Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia m.anas

(1)

commit to user i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

M. ANAS

NIM: S4309037

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv


(5)

commit to user v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Setiap coretan pada karya ini merupakan wujud dari KeEsaan dan Hidayah yang diberikan Allah SWT kepada

hambanya,

dan wujud kesetiaan sebagai pengikut nabi Muhamad SAW Setiap dentingan waktu terwujudnya karya ini merupakan ketulusan doa Ayah dan Ibunda yang senantiasa mengiringi

langkahku yang senantiasa mengukir jiwa dan raga dengan penuh kasih sayang.

Setiap aura semangat yang menyelimuti diriku merupakan jerih payah Kakak-ku, saudara dan sahabat-sahabat dekatku

Terima kasih telah memberi warna kehidupan dan inspirasi yang engkau siratkan kepadaku

Setiap goresan tinta dalam setiap bab di karya ini merupakan hasil hempasan kritik dan saran dari

pembimbingku.

Dan hasil karya sederhana ini merupakan wujud dari hasil usahaku dan doaku,

Untuk menemukan suatu makna kehidupan yang hakiki


(6)

commit to user vi

HALAMAN MOTTO

Allah mencintai orang yang cermat dalam meneliti soal-soal yang meragukan dan yang tidak membiarkan akalnya dikuasai oleh nafsunya.

(Nabi Muhammad SAW.)

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberikan manfaat bagi sesama manusia.

(Nabi Muhammad SAW.)

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya.

(Ali bin Abi Thalib)

Manusia tidak akan mencapai pada kebahagiaan kecuali dengan ilmu dan ibadah, seluruh manusia akan binasa kecuali orang-orang yang berilmu, dan orang-orang yang berilmu akan binasa kecuali orang-orang yang melaksanakan ilmunya, dan orang-orang yang melaksanakan ilmunya akan binasa kecuali orang-orang yang akhlas di dalam bekerja.


(7)

commit to user vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan

Dividen pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia” ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajad Magister Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini bukan hasil dari jerih payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

4. Dr. Payamta, M.Si., Ak., CPA., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.


(8)

commit to user viii

5. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret, dan selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi peneliti dalam penyusunan tesis.

6. Drs. Subekti Djamaluddin, M.Si., Ak., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam penyusunan tesis.

7. Bapak Ibu dosen beserta staf di Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bimbingan keilmuan, khususnya dalam disiplin Ilmu Akuntansi.

Surakarta, Juli 2012 Peneliti


(9)

commit to user ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 13


(10)

commit to user x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN

HIPOTESIS ...

15

A. Landasan Teori ... 15

1. Konsep Kebijakan Dividen ... 15

2. Teori-Teori Terkait Dividend Payout ... 17

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen ... 26 a. Kepemilikan Manajerial ... 26

b. Kepemilikan Institusional ... 29

c. Profitabilitas ... 30

d. Financial Leverage ... 32

e. Ukuran Perusahaan ... 33

B. Pengembangan Hipotesis ... 34

1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen ... 34 2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen ... 38 3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen .. 42

4. Pengaruh Financial Leverage terhadap Kebijakan Dividen ... 45 5. Ukuran Perusahaan ... 50


(11)

commit to user xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Metode Penelitian ... 54

B. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel ... 54

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 55

1. Kebijakan Dividen ... 55

2. Kepemilikan Manajerial ... 56

3. Kepemilikan Institusional ... 56

4. Profitabilitas ... 57

5. Financial Leverage ... 57

6. Ukuran Perusahaan ... 58

D. Teknik Analisis Data ... 58

1. Uji Asumsi Klasik ... 59

a. Uji Normalitas ... 59

b. Uji Multikolinieritas ... 60

c. Uji Heteroskedastisitas ... 61

d. Uji Autokorelasi ... 62

2. Pengujian Hipotesis ... 62

a. Model Persamaan Regresi Berganda ... 62

b. Uji t ... 63

c. Uji F ... 65

d. Uji R2 ... 66


(12)

commit to user xii

A. Deskripsi Data ... 67

1. Deskripsi Sampel ... 67

2. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 68

B. Hasil Analisis Data ... 69

1. Pengujian Asumsi Klasik ... 68

a. Uji Normalitas ... 68

b. Uji Multikolinieritas ... 71

c. Uji Heteroskedastisitas ... 72

d. Uji Autokorelasi ... 73

2. Pengujian Hipotesis ... 73

a. Persamaan Regresi Linier Berganda ... 73

b. Koefisien Determinasi ... 75

c. Uji F ... 75

d. Uji t ... 76

C. Pembahasan ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Keterbatasan Penelitian ... 88

C. Saran-Saran ... 89

D. Implikasi ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 92 LAMPIRAN


(13)

commit to user xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Proses Pengambilan Sampel ... 68

Tabel 2 Deskripsi Statistik ... 68

Tabel 3 Uji Normalitas dengan Rasio Skewness ... 70

Tabel 4 Hasil Uji Multikolinieritas ... 71

Tabel 5 Hasil Uji Autokorelasi ... 73

Tabel 6 Koefisien Determinasi ... 75

Tabel 7 Hasil Uji F ... 76


(14)

commit to user xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Bagan Pengaruh Variabel Independen dan Variabel

Kontrol terhadap Variabel Independen ...

53

Gambar 2 Grafik Normal Probability Plot Uji Normalitas ... 70 Gambar 2 Diagram Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 72


(15)

commit to user xv

DAF TAR LAMPIRAN

Halaman 1. Print Out Output Hasil Uji Regresi dengan Menggunakan SPSS ... 93 2. Data Perusahaan Sampel ... 98


(16)

commit to user i

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA M. ANAS NIM: S4309037

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas, financial leverage, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen baik parsial maupun simultan. Populasi penelitian ini adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan periode pengamatan lima tahun (2006-2010). Berdasarkan unit purposive sampling diperoleh sampel 56 perusahaan, dan setelah pengujian outlier diperoleh dalam 52 perusahaan. Data yang dikumpulkan berdasarkan panel (pooling data) untuk mendapatkan unit analisis sebanyak 260 atau (52 x 5). Metode penelitian ini adalah kuantitatif, dan data yang diperoleh melalui dokumentasi dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2011. Penelitian ini terdiri dari lima variabel independen, yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas, financial leverage, dan ukuran perusahaan, dan satu variabel terikat, kebijakan dividen. Pengolahan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus regresi linier berganda dengan pengolahan data program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional (INST), profitabilitas (PROF) dan ukuran perusahaan (SIZE) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan variabel kepemilikan manajerial (MAN) dan financial leverage (LEV) tidak secara signifikan mempengaruhi kebijakan dividen. MAN, INST, PROF, LEV dan variabel SIZE berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kebijakan dividen. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan konstanta -35,767, yang berarti bahwa jika semua variabel independen konstan jumlah tersebut akan turun sebesar 35,767.

Kata kunci: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas, financial leverage, ukuran perusahaan dan dividend payout ratio.


