Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

20

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengetahuan

2.1.1 Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia
yang sekadar menjawab pertanyaan " Apa ". Apabila pengetahuan mempunyai
sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut
sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara
umum, maka terbentuklah ilmu pengetahuan.

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada di kepala kita. Kita dapat
mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman
kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga dari
tradisi (Prasetyo,2007).


2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan seseorang secara rinci
dibagi menjadi enam tingkatan yaitu :

a) Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahawa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.

b) Memahami (Compression)

21

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.

c) Aplikasi (Application )
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain.

d) Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya antara satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokan dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari
formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,

dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (Evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

22

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007),
meliputi :

a) Pendidikan
Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan.

b) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorangakan menambah pengetahuan


tentang

sesuatu yang bersifat non-formal.

c) Informasi
Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas. Salah satu sumber informasi yang berperan penting
bagi pengetahuan adalah media massa.

d) Linkungan budaya
Dalam hal ini, faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil
mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang
hidupnya.

e) Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk
menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah.

2.2


Imunisasi

2.2.1 Pengertian
Menurut Pomeranz (2007), imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan
antibodi, yang dalam bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin
disebut antigen). Secara khusus, antigen merupakan bagian dari protien kuman atau
protien racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh

23

manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun
kuman yang disebut dengan antibody untuk melindungi seseorang daripada
penyakit yang spesifik.

Vaksin akan dimasukkan ke dalam tubuh supaya tubuh membuat zat anti
untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak agar dapat mencegah penyakit
tertentu. Vaksin yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh

melalui


suntikan misalnya vaksin BCG, DPT, campak dan Hepatitis B serta secara oral
misalnya vaksin polio (Hidayat, 2008).

Departemen Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi
(PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak. Program
imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
pada anak yang dicakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali
imunisasi DPT, empat kali imunisasi polio, satu kali imunisasi campak dan tiga kali
imunisasi Hepatitis B(RISKESDAS, 2007).

2.2.2 Tujuan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah agar dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas dengan menjadikan anak rentan terhadap penyakit. Selain
itu, kecacatan yang timbul akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
juga dapat dikurangkan (Hidayat, 2008).
Imunisasi juga diberikan untuk eradikasi sesuatu penyakit dari penduduk
sesuatu daerah atau negeri. Imunisasi secara merata dan sistematis diperlukan seta
70% dari penduduknya harus sudah mendapat imunisasi (Ilmu Kesehatan Anak,
2007).


2.2.3 Manfaat Imunisasi
Menurut Marimbi (2010), manfaat imunisasi adalah:

24

a) Untuk anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan membawa
kematian atau kecacatan.

b) Untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan apabila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

c) Untuk negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara.

2.2.4 Jenis Imunisasi

Menurut Hidayat (2008), imunisasi dibagi menjadi dua yaitu

imunisasi

aktif dan imunisasi pasif berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh.

a) Imunisasi Aktif
Tubuh akan mengalami reaksi imunologi spesifik setelah diberikan zat
sebagai antigen yang akan menghasilkan suatu proses infeksi buatan. Jadi, reaksi
imunologi spesifik tersebut akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta
menghasilkan cell memory. Terdapat empat macam kandungan dalam setiap
vaksin dalam imunisasi aktif.

1. Antigen
Berfungsi sebagai zat atau mikroba guna yang berperanan sebagai infeksi
buatan. Antigen ini berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan atau
bakteri yang dilemahkan.

2. Pelarut
Berupa air steril atau cairan kultur jaringan.


25

3. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik
Mencegah tubuhnya mikroba dan untuk menstabilisasi antigen.

4. Adjuvans
Terdiri atas garam aluminium yang berperan untuk meningkatkan
imunogenitas antigen.

b) Imunisasi Pasif
Pemberian imunoglobulin yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
yang didapatkan dari plasma manusia atau binatang. Ini digunakan untuk
mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk ke dalam tubuh yang terinfeksi.
2.2.5 Macam – macam imunisasi
Menurut Hidayat (2008), ada beberapa jenis imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah yaitu imunisasi dasar dan ada juga yang hanya dianjurkan di negara
Indonesia. Beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah (program
imunisasi PPI) adalah seperti berikut :


1) Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah penyakit hepatitis.Imunisasi Hepatitis B ini diberikan sebanyak 3 kali
dan kandungan vaksinnya adalah HbsAg dalam bentuk cair.Imunisasi ini juga
diberikan secara intramuskular.Angka infeksi VHB pada anak balita sangat tinggi
dan juga mempengaruhi angka kesakitan dan kematian balita.

2) Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang
saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.Pemberian imunisasi polio yaitu virus

26

polio yang sudah dilemahkan diberi melalui oral. Frekuensi pemberian imunisasi
polio adalah sebanyak 4 kali pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.

3) DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus)
Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin

mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih dapat
merangsang pembentukan zat anti(toxoid) untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan
interval minimal 4 minggu.

4) Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini sangat
menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11 bulan.

5) BCG (Bacille Calmatte - Guerin)
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru
yang sangat menular yang dilakukan sekali pada bayi usia 0-2 bulan.

2.3

Imunisasi Hepatitis B

2.3.1 Pengertian Hepatitis B
Menurut laporan dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI (2014), hepatitis merupakan peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri dan juga parasit.Penyakit Hepatitis juga bisa disebabkan oleh
obat-obatan, mengkonsumsi alkohol dan juga karena penyakit autoimun.

27

Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB).VHB adalah virus
nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung
pada sel hati.Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh sistem
kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati
(Spiritia, 2005).

Menurut

Rudolph

(2007),

VHB

dapat

menyebabkan

keadaan

klinikopatologik setelah infeksi, termasuk keadaan pembawa kronik dimana
terjangkit saat lahir atau sesudahnya, hepatitis akut, hepatitis kronik, hepatitis
fulminan, sirosis dan karsinoma hepatosellular.

2.3.2 Etiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B (VHB) ini termasuk famili Hepadnavirus dan berukuran
sangat kecil yaitu kira-kira 42 nm. VHB adalah virus DNA dan sampai saat ini
terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H. VHB juga
memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg,
HBeAg, HBcAg, danHBxAg. Juga didapatkan bahawa VHB ini selain menginfeksi
manusia bisa juga menginfeksi simpanse. Virus dari Hepadnavirus juga ditemukan
pada bebek, marmut dan tupai tanah, namun virus tersebut tidak bisa menginfeksi
manusia (Kemenkes RI, 2012).

2.3.3 Penularan Hepatitis B
Virus Hepatitis B (VHB) ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh
seperti darah, air liur atau air mani penderita. Selain itu, VHB juga dapat tersebar dari
ibu ke anak pada saat melahirkan (Pomeranz, 2007).

Penularan VHB ini bisa terjadi secara vertikal atau horizontal.Penularan
infeksi VHB pada saat ini diduga berasal dari hubungan intim dan transmisi
perinatal.Penularan dari satu individu ke individu lainnya merupakan penularan
secara horizontal. Transmisi horizontal Hepatitis B bukan hanya melalui hubungan
seksual tidak aman, tetapi bisa juga terjadi akibat transfusi darah yang terkontaminasi

28

VHB atau lewat penggunaan jarum suntik bekas penderita Hepatitis B. Selain itu,
penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas penderita Hepatitis B
juga bisa menyebabkan infeksi VHB ini. Penularan secara vertikal pula merupakan
penularan yang terjadi pada masa perinatal dimana penularan dari ibu kepada
anaknya yang baru lahir. Jika seorang ibu hamil karier Hepatitis B dan HBeAg positif
maka bayi yang di lahirkan 90% kemungkinan akan terinfeksi dan menjadi karier
juga. Dipercayai bahawa kemungkinan 25% dari jumlah tersebut akan meninggal
karena hepatitis kronik atau kanker hati. Infeksi perinatal paling tinggi terjadi selama
proses persalinan dan diduga tidak berhubungan dengan proses menyusui (Kemenkes
RI, 2012).

2.3.4 Gejala Hepatitis B
Menurut Pomeranz (2007), gejala awal pada hepatitis lebih buruk
dampaknya. Gejala seperti nyeri pada sendi dan erupsi pada kulit juga bisa timbul.
Tetapi biasanya, gejala awal VHB bisa berkisar dari ringan atau tidak ada sama
sekali. Terjadi kemungkinan anak-anak menderita VHB untuk beberapa tahun
sebelum gejalanya timbul.

Penderita yang mengalami Hepatitis B akut akan mengalami gejala seperti
kelelahan, kurang nafsu makan, mual, muntah, dan nyeri sendi. Gejala-gejala ini akan
membaik ketika peradangan hati, yang umumnya ditandai dengan gejala kuning
timbul. Walaupun begitu, 70% penderita Hepatitis B akut ternyata tidak mengalami
kuning. Sebagian dari penderita Hepatitis B akut lalu akan mengalami kesembuhan
spontan, sementara sebagian lagi akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik.
Hepatitis kronis umumnya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Sekitar 0,1-0,5%
penderita dengan hepatitis akut akan berkembang menjadi hepatitis fulminan.
Penyebab dan faktor risiko hepatitis fulminan ini sampai sekarang masih belum
diketahui dengan jelas (Kemenkes RI, 2012).

