATAMA
SURABAYA
PT. JALAN TOL LINGKAR LUAR
JAKARTA
PT. JALAN TOL SEKSI IV

Jumlah
Konsesi
1

1

8

PT. JASA MARGA

Makassar Seksi IV
Jakarta-Bogor-Ciawi
Palikanci
Jakarta-Cikampek
Cawang – Tomang
Padalarang – Cileunyi
Cikampek-PurwakartaPadalarang
Belmera
Semarang Seksi A, B, C
Ulujami - Pondok Aren
Jakarta-Tangerang
Surabaya-Gempol
Prof.DR.Ir. Soedyatmo
(Cengkareng)

2
3
4
5
6

12

Surabaya – Gresik

1

10

PT. MARGABUMI
MATRARAYA
PT. MARGA MANDALA SAKTI

Tangerang – Merak

1

total

10 perusahaan

21 ruas tol

21 konsesi

9

Sumber: www.bpjt.net

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 9

Dari tabel tersebut bisa kita lihat bahwa PT. Jasa Marga (JM) menguasai mayoritas
(51,14%) dari konsesi yang telah berlangsung di Indonesia. Akan tapi terdapat
beberapa perusahaan yang adalah merupakan anak perusahaan dari JM atau
perusahaan yang berafiliasi dengan JM. Hanya ada dua ruas jalan tol yang tidak
memiliki hubungan sama sekali dengan PT. Jasa Marga, yakni Jembatan Suramadu
(Pemerintah) dan Serpong - Pondok Aren (PT. Bintaro Serpong Damai). Hal ini
kemudian membuat penguasaan konsesi jalan tol oleh JM dan kelompoknya menjadi
lebih dari 90% dari seluruh konsesi yang telah berjalan.

Tabel 4 akan menunjukkan gambaran dari pengusaan konsesi jalan tol yang masih
dalam tahap perencanaan di Indonesia sesuai dengan data BPJT.
Tabel 4:
Nama perusahaan, nama ruas jalan tol dan jumlah konsesi yang di pegang oleh tiap
perusahaan (kontrak konsesi yang masih dalam tahap perencanaan).

no.
1
2
3
4

5

Nama Investor
PT. BINA PURI NINDYACIPTA
KARYATAMA
PT. CITRA MARGATAMA
SURABAYA
PT. CITRA WASPPHUTOWA
PT. JAKARTA LINGKAR BARAT
SATU

PT. JASA MARGA

11
12
13

PT. KRESNA KUSUMA DYANDRA
MARGA
PT. LINTAS MARGA SEDAYA
PT. MARGABUMI ADHIKARAYA
PT. MARGA HANURATA
INTRINSIC
PT. MARGA NUJYASUMO
AGUNG
PT. MARGA SARANA JABAR
PT. MARGA SETIAPURITAMA
PT. MARGA TRANS NUSANTARA

14

PT. MTD CTP EXPRESSWAY

15

PT. PEJAGAN PEMALANG TOL

6
7
8
9
10

Ruas

Jumlah
Konsesi

Ciranjang - Padalarang

1

Waru (Aloha) Wonokromo - Tg. Perak
Depok - Antasari
JORR Seksi W1
Gempol - Pasuruan
JORR W2 Utara
Cengkareng-Batu CeperKunciran
Semarang - Solo
Bekasi - Cawang - Kp.
Melayu
Cikampek-Palimanan
Gempol - Pandaan

1
1
1

4

1
1
1

Kertosono - Mojokerto

1

Surabaya - Mojokerto

1

Bogor Ring Road
Semarang - Batang
Kunciran - Serpong
Cikarang (Cibitung) - Tj.
Priok (Cilincing)
Pejagan - Pemalang

1
1
1
1
1

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 10

16
17
18
19

ROAD
PT. PEMALANG BATANG TOL
ROAD
PT. SEMESTA MARGA RAYA
PT. TRANS JABAR TOL
PT. TRANS-JAWA PAS PRO
JALAN TOL
PT. TRANSLINGKAR KITA JAYA