(17)

commit to user ii

ABSTRACK

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE DIVIDEND POLICY OF THE COMPANY LISTED IN STOCK EXCHANGE IN INDONESIA

M. ANAS NIM: S4309037

This study aims to test empirically the factors that influence dividend policy of the company listed in Indonesia Stock Exchange (BEI). Specifically this study aims to determine: the effect of managerial ownership, institutional ownership, profitability, financial leverage, and firm size on dividend policy either partially or simultaneously. This study population is non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange, with a five-year observation period (2006-2010). Based on purposive sampling unit obtained a sample of 56 companies, and after the testing of outliers obtained in 52 companies. Data compiled by the panel (pooling data) in order to obtain the unit of analysis as much as 260 or (52 x 5). This research method is quantitative, and data obtained by documentation from the Indonesian Capital Market Directory (ICMD) in 2011. This study consists of five independent variables, namely managerial ownership, institutional ownership, profitability, and firm size, and one dependent variable, the dividend policy. Processing of data for hypothesis testing is done using multiple linear regression formula with a data processing program SPSS. The results showed that the variables of institutional ownership (INST), profitability (PROF) and company size (SIZE) has positive and significant impact on dividend policy, while the managerial ownership variable (MAN) and financial leverage (LEV) did not significantly influence the dividend policy. MAN, INST, PROF, LEV and SIZE variables simultaneous significant effect on dividend policy. The results of multiple regression analysis showed a constant of -35.767, which means that if all the independent variables and constant control of the amount will fall by 35.767. Keywords: managerial ownership, institutional ownership, profitability, financial


(18)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan kebijakan manajemen yang berkaitan dengan penentuan berapa banyak laba yang akan dibagikan dan dibayarkan kepada para pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanam kembali di dalam perusahaan sebagai laba ditahan (retained earnings) pada setiap akhir periode. Kebijakan dividen merupakan bagian integral dari keputusan pembelanjaan perusahaan. Weston dan Copeland (1997) menyatakan dividend payout ratio (DPR) adalah dividen kas tahunan dibagi dengan laba perlembar saham (LPS). Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham biasa berupa dividen kas. Apabila laba ditahan perusahaan saat ini lebih besar jumlahnya, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil.

Oleh karenanya, masalah dalam kebijakan dan pembayaran dividen tidak saja berdampak kepada perusahaan namun juga kepada investor. Para investor mempunyai tujuan meningkatkan kesejahteraannya dengan mendapatkan return baik dalam bentuk dividend yield maupun capital gain. Sementara di pihak lain perusahaan membutuhkan sumber dana, utamanya dari dalam perusahaan itu sendiri untuk mempertahankan dan meningkatkan kelangsungan hidupnya sekaligus dapat memberikan kesejahteraan kepada para pemegang saham.

Brigham dan Houston (1996) mengemukakan bahwa isu tentang kebijakan dividen adalah sangat penting dengan alasan antara lain: pertama,


(19)

commit to user

2

perusahaan menggunakan dividen sebagai cara untuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon investor sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kedua, dividen memegang peranan penting dalam struktur permodalan perusahaan. Menurut teori residual dividend, perusahaan akan membayarkan dividen kepada para pemegang saham hanya jika perusahaan tersebut sudah tidak mempunyai kesempatan melakukan suatu investasi yang menguntungkan, dalam hal ini jika memiliki net present value positif.

Dalam menetapkan kebijakan dividen, seorang manajer keuangan menganalisis kebutuhan pembelanjaan yang dapat dipenuhi dari dalam perusahaan sendiri. Hal ini perlu dilakukan mengingat hasil operasi yang akan ditanamkan kembali dalam perusahaan sesungguhnya merupakan dana pemilik perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen. Brigham dan Hoston (2006) menyatakan, dengan mempertimbangkan risiko dan hasilnya, perlu diputuskan apakah lebih baik hasil operasi tersebut dibagikan sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali dalam bentuk laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanen yang pemanfaatannya perlu mendapatkan pertimbangan dalam upaya perluasan dan pengembangan usaha. Dengan demikian wewenang dalam mengendalikan kebijakan dividen merupakan salah satu wewenang yang didelegasikan para pemegang saham kepada dewan direksi (manajemen). Dengan demikian manajemen harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen tersebut. Penetapan kebijakan dividen perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati karena berkaitan dengan kesejahteraan pemegang saham.


(20)

commit to user

3

Dalam menentukan kebijakan dividen bukan persoalan mudah karena akan mempengaruhi kinerja, nilai dan harga saham perusahaan (Brigham dan Hoston 2006)

Masalah kebijakan dividen juga terkait dengan masalah keagenan. Pemegang saham menunjuk manajer untuk mengelola perusahaan agar dapat meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham (Sugeng 2009). Dengan kewenangan yang dimiliki, dalam praktiknya, sering terjadi manajer bertindak bukan untuk kepentingan pemegang saham melainkan untuk kepentingan pribadinya sendiri. Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer tersebut maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan. Kos ini dinamakan kos keagenan (agency cost). Fitrijanti dan Hartono (2002) menyatakan bahwa ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency cost, yaitu: (1) dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, (2) dengan meningkatkan dividend payout ratio, (3) meningkatkan pendanaan dengan utang, (4) institutional investor sebagai monitoring agents. Adapun peranan kepemilikan institusional ini, Kania dan Bacon (2005) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) akan dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan


(21)

commit to user

4

kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Menurut teori residual dividend, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham hanya jika perusahaan tersebut sudah tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan suatu investasi yang menguntungkan, dalam hal ini net present value yang positif. Chang dan Rhee (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan (asset growth) maka semakin banyak dana yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut untuk investasi, sehingga dana yang tersedia dari laba akan ditahan sebagai retained earnings dan tidak dibayarkan sebagai dividen.

Studi empiris terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Parthington (1989) menyatakan terdapat tujuh variabel yaitu profitabilitas, stabilitas dividen, earnings, likuiditas, cash flow, investasi dan pembiayaan yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan dividen karena terkait pula dengan kebijakan manajemen perusahaan. Penelitian ini bermaksud menguji variabel-variabel yang berhubungan dengan hasil operasional perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa apapun kebijakan manajemen perusahaan hasil operasionalnya disajikan dalam laporan keuangan.

Kania dan Bacon (2005) menyatakan bahwa viriabel-variabel independen seperti: profitability (return on equity), growth (sales growth), risk (beta), liquidity (current ratio), control (insider ownership) dan expansion (growth in capital spending) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio


(22)

commit to user

5

sebagaimana dihipotesiskan, yang berarti semakin tinggi profitabilitas, pertumbuhan risiko, likuiditas, kontrol dan ekspansi semakin rendah dividend payout rationya. Adapun dua variabel independen yang lain yaitu financial leverage (debt to total assets) dan institutional ownership menghasilkan simpulan yang bertentangan dengan hipotesis teori yang kemukakannya. Hasil studi empiris Kania dan Bacon (2005) ini menyatakan bahwa financial leverage dan institutional ownership berpengaruh positif signifikan terhadap dividend payout ratio, yang berarti semakin besar financial leverage semakin besar pula dividend payout ratio, demikian halnya dengan institutional ownership, semakin besar prosentase saham yang dimiliki oleh institusi semakin besar pula dividend payout rationya.

Myers dan Bacon (2004) menyatakan bahwa semakin tinggi price to earning perusahaan semakin rendah risiko yang dihadapinya dan semakin tinggi dividendpayoutrationya. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor penentu, sebagai variabel independen, yang terdiri dari: price to earnings ratio, profit margin, the debt to equity ratio, the current ratio, percent of insider ownership, percent of institutional ownership, float, dan estimated five-year growth rates for earnings per share dan sales terhadap dividend payout ratio sebagai variabel dependent. Hasil penelitiannya menemukan bahwa price to earning ratio, sales growth dan profit margin berpengaruh positif terhadap dividend payout sebagaimana telah diprediksikan dalam hipotesis, sedangkan variabel institutional ownership dan debt to equity dalam penelitian ini ditemukan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout dan hal ini bertentangan dengan hipotesis


(23)

commit to user

6

teori yang telah dikemukakannya. Pengaruh positif institutional ownership terhadap dividend payout dapat disebabkan karena institutional ownership tidak akurat dijadikan proksi dari share turnover, dan ada keinginan perusahaan untuk membagikan dividen yang lebih besar sebagai sinyal bagi pemilik institusional untuk meningkatkan reputasi dan akses modal. Pengaruh positif debt to equity terhadap dividend payout disebabkan kerena perusahaan ingin meyakinkan reputasinya dengan pendanaan yang kuat akan memungkinkan memperoleh akses yang mudah akan modal eksternal untuk mendapatkan peluang bertumbuh. Adapun variabel insider ownership, likuiditas dan float berpengaruh negatif terhadap dividend payout. Selanjutnya dikemukakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan perolehan laba yang lebih besar lebih menyukai untuk membayarkan dividen yang lebih besar pula, sedangkan perusahaan yang menghadapi ketidakpastian terkait perolehan laba di masa yang akan datang akan memilih DPR yang lebih rendah yang berarti pula mereka menghindari risiko dengan memotong dividen di masa mendatang (Myers dan Bacon 2004).

Nugroho (2004) menyatakan bahwa secara parsial baik return on asset maupun growth masing-masing berpengaruh signifikan positif terhadap variabel DPR, dan cash ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, sedangkan debt to total asset berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR. Ini mengindikasikan bahwa apabila manajemen mengambil kebijakan meningkatkan jumlah utangnya maka akan berpengaruh terhadap penurunan dividen yang dibagikan. Namun demikian, hasil uji secara simultan menyatakan bahwa variabel independen yaitu:


(24)

commit to user

7

ROA, cash ratio, DTA, growth dan size mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap variabel DPR.

Abdelsalam et al. (2008) melakukan studi empiris untuk menguji pengaruh komposisi dewan direksi dan struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen di Mesir. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa kepemilikan institusional dan kinerja perusahaan keduanya berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen (yang diukur dengan DPR). Hasil penelitian ini mengonfirmasi bahwa perusahaan-perusahaan dengan ruturn yang lebih tinggi atas equity dan semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat dividen yang dibagikan (DPR), sedangkan variabel komposisi dewan direksi tidak berhubungan secara signifikan dengan kebijakan dividen (DPR).

Hasil uji empiris terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen juga pernah dilakukan oleh Dewi (2008), yang hasilnya menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan utang dan profitabilitas akan semakin menurunkan kebijakan dividen (DPR). Namun demikian, hasil penelitian juga menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahan memiliki kecenderungan untuk menaikkan kebijakan dividen, dan demikian sebaliknya untuk perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil.

Hasil penelitian Kouki dan Guizani (2009) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh free cash flow yang kuat atas kebijakan dividen. Semakin banyak dana kas yang tersedia semakin tinggi dividen per lembar saham yang akan dibayarkannya. Hasil uji empiris yang telah dilakukannya juga menunjukkan


(25)

commit to user

8

bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap DPR dan tingkat kepemilikan oleh negara berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Ini mengindikasikan bahwa yang terjadi di perusahaan-perusahaan di Tunisia adalah semakin tinggi kepemilikan perusahaan secara terkonsentrasi semakin besar dividen yang akan didistribusikan. Adapun pengaruh ukuran perusahaan atas dividen menunjukkan adanya pengaruh negatif dan signifikan. Jadi semakin besar ukuran perusahaan semakin kecil dividend payout rationya. Temuan berikutnya menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan kesempatan investasi yang lebih baik lebih menyukai untuk membayarkan dividen dan perusahaan-perusahaan dengan leverage yang tinggi memiliki kecenderungan menetapkan kebijakan dividend payout ratio yang lebih rendah.

Studi empiris untuk menguji hubungan antara kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial dengan kebijakan dividen telah banyak dilakukan, namun menghasilkan inkonsistensi antara temuan yang satu dengan lainnya. Kania dan Bacon (2005) melakukan penelitian untuk menguji secara empirik pengaruh kepemilikan institusioal dengan kebijakan dividen. Hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Demikian halnya dengan studi empiris yang dilakukan oleh Putri dan Nasir (2006); Dewi (2008); dan Kouki dan Guizani (2009) telah menghasilkan temuan yang memperkuat hasil penelitian Kania dan Bacon (2005). Namun, temuan yang berbeda telah ditunjukkan oleh Myers dan Bacon (2004). Melalui studi empirisnya ia menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan. Temuan


(26)

commit to user

9

Myers dan Bacon tersebut diperkuat hasil penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Abdelsalam et al. (2008). Sugeng (2009) menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan, termasuk kepemilikan institusional yang lebih tinggi tidak terbukti secara meyakinkan berdampak kepada pembayaran dividen yang lebih kecil karena keberadaan mereka dianggap tidak mampu menekan agency problem.

Sugeng (2009) meneliti pengaruh struktur kepemilikan dan struktur modal terhadap kebijakan inisiasi dividen di Indonesia dan diperoleh temuan bahwa variabel struktur kepemilikan terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend initiation policy. Penyebabnya diduga karena keunikan struktur kepemilikan di lingkungan perusahaan-perusahaan public di Indonesia yang umumnya didominasi oleh institutional holding yang tidak independen dengan pihak manajemen. Institutional holding ini umumnya terdiri dari holding companies yang merupakan perusahaan-perusahaan keluarga yang juga melibatkan manajemen di dalamnya. Sebaliknya, penelitian ini membuktikan adanya pengaruh positif signifikan variabel struktur modal terhadap kebijakan inisiasi dividen. Temuan ini juga menawarkan keunikan yang mengindikasikan bahwa keberadaan kreditur selaku pemilik dana utang di lingkungan perusahaan-perusahaan public di Indonesia tidak memberikan kontribusi yang signifikan pada upaya monitoring terhadap manjemen dalam rangka menekan agency problem. Diduga para kreditur sudah cukup merasa aman dengan collateralizable assets yang dimiliki perusahaan sehingga mereka tidak perlu melakukan tindakan-tindakan monitoring atau bonding yang signifikan termasuk di dalamnya pembatasan dividen.


