Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Risk Management Committee (Studi Empiris Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peristiwa besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, lembaga keuangan
runtuh dan diselamatkan oleh pemerintah selama krisis keuangan global 20072008. Kegagalan lembaga-lembaga mengakibatkan pembekuan kredit pasar global
dan intervensi pemerintah diperlukan di seluruh dunia. Sedangkan faktor-faktor
ekonomi makro (misalnya, kebijakan moneter yang longgar) yang berada di akar
krisis keuangan mempengaruhi semua perusahaan (Taylor dalam Safitri, 2013),
beberapa perusahaan terkena dampak lain lebih besar. Kejadian tersebut telah
menarik perhatian investor dan regulator, tanpa memperhatikan penyebab
kejadian tersebut karena pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk taking)
dalam jangka pendek (Kashyap et al, dalam Safitri, 2013) atau peningkatan level
risiko pada perusahaan, sebagai penyebab timbulnya krisis.
Perkembangan situasi ekonomi dan bisnis yang makin pesat akan diikuti
dengan kompleksitas risiko yang dihadapi. Risiko merupakan suatu kondisi yang
muncul akibat ketidakpastian (Hanafi dan Halim, 2009). Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 142 /PMK.010/2009 menjelaskan bahwa risiko adalah potensi
terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yang tidak
dikelola dengan baik akan menyebabkan kerugian bahkan perusahaan dapat
mengalami kebangkrutan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa manajemen risiko
perusahaan dan kebijakan pendanaan berdampak signifikan pada sejauh mana

perusahaan-perusahaan terkena dampak krisis keuangan (Brunnermeier, 2009
dalam Erkenz, et al., 2012). Karena manajemen risiko perusahaan dan kebijakan

Universitas Sumatera Utara

pendanaan pada akhirnya merupakan hasil dari biaya dan manfaat yang dibuat
oleh dewan komisaris perusahaan dan pemegang saham (Kashyap, et al., dalam
Safitri, 2013), sehingga manajemen risiko merupakan cara yang dibutuhkan
perusahaan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko yang mempengaruhi nilai
perusahaan dan menerapkan suatu strategi yang luas untuk mengelola risiko
tersebut dalam rangka membangun manajemen risiko yang efektif (Meulbroek,
dalam Safitri, 2013), sebagai bagian terpenting untuk mewujudkan good corporate
governance.
Penerapan corporate governance dalam perusahaan, aspek pengawasan
dalam pelaksanaan manajemen risiko menjadi faktor penting demi menciptakan
sistem manajemen risiko perusahaan yang efektif, sehingga diperlukan peran
Dewan Komisaris (Krus dan Orowitz, 2009). Fama dan Jensen (dalam Safitri, 2013)
mengemukakan bahwa dewan komisaris adalah pembuat keputusan utama dalam
organisasi dan memiliki kekuatan untuk mengimbangi seluruh keputusan yang
dibuat oleh manajemen puncak. Selain itu, dewan komisaris dalam proses

pengambilan keputusan harus memastikan fungsi monitoring telah berjalan
efisien. Dewan komisaris dalam tugasnya tanggung jawab dapat mendelegasikan
tugas pengawasan risiko kepada komite pengawas manajemen yang sebagian
besar diamanatkan pada Komite Audit (Krus dan Orowitz, 2009). Hal ini sesuai
dengan lampiran keputusan Bapepam No. Kep-29/PM/2004 tentang pedoman
pelaksanaan kerja komite audit bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab
Komite audit adalah melaporkan kepada dewan komisaris mengenai berbagai
risiko dan pelaksanaan manajemen risiko serta pengendalian perusahaan. Dalam
Pedoman Pembentukan Komite Audit yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh

Universitas Sumatera Utara

Komite Nasional Corporate Governance (KNKG) tahun 2002, menyatakan bahwa
salah satu tugas dan tanggung jawab komite audit adalah mengenai manajemen
risiko dan kontrol perusahaan yang didalamnya juga mencakup identifikasi risiko
dan evaluasi risiko untuk meminimalkan risiko.
Manajemen risiko mendapat perhatian lebih pada komite yang dibentuk
dewan komisaris. Komite Audit, Komite Keuangan, dan Komite Manajemen Risiko
umumnya menangani manajemen risiko. Literatur tertentu menunjukkan bahwa
komite audit mendapat tugas menangani manajemen risiko tetapi ada keraguan

tentang keefektifan bahwa komite audit dapat menangani masalah risiko
manajemen. Zaman (dalam Safitri, 2013) menunjukkan bahwa tidak masuk akal
untuk mengharapkan komite audit untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi
karena kurangnya keahlian dan waktu, terutama setelah tanggung jawab tambahan
yang dikenakan pada mereka sesuai dengan prinsip good corporate governance
yang menekankan pemisahan audit internal dari proses manajemen risiko.
Pengawasan manajemen risiko membutuhkan pemahaman yang memadai
mengenai

struktur dan operasi perusahaan beserta risiko-risiko yang melekat

(Bates dan Leclerc, 2009). Menurut Krus dan Orowitz (2009), perusahaan
memerlukan sebuah komite yang dapat memberikan waktu penuh untuk
pengawasan manajemen risiko. Karena alasan ini beberapa perusahaan
membentuk fungsi pengawasan yang terpisah dari audit dan secara khusus
menangani

pengawasan terhadap

risiko


perusahaan,

yang

disebut

Risk

Management Committee.
Risk Management Committee (RMC) merupakan merupakan komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris bersama dengan Komite Audit, Komite Remunerasi,

Universitas Sumatera Utara

dan Komite Nominasi. RMC dalam perusahaan bertanggung jawab menentukan
strategi manajemen risiko, mengevaluasi operasi manajemen risiko, menilai
pelaporan keuangan dan memastikan organisasi berjalan sesuai dengan hukum
dan peraturan (COSO, 2004; Sallivan, 2001; Soltani, 2005 dalam Safitri, 2013).
Dalam penerapannya, RMC dibagi menjadi dua jenis yaitu RMC yang berdiri

sendiri (terpisah dari komite audit) dan RMC gabungan (tergabung dengan komite
audit).
Risk Management Committee (RMC) yang berdiri sendiri memiliki
pengendalian internal yang lebih tinggi terhadap manajemen risiko dibandingkan
ketika digabungkan dengan komite audit. Sedangkan RMC gabungan berfokus tidak
hanya mengawasi risiko pada manajemen tetapi secara aktif terlibat dalam
pelaporan keuangan dan pengawasan fungsi audit (Alles, et al., 2005 dalam
Safitri, 2013).
Menurut KPMG (2005) ditemukan bahwa komite manajemen risiko masih
ada yang diintegrasikan dengan komite audit. RMC dalam beberapa literatur
(Liew, et al., 2012; dalam Safitri, 2013) merupakan komite yang dibentuk Dewan
Komisaris yang khusus mengawasi pelaksanaan manajemen risiko, yang anggotanya
terdiri dari Dewan Komisaris, namun dapat juga menunjuk pelaku independen yang
bukan bagian dari perusahaan (KNKG, 2006).

Dalam

dunia

perbankan


di

Indonesia,

Risk

Management

Committee dikenal dengan nama Komite Manajemen Risiko. Komite
Manajemen Risiko (KMR) ini telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 5/8/PBI/2003. Dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa

Universitas Sumatera Utara

KMR merupakan komite yang berada dibawah Direktur, karena KMR
bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau direktur yang ditugaskan
secara khusus. KMR dalam perbankan berbeda dengan KMR sektor non
finansial, yang dalam sektor non finansial disebut Komite Pemantau
Risiko. Komite Pemantau Risiko terdiri dari Komisaris Independen dan

pihak – pihak independen, hal ini telah dijelaskan dalam Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006.
Pelaksanaan manajemen risiko perusahaan tergantung pada peran
Dewan Komisaris.
sebagai

Dewan

Komisaris

yang

bertanggung

jawab

penjamin pelaksana strategi perusahaan dan pengawasan

manajemen dalam mengelola perusahaan. Efektivitas peran Dewan
Komisaris dapat diukur melalui karakteristik yang dimiliki antara lain

independensi Dewan Komisaris, ukuran dewan, frekuensi rapat dewan
dan Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan. Independensi Dewan
Komisaris berhubungan dengan seberapa besar keterlibatan dewan
komisaris dengan aktivitas perusahaan. Ukuran dewan berhubungan
dengan jumlah anggota dewan komisaris. Frekuensi rapat dewan
berhubungan dengan jumlah rapat yang diadakan dewan komisaris.
Sedangkan, Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan berhubungan
dengan pengetahuan akuntansi dan keuangan dewan komisaris.
Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen risiko
adalah leverage perusahaan. Leverage perusahaan berhubungan dengan
proporsi utang jangka panjang perusahaan terhadap tingkat risiko

Universitas Sumatera Utara

keuangan yang dimiliki. Kegiatan manajemen risiko perusahaan juga
erat dipantau oleh Komite Audit (dalam Safitri, 2013), namun perlu
juga dibentuk Risk Management Committee yang berdiri sendiri (Krus dan
Orowitz, 2009). Tanggung jawab Komite Audit pada pengelolaan risiko
sangat penting dalam pemenuhan tugas Komite Audit (dalam Safitri,
2013). Berdasarkan karakteristik Dewan Komisaris yang baik diharapkan

akan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan pembentukan
RMC.
Penelitian mengenai Komite Audit telah banyak dilakukan di
seluruh dunia. Namun, penelitian yang menjelaskan faktor – faktor yang
mempengaruhi pembentukan RMC masih belum banyak dilakukan. Hal ini
dikarenakan RMC merupakan isu yang masih baru dan pembentukan RMC
di perusahaan non finansial di Indonesia masih bersifat sukarela, sehingga
bukti empiris tentang formasi dan struktur dari RMC masih terbatas.
Berbeda dengan perusahaan yang bergerak di sektor perbankan dimana
pembentukan RMC sudah diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Penelitian terdahulu yang meneliti pembentukan RMC pada sektor non
finansial, antara lain Ratnawati. (2012), Diani (2013).
Berdasarkan pada penelurusan data yang berhubungan dengan
variabel penelitian, maka diketahui informasi data penelitian sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1

Data Penelitian
RMC
PROPORSI
2011 2012 2013 2011 2012
1 AGRO
1
1
1
0.25 0.50
2 BABP
1
1
1
0.80 0.75
3 BACA
1
1
1
0.67 0.67
4 BAEK

1
1
1
0.50 0.33
5 BBCA
1
1
1
0.60 0.60
6 BBKP
1
1
1
0.60 0.60
7 BBNI
1
1
1
0.57 0.43
8 BBNP
0
0
0
0.60 0.50
9 BBRI
1
1
1
0.50 0.50
10 BCIC
1
1
1
0.50 0.67
11 BDMN 1
1
1
0.50 0.50
12 BEKS
0
1
1
0.67 0.75
13 BJBR
1
1
1
0.60 0.67
14 BKSW
1
1
1
0.60 0.50
15 BMRI
0
0
0
0.57 0.57
16 BNGA
1
1
1
0.50 0.50
17 BNII
0
0
1
0.57 0.57
18 BSIM
0
0
1
0.67 0.67
19 BSWD 0
0
0
0.75 0.75
20 BTPN
0
0
0
0.67 0.50
21 BVIC
1
1
1
0.67 0.50
22 INPC
0
1
1
0.50 0.60
23 MAYA 1
1
1
0.67 0.50
24 MCOR 0
0
0
0.33 0.50
25 MEGA 0
0
0
0.67 0.67
26 NISP
0
1
1
0.50 0.44
27 PNBN
1
1
1
0.50 0.25
28 SDRA
1
1
1
0.40 0.33

No Emiten

2013
0.60
0.75
0.67
0.67
0.60
0.60
0.57
0.50
0.38
0.67
0.50
0.67
0.80
0.43
0.57
0.50
0.50
0.67
0.60
0.33
0.75
0.60
0.60
0.67
0.50
0.44
0.50
0.67

UKURAN PERUSAHAAN
LEVERAGE
2011 2012 2013 2011 2012 2013
21.97 22.12 22.36 0.90 0.91 0.84
15.80 15.82 15.92 0.92 0.90 0.91
15.36 15.55 15.78 0.87 0.88 0.87
10.09 10.14 10.27 0.83 0.83 0.81
12.85 13.00 13.11 0.89 0.88 0.87
10.95 11.11 11.15 0.92 0.91 0.91
12.61 12.72 12.87 0.87 0.87 0.88
15.70 15.92 16.12 0.86 0.84 0.84
13.06 13.22 13.35 0.89 0.88 0.87
16.39 16.54 16.49 0.92 0.92 0.91
11.87 11.96 12.12 0.82 0.82 0.83
15.61 15.82 16.01 0.92 0.91 0.91
17.81 18.08 18.08 0.87 0.83 0.83
15.09 15.35 16.22 0.75 0.81 0.81
20.13 20.27 20.41 0.89 0.88 0.88
18.93 19.10 19.20 0.89 0.89 0.89
18.37 18.57 18.76 0.92 0.92 0.92
16.63 16.53 16.67 0.89 0.85 0.85
14.55 14.75 15.10 0.81 0.78 0.78
17.66 17.89 18.06 0.76 0.76 0.76
16.28 16.48 16.77 0.90 0.90 0.90
16.77 16.84 16.87 0.85 0.85 0.85
16.38 16.66 16.99 0.87 0.89 0.89
15.68 15.69 15.88 0.91 0.88 0.88
11.03 11.09 11.10 0.92 0.90 0.90
17.91 18.19 18.40 0.89 0.89 0.89
11.73 11.91 12.01 0.87 0.88 0.88
8.53 8.94 9.02 0.91 0.93 0.93

KAP
2011 2012 2013
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa dengan rasio proporsi dewan
komisaris independen yang kecil, ukuran perusahaan yang besar dilihat dari
tingkat total harta perusahaan, rasio utang yang dimiliki perusahaan
dibandingkan dengan total harta dan Kualitas Kantor Akuntan Publik, akan
mendorong

perusahaan

untuk

melakukan

Pembentukan

Komite

Manajemen Resiko. Penjelasan ini ditunjukkan pada emiten AGRO dimana
pada rasio proporsi komisaris independen yang kecil yaitu hanya 0.25 pada

Universitas Sumatera Utara

tahun 2011, 0.50 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 sebesar 0.60
cenderung melakukan pembentukan RMC. Demikian juga jika dilihat dari
ukuran perusahaan, diketahui dari rasio ukuran perusahaan diketaui rasio
perusahaan sebesar 21.97 pada tahun 2011, pada tahun 2012 menjadi
sebesar 22.12 dan meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 22.36
perusahaan cenderung melakukan pembentukan RMC, demikian juga hal
dengan Leverage dan ukuran KAP.
Hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai mekanisme good
corporate governance yang mempengaruhi pembentukan atau keberadaan
Risk Management Committee sangat beragam. Liew, et al. (2012) dan
Yatim (2010) dalam Safitri (2013) melakukan penelitian tentang
pembentukan Risk Management Committee (RMC) yang sukarela dengan
karakteristik Dewan Komisaris sebagai variabel independennya. Penelitian
tersebut disimpulkan bahwa ukuran Dewan Komisaris mempunyai
hubungan positif dengan pembentukan RMC yang sukarela. Andarini dan
Januarti (2010) melakukan penelitian yang serupa dengan Liew, et al.
(2012), namun menemukan hasil yang berbeda. Penelitian tersebut
menemukan

bahwa

ukuran

dewan

tidak

berpengaruh

terhadap

pembentukan RMC.
Namun dalam penelitian Liew, et al. (2012) tersebut, proporsi
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan pembentukan
RMC, sedangkan dalam penelitian Subramaniam, et al. (2009) dalam
Safitri (2013) CEO independen berpengaruh positif dengan keberadaan

Universitas Sumatera Utara

RMC. Hasil penelitian Liew, et al. (2012) mengenai proporsi Komisaris
Independen merupakan hasil yang tak terduga pada corporate governance
karena pada umumnya memberikan hasil yang konsisten pada Komisaris
Independen. Penelitian Yatim dalam Safitri (2013) juga menjelaskan
pembentukan RMC yang dikaitkan dengan karakteristik Komite Audit.
Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa karakteristik
Komite Audit mempunyai hubungan yang positif terhadap pembentukan
RMC pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia. Pada penelitianpenelitian sebelumnya memasukkan variabel Big Four Auditor karena
dipandang dapat mendorong kualitas pengendalian internal yang lebih
tinggi. Sementara auditor non Big Four tidak digunakan dalam
penelitiannya karena dianggap tidak memiliki kompetensi yang sama
dengan auditor Big Four, padahal auditor non Big Four juga memiliki
kompetensi yang unggul.
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian sebelumnya
mengenai ukuran Dewan Komisaris, Independensi Dewan Komisaris,
serta peran Komite Audit terhadap pembentukan Risk Management
Committee, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk menguji faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan Risk Management Committee
dengan

karakteristik

Dewan Komisaris dan karakteristik perusahaan

dalam penerapan mekanisme corporate governance

yang

dapat

mempengaruhi pembentukan Risk Management Committee.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang
dilakukan oleh Safaitri (2013). Penelitian Safitri (2013) menganalisis
pada pembentukan RMC secara sukarela yang dipengaruhi

oleh

karakteristik Dewan Komisaris pada perusahaan n o n f i n a n s i a l yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 – 2011.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil variabel proporsi
Komisaris Independen, ukuran Dewan Komisaris, frekuensi rapat
dewan,

dan

Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan, dan

menambah variabel leverage dan ukuran perusahaan. Sedangkan tahun
pengamatan dari tahun 2011 – 2013. Pentingnya variabel kontrol yang
dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah untuk memperoleh
bukti empiris sejauh mana variabel kontrol tersebut ikut mempengaruhi
mekanisme corporate governance terhadap penanganan manajemen risiko
dengan pembentukan Risk Management Committee dalam sebuah
perusahaan.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan judul Analisis Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Pembentukan Risk Management Committee (Studi Empiris
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20112013.”

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang masalah, maka pada
penelitian ini akan dirumuskan masalahnya adalah “Apakah Proporsi

Universitas Sumatera Utara

Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Ukuran Kantor Auditor
berpengaruh signifikan terhadap Pembentukan Risk Management Committee
pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka dapat ditetapkan yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Proporsi Komisaris,
Ukuran Perusahaan, Leverage dan Ukuran Kantor Auditor berpengaruh
signifikan terhadap Pembentukan Risk Management Committee pada
perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat yang berarti,
baik bagi peneliti sendiri, maupun bagi pihak-pihak lain. Adapun
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai

Analisis Faktor

Pembentukan

Risk



Faktor

Management

Yang

Committee

Mempengaruhi
(Studi

Empiris

Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2.

Bagi Perusahan Publik, penelitian ini diharapkan dapat pula
dijadikan pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan
pembentukan Risk Management Committee.

3.

Bagi Investor, diharapkan ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para investor maupun calon investor dalam
mengambil keputusan. Kesimpulan akhir dari penelitian kali ini

Universitas Sumatera Utara

diharapkan berguna para investor dan calon investor dalam
mempertimbangkan keputusan investasi.
4.

Bagi Akademisi dan Peneliti Berikutnya, penelitian ini diharapkan
akan menambah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Risk
Management Committee dan bidang akuntansi lainnya yang terkait,
penelitian kali ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
untuk penelitian selanjutnya di masa depan dengan memperbaiki
keterbatasan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara