Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan
Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar.
Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang
terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara umum serta hewan lain. Dalam
komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh menjadi dewasa, tua dan mati.
Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas biologi dari tumbuhan dan hewan
yang hidup dalam kondisi tertentu, berinteraksi secara kompleks dengan
komponen lingkungan tak hidup (abiotik) yang meliputi faktor-faktor seperti:
tanah, iklim dan fisiografi. Lebih khusus, hutan adalah komunitas tumbuhan yang
lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat
(Wanggai, 2009).
Situasi masalah yang dihadapi dalam perlindungan dan pengamanan hutan
adalah gangguan kawasan. Jenis-jenis gangguan meliputi : (1) Gangguan terhadap
kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya, (2) Gangguan terhadap tanah
hutan, (3) Gangguan terhadap tegakan hutan, (4) Gangguan terhadap hasil hutan
(5). Gangguan terhadap flora dan fauna yang dilindungi. Gangguan keamanan
hutan umumnya ditimbulkan oleh beberapa penyebab yang saling berkaitan antara
yang satu dengan yang lainnya (Indrawan et al., 2002).

Menurut Turner (1996) dalam Rasnovi (2006), menyatakan bahwa
penebangaan dan pengkonversian hutan tropika merupakan akar permasalahan
krisis biodiversitas global seperti yang terjadi sekarang. Namun demikian
pemahaman ilmu pengetahuan tentang hubungan antara deforestasi dengan
kepunahan jenis masih sangat sedikit sekali.

Universitas Sumatera Utara

4

2.2 Deforestasi dan Sistem Perkebunan Rakyat
Menurut Humphreys (1996), deforestasi terjadi ketika areal hutan ditebang habis
dan diganti dengan bentuk penggunaan lahan lainnya. Di Indonesia, deforestasi
sering terjadi antara lain karena adanya program-program pembangunan tertentu,
misalnya pembukaan hutan untuk lahan pemukiman dan pertanian di areal
transmigrasi.
Aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan
sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan kondisi komunitas
tumbuhan yang ada di dalamnya. Aktivitas manusia di dalam hutan yang bersifat
merusak komunitas tumbuhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan,

peladangan liar, pengembalaan liar, pembakaran hutan, dan perambahan dalam
kawasan hutan (Indriyanto, 2006).
Perkebunan rakyat sering tercakup dalam istilah umum “sistem
perladangan berpindah”, karena banyak peladang berpindah membudidayakan
tanaman perkebunan/ tanaman keras. Tetapi perkebunan rakyat harus dilihat
sebagai kategori analisa yang berbeda, karena meskipun berkaitan erat dengan
sistem perladangan berpindah, perkebunan rakyat cenderung dilaksanakan pada
jenis lahan yang berbeda dan mengikuti logika produksi yang sama sekali berbeda
(Dove, 1993).
Weinstock dan Sunito (1989) menyarankan perbedaan fundamental antara
“peladang berpindah” dan “perambah hutan”. “Peladang berpindah” dijabarkan
sebagai orang-orang “yang melaksanakan sistem pertanian berotasi dengan masa
bera yang lebih lama daripada masa tanam.“Para perambah hutan” dijabarkan
sebagai orang-orang “yang mungkin menggunakan sistem tebas bakar vegetasi
yang ada, tetapi dengan niatan utama untuk mendirikan usaha pertanian yang
permanen atau semi-permanen.
Banyak deforestasi yang diakibatkan petani kecil, didorong budidaya
tanaman pangan pokok (misalnya jagung, ubi kayu, beras) dan budidaya tanaman
komersial skala kecil (misalnya kopi, coklat, kapas) (Rautner et al., 2013).


Universitas Sumatera Utara

5

2.3 Fragmentasi Habitat
Fragmentasi hutan terjadi jika hutan yang luas dan menyambung terpecah menjadi
blok-blok lebih kecil karena pembangunan jalan, pertainan, urbanisasi atau
pembangunan lain. Fragmentasi menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai
habitat berbagai spesies tumbuhan dan satwa liar. Konsep fragmentasi habitat
diturunkan dari teori biogeografi pulau, dimana jumlah spesies meningkat dengan
meningkatnya ukuran pulau (Gunawan et al., 2009).
Menurut Franklin et al., (2002) dan Fahrig (2003), fragmentasi bekerja
dalam empat cara, yaitu: (1) habitat hilang tanpa fragmentasi, (2) pengaruh
kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi blok-blok habitat
lebih kecil, (3) pemecahan habitat menjadi blok-blok habitat lebih kecil tanpa
kehilangan habitat, dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi
blok-blok habitat lebih kecil serta penurunan kualitas habitat.
Menurut Barnes (2000), fragmentasi habitat dapat dipandang dari segi
positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah meningkatkan keragaman habitat,
menciptakan penjajaran habitat yang bermanfaat, dan meningkatkan tepi yang

disukai jenis satwaliar generalis. Fragmentasi memberikan pengaruh negatif
ketika: (1) ada habitat yang hilang; (2) terbentuk kantong habitat lebih kecil yang
mendorong pada kepunahan lokal dan isolasi; (3) habitat-habitat tidak lagi
bersambungan, khususnya jika fragmentasi disebabkan oleh aktivitas non
kehutanan; dan (4) jumlah tepi meningkat, karena fragmentasi habitat merugikan
jenis pada zona inti hutan.
Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas
dan utuh menjadi berkurang dan terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Antara
satu fragmen (atau perca) dengan lainnya sering kali terjadi isolasi oleh bentang
alam yang terdegradasi atau telah diubah. Seringkali, pada bentang alam tersebut
daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal dengan
istilah efek tepi (Indrawan et al., 2002)

Universitas Sumatera Utara

6

2.4 Efek Tepi
Efek tepi adalah perbedaan dalam faktor biotik atau abiotik yang terjadi di
perbatasan dari suatu fragmen habitat relatif terhadap zona inti habitat tersebut.

Efek tepi dapat terlihat dari perubahan gradual mikroklimat serta pola vegetasi
dari tepi hingga ke zona inti hutan. Efek tepi dapat mempengaruhi struktur, fungsi
dan komposisi hutan, dan bahkan mengarah pada degradasi fragmen hutan
(Fardila dan Sutomo, 2011).
Semua daerah tepi sedikitnya memiliki dua kesamaan: pertukaran atau
aliran energi, material, atau pergerakan organisme di perbatasan, dan perubahan
dalam proses biofisik dan struktur dan komposisi ekosistem. Efek langsung dari
terbentuknya tepi meliputi: (1) gangguan fisik terhadap vegetasi dan tanah, (2)
perubahan gradien iklim lingkungan seperti cahaya, kecepatan angin, kelembaban,
dan (3) meningkatkan akses organisme, materi (pollen, biji, polutan) dan energi.
Semua daerah tepi ditandai dengan adanya perubahan gradien abiotik dan biotik
yang memberikan efek secara langsung (Weins, 1992).
Respon organisme terhadap keberadaan daerah tepi hutan menimbulkan
dampak primer dan sekunder. Respon secara primer terjadi secara langsung pada
daerah tepi. Di tepi hutan, respon primer meliputi kerusakan pohon dan vegetasi
lainnya, gangguan lantai hutan dan tanah; siklus nutrisi dan dekomposisi.
Selanjutnya, respon sekunder merupakan hubungan antara proses di daerah tepi
hutan (seperti regenerasi, pertumbuhan, reproduksi, dan mortalitas) dan respon
primer (seperti kepadatan pancang, tutupan tanah, dan ketinggian semak) dan
komposisi spesies (Baker dan Dillon, 2000).

Zona inti hutan tidak selalu dalam keadaan statis; area ini dapat meluas
atau menyusut dari waktu ke waktu tergantung pada matriks hutan sekitarnya. Hal
ini secara umum terjadi pada hutan yang terfragmentasi secara terus-menerus
menjadi bentuk yang lebih kecil meliputi kuantitas dan kualitas pada zona inti
hutan. Kuantitas zona inti hutan menurun seiring penurunan luasan hutan dan
isolasi hutan. Kualitas hutan menurun sejalan penurunan luasan hutan yang
mengakibatkan perubahan iklim mikro dan efek tepi (Forman, 1995).

Universitas Sumatera Utara

7

2.5 Iklim Mikro
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas,
tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan
hewan, karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung
(dan mempengaruhi secara langsung) dengan makhluk-makhluk hidup tersebut
(Lakitan, 2002). Iklim mikro di suatu daerah merupakan faktor penentu dalam
kehidupan organisme terutama manusia, hewan, dan vegetasi. Secara umum,
perubahan iklim mikro (suhu dan kelembaban terutama) di suatu daerah terjadi

sebagai akibat dari perubahan unsur-unsur permukaan atau perubahan fungsi
lahan (Palilingan et al., 2005).
Pengaruh iklim mikro di sekitar area hutan tergantung pada ukuran lahan
terbuka, bentuk, orientasi, dan topografi hutan itu sendiri. Bagaimanapun,
sepanjang tepi dan lahan terbuka, temperatur kemungkinan bersifat lebih ekstrim,
dan terjadi peningkatan secara luas antara siang dan malam (Chen et al., 1995).
Tumbuhan yang beradaptasi pada kondisi iklim dari zona inti habitat
sering tidak dapat bertahan dari efek kekeringan, angin, dan perubahan temperatur
yang masuk dari lingkungan tepi. Kematian pohon juga meningkat disekitar tepi
hutan yang terdegradasi. Pohon-pohon dapat menjadi stress dan melemah jika
terkena perubahan radikal kondisi iklim mikro dan lebih rentan terhadap penyakit,
serangan serangga, dan paparan angin (Geiger, 1965)
Beberapa tumbuhan dan hewan mendapat keuntungan dari efek tepi iklim
mikro pada zona transisi (ekoton), dan kemudian keanekaragaman jenis secara
umum tinggi di area ini. Ketika spesies ini menembus bagian yang berdekatan
dengan zona transisi hutan, kemungkinan akan terjadi persaingan dengan spesies
tumbuhan dan hewan lainnya yang bergantung pada kondisi zona inti hutan,
sehingga mengancam keberadaan spesies pada daerah inti hutan melalui proses
ekologi seperti predasi, kompetisi dan parasitisme (Forman, 1995).


Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Struktur dan Komposisi Vegetasi Pohon dan Potensi Karbon Tersimpan di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo

1 37 89

Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 5 152

Struktur dan Komposisi Vegetasi Pohon dan Potensi Karbon Tersimpan di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo

0 18 89

Struktur dan Komposisi Vegetasi Pohon dan Potensi Karbon Tersimpan di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo

0 0 12

Struktur dan Komposisi Vegetasi Pohon dan Potensi Karbon Tersimpan di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo

0 0 2

Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 0 2

Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 0 2

Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 0 4

Studi Efek Tepi Perkebunan Rakyat Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi di Kawasan Hutan Gunung Sibuatan Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 2 70

STUDI EFEK TEPI PERKEBUNAN RAKYAT TERHADAP STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SIBUATAN KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains NATANAIL JAWAK

0 0 14