Menurut IDAI (2014), pada fase infeksi akut, bayi dan anak kecil yang
terinfeksi Hepatitis B tidak menunjukkan gejala tetapi remaja dan dewasa yang

29

terinfeksi hepatitis B dapat mengalami gejala akut berupa penurunan nafsu makan,
demam, lesu, nyeri pada otot, sendi dan perut. Selain itu bisa juga timbul mual,
muntah, diare dan kuning pada mata dan kulit.Gejala akut biasanya timbul 3-4 bulan
setelah infeksi.Pada fase kronis pula, kebanyakan individu yang mengalami infeksi
kronis seringkali tidak menunjukkan gejala tetapi infeksi yang terjadi dapat
menyebabkan kerusakan hati lanjut (sirosis), kanker hati, dan kematian.Infeksi kronis
lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak dibandingkan orang dewasa. Individu
dengan infeksi kronis dapat menularkan VHB pada orang lain, meskipun tidak
merasa sakit.

2.3.5 Pemberian vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B diberikan dalam waktu kurang dari 24 jam sejak bayi
lahir untuk mencegah timbulnya penyakit Hepatitis B pada bayi sehat. Vaksin
Hepatitis B diberikan secara intramuskular yaitu pada otot paha (Achmadi, 2006).

Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg (+) dan HBeAg
(+), maka bayi yang lahir disarankan segera mendapat suntikan Hepatitis B Immuno
Globulin (HBIG) 0,5 mL dan vaksin Hepatitis B. Kedua suntikan ini diberikan segera

setelah bayi dilahirkan (kurang dari usia 12 jam). Pemberian imunisasi selanjutnya
sesuai Program Imunisasi Hepatitis B Nasional (pada bulan ke-2, 3 dan 4).
Selanjutnya perlu diketahui status HBsAg dan anti HBsnya pada saat bayi berusia 912 bulan (Kemenkes RI, 2012).

Menurut IDAI (2014), apabila bayi mendapat vaksin kombinasi yang
mengandung Hepatitis B, dapat diberikan 4 dosis. Bayi yang lahir dari ibu dengan
Hepatitis B (HBsAg positif) pula harus mendapat vaksin Hepatitis B dosis pertama
sebelum usia 12 jam ditambah Immunoglobulin Hepatitis B pada saat yang sama pada
paha yang berbeda. Pemberian vaksinasi dan HBIG ini diberikan setelah pemberian
suntikan vitamin K1. Vaksinasi selanjutnya diberikan sesuai jadwal. Bayi yang lahir
dari ibu dengan Hepatitis B pula harus diperiksa HBsAg dan antiHBs pada usia 9-18
bulan.

30

2.3.6 Efektifitas vaksin Hepatitis B
Efektifitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90 % - 95 %.
Memori sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi namun
secara teoritis menetap seumur hidup sehingga anak normal tidak dianjurkan
imunisasi booster (Ranuh, 2011).

2.3.7 Kontraindikasi vaksin Hepatitis B
Menurut IDAI (2009), imunisasi tidak dapat diberikan kepada bayi yang
menderita batuk pilek, yang sedang mendapatkan pengobatan radioterapi atau
kemoterapi, menderita sakit yang menurunkan imunitas seperti leukimia, kanker
dan HIV/AIDS, atau bayi yang sedang mengkonsumsi obat Prednisone 2
mg/kgbb/hari. Bayi dianjurkan untuk menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai
pengobatan.

Menurut Ranuh (2011), kontraindikasi imunisasi Hepatitis B ini tidak
boleh diberikan kepada bayi dengan berat lahir rendah atau berat badan bayi sangat
kecil (

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit Hepatitis B dengan Tindakan Melakukan Imunisasi pada Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

4 113 59

Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia 12 – 24 Bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara

1 48 7

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

1 1 15

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

0 0 2

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

0 0 4

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

0 0 2

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hepatitis B Dan Imunisasi Hepatitis B Serta Jadwal Pemberian Vaksinasinya Pada Bayi Di Puskesmas Padang Bulan, Medan

0 0 25

Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Prematur

0 0 5

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI HEPATITIS Bo DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS Bo DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis Bo dengan Waktu Pemberian Imunisasi

1 1 12

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BAYI 0-12 BULAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B-O DI WILAYAH PUSKESMAS KAYU KUNYIT BENGKULU SELATAN NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BAYI 0-12 BULAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B-O DI WIL

0 0 12