Implementasi dan Perbandingan Metode Frei-Chen, Morphologi dan Sobel untuk Deteksi Tepi pada Citra Foto Rontgen Kista Rongga Mulut

23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Citra

Dalam pengertian umum, citra adalah gambar. Dalam pengertian yang lebih khusus
citra adalah gambaran visual mengenai suatu objek atau beberapa objek. Wujud citra
dapat berupa foto, citra satelit, hasil rontgen, dan sebagainya (Sutoyo & Mulyanto,
2009).

Citra (image) adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi
dari suatu objek pada bidang dua dimensi sebagai keluaran suatu sistem perekam data
optik berupa foto, yang bersifat analog atau digital (Kadir,2013).

Citra mempunyai karakteristik yang berbeda dengan data teks, yaitu citra kaya
dengan informasi matematis. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan
suatu fungsi (continue) intensitas cahaya pada bidang dwimatra (dua dimensi) (Munir,
2004). Sumber cahaya menerangi suatu objek, objek tersebut memantulkan kembali

sebagian berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik
seperti mata manusia, kamera, pemindai (scanner), CT scan, dan lain-lain, sehingga
bayangan objek dapat terekam.

2.2 Citra Analog

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu yang dihasilkan dari alat-alat analog,
seperti video kamera analog, kamera foto analog, WebCamp, CT Scan, sensor rontgen
untuk foto thorax, sensor gelombang pendek pada citra radar, sensor ultrasonik pada
sistem USG, dan lain-lain. Citra analog tidak dapat diproses secara langsung di

24

komputer. Oleh karena itu, untuk dapat diolah di komputer diperlukan proses konversi
dari citra analog menjadi citra digital (Sutoyo & Mulyanto, 2009).

2.3 Citra Radiografi

Citra radiografi merupakan citra berbentuk bayangan yang diperoleh sebagai akibat
dari sinar-x melalui tubuh. Citra radiografi ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen

seorang berkebangsaan Jerman tahun 1895. Penemuannya diilhami dari cahaya hasil
yang keluar dari katoda menuju ke anoda yang berada dalam tabung kaca.
Pemanfataan sinar-x di bidang kedokteran merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi ini cukup beragam mulai dari radiasi
untuk diagnosic, pemeriksaan sinar-X gigi, dan penggunaan radiasi sinar-x untuk
terapi (Isnanto, 2003).

Gambar 2.1 Contoh Citra Rontgen (Knipe, 2015)

2.4 Citra Digital

Citra digital adalah citra yang dinyatakan dalam kumpulan data digital dan dapat
diproses di komputer. Citra digital dihasilkan oleh piranti digital seperti kamera
digital, alat pemindai (scanner), pena cahaya (light pen), mikroskop elektonik, dan
sebagainya

25

Citra di dalam komputer disusun oleh sejumlah titik yang disebut piksel. Setiap
piksel mempunyai koordinat, yang dinyatakan dalam bentuk (x,y) dimana y

menyatakan baris dan x menyatakan kolom. Jika suatu citra berukuran M baris dan N
kolom atau biasa dinyatakan sebagai M x N, koordinat piksel terbawah dan terkanan
berada di koordinat (M-1, N-1) (Kadir, 2013).

2.5 Jenis Citra Digital

Secara prinsip, citra dapat dibagi menjadi tiga jenis yang dibedakan berdasarkan nilai
piksel dari masing-masing citra, yaitu citra biner (citra monokrom), citra berskala
keabuan (grayscale), dan citra berwarna (Kadir, 2013).

2.5.1 Citra Berwarna

Citraberwarna (true color), merepresentasikan keadaan visual objek-objek yang biasa
kita lihat dimana warna objek ikut direkam. Citra berwarna atau yang lenih dikenal
sebagai citra RGB adalah citra dimana setiap pikselnya tersusun atas tiga komponen
yaitu komponen merah (R atau red), komponen hijau (G atau green), dan komponen
biru (B atau blue) (Kadir & Susanto, 2009).

Penyimpanan citra true color di dalam memori berbeda dengan citra
grayscale. Setiap pixel dari citra grayscale 256 gradasi warna di awali oleh 1 byte.

Sedangkan 1 pixel citra true color diwakili oleh 3 byte, dinamakan masing– masing
byte mempresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), biru (Blue). Tabel 8.1
menunjukkan contoh warna dan nilai R,G dan B.

26

Tabel 2.1.Warna dan Nilai PenyusunWarna

Warna

R

G

B

Merah

255


0

0

Hijau

0

255

0

Biru

0

0

255


Hitam

0

0

0

Putih

255

255

255

Kuning

0


255

255

Contoh dari citra RGB dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Contoh Citra RGB

2.5.2 Citra Biner (Monokrom)

Citra biner adalah citra dimana setiap pikselnya dinyatakan dengan sebuah nilai dari
dua nilai yang mungkin (yaitu 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan warna hitam dan 1
menyatakan warna putih. Citra biner banyak digunakan dalam pengolahan citra,
seperti untuk memperoleh tepi suatu objek. Kedua warna ini disimpan dalam 1 bit

27

memori (Kadir & Susanto, 2013). Contoh gambar biner dapat dilihat pada gambar
2.3.


Gambar 2.3 Contoh Citra Biner

2.5.3 Citra Grayscale (Skala Keabuan)

Citra berskala keabuan (grayscale) adalah citra yang menggunakan gradasi warna
abu-abu yang merupakan kombinasi antara hitam dan putih. Setiap warna di dalam
citra berskala keabuan dinyatakan dengan sebuah nilai bulat antara 0 dan 255 (untuk
yang aras keabuannya sama dengan 256) dan nilai tersebut disebut sebagai intensitas.

Di dalam pengolahan citra, citra berwarna seringkali dikonversi terlebih
dahulu ke citra berskala keabuan. Kemudian, melalui citra berskala keabuan inilah
dilakukan pemrosesan (Kadir, 2013).
Contoh salah satu gambar dari citra Grayscale dapat dilihat pada gambar 2.4.

28

Gambar 2.4 Contoh Citra Grayscale
2.6 Representasi Citra Digital

Citra digital disusun oleh sekumpulan titik yang dinamakan piksel (pixel atau “picture

element”).Setiap piksel digambarkan sebagai suatu kotak kecil.Setiap piksel
mempunyai koordinat tertentu yang digunakan untuk menyatakan citra digital seperti
ditunjukan pada Gambar 2.5.
0

N-1

x

0
Posisi sebuah piksel

y
M -1

Gambar 2.5 Sistem Koordinat Citra (Kadir, 2013)
Sebuah piksel mempunyai koordinat berupa (x, y), dalam hal ini dinyatakan bahwa,

29


x, menyatakan posisi kolom;
y, menyatakan posis baris;
piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0, 0) dan piksel pada pojok kanan-bawah
mempunyai koordinat (N-1, M-1) (Kadir & Susanto, 2013).

Misalkan sebuah citra digital diwakili oleh sebuah matriks yang dengan M
kolom dan N baris, dimana perpotongan antara baris dan kolom disebut piksel (piksel
= picture element) yang mempunyai dua parameter yaitu koordinat dan intensitas
(warna) pada koordinat (x, y) dengan nilai f(x, y) sehingga dapat ditulis sebagai berikut
.

f(x, y) =

f(0,0)

f(0,1)

...

f(0, M-1)


f(1,0)

...

...

f(1, M-1)

...

...

...

...

f(N-1,0)

f(N-1,1)

...

f(N-1, M-1)

Pada proses digitalisasi (sampling dan kuantitasi) maka diperoleh besar baris
M dan kolom N hingga citra membentuk matriks M x N dan L jumlah tingkat keabuan
piksel. Besar nilai M, N, bebas ditentukan, tapi biasanya merupakan perpangkatan dari
dua, dan L perpangkatan dari dua.
M = 2n,N = 2n, dan L= 2k.....................................................1

Jumlah bit yang dibutuhkan untuk menyimpan citra digital dirumuskan sebagai
berikut:
b = M x N x k........................................................................... 2

Dimana M = jumlah baris citra, N = jumlah kolom citra, dan k = jumlah bit yang
dibutuhkan untuk menyatakan sebuah nilai keabuan (Sutoyo & Mulyanto, 2009).

30

2.7 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra adalah teknik pemrosesan citra sehingga menghasilkan citra baru
yang sesuai dengan keinginan kita.Proses pengolahan citra meliputi beberapa bidang,
antara lain:
Image Enhancement (perbaikan citra) yaitu proses untuk menunjukkan dan mengolah
ciri-ciri khusus dari citra seperti:
a. Pengubahan brirhtness dan contrast
b. Penghalusan gambar (smooting)
c. Penajaman gambar (sharpening)
d. Perbaikan sisi (edge enhancement)
e. Pengurangan derau (noise reduction)
a. Image Restoration yaitu proses pengembalian citra yang rusak menjadi citra
semula dimana penyebab kerusakan sudah diketahui seperti:
a. Perbaikan distorsi
b. Perbaikan brightness karena scanner yang kurang baik
b. Image Analysis yaitu proses mengenali atau menganalisa gambar. Seperti:
a. pengenalan huruf
b. pengenalan sidik jari
c. pengenalan wajah
c. Image Reconstruction yaitu proses pembentukan kembali suatu gambar dari
beberapa gambar yang terpisah seperti:
a. Pembuatan peta : dibuat dari foto-foto udara yang disatukan. Namun
dalam pengambilan foto, ada kemungkinan terjadinya perbedaan skala
dari foto-foto tersebut. Untuk itulah diperlukan proses rekonstuksi
yaitu dalam hal menyamakan skala dari masing-masing foto tersebut.
b. Pembuatan diagram tubuh, dimana menggunakan sinar X untuk
melakukan scanning 3D.
c. Program Animasi.

31

d. Image Compression yaitu proses kompresi (pengurangan ukuran data pada
citra).

2.8 Kista Rongga Mulut

Kista adalah suatu kantong tertutup berdinding membran yang berlapis epitel dan
berisi cairan/semicairan, tumbuh tidak normal di dalam rongga suatu organ. Kista juga
menyerang rongga mulut diantaranya Kista Dentigerous, Ameloblastoma, dan
Odontogenik Keratocyst.

2.8.1 Gambaran Radiografi Kista Rongga Mulut

a. Ameloblastoma di kenal dengan nama adamantinoma, ameloblastoma
berkembang dari sel ameloblast yang merupakan epitel odontogenik yang
bertanggung jawab pada pembentukan enamel. Pada gambaran radiografis,
ameloblastoma sering tampak multilokular dengan lobus yang jelas (Surya,
2009). Seperti yang ditunjukan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Gambar Radiografi Kista Ameloblastoma (a) Unicystic
luminal Ameloblastoma (Hannessy, 2015), (b) Multicystic
Ameloblastoma (Gaillard, 2008), (c) Malignant
Ameloblastoma (Rabou, 2014)

32

b.Odontogenik Keratocyst terjadi pada bagian dental lamina sebelum
terbentuk jaringan keras. Pada gambaran radiografi paling sering muncul
dalam bentuk lesi unilecular dengan gambaran radiolusen dikelilingi lapisan
sklerotik berupa radio-opak yang sangat tipis. Ketika membesar, kista ini
cendrung memperluas tulang sehingga pada gambaran radiografi terlihat
adanya ekspansi tulang rahang (Surya, 2009). Seperti yang ditunjukan pada
gambar 2.7.

Gambar 2.7 Gambar Radiografi Kista Odontogenik Keratocyst (a) Glandular
Odontogenic Cyst (Freisen, 2014), (b) Mandibular Swelling Odontogenic
(Dixon, 2010), (c) MaxillaryKeratocyst
OdontogenicTumour (Knipe, 2015)

c. Kista dentigerous tumbuh dari dental follicle pada gigi yang tidak erupsi
atau dari gigi yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pada gambaran
radiografis, kista dentigerous menunjukan radiolusen unilokuler yang
berhubungan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi (Surya, 2009). Seperti
yang ditunjukan pada gambar 2.8.

33

Gambar 2.8 Gambar Radiografi Kista Dentigerous (a) Unilacular Dentigerous
(Niknejad, 2012), (b) Maxilary Dentigerous (Hacking, 2015), (c) Dentigerous in
Left Maxillary Antrum (Donnel, 2012)

2.9 Deteksi Tepi (Edge Detection)

Edge atau tepi adalah perbedaan intensitas nilai derajat keabuan atau brigthness value
(VB) pada suatu citra. Perbedaan inilah yang menandakan adanya perbedaan objek,
sehingga dapat diketahui objek-objek yang berbeda pada citra sehingga dapat diamati
dan dianalisis (Barus, 2011).

Deteksi tepi berperan dalam untuk menghasilkan tepi-tepi dari objek-objek cita
yaitu menandai detail citra serta untuk memperbaiki detail citra yang kabur. Bila
diperhatikan deteksi tepi menggambarkan titik-titik yang memiliki perbedaan nilai
intensitas yang tinggi. Deteksi tepi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu deteksi
tepi orde pertama (gradien pertama) dan deteksi tepi orde kedua (gradien kedua).
Deteksi tepi orde pertama (gradien pertama) antara lain:
a. Pendeteksi Robert
b. Pendeteksi Prewitt
c. Pendeteksi Sobel
Sedangkan deteksi tepi orde kedua (gradien kedua) yaitu turunan dari deteksi
tepi orde pertama (orde pertama) antara lain:
a. Pendeteksi Laplacian
b. Pendeteksi Laplacian of Gaussian(LoG)

34

2.10 Operator Sobel

Operator Sobel lebih sensitif terhadap tepi diagonal dari pada tepi vertikal dan
horizontal (Crane, 1997). Operator ini mrnggunakan kernel ukuran 3 x 3 piksel
sehingga perkiraan gradien berada tepat di tengah jendela. Misalkan susunan
piksel di sekitar piksel (x, y).
�0
�7
�6

�1

�2

�5

�4

(�, �)

�3

Berdasarkan susunan piksel tetangga tersebut besaran gradien yang dihitung
menggunakan operator Sobel yaitu:

� = ��� 2 + �� 2 ............................................................................3
M merupakan besar gradien di titik tengah kernel dan turunan parsial dihitung
menggunakan persamaan berikut.
�� = (�2 +��3 +�4 ) - (�0 +��7 +�6 )............................................................4

�� = (�0 +��1 +�2 ) - (�6 +��5 +�4 )........................................................5

di mana c adalah konstanta yang bernilai 2. �� dan �� diimplementasikan sebagai

kernel 3 x 3.

�� =

-1

0

1

-2

0

2

-1

0

1

�� =

1

2

1

0

0

0

-1

-2

-1

35

2.11 Operator Frei-Chen

Operator Frei-Chen atau yang biasa disebut juga dengan operator isotropik (Kadir &
Susanto, 2013). Operator ini mirip dengan operator sobel dengan setiap angka yang
bernilai 2 di ganti dengan √2.

�� =

-1

0

1

√−2

0

√2

-1

0

1
�� =

1

2.12 Morphologi

0
-1

√2

1

0

0

√−2

-1

Morpologi adalah suatu operasi yang digunakan untuk mengolah bentuk struktur
bentuk objek yang terkandung dalam citra. Beberapa kegunaan operasi morphologi
dalam berbagi aplikasi antara lain.
a. Membentuk filter spasial.
b. Memperoleh skeleton (rangka objek).
c. Memperoleh bentuk struktur objek.
Operasi morphologi melibatkan dua larik piksel. Larik pertama berupa citra yang
akan dikenai operasi morphologi, sedangkan larik kedua dinamakan kernel structuring
elemen (elemen penstruktur) (Shih,2009).

2.13 Matematika yang Melatarbelakangi

Untuk memahami operasi morphologi

diperlukan pemahaman operasi himpunan

terlebih dahulu seperti interseksi dan gabungan. Selain itu, pemahaman terhadap
operasi logika, seperti “atau” dan “dan” juga diperlukan (Kadir & Susanto, 2013).

36

2.13.1 Teori Himpunan

Misalkan himpunan A yang berada pada bidang z (berdimensi dua). Apabila
a =(a1, a2) adalah suatu elemen atau anggota di dalam A, a dapat ditulis menjadi
�∈�
Arti notasi diatas, a adalah anggota himpunan A. Kebalikannya jika a bukan anggota
himpunan A, a ditulis seperti:
�∉�
Notasi ∅ biasa terdapat dalam pembicaraan himpunan. Simbol tersebut

menyatakan himpunan kosong, yaitu himpunan yang tidak memiliki anggota sama
sekali. Apabila A dan B adalah himpunan dan setiap anggota himpunan B merupakan
anggota himpunan A, dikatakan bahwa B adalah subhimpunan A. Notasi yang biasa
digunakan untuk kepentingan ini:
�⊆�

Union adalah penggabungan dari dua himpunan. Sebagai contoh,
� =�∪�

Menyatakan bahwa C memiliki anggota berupa semua anggota A ditambah
dengan semua anggota B. Seperti pada Gambar 8.7 menunjukkan contoh nilai-nilai
piksel pada dua citra biner dan hasil dari operasi union. Semua nilai pada citra tersebut
menyatakan anggota himpunan baru cendrung meluas.
1
2
3
4
5

1
0
0
0
0
0

2
3
4
5
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
A = {(1,2),(2,2),(2,3),
(3,2),(3,3),(3,4),
(4,2),(4,3),(5,2)}

1 2 3 4
1 1 1 0 0
2 0 1 0 0
3 0 0 1 0
4 0 1 0 0
5 1 0 0 0
B = {(1,1),(1,2),(2,2),
(3,3),(4,2),(5,1),

5
0
0
0
0
0

37

1
1
0 0 0
0
1
1 0 0
0
1
1 1 0
0
1
1 0 0
1
1
0 0 0
C = {(1,1),(1,2),(2,2),(2,3),
(3,2),(3,3),(3,4),(4,2),
(4,3),(5,1),(5,2)}
Gambar 2.9 Penggunaan Operasi Union pada Citra Biner (Kadir, 2013)

Interseksi menyatakan operasi yang menghasilkan himpunan semua anggota
yang terdapat di kedua himpunan. Sebagai contoh,
� =�∩�
Berarti bahwa C berisi anggota-anggota yang ada dihimpunan A dan juga terdapat di
himpunan B hasilnya cenderung menyempit..
1
2
3
4
5

1
0
0
0
0
0

2
3
4
5
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
A = {(1,2),(2,2),(2,3),
(3,2),(3,3),(3,4),
(4,2),(4,3),(5,2)}

1 2 3 4
1 1 1 0 0
2 0 1 0 0
3 0 0 1 0
4 0 1 0 0
5 1 0 0 0
B = {(1,1),(1,2),(2,2),
(3,3),(4,2),(5,1),

5
0
0
0
0
0

38

1
0
0
0
1

1
1
1
1
1

0
1
1
1
0

0
0
1
0
0

0
0
0
0
0

C = {(1,2),(2,2),(3,3),(4,1)}
Gambar 2.10 Penggunaan Operasi Interseksi pada Citra Biner (Kadir, 2013)
Komplemen himpunan A biasa dinotasikan dengan �� dan menyatakan semua

elemen yang tidak terdapat pada A. Secara matematis komplemen adalah:
�� = {�|� ∉ �}

Notasi diatas dibaca ”semua elemen yang tidak menjadi anggota A”. Nilai yang
semula berupa nol diganti satu dan nilai satu diganti dengan nol. Dibidang fotografi
dengan film inversi menghasilkan gambar negatif.

1
2
3
4
5

1
0
0
0
0
0

2
1
1
1
1
1

3
0
1
1
1
0

4
0
0
1
0
0

A = {(1,2),(2,2),(2,3)
(3,2),(3,3),(3,4),
(4,2),(4,3),(5,2)}

5
0
0
0
0
0

1
2
3
4
5

1
1
1
1
1
1

2
0
0
0
0
0

3
1
0
0
0
1

4
1
1
0
1
1

5
1
1
1
1
1

�� ={(1,1),(1,3),(1,4),(1,5),
(2,1),(2,4),(2,5),(3,1),(2,5)
(3,1),(3,5),(4,1),(4,4),(4,5)
(5,1),(5,3), (5,4),(5,5)}

Gambar 2.11 Penggunaan Operasi Komplemen pada Citra Biner
(Kadir,2013)

39

Translasi himpunan A terhadap titik = (�1, �2 ) disimbolkan dengan(�)� (Kadir &

Susanto, 2013). Definisinya adalah:

(�)� = {�|� = � + �, ������ ∈ �}
1 2 3
4
1 0 0 0
0
2 0 1 1
0
3 0 1 1
1
4 0 0 0
0
5 0 0 0
0
A = {(2,2),(2,3),(3,2),
(3,3),(3,4),

5
0
0
0
0
0

1
2
1 0
0
2 0
0
3 0
0
4 0
0
5 0
0
(�)(2,1) ={(4,3),(4,4),(5,3),
(5,4),(5,5)}

3
0
0
0
1
1

4
0
0
0
1
1

5
0
0
0
0
1

Gambar 2.12 Penggunaan Operasi Translasi pada Citra Biner
(Kadir & Susanto, 2013)

2.13.2 Operasi Logika

Operator nalar didasarkan pada aljabar Boolean. Aljabar Boolean adalah pendekatan
nilai matematis yang berhubungan dengan nilai kebenaran (benar atau salah) atau
yang biasa disimbolkan 1 atau 0. Ada operasi yang sering digunakan, yaitu AND, OR,
NOT, XOR, dan NAND seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2, dan 2.3.
Tabel 2.2 Tabel Kebenaran AND, OR, XOR, dan NAND

Masukan 1 Masukan 2 AND
OR
XOR
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
Tabel 2.3 Tabel Kebenaran NOT

NAND
1
1
1
0

40

Masukan
0
1

Keluaran
1
0

Berbagai efek operasi AND, OR, NOT dan NAND pada citra A dan B
ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Hasil Operasi Logika atas Dua Citra A dan B
(Kadir, 2013)

2.14 Element Penstruktur

Dalam operasi Morphologi, pemilihan Element Penstruktur (strel) sangat
mempengaruhi hasil pemrosesan citra. Penggunaan dua buah struktur element
yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda juga meskipun objek/citra
yang diamati sama.

Element penstruktur dapat diibaeratkan dengan mask pada pemrosesan citra.
Struktur element memiliki titik poros (disebut jugs dengan titik origin/titk asal/titik
acuan). Ada beberapa bentuk element penstruktur yang biasa digunakan, ada yang
berbentuk rectangle, square, disk, linear dan diamond. Setiap bentuk struktur
element memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Element penstruktur
berbentuk rectangle, diamond, square dapat digunakan untuk mendeteksi tepi
bagian atas, bawah, pinggir kiri, dan kanan dari suatu objek/citra. Sedangkan
element penstruktur berbentuk disk dapat digunakan untuk melakukan operasi

41

dilasi/rotasi yang tidak berhubungan dengan arah karena struktur element
berbentuk disk simetris terhadap objek. Element penstruktur berbentuk line/linear
hanya dapat digunakan untuk mendeteksi single border.

Dalam Morphologi, yang menjadi kunci penting adalah pemilihan element
penstruktur. Element penstruktur memiliki dua komponen yang penting yaitu
bentuk dan ukuran dimana keduanya mempengeruhi hasil pengujian. Pemilihan
bentuk element penstruktur juga mempengaruhi citra hasil operasi Morphologi
(Kadir, 2013). Contoh struktur element seperti pada gambar 8.12.

Gambar 2.14 (a) Element Penstruktur Square, (b) Element Penstruktur
Rectangel (c) Element Penstruktur Line (d) Element Penstruktur Disk (e)
Element Penstruktur Diamond (Kadir, 2013)

2.15 Operasi Dilasi

Operasi dilasi biasa dipakai untuk mendapatkan pelebaran terhadap piksel biner
yang bernilai 1. Seperti berikut (Burger & Burge, 2008):

A

B ={�|� = � + ������� ∈ � ��� � ∈ �}

Hasil dilasi adalah penjumlahan seluruh pasangan kordinat dari A ke B.
Contoh penggunaan operasi dilasi berdasarkan persamaan 20 yaitu:

42

A = {(2,2),(2,3),(2,4),(3,2),(3,3),(3,4),(4,3)}
B = {(-1,0),(0,0),(1,0)}

Dengan demikian,
A +BB = {(2,2)+(-1,0),(2,2)+(0,0),(2,2)+(1,0),
(2,3)+(-1,0),(2,3)+(0,0),(2,3)+(1,0),
(2,4)+(-1,0),(2,4)+(0,0),(2,4)+(1,0),
(3,2)+(-1,0),(3,2)+(0,0),(3,2)+(1,0),
(3,3)+(-1,0),(3,3)+(0,0),(3,3)+(1,0),
(3,4)+(-1,0),(3,4)+(0,0),(3,4)+(1,0),
(4,3)+(-1,0),(4,3)+(0,0),(4,3)+(1,0)},
= {(1,2),(2,2),(3,2),(1,3),(2,3),(3,3),
(1,4),(2,4),(3,3),(2,2),(3,2),(4,2)
(2,3),(3,3),(4,3),(2,4),(3,4),(4,4)
(3,3),(4,3),(5,3)}
={(1,2),(1,3),(1,4),(2,2),(2,3),(2,4),
(3,2),(3,3),(3,4),(4,2),(4,3),(4,4),(5,3)}

Berikut contoh penggunaan operasi dilasi pada citra dapat dilihat pada gambar 2.15.

Gambar 2.15 Penggunaan Operasi Dilasi pada Citra

43

2.16 Operasi Erosi

Erosi adalah operasi operasi yang akan mengurangi piksel pada batas antar objek
dalam suatu citra digital. Operasi ini dirumuskan seperti berikut (Gonzales dan
Woods, 2002).
A� B = {�|(�)� ⊆ �}
Erosi dari A oleh B adalah himpunan seluruh piksel z sedemikian rupa sehingga B
ditranslasi oleh z, yang berada di dalam citra A. Berikut contoh penggunaan
operasi erosi pada citra dapat dilihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Penggunaan Operasi Erosi pada Citra

2.17 Deteksi Tepi Morphologi

Operasi dilasi dan erosi dapat dikombinasikan untuk membentuk suatu filter baru
yang spesifik. Dalam pengolahan citra digital menggunakan operasi morphologi
dikenal dengan istilah “opening filter” dan “closing filter”. Opening adalah
kombinasi proses dimana suatu citra digital dikenai operasi erosi dilanjutkan
dengan dilasi, sedangkan closing adalah kombinasi dimana suatu citra dikenai
operasi dilasi dilanjutkan dengan erosi. Dengan mengkombinasikan proses erosi
dan dilasi akan diperoleh efek tertentu yang berguna dalam pengolahan citra
digital (Pratt, 1991).

44

Filter

untuk

mealakukan

pendeteksian

sisi

dilakukan

dengan

cara

mengkombinasikan erosi dan dilasi dengan aturan:

H=D–E

Keterangan :
H = Citra Hasil
D = Citra Hasil Proses Dilasi
E = Citra hasil Proses Erosi

2.18 MSE dan PSNR

2.18.1 Mean Square Error (MSE)

MSE adalah rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli sebelum mengalami
Pemrosesan citra dengan citra hasil yang telah mengalami pemrosesan citra. Secara
matematis, MSE dapat dirumuskan pada formula 6 (Sutoyo & Mulyanto, 2009):

��� =

1
���


2
∑�
�=1 ∑� =1(�� (�, � ) − �� (�, �)) ...................................6

Keterangan :

M x N = ukuran panjang dan lebar citra
�� (�, �) = nilai intensitas citra pada titik (i, j) sebelum dilakukan pemrosesan citra

�� (�, �) = nilai intensitas citra pada titik (i ,j) setelah dilakukan pemrosesan citra

Nilai MSE yang semakin kecil menandakan prosedur pemrosesan yang digunakan
semakin baik. Hal ini dikarenakan kualitas citra sebelum mengalami pemrosesan
hampir sama dengan kualitas citra setelah mengalami proses pemrosesan (Sutoyo &
Mulyanto, 2009).

45

2.18.2 Peak Signal to Noise Ratio (PNSR)

Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) adalah sebuah perhitungan yang menentukan nilai
dari sebuah citra yang dihasilkan. Nilai PSNR ditentukan oleh besar atau kecilnya nilai
MSE yang terjadi pada citra.Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang
diperoleh pada tampilan citra hasil.Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka
semakin buruk pula hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil (Lestari, 2006).

PSNR dihitung dengan menggunakan rumus (Putra, 2010):
���� = 20 ���10 ∑�

Keterangan :
M, N
PSNR

��� (�′(�, �))
�)− (�′(�, �))2


� =1 ∑� =1 ( (�′(�,

.= 20 ���10 ⁡
(

).................7

: Panjang, lebar citra
: nilai Peak Sgnal to Noise Ratio

MSE

: nilai Mean Squared Error

255

: nilai skala keabuan citra

���10

: Logaritma basis 10

�’(�, �)

: Citra Hasil

� (�, �)

255

√���

: Citra Asli

���(�′(�, �)): nilai maksimum keabuan citra hasil
2.19 Penelitian yang Relevan

Berikut penelitian tentang Pengolahan Citra yang membahas tentang teknik deteksi
tepi:
1. Dalam Penelitian Barus, Oktavianus (2011).”Identifikasi Tepi Citra Menggunakan
Algoritma Sobel Edge Detection”.
Deteksi tepi menggunakan operator Sobel menghasilkan titik-titik tepi yang lebih
halus selain itu mampu mengurangi noise sebelum melakukan deteksi tepi
sehingga hasil tepi yang dihasilkan lebih banyak.

46

2. Dalam penelitian Fahzuanta, Putra Marifad Qalbi (2010).” Analisis Perbandingan
Pendeteksian Garis Tepi pada Citra Digital antara Metode Edge Linking dan
Operator Sobel”.
Kualitas tepi yang dihasilkan operator Sobel adalah berupa tepi ganda dan tepi
tunggal. Kecepatan deteksi tepi dengan metode Edge Linking lebih cepat jika
dibandingkan operator Sobel.

3. Dalam penelitian Isnanto, R.Rizal (2003).” Teknik-Teknik Analisis pada Citra
Tulang Sebagai Alat Bantu Identifikasi Medis”.
Kombinasi Operator Frei-Chen dan Dilasi menghasilkan deteksi tepi yang paling
jelas diantara operator berbasis gradient lainnya.