S
20
u
m
Total
20 Perusahaan
b
sumber: www.bpjt.net

Pemalang - Batang

1

Kanci - Pejagan
Ciawi - Sukabumi

1
1

Pasuruan - Probolinggo

1

Cinere - Jagorawi

1

23 Ruas Jalan Tol

23 Konsesi

Tabel di atas menunjukkan bahwa JM hanya menguasai 4 dari 23 konsesi (17,4%)
yang masih dalam tahap perencanaan. Sehingga peranan JM dalam kontak konsesi
yang masih dalam tahap perencanaan terlihat kurang signifikan. Akan tetapi, pola
yang sama seperti yang terlihat pada kontak konsesi yang telah berlangsung. 11 dari
total 19 perusahaan (diluar JM) adalah merupakan anak perusahaan dari JM atau
perusahaan yang berafiliasi dengan JM. Hal ini kemudian membuat JM dan
kelompoknya menjadi sebesar 60% dari keseluruhan konsesi yang sedang dalam
tahap perencanaan.

Secara total, JM dan kelompoknya menguasai 75% (33 dari 44) konsesi yang telah
berjalan maupun yang masih dalam perencanaan. Dengan mengesampingkan
konsesi yang masih dalam tahap perencanaan, hal ini berarti JM dan kelompoknya
hampir melakukan monopoli di dalam pasar jalan tol di seluruh Indonesia. Salah satu
poin penbahasan menyatakan bahwa, jumlah kompetisi memiliki hubungan yang
positif terhadap peningkatan kesejahteraan sosial. Berpegang pada pernyataan
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kurangnya persaingan di dalam
Industri Jalan tol akan menghasilkan kesejahteraan sosial yang tidak mendekati
keadaan optimum secara sosial.

Alasan mengapa hal ini dapat terjadi, mungkin didasari oleh desain dari cara
pengeliminasian persaingan dalam industri jalan tol. Pada sub-bab sebelumnya
telah dibahas mengenai dua cara pengeliminasian persaingan dalam industri dengan
karakteristik monopoli natural, yakni melalui pembentukan perusahaan negara dan
lelang hak. Telah diambil kesimpulan bahawa lelang hak adalah cara yang lebih tepat
untuk digunakan untuk kasus jalan tol. Walaupun pemetintah Indonesia telah
menggunakan proses lelang hak, akan tetapi disaat yang bersamaan dibentuk pula

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 11

perusahaan negara yang bergerak dalam industri jalan tol yaitu JM. JM berdiri atas
dasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1978, Tentang
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Dalam Pendirian Perusahaan
Perseroan (Persero) Di Bidang Pengelolaan, Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan
Jalan Tol, Serta Ketentuan Ketentuan Pengusahaannya. Sangat sulit untuk dipungkiri
bahwa pemerintah akan membuat penilaian yang bias dalam proses lelang,
mengingat salah satu peserta lelang adalah perusahaan yang berstatus milik negara.

2.4.2. Pendanaan Proyek Jalan Tol
Dengan melibatkan pihak swasta ke dalam infrastruktur jalan, maka pendanaan
untuk investasi pembangunan jalan juga menjadi terpecah menjadi dua jenis, yakni
pendanaan oleh negara dan pendanaan oleh pihak swasta. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, Pasal 23, menyebutkan bahwa
pemerintah akan mendanai pembangunan jalan tol apabila proyek tersebut layak
secara ekonomi dan belum layak secara finansial. Proyek yang layak untuk dijalankan
dari sisi ekonomi dan finansial kemudian akan didanai oleh pihak swasta yang dalam
hal ini adalah badan usaha yang memenangkan lelang hak.

Mayoritas dari pendanaan proyek jalan tol di Indonesia berasal dari dana kredit bank
yang di pinjam oleh badan usaha pemenang lelang hak. Sebenarnya, tidak ada yang
salah pola pendanaan ini, akan tetapi hal yang menarik kemudian terlihat ketika
ditelusuri bank mana sajakah yang memberikan kredit kepada proyek jalan. Sebagian
besar dana untuk pembangunan jalan tol adalah berasal dari bank milik negara
(http://pkps.bappenas.go.id). Tiga bank yang memiliki kontribusi paling besar dalam
pendanaan proyek jalan tol adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan
Bank BNI (BNI 46). Tentu saja tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa pendanaan yang
berasal dari bank-bank BUMN terhadap proyek jalan tol tersebut adalah sama
dengan pembiayaan pemerintah, karena status dari dana tersebut hanya merupakan
dana pinjaman dan pemerintah tidak secara langsung memberikan dana tersebut
kepada pihak yang mengusahakan jalan tol.

2.4.3. Penentuan Tarif Tol
Tarif tol adalah aspek yang sangat penting di dalam perjanjian hak pengusahaan
jalan tol. Chen dan Subprasom (2006) mengemukakan tiga tujuan dari tarif tol yang
harus dipenuhi adalah pemasukan pemasukan peruahaan, surplus konsumen dan
REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 12

gini coefficient. Dalam kasus pengusahaan jalan tol, terdapat tiga pihak yang terlibat,
yakni pemerintah, badan usaha/perusahaan, dan pengguna jalan. Pemerintah
mementingkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari kehadiran proyek
tersebut. Badan usaha akan fokus memperhatikan pengembalian investasi dan
keuntungan dari pengusahaan jalan tol tersebut. Sedangkan pengguna jalan akan
memperhatikan pemerataan manfaat dan biaya dalam trasnportasi akibat kehadiran
jalan tol. Tiga kepentingan tersebut kemudian dianalisa dalam jurnal yang sama dan
menghasilkan kesimpulan mengenai hasil tarik menarik dari tiga kepentingan
tersebut. Memaksimisasi keuntungan perusahaan adalah hal yang terpenting
diperhatikan di dalam penentuan tarif tol. Kemudian surplus konsumen diurutan
kedua dan yang terakhir adalah pemerataan biaya dan kegunaan dari jalan tol
tersebut terhadap pengguna jalan.

Pada kasus Indonesia, rumusan penentuan tarif tol tertuang

dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, pasal 66, 67, dan 68. Dalam
pasal 66 dijelaskan bahwa penentuan tarif tol akan dipengaruhi oleh kemampuan
membayar pengguna tol, biaya operasional, dan kelayakan investasi. Sebenarnya
ada hal lain lagi yang harus diperhatikan dalam menentukan tarif tol, yakni lama
masa konsesi. Dengan memasukkan lama masa konsesi ke dalam bahan
pertimbangan secara peundang-undangan maka pemerintah memiliki hak yang
mengikat untuk mengontrol jumlah keuntungan yang dapat diterima oleh
perusahaan. Hasil yang diharapkan adalah tarif tol yang berlaku kemudian adalah
tarif yang bisa memberikan kondisi yang mendekati optimum secara sosial. Tarif
yang akan tetap memenuhi kelayakan investasi bila dilihat dari sisi biaya
kesempatannya dan juga memaksimisasi surplus konsumen.

3. KESIMPULAN
Jalan adalah merupakan salah satu infrastruktur yang mutlak ada untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah. Penurunan kemampuan pemerintah dalam hal
mendanai pembangunan jalan tol membuat keterlibatan pihak swasta tidak dapat dihindari
untuk memastikan infrastruktur jalan terus dapat mengimbangi pertumbuhan perekonomian
suatu wilayah. Hal yang kemudian harus diperhatikan adalah skema dari kerja sama yang
ditawarkan oleh pemerintah kepada pihak swasta harus dapat mendekati kondisi optimum
secara sosial bagi pengguna jalan maupun pihak swasta yang mengusahakan jalan tersebut.

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 13

Skema tersebut terdiri dari ruang lingkup kerja sama, tata cara pendanaan, peentuan tarif tol,
dll.
Pada kasus Indonesia terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, karena praktek
pengusahaan jalan tol di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menuju kondisi yang tidak
optimum secara sosial. Hal pertama adalah dominasi dari JM dalam industri jalan tol dapat
membuatnya memiliki kontrol yang terlalu kuat terhadap tarif yang dikenakan kepada
masyarakat. Kedua adalah perihal pendanaan yang memiliki kecenderungan untuk membentuk
pola kerja sama antar BUMN. Hal ini dapat menjadi buruk bila mana proses pendanaan ini tidak
melalui uji kelayakan resiko yang memadai. Belum ada bukti yang mendukung dugaan ini telah
terjadi, akan tetapi kemungkinan hal tersebut terjadi menjadi lebih besar dengan adanya pola
kerja sama antar BUMN. Yang terakhir adalah proses penentuan tarif tol. Tarif tol yang berlaku
sekarang agaknya sangat menguntungkan pihak pengusaha jalan tol karena kurang melihat
aspek lama masa konsesi.

Walaupun sistem pengusahaan jalan tol di Indonesia memiliki banyak kelemahan, akan tetapi
tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran badan usaha yang mengusahakan jalan tol telah menjadi
solusi sementara terhadap kepadatan jalan yang diakibatkan oleh pertumbuhan perekonomian
suatu negara. Perbaikan dalam beberapa hal yang telah dipaparkan oleh penulis diatas mungkin
dapat dilakukan untuk meningkatkan manfaat dari kehadiran jalan tol secara sosial. Perbaikan
tersebut tidak hanya bisa dilakukan oleh pihak pemerintah saja, melainkan harus juga
melibatkan pengusaha jalan tol dan pengguna jalan.

4. SARAN
Untuk meningkatkan kualitas dari hasil dari kehadiran jalan tol di Indonesia, berikut adalah
beberapa saran-saran yang dapat dilakukan:


Pembatasan dominasi dari satu perusahaan terhadap industri jalan tol. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat peraturan untuk membuat batas maksimum
penguasaan kontrak konsesi dengan lebih mendetil. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kemungkinan pengusaha jalan tol untuk mengekspliotasi kekuatan



monopolinya.
Proses pendanaan dari proyek pembangunan infrastruktur jalan harus melalui
proses uji kelayakan proyek yang terstandarisasi untuk mencegah terjadinya
praktek kolusi antar pengusaha jalan tol dan penyedia dana.

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 14



Penetapan tarif tol harus dilakukan dengan tujuan untuk memaksimisasi
kesejahteraan sosial dan mengendalikan keuntungan yang bisa didapat oleh



pengusaha jalan tol.
Pembangunan jalan umum harus dapat menyeimbangi pembangunan jalan tol. Hal
ini ditujukan terjadi persaingan yang berimbang antara jalan umum dan jalan tol,
sehingga tujuan akhirnya adalah pengusaha jalan tol akan berusaha untuk menjadi
kompetitif dari sisi harga dan layanan yang ditawarkan kepada pengguna jalan.

DAFTAR PUSTAKA:
Chen, Anthony dan Subprasom, Kitti (2006), Analysis of Regulation and Policy of Private Toll Roads In
a Build-Operate-Transfer Scheme Under Demand Uncertainty, Elsevier.
Estache, Antonio (1999), Privatization And Regulation Of Transport Infrastructure In The 1990s:
Successes… A d Bugs To Fix For The Next Mille iu , The World Ba k I stitute, Washington, D.C.
Fielding, Gordon J. Dan Klein, Daniel B. (1993), How To Franchise Highways, Journal of Transport
Economics and Policy, vol 27, Jstor.
Gomez-Ibanez, J.A. dan J.R. Meyer (1993), Going Private: The International Experience with
Transport Privatization, The Brookings Institution, Washington, D.C.
Guslain, Pierre dan Kerf, Michel (1995), Concessions – The Way to Privatize Infrastructure Sector
Monopolies, Public Policy For The Private Sector, Washington, D.C.
Palma, Andre de dan Lindsey, Robin (1998), Private Toll Roads: Competition Under various
Ownership regimes, The Annals of Regional Science.
Viscusi, W. Kip, Hearrington, JR., Joseph E., dan Vernon, John M (2005), Economics of Regulation and
Antitrust, MIT Press, London.
Xiao, Feng, Yang, Hai dan Han, Deren (2006), Competition and Efficiency of Private Toll Roads,
Elsevier.
Buku Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1978, Tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia Dalam Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang Pengelolaan,
Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan Jalan Tol, Serta Ketentuan Ketentuan Pengusahaannya,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Buku Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
http://bpjt.net
http://pkps.bappenas.go.id

REGULASI DAN INDUSTRI JALAN TOL DI INDONESIA | 15