(27)

commit to user

10

Meskipun banyak penelitian dengan topik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijkan dividen telah dilakukan, namun masih terdapatnya inkonsistensi hasil penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana telah dipaparkan di atas, memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menguji secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dengan menggunakan variabel-variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan pada perusahaan-perusahaan public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama lima tahun terkahir (2006-2010).

B.Perumusan Masalah

Hasil penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen menunjukkan fenomena berupa adanya gap antara data empiris dengan teori yang mendasarinya di samping juga adanya inkonsistensi temuan pada masing-masing variabel antara peneliti satu dengan lainnya.

Hasil penelitian Kouki dan Guizani (2009) menunjukkan bahwa lebih tinggi kepemilikan dari lima pemegang saham terbesar semakin tinggi pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan. Sementara Sugeng (2009) menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen. Kania dan Bacon (2005) dan Dewi (2008) juga menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh manajerial maka semakin rendah kebijakan dividen.

Kania dan Bacon (2005) melalui penelitiannya telah melakukan uji empiris atas pengaruh institutional ownership terhadap kebijakan dividen. Hasil


(28)

commit to user

11

penelitiannya menyatakah bahwa ternyata institutional ownership berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan beberapa penelitian berikutnya. Ismiyati dan Hanafi (2003); Putri dan Nasir (2006); dan Kouki dan Guizani (2009) yang menghasilkan temuan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Namun

hasil penelitian Moh’d et al. 1995 (dalam Kania dan Bacon 2005); Myers dan Bacon (2004); Dewi (2008) dan Abdelsalam et al. (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kibijakan dividen. Temuan ini memperkuat argumen yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan (return) melalui pembagian dividen.

Hasil penelitian Chang dan Rhee (1990) konsisten dengan hasil penelitian Kania dan Bacon (2005); dan Dewi (2008) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen, artinya semakin tinggi profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan semakin sedikit dividen yang dibayarkan. Adapun Parthington (1989) menyatakan bahwa dengan meningkatnya profitabilitas yang dicapai oleh suatu perusahaan akan meningkatkan harapan investor untuk mendapatkan dividen yang lebih tinggi pula, ini berarti semakin besar keuntungan yang diperoleh, semakin besar pula kemampuan perusahaan membayar dividen. Hasil penelitian Damayanti dan Achyani (2006) memperkuat temuan tersebut. Demikian pula halnya dengan studi empirik yang dilakukan oleh Jensen et al. (1992) dan Puspita (2009) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio.


(29)

commit to user

12

Myers dan Bacon (2004) dan Kania dan Bacon (2005) menyatakan bahwa debt to total assets ratio dan debt to equity sebagai ukuran financial leverage berhubungan positif dengan dividend payout ratio sebagai proksi dari kebijakan dividen. Temuan tersebut diperkuat hasil penelitian Sugeng (2009) dengan mengemukakan argumentasi bahwa perusahaan-perusahaan yang diobservasi mementingkan pembayaran dividen yang lebih tinggi untuk mencapai pertumbuhan atau financial leverage, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi financial leverage semakin besar kebijakan devidennya. Kontradiksi hasil temuan tersebut ditunjukkan oleh Jensen et al. (1992) yang menyatakan bahwa kebijakan utang mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Hasil penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003); Dewi (2008) dan Kouki dan Guizani (2009) juga menunjukkan bahwa kebijakan utang berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

Hasil penelitian Suharli (2007) menyatakan bahwa veriabel firm size berpengaruh secara signifikan terhadap variabel payout rasio. Prihantoro (2003) menyatakan bahwa variabel size of firm tidak berpengaruh secara langsung negatif terhadap dividen payout ratio. Hal ini sama dengan hasil penelitian Damayanti dan Achyani (2006) yang menyebutkan bahwa variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen payout ratio. Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Chang dan Rhee (1990) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap dividend payout ratio.


(30)

commit to user

13

Perumusan masalah penelitian ini adalah adanya fenomena empiris yang berbeda dengan teori (theory gap) dan terdapatnya hasil penelitian yang inkonsisten (research gap) antara satu dengan lainnya terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, sebagaimana dipaparkan di atas. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan waktu pengamatan selama lima tahun terakhir (2006-2010), akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu pertanyaan penelitian (research question) dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 3. Apakah financialleverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?.

4. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?.

6. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, financial leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?.

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. 2. Menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen.


(31)

commit to user

14

3. Menguji pengaruh financialleverage terhadap kebijakan dividen. 4. Menguji pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen. 5. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen.

6. Menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, financial leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap kebijakan dividen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, yaitu:

1. Investor dan investor potensial, yaitu bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat memberikan pengaruh terhadap kebijakan dividen sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.

2. Bagi manajemen perusahaan, yaitu bahwa hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan dividen yang akan diterapkan oleh perusahaan.

3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris terbaru mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian berikutnya terkait kebijakan dividen.


(32)

commit to user

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A.Landasan Teori

1. Konsep Kebijakan Dividen

Dividen merupakan sebagian dari laba yang diperoleh perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham jika perusahaan mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Karena dividen diambil dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividen payout. Tentang hal ini (Ang 1997) menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan.

Hartono (2011) mengemukakan bahwa dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen.

Bila ditinjau dari jenisnya Widoadmodjo (1996) menyatakan bahwa dividen adalah bagian dari laba yang diberikan emiten kepada para pemegang saham, baik dalam bentuk dividen tunai (cash dividend) dan dividen saham (stock dividend). Hanafi (2004) menjelaskan bahwa dividen merupakan kompensasi


(33)

commit to user

16

yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan.

Dalam menjalankan tugasnya, manajer keuangan akan dihadapkan pada keputusan penggunaan keuntungan yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau ditahan untuk keperluan tambahan investasi atau kombinasi keduanya. Husnan (1996) menyatakan bahwa kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai dividen dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa ketika memutuskan berapa banyak dividen yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer keuangan harus senantiasa ingat bahwa sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akibatnya, rasio pembayaran sasaran (target pauout ratio), yang dinyatakan sebagai prosentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, sebaiknya sebagian besar didasarkan pada preferensi investor untuk dividen versus keuntungan modal. Dalam hal ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah apakah investor menyukai (1) membiarkan perusahaan mendistribusikan laba sebagai dividen tunai atau (2) membiarkan melakukan pembelian kembali saham atau menanamkan kembali laba dalam bisnis, yang seharusnya keduanya akan mengakibatkan terjadinya keuntungan modal.


(34)

commit to user

17

Selanjutnya Brigham dan Houston (2006) mengatakan bahwa setiap perubahan dalam kebijakan pembayaran akan memiliki dua dampak yang saling bertentangan. Oleh sebab itu, kebijakan dividen optimal (optimal dividend policy) sebuah perusahaan harus mencapai suatu keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham.

Riyanto (2001) mengemukakan bahwa kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earnings) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan di dalam perusahaan. Kebijakan dividen merupakan hal yang penting karena dua alasan, yaitu: (1) pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi harga saham, dan (2) pendapatan yang ditahan (retained earnings) biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan (Riyanto 2001).

2. Teori-teori terkait Dividend Payout

Ketika manajemen memutuskan berapa banyak kas yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer harus senantiasa memperhatikan bahwa sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akibatnya, rasio pembayaran sasaran (target payout ratio), yang dinyatakan sebagai persentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, sebaiknya sebagian besar didasarkan pada preferensi investor (Brigham dan Houston 2006). Beberapa teori yang berkaitan dengan dividend payout beserta asumsi-asumsi yang mendasarinya, antara lain:


(35)

commit to user

18

1. Dividend Irrelevant Theory

Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa kebijakan dividen (dividend policy) sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh pada baik nilai (harga saham) maupun biaya modalnya. Miller dan Modigliani (MM) menyatakan bahwa nilai sebuah perusahaan akan tergantung hanya pada laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi dividen dan saldo laba ditahan. Secara teori Miller dan Modigliani berpendapat bahwa setiap pemegang saham dapat membuat kebijakan dividennya sendiri. Untuk membuktikan teorinya, Miller dan Modigliani mengemukakan asumsi sebagai berikut:

a) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan. b) Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi.

c) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio.

d) Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang.

e) Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.

2. Bird in the hand theory

Gordon dan Litner (1963) dalam Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari


(36)

commit to user

19

laba ditahan. Terkait hal ini Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan Houston (2006) berpendapat dan telah membuktikannya secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio. Argumen Gordon dan Litner tersebut oleh MM disebut sebagai pemikiran burung di tangan (bird in the hand). Selanjutnya Gordon dan Litner (1963) dalam Brigham dan Houston (2006) beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividendpayout tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.

3. Tax preference theory

Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarip lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Sebaliknya, jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen Brigham dan Houston (2006). Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain


(37)

commit to user

20

dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen.

4. Pecking Order Hypothesis (POH)

Berdasarkan Pecking Order Hypothesis (POH) dinyatakan bahwa perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal. Kecukupan dana internal dapat dilihat dari besarnya laba, laba ditahan, atau arus kas. Apabila dana eksternal dibutuhkan, maka perusahaan lebih mengutamakan penggunaan utang daripada ekuitas. POH pertama kali diperkenalkan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984. Ide dasar POH sangat sederhana, yaitu perusahaan membutuhkan dana eksternal hanya apabila dana internal tidak cukup dan sumber dana eksternal yang lebih diutamakan adalah utang daripada emisi saham. Myers dan Majluf (1084) dalam Brigham dan Daves (2004) menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal karena asimetri informasi tersebut menyebabkan pendanaan eksternal terlalu mahal bagi perusahaan. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa perusahaan tergantung pada internal funds karena ingin memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang sudah ada. Penjualan saham baru bukan kepentingan dari pemegang saham yang sudah ada melainkan hanya akan mengakibatkan penurunan nilai saham yang sudah ada. Perusahaan akan memilih utang dibanding external equity apabila memerlukan dana eksternal. Dengan


(38)

commit to user

21

menerbitkan utang bebas risiko (risk free debt) maka tidak akan berdampak terhadap nilai saham yang sudah ada ataupun dengan penerbitan utang berisiko mempunyai pengaruh lebih sedikit terhadap nilai saham yang sudah ada dibandingkan dengan menerbitkan saham baru.

Pecking Order Hypothesis ini mendasarkan diri pada empat asumsi, yaitu:

a) Dividend policy bersifat konstan (sticky), b) Lebih baik dana internal dibanding eksternal,

c) Bila menggunakan dana eksternal pilih surat berharga bebas risiko,

d) Jika diperlukan banyak dana eksternal maka memilih urutan surat berharga dari risk free debt, risky debt, convertible security, saham preferen, common stock.

5. Teori Pensinyalan/Hipotesis Kandungan Informasi (signaling theory)

Ketika MM mengemukakan teori irelevansi dividen, mereka berasumsi bahwa setiap orang, baik investor maupun manajer, memiliki informasi yang identik dengan laba dan dividen perusahaan di masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, investor yang berbeda akan memiliki pandangan yang berbeda mengenai baik tingkatan pembayaran dividen di masa depan maupun ketidakpastian yang inhern di dalam pembayaran-pembayaran tersebut, dan para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek-prospek masa depan daripada pemegang saham publik.

Brigham dan Houston (2006) mengemukakan bahwa adanya peningkatan dividen yang sering disertai dengan peningkatan harga saham telah lama diamati,


(39)

commit to user

22

sedangkan pemotongan dividen biasanya akan mengarah pada penurunan harga saham. Hal ini menjadi indikasi bahwa investor, secara agregat, lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Namun demikian MM berpendapat sebaliknya, bahwa kenaikan dividen yang lebih tinggi daripada yang diharapkan adalah suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik. Sebaliknya, pengurangan dividen, atau peningkatan yang lebih kecil daripada yang diharapkan, adalah suatu sinyal bahwa manajemen sedang meramalkan laba yang buruk di masa mendatang. Jadi, MM berpendapat bahwa reaksi investor terhadap perubahan kebijakan dividen tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada saldo laba ditahan. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa perubahan harga setelah tindakan-tindakan dividen yang diambil sebenarnya menunjukkan bahwa terdapat kandungan informasi, atau pensinyalan (information signaling content) yang penting di dalam pengumuman dividen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan signaling theory dinyatakan bahwa investor akan memandang perubahan dividen sebagai suatu sinyal peramalan laba oleh manajemen (Brigham dan Houston 2006).

6. Clientele Theory of Dividend

Clientele Theory of Dividend merupakan teori yang menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Beiner (2001) menyatakan bahwa kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi. Dan sebaliknya, kelompok investor yang tidak


(40)

commit to user

23

begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Dengan demikian kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar-kecilnya dividen yang akan dibayarkan, ada perusahaan yang sudah merencanakannya dengan menetapkan target DPR didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak. Untuk dapat membayar dividen perusahaan dapat membuat suatu rencana pembayarannya. Brigham dan Houston (2006) dalam hal ini mengemukakan bahwa:

a) Perusahaan mempunyai target DPR jangka panjang,

b) Manajer menfokuskan pada tingkat perubahan dividen daripada tingkat absolut,

c) Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi DPR.

d) Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2006) bahwa jika sebuah perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membayarkan dividen, para pemegang saham yang membutuhkan laba saat ini akan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Nilai dari saham mereka mungkin akan naik, tetapi mereka akan terpaksa harus bersusah payah menjual beberapa saham mereka untuk memperoleh kas. Beberapa investor institusional


(41)

commit to user

24

(atau perwakilan individu-individu) juga akan secara legal dihalangi dari menjual

sahamnya dan kemudian “menghabiskan modal”. Di lain pihak, para pemegang

saham yang menabung dan bukannya menghabiskan dividen mungkin lebih menyukai kebijakan dividen yang rendah, karena semakin kecil dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin kecil pajak saat ini yang harus dibayarkan oleh para pemegang saham, dan semakin kecil pekerjaan yang harus dilakukan untuk menginvestasikan kembali dividen setelah pajak mereka. Karena itu, investor yang menginginkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan investor yang tidak membutuhkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang rendah.

Brigham dan Houston (2006) juga mengemukakan bahwa seperti pemegang saham yang dapat berganti perusahaan, perusahaan juga dapat mengubah kebijakan dividennya dari satu kebijakan ke kebijakan yang lain dan kemudian membiarkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan yang baru menjual sahamnya kepada investor lain yang menyukainya. Dalam teori Clientele Effect dinyatakan bahwa satu pelanggan sama baiknya dengan pelanggan yang lain, sehingga adanya efek pelanggan tidak selalu dapat diartikan bahwa kebijakan dividen lebih baik daripada kebijakan yang lain.

7. Arbritage Pricing Theory (APT)

Menurut Arbritage Pricing Theory (APT) dinyatakan bahwa investor dalam mencari keuntungan tidak perlu melakukan portofolio optimal. Investor tinggal mengamati perubahan harga dan mencari faktor-faktor yang


(42)

commit to user

25

mempengaruhi perubahan itu, baik yang berasal dari faktor makro maupun faktor khas (unique factors) dalam perusahaan atau yang lebih banyak dikenal dengan sebutan faktor fundamental.

Dalam teori investasi pada pasar uang dan pasar modal, investor akan melakukan pembelian saham atau menjual saham bergantung pada apakah return saham lebih besar hasilnya dibandingkan dengan deposito atau bunga obligasi. Jadi penilaian layak tidaknya investor memegang saham akan dilihat apakah return (perubahan harga saham) lebih menguntungkan. Faktor fundamental merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan (emiten) yang meliputi kondisi manajemen, sumber daya manusia, dan kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis fundamental yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dengan basis suku bunga dan pendekatan rasio PER (P/E ratio approach). Pendekatan nilai sekarang disebut juga sebagai metode kapitalisasi laba (capitalization of income method) karena merupakan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa yang akan datang, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan


(43)

commit to user

26

mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang (Hartono 2011).

Analisis fundamental pada dasarnya adalah melakukan analisis historis atas kekuatan keuangan dari suatu perusahaan yang sering disebut sebagai company analysis. Data yang digunakan adalah data historis, artinya data yang telah terjadi dan mencerminkan keadaan keuangan yang sebenarnya pada saat analisis. Dalam company analysis, para pemodal atau investor akan mempelajari laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi kecenderungan atau pertumbuhan yang mungkin ada, mengevaluasi efisiensi operasional dan memahami sifat dasar dan karakteristik operasional perusahaan tersebut.

Hal penting dan biasanya menjadi pusat perhatian investor maupun para analis keuangan (financial analyst) dalam menganalisis data historis adalah posisi keuntungan kompetitif perusahaan, profit margin dan pertumbuhan laba perusahaan, likuiditas aktiva perusahaan terutama berhubungan dengan kemampuan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tingkat leverage (penggunaan dana pinjaman) terhadap shareholders equity dan pertumbuhan operasional penjualan perusahaan (Ang 1997).

3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen a. Kepemilikan Manajerial

Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan manajer


(44)

commit to user

27

cenderung tidak menyukai risiko (risk averse). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan, termasuk kebijakan dividen. Lebih lanjut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kondisi di atas merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of the decision-making and risk bearing functions of the firm. Manajemen tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (principal). Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.

Pada agency theory yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Daves (2004) tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.

Dalam konteks agency cost model yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost


(45)

commit to user

28

yang timbul dari potensi conflict of interest antara agent (manajer) dengan principal (pemilik perusahaan) akibat adanya pemisahan antara kedua belah pihak tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investor/pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari mekanisme ini adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi (Sugeng 2009). Namun, sebagaimana dikemukakan Easterbrook (1984) bahwa efektivitas dividen sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pula pada sarana-sarana monitoring yang lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal. Hal yang sama juga bisa terjadi di perusahaan dengan large block shareholder (pemegang saham dalam jumlah besar) yang biasanya terdiri dari para pemegang saham institusi (institutional shareholder) yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengendalikan manajer. Adanya large block holder mengindikasikan tingkat disperse dari pemegang saham oleh pihak luar perusahaan lebih kecil. Di dalam situasi demikian perusahaan tidak perlu membayar dividend payout yang tinggi


(46)

commit to user

29

untuk mengendalikan agency cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan kepemilikan manajerial yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham, sedangkan dengan terdapatnya large block shareholder yang tinggi monitoring dapat dilakukan secara lebih efektif oleh pemegang saham (Sugeng 2009)

b. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Kania dan Bacon, 2005). Proporsi kepemilikan saham oleh institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih insentif sehingga dapat membatasi perilaku oportunistik manajer, yang dapat berupa pelaporan laba oleh manajemen secara oportunistik untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya (Siregar et.al 2005).

Menurut teori keagenan, sebagaimana dikemukakan Jensen dan Meckling (1976) dinyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency conflict). Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dividen (Kania dan Bacon, 2005; Myers dan Bacon, 2004; Weston dan Copeland, 1997).

Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan tersebut, kos ini dinamakan kos keagenan (agency cost). Ada beberapa pendekatan yang dapat


(47)

commit to user

30

dilakukan untuk mengurangi agency cost, yaitu: (1) dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, (2) dengan meningkatkan dividend payout ratio, (3) meningkatkan pendanaan dengan utang, (4) institutional investor sebagai monitoring agents. Adapun peranan kepemilikan

institusional ini (Moh’d et al, 1995 dalam Kania dan Bacon, 2005) menyatakan

bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) akan dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

c. Profitabilitas

Return On Assets (ROA)/Return On Investment (ROI) sebagaimana dikemukakan oleh Ang (1997) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. ROA/ROI diukur dari laba bersih setelah pajak (earnings after tax) terhadap total aset yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas. ROA/ROI, sebagai salah satu ukuran profitabilitas, juga merupakan ukuran efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROA/ROI


(48)

commit to user

31

menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar.

Menurut Hanafi (2004) perusahaan yang memiliki aliran kas atau profitabilitas yang baik akan bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Hal sebaliknya akan terjadi, jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan sering menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang dan merupakan indikator keberhasilan operasi perusahaan. Hartono (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.

Oleh karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan selama suatu periode tertentu, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayarkan porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Damayanti dan Achyani 2006).

Dividen merupakan bagian dari laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh


(49)

commit to user

32

keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya, seperti beban bunga dan pajak. Karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan total aset (Chang dan Rhee 1990).

d. Financial Leverage

Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengkur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki oleh perusahaan (Ang 1997). Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Semakin besar rasio yang ditunjukkan semakin besar kewajiban yang ditanggung perusahaan dan semakin rendah rasio DER menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk kepentingan tersebut, ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto 2001). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang


(50)

commit to user

33

tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen (Suharli 2007).

Prihantoro (2003) menyatakan bahwa debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi utang dalam struktur modal suatu perusahaan, maka semakin besar jumlah kewajiban yang harus ditanggung oleh perusahaan, dengan demikian semakin besar pula risiko yang harus dihadapi atau ditanggung oleh perusahaan.

Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham sebagai bentuk dividen yang akan diterimanya, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan penyelesaiannya daripada pembagian dividen (Prihantoro 2003). Jika beban utang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga debt to equity ratio mempunyai hubungan dengan dividend payout ratio.

e. Ukuran Perusahaan

Farinha (2002) menyatakan bahwa ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor penting yang bukan saja hanya sebagai proksi pada biaya keagenan tatapi juga dengan biaya transaksi yang berhubungan dengan penerbitan saham sehubungan dengan ukuran perusahaan. Smith dan Watts (1992) menunjukkan dasar teori bahwa pengaruh dari ukuran perusahaan terhadap dividend payout ratio sangat kuat. Perusahaan besar dengan akses pasar yang


(51)

commit to user

34

lebih baik seharusnya membayar dividen yang tinggi kepada para pemegang sahamnya, sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki hubungan yang positif (Farinha 2002).

Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan banyak mengalami kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dalam rangka memperoleh dana yang lebih besar, maka perusahaan dengan size yang besar memiliki rasio pembayaran dividen lebih tinggi daripada perusahaan dengan size yang kecil (Chang dan Rhee 1990).

B.Pengembangan Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan empat variabel independen yaitu: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas dan financial leverage, dan satu variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan. Adapaun variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen. Pengaruh masing-masing variabel independen dan variabel kontrol dengan variabel dependen diuraikan berikut ini:

1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen

Pada agency theory yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Gapenski (1996) tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang


(52)

commit to user

35

saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.

Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan pemegang saham cenderung tidak menyukai risiko (risk averse). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan, termasuk kebijakan dividen. Lebih lanjut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kondisi di atas merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of the decision-making and risk bearing functions of the firm. Manajemen tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (principal). Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.

Penyebab lain terjadinya konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah keputusan dividen. Para pemegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematik dari saham perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada


(53)

commit to user

36

portofolio yang teridentifikasi dengan baik. Namun manajer sebaliknya lebih peduli pada risiko perusahaan secara keseluruhan. Ada dua alasan yang mendasarinya, yaitu: 1) Bagian substantif dari kekayaan mereka di dalam specific human capital perusahaan, yang membuat mereka non diversifiable, dan 2) Manajer akan terancam reputasinya, demikian juga kemampuan menghasilkan earnings perusahaan, jika perusahaan menghadapi kebangkrutan.

Dalam konteks agency cost model yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost yang timbul dari potensi conflict of interests antara agen dan principal akibat adanya pemisahan antara kedua belah pihak tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika manajer disadari bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investor/pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari mekanisme ini adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi (Beiner, 2001). Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Easterbrook (1984) bahwa keefektifan dividen sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pula pada keberadaan sarana-sarana monitoring lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan.

Untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dengan kebijakan dividen ini Sugeng (2009) melakukan penelitian empiris. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa struktur kepemilikan terbukti tidak berpengaruh secara


(54)

commit to user

37

signifikan terhadap kebijakan dividen. Menurut Sugeng (2009) hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan dengan porsi insider’s holding dan institutional holding yang lebih tinggi tidak terbukti secara meyakinkan berdampak kepada pembayaran dividen yang lebih kecil karena keberadaan mereka dianggap mampu menekan agency problem. Temuan ini terjadi diduga karena adanya keunikan dari struktur kepemilikan di lingkungan perusahaan-perusahaan public di Indonesia yang umumnya didominasi oleh institutional holding yang tidak independen dengan pihak manajemen. Institutional holding ini umumnya terdiri dari holding companies yang merupakan perusahaan-perusahaan keluarga di mana manajemen merupakan bagian di dalamnya. Kouki dan Guizani (2009) juga menyatakan bahwa lebih tinggi kepemilikan dari lima pemegang saham terbesar semakin tinggi pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agen sekaligus sebagai principal. Dalam situasi yang demikian perusahaan tidak perlu membayar dividend payout yang tinggi untuk mengendalikan agency cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan kepemilikan manajerial yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham. Atau, dengan kata lain, semakin tinggi struktur kepemilikan dikuasai oleh insiders (manajemen) atau semakin kecil yang dikuasai oleh pihak outsiders maka semakin berkurang agency


(55)

commit to user

38

problems, karena semakin selarasnya kepentingan manajemen dengan kepentingan pemilik yang sebagian besar adalah manajemen sendiri. Dalam hal demikian semakin kecil ketergantungan kepada dividen sebagai mekanisme monitoring. Pendapat Jensen tersebut diperkuat beberapa hasil penelitian emipris sebagaimana dilakukan oleh Rozeff (1992), Alli dan Madura(1996), Mollah et al. (2000), Myers dan Bacon (2004), Kania dan Bacon (2005), dan Dewi (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh managerial maka semakin rendah kebijakan dividen. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila tingkat kepemilikan managerial tinggi maka perusahaan cenderung mengalokasikan laba pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal lebih efisien dibandingkan sumber dana eksternal, dan apabila tingkat kepemilikan manajerial lebih rendah, perusahaan melakukan pembagian dividen yang besar untuk memberikan sinyal yang bagus tentang kinerja di masa yang akan datang sehingga meningkatkan reputasi perusahaan di hadapan investor.

Berdasarkan uraian sebagaimana dipaparkan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis-1: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen

Menurut teori keagenan, sebagaimana dikemukakan Jensen dan Meckling (1976) dinyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency conflict). Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham di


(56)

commit to user

39

antaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dividen (Kania dan Bacon 2005; Myers dan Bacon 2004; Weston dan Copeland 1997).

Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan tersebut, kos ini dinamakan kos keagenan (agency cost). Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency cost, yaitu: (1) dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, (2) dengan meningkatkan dividend payout ratio, (3) meningkatkan pendanaan dengan utang, (4) institutional investor sebagai monitoring agents. Adapun peranan kepemilikan

institusional ini (Moh’d et al. 1995 dalam Kania dan Bacon 2005) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) akan dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Kania dan Bacon 2005). Proporsi kepemilikan saham oleh institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih insentif sehingga dapat membatasi perilaku oportunistik manajer, yang dapat berupa pelaporan laba oleh


(57)

commit to user

40

manajemen secara oportunistik untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya (Siregar 2008).

Kania dan Bacon (2005) melakukan penelitian empiris untuk menguji

hipotesis teori yang dikemukakannya yaitu “Institutional ownership berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen”. Bertolak belakang dengan hipotesis yang dikemukakannya, Kania dan Bacon (2005) menemukan bahwa ternyata institutional ownership berhubungan negatif dengan dividend payout. Sejalan dengan hasil penelitian Kania dan Bacon (2005), Baker et al. (2001) dalam Ismiyati dan Hanafi (2003) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost. Hasil penelitian Putri dan Nasir (2006) juga menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hal ini disebabkan semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga mengurangi kos keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah. Lebih jauh, penelitian yang dilakukan oleh Kouki dan Guizani (2009) menghasilkan temuan bahwa ada korelasi signifikan negatif antara kepemilikan institusional dan dividen per lembar saham, dan terdapat hubungan signifikan negatif antara kepemilikan oleh negara dan tingkat dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham.

Selanjutnya Kouki dan Guizani (2009) memberikan argumen atas temuannya tersebut dengan menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan di Tunisia


(1)

commit to user

87 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerian (MAN), kepemilikan instituional (INST), profitabilitas (PROF),

financial leverage (LEV) dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap kebijakan

dividen. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap 52 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2010, sebagaimana dikemukakan pada bab IV sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yaitu :

1. Kepemilikan managerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

2. Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

3. Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

4. Financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

5. Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

6. Hasil uji F menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari kepemilikan manajerial (MAN), kepemilikan institusional (INST), profitabilitas (PROF),

financial leverage (LEV), dan ukuran perusahaan (SIZE) secara bersama-sama


(2)

commit to user

88

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan baik dalam pengambilan sampel maupun dalam pengukuran variabel. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:

1. Periode pengamatan dan jumlah variabel yang diteliti pada penelitian ini hanya terbatas pada variabel kepemilikan manajerial (MAN), kepemilikan institusional (INST), profitabilitas (PROF), financial leverage (LEV), dan ukuran perusahaan (SIZE) untuk mengukur pengaruh terhadap dividend

payout ratio. Diduga hal ini menyebabkan rendahnya R2 yang hanya

sebesar 0,120, artinya hanya 12% variasi perubahan dividend payout ratio

dijelaskan oleh variabel-variabel yang diteliti sementara sisanya sebesar 88% diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi.

2. Jumlah perusahaan yang diobservasi relatif sedikit (sebanyak 52

perusahaan) bila dibandingkan dengan jumlah seluruh perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mecapai sebanyak 330 perusahaan, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisir pada konteks perusahaan-perusahaan non-keuangan di Indonesia, apalagi dalam skala global.

3. Periode pengamatan relatif lebih pendek, hanya lima tahun, sehingga data pengamatan yang terbangun dalam pola masing-masing variabel menjadi kurang smooth dibandingkan jika periode pengamatan diperpanjang.


(3)

commit to user

89

C. Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka saran-saran yang dapat penulis berikan:

1. Pengaruh kelima variabel masih sangat kecil, oleh karena itu bagi peneliti yang akan meneliti dengan tema yang sama, sebaiknya menambah jumlah variabel bebas, agar hasil penelitian dapat lebih baik lagi.

2. Menentukan kriteria-kriteria purposive sampling yang lebih akurat lagi, agar dapat diperoleh obyek yang diobservasi lebih banyak lagi, sehingga lebih dapat melakukan generalisasi hasil penelitian, misalnya dengan memasukkan perusahaan yang mengalami kerugian tidak lebih dari dua periode pengamatan. 3. Memperluas periode pengamatan, sehingga data masing-masing variabel yang

diteliti lebih dapat menggambarkan pola yang smooth.

D.Implikasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi baik teoritis maupun manajerial. Beberapa implikasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Penelitian empiris pengaruh keempat variabel independen yang diteliti yaitu kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, profitabilitas dan

financial leverage serta satu variabel kontrol, ukuran perusahaan terhadap

kebijakan dividen ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten baik secara teori maupun dengan hasil penelitian sebelumnya.


(4)

commit to user

90

a. Secara teori kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebiajkan dividen, namun hasil penelitian ini kontradiktif dengan hipotesis teori yang dibangun. Dengan demikian variabel kepemilikan manajerial masih perlu dijadikan sebagai variabel independen dalam penelitian empiris berikutnya. b. Hasil penelitian ini menjustifikasi hipotesis teori yang menyatakan kepemilikan

institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Namun beberapa penelitian sebelumnya menghasilkan simpulan berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian masih terdapat inkonsistensi hasil penelitian satu dengan lainnya, sehingga variabel kepemilikan institusional masih layak untuk terus dikaji dan dijadikan variabel penelitian berikutnya.

c. Hasil penelitian ini konsisten dengan hipotesis teori yang menyatakan kepemilikan profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Namun beberapa penelitian sebelumnya menghasilkan simpulan berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian masih terdapat inkonsistensi hasil penelitian satu dengan lainnya, sehingga variabel profitabilitas masih layak untuk terus dikaji dan dijadikan variabel penelitian berikutnya..

d. Secara teori financial leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Namun hasil penelitian ini tidak mengkorfirmasi hipotesis teori yang dibangun, juga terdapatnya kontraksi hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan demikian variabel financial leverage masih perlu dijadikan sebagai variabel independen dalam penelitian empiris berikutnya.

e. Secara teori ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Meskipun hasil penelitian ini konsisten dengan teori, namun beberapa


(5)

commit to user

91

penelitian sebelumnya menyimpulkan hasil yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian ukuran perusahaan masih layak digunakan sebagai variabel penelitian.

2. Implikasi Manajerial

Berdasarkan perhitungan hasil analisis regresi berganda, diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen adalah kepemilikan institusional, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Hasil analisis juga menjukkan bahwa kelima variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Temuan penelitian ini menunjukkan beberapa hal yang perlu diperhatikan baik oleh manajemen selaku pengelola dana perusahaan maupun para investor selaku pemilik dana dalam menentukan strategi investasi dalam perspektif kebijakan dividen.

a. Bagi manajemen perusahaan

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional, profitabilitas dan ukuran perusahaan secara empiris berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen. Temuan ini mengisyaratkan bahwa variabel-variabel tersebut harus dijadikan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan dividen, yaitu pembayaran dividen kepada para pemegang saham. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional, semakin besar profitabilitas, dan semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula dividen yang diberikan kepada para pemegang saham.


(6)

commit to user

92

Para investor, dengan berbagai motif, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pengambilan keputusan ekonominya. Salah satu tujuan investor menginvestasikan dananya adalah untuk mendapatkan dividen. Jika motif investor adalah untuk mendapatkan dividen maka beberapa aspek dalam laporan keuangan perusahaan emiten perlu dicermati, termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen, dalam hal ini adalah pembayaran dividen yang dilakukan oleh perusahaan kepada para investor.