Harian Mimbar Umum Di Medan (1945-1998)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Rasa ingin tahu tersebut membuat manusia berusaha untuk terus mencari berbagai informasi
yang ada disekitarnya.1 Apabila ada sebuah informasi baru yang terdengar masih asing, maka
setiap manusia pada umumnya akan mencari tahu lebih lanjut. Sebelum adanya alat komunikasi,
informasi yang diterima manusia diperoleh melalui proses interaksi dengan sesamanya. Interaksi
adalah bagian dari kehidupan manusia.2Proses interaksi ini dikenal dengan ungkapan “dari mulut
ke mulut” atau secara lisan. Bahkan manusia zaman sekarang masih dapat mengetahui tentang
mitos atau cerita rakyat pada zaman dahulu hampir keseluruhan diperoleh melalui lisan secara
turun-temurun. Sejak manusia memasuki zaman sejarah, barulah cerita rakyat atau mitos tersebut
mulai dibuat ke dalam sebuah tulisan. Namun begitu pun, telah terjadi pergeseran dan ragam
versi dalam penulisan tersebut.
Memasuki perkembangan zaman yang semakin modern tentunya pasti mempengaruhi
cara berkomunikasi manusia. Manusia telah mampu untuk mengolah huruf dan tulisan untuk
dijadikan sebuah informasi atau berita. Penyebaran informasi semakin lebih mudah dan luas
jangkauannya ketika manusia berhasil menemukan mesin cetak pertama pada pertengahanabad
15.3 Contoh alat komunikasi yang dihasilkan oleh mesin cetak adalah surat kabar atau dalam
istilah lain adalah pers.Menurut Gandhi, pers adalah lembaga kemasyarakatan alat perjuangan
nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum

berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan

1
2
3

Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 23.
Samsul Wahidin, Hukum Pers, Banjarmasin: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 101.
Nurudin, op.cit., hal. 24.

16
Universitas Sumatera Utara

alat-alat teknik lainnya.4 Namun, secara sederhana pers dapat diartikan sebagai media yang
mencakup seluruh media cetak dan media elektronik.
Pers mempunyai peranan penting di dalam kehidupan sehari-hari. Pers mampu
memberikan informasi kepada masyarakat yang bersifat mendidik dan merangsang pola pikir
manusia menjadi semakin luas. Pers juga mampu membentuk opini masyarakat terhadap situasi
dan kondisi yang tengah terjadi di masyarakat. Dalam hal pembangunan nasional, pers juga
mempunyai peranan penting. Pers dapat merangsang pemerintah dalam pengambilan keputusan,

memperkenalkan usaha modernisasi serta menyampaikan kepada masyarakat program
pembangunan nasional.5
Ditinjau dari sudut pandang sejarah, pers secara keseluruhan mempunyai peran yang
nyata dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia dimulai sejak masuknya bangsa asing ke
Indonesia, perjuangan terhadap penjajah, orde lama, masa peristiwa Gerakan 30 September, orde
baru, masa reformasi hingga pada masa sekarang. Khususnya di Medan yang dikenal sebagai
daerah perkebunan, pemerintah Belanda yang berkedudukan di Medan tentunya membutuhkan
pers sebagai media yang digunakan untuk kepentingan perdagangan dan perkebunan Belanda. Di
samping itu, pers juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan
pemerintahan Belanda kepada masyarakat pribumi. Pada tanggal 18 Maret 1885 terbitlah surat
kabar yang pertama di Medan milik Belanda dan berbahasa Belanda bernama Deli Courant.6
Setelah Deli Courant, diketahui terbit lagi surat kabar milik Belanda yaitu De Oostkust dan De
Sumatera Post. Surat kabar sebagai salah satu alat perjuangan kemerdekaan mulai terlihat nyata

4

L. M. Gandhi, Undang-Undang Pokok Pers, Jakarta: Rajawali, 1992, hal. 11.
Eduard Depari dan Collin MacAndrews (Eds.), Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan,
Yogyakarta: UGM Press, 1988, hal. 40.
6

Mohammad Said, Sejarah Pers Di Sumatera Utara, Medan: Waspada, 1976, hal. 33.
5

17
Universitas Sumatera Utara

di Medan sejak terbitnya surat kabar Benih Merdeka pada tahun 1916.7 Setelah itu, surat kabar
sebagai alat perjuangan kemerdekaan mulai banyak terbit di Medan. Beberapa diantaranya
adalah Sinar Deli terbit tahun pada 1930, Suluh Merdeka terbit pada tahun 1945, Mimbar Umum
terbit pada tahun 1945 dan Waspada terbit pada tahun 1947.
Situasi di Medan pasca kemerdekaan belum sepenuhnya kondusif. Belanda justru
berusaha menyebarkan kampanye bahwa Belanda akan mengambil alih kembali Indonesia dari
tangan Jepang. Namun, keadaan ini tidak menghalangi terbitnya beberapa surat kabar nasional,
salah satunya adalah Mimbar Umum pada 6 November 1945 oleh Udin Siregar, Saleh Umar dan
A. Wahab Siregar.8 Sebelumnya, di Medan hanya ada satu surat kabar nasional yaitu Sumatera
Baru yang kemudian berganti nama menjadi Suluh Merdeka. Mengetahui bahwa Belanda akan
menyita alat percetakan yang digunakan Mimbar Umum untuk mencetak surat kabar maka
secara diam-diam mesin percetakan dipindahkan ke Tebing Tinggi. Beberapa staf redaksi
Mimbar Umum juga ikut dipindahkan sebagian ke Tebing Tinggi dan disana mereka
menerbitkan harian Mimbar Umum secara tertib dan teratur. Walaupun demikian, harian Mimbar

Umum tetap beredar di kalangan kaum republiken di Medan. Isi dari berita harian Mimbar
Umum

tidak

lain

bertujuan

untuk

turut

mempertahankan

kemerdekaan

Republik

Indonesia.Harian Mimbar Umum terhenti penerbitannya akibat tentara Belanda melancarkan

Agresi Militer I hingga ke Tebing Tinggi. Kemudian, staf redaksi Mimbar Umum kembali ke
Medan dan kembali bekerja sebagai pejuang pena. Pada saat itu, para pejuang pena harus sangat
berhati-hati karena Belanda pasti akan menangkap mereka apabila mereka ditemukan sedang
memuat atau menulis berita yang menentang kebijakan pemerintahan Belanda. Belanda
Meda sebagi kota perta a ya g e ggu aka kata
erdeka u tuk a a surat kabar. Lihat,
Muhammad T. W. H., Perlawanan Pers Sumatera Utara Terhadap Gerakan PKI, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta
Perjuangan Kemerdekaan RI, 1996, hal. 2.
8
Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada
tanggal 22 April 2011.
7

18
Universitas Sumatera Utara

menganggap berita atau artikel yang dituliskan oleh para pejuang pena mampu membakar
semangat pemuda Indonesia yang berpotensi untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Setelah harian Mimbar Umum tutup, Belanda menerbitkan surat kabar yang membawa suara
untuk kepentingan Belanda seperti surat kabar Klewang dan Neraca.

Ketika masa kependudukan Belanda, timbul tenggelamnya sebuah surat kabar adalah hal
yang biasa. Jika ada surat kabar yang tutup di suatu daerah maka surat kabar yang lain akan
muncul di daerah yang lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pers tidak pernah berhenti
fungsinya sebagai salah satu alat perjuangan. Sama halnya seperti harian Mimbar Umum, setelah
pernah ditutup akibat Agresi Militer I oleh Belanda, harian Mimbar Umum kembali terbit pada 6
Desember 1947 oleh Arif Lubis.9 Sebelumnya Arif Lubis adalah pimpinan surat kabar Suluh
Merdeka.
Tentunya pasti ada tantangan yang dihadapi oleh tokoh-tokoh pejuang pers untuk
kembali menerbitkan sebuah surat kabar pada masa kependudukan Belanda, apalagi surat kabar
tersebut diterbitkan untuk kepentingan bangsa pribumi. Sama halnya dalam upaya penerbitan
kembali harian Mimbar Umum. Arif Lubis sebagai tokoh pendiri harus meminta izin terbit dan
bernegosiasi kepada pemerintah Belanda di Medan yang pada saat itu dipegang oleh Dr. Van de
Velde.10 Belanda tidak akan memberi izin terbit sebuah surat kabar apabila menggunakan kata
“merdeka” sebagai nama surat kabar. Untuk itu, Arif Lubis berunding dengan Udin Siregar dan
diputuskan memakai nama Mimbar Umum sebagai nama surat kabar.
Pada masa-masa awal penerbitan, Belanda tetap melakukan pengawasan terhadap harian
Mimbar Umum. Beberapa orang Belanda tetap berjaga-jaga di kantor harian Mimbar Umum.
Tujuannya adalah Belanda mengantisipasi adanya pejuang-pejuang yang datang ke kantor

9

10

Muhammad T. W. H., op. cit., hal. 104.
Ibid., hal. 102.

19
Universitas Sumatera Utara

Mimbar Umum dan memberikan informasi untuk diberitakan. Oleh karena itu, Arif Lubis
menyiasati hal tersebut dengan cara memakai jasa anak-anak yang dijadikan sebagai kurir
informasi. Anak-anak ini yang nantinya menjadi media untuk saling bertukar informasi antara
Arif Lubis dan para pejuang yang mungkin masih bersembunyi di daerah pedalaman. Selain itu,
Arif Lubis juga memuat beberapa sentilan yang bersifat menyindir terhadap situasi dan kondisi
yang berkembang pada saat itu khususnya yang menyangkut tentang Belanda.
Berbicara mengenai peranannya, tentunya harian Mimbar Umum sebagai surat kabar
nasional ikut berjuang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Beberapa peristiwa pada masa-masa pasca kemerdekaan merupakan peristiwa penting yang
berpengaruh terhadap perjalanan sejarah pers di Indonesia, khususnya pers di Sumatera Utara.
Dua diantaranya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan peristiwa Gerakan 30 September. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 menempatkan pers Indonesia sebagai alat revolusi, semata-mata

mengabdikan diri untuk kepentingan revolusi.11 Sedangkan pada masa peristiwa Gerakan 30
September adalah masa dimana terjadi perang pemberitaan antara “pers kanan” dan “pers kiri”.
Menurut harian Mimbar Umum, “pers kiri” adalah surat kabar yang bersikap pro
terhadap PKI. Surat kabar ini digunakan PKI sebagai alat untuk memudahkan PKI dalam
mencapai tujuannya yang utama yaitu ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi
komunis. Adapun surat kabar pro PKI yang terkenal pada saat itu adalah harian Harapan yang
dipimpin oleh Tan Fu Kiong, harian Gotong Royong yang dipimpin oleh Suhaimi, harian Angin
Timur dan mingguan Turang.12 Perbedaan yang fundamental tersebut tentu saja membuat “pers
kanan” seperti harian Mimbar Umum tidak dapat sejalan dengan surat kabar dari “pers kiri”.

11
12

Ibid., hal. 116.
Wawancara dengan Bapak Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi harian Analisa pada tanggal 11 Juli 2011.

20
Universitas Sumatera Utara

Melalui konsep politik Nasakom yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno, PKI justru

memanfaatkan dan mencoba untuk memperluas pengaruhnya dan berusaha menyingkirkan
golongan lain yang dianggap sebagai penghalang mereka dalam mencapai tujuannya. Di bidang
pers, orang-orang PKI mulai masuk dalam kepengurusan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
dan semakin mendominasi dalam sistem kepengurusan. Kemudian, para wartawan yang tidak
sejalan dengan orang-orang PKI dipecat dari kepengurusan PWI. Meskipun begitu, para
wartawan yang dipecat tetap melanjutkan perjuangannya yaitu dengan cara mendirikan BPS
(Badan Pendukung Soekarnoisme), sebuah organisasi yang diisi oleh para wartawan dari surat
kabar yang anti terhadap PKI, khususnya para wartawan yang telah dipecat dari kepengurusan
PWI. BPS diharapkan dapat menjadi tandingan terhadap PWI yang telah didominasi oleh orangorang PKI.
Surat kabar yang tergabung dalam BPS semakin gencar dalam melakukan serangan
terhadap tokoh-tokoh dan surat kabar PKI di Medan. Di samping itu, surat kabar BPS juga
mendapat dukungan dari beberapa organisasi massa. Hal ini membuat surat kabar yang berada di
bawah naungan BPS mulai mendapat simpati dan memberi pengaruh besar di dalam masyarakat
dalam menghalau pengaruh paham komunis, salah satunya adalah harian Mimbar Umum.
Melihat keadaan ini, PKI lantas balik menyerang dan menuduh surat kabar yang ada di
bawah naungan BPS adalah surat kabar yang anti terhadap Nasakom. Artinya, surat kabar yang
anti Nasakom digeneralisasikan sebagai surat kabar yang anti terhadap revolusi. Dengan kata
lain dianggap sebagai pemberontak terhadap pemerintahan Presiden Soekarno sebagai pemimpin
besar revolusi. Menurut harian Mimbar Umum, PKI justru melancarkan fitnah terhadap BPS
yang dituduh telah menerima dana dari sebuah badan intelijen dari Amerika yaitu CIA.13


13

Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada
tanggal 22 April 2011.

21
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tuduhan tersebut, orang-orang PKI yang pada saat itu telah mendominasi
kepengurusan PWI baik pusat maupun daerah, khususnya PWI cabang Medan menuntut dan
mendesak pemerintah untuk membubarkan BPS. Kemudian desakan tersebut dipenuhi oleh
pemerintah dan semua surat kabar yang berada di bawah naungan BPS termasuk harian Mimbar
Umum ditutup dan Surat Izin Terbit (SIT) dicabut.
Setelah harian Mimbar Umum ditutup, Arif Lubis, Muhammad T. W. H., Syamsuddin
Manan, Anwar Effendi dan beberapa wartawan lainnya sempat menjadi orang dibalik layar dari
surat kabar yang baru terbit yaitu harian Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I, di bawah
pimpinan Letkol. B.H.T. Siagian.14 Melalaui surat kabar ini, para wartawan eks harian Mimbar
Umum dapat melanjutkan perlawanannya terhadap PKI meskipun dalam bentuk surat kabar yang
berbeda. Mengetahui hal ini, maka PKI menjadi marah dan kembali mendesak agar orang-orang

eks BPS yang bekerja di balik layar harus dikeluarkan. Setelah dikeluarkan dari surat kabar
Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I maka Arif Lubis beserta para wartawannya membuka
sebuah toko buku. Namun, secara diam-diam mereka tetap aktif menulis untuk surat kabar yang
tidak membawa suara PKI.
Melanjuti tuduhan orang-orang PKI yang menuduh bahwa BPS telah menerima suap dari
CIA, maka beberapa pengurus BPS diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Dikarenakan tidak ditemukan cukup bukti maka surat kabar BPS termasuk harian Mimbar
Umum dibenarkan untuk terbit kembali. Memasuki Orde Baru, pemerintah secara besar-besaran
ingin membersihkan tokoh-tokoh dan segala hal yang berbau PKI di Indonesia. Di Medan,
seluruh surat kabar yang pro terhadap PKI ditutup. Begitu juga dengan tokoh-tokoh dan pengikut
PKI yang ada di dalam kepengurusan PWI cabang Medan semuanya dipecat.

14

Hasil Wawancara dengan Bapak Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi harian Analisa pada tanggal 11 Juli

2011.

22
Universitas Sumatera Utara

Setelah melewati masa-masa perlawanan terhadap PKI, harian Mimbar Umum yang
awalnya merupakan salah satu surat kabar perjuangan justru mengalami penurunan. Hal ini tidak
terlepas dari faktor teknis di dalam harian Mimbar Umum itu sendiri. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa pasca masa perjuangan terhadap PKI, surat kabar yang awalnya secara
sepenuhnya sebagai alat perjuangan kemudian mulai bergeser menjadi persaingan bisnis.
Munculnya beberapa surat kabar baru di Medan membuat persaingan bisnis di bidang pers
semakin ketat. Surat kabar yang baru terbit tersebut telah menggunakan teknologi mesin cetak
yang canggih untuk meningkatkan kualitas hasil cetak surat kabar. Harian Mimbar Umum yang
masih menggunakan alat mesin cetak lama menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
merosotnya harian Mimbar Umum. Sebelumnya, Arif Lubis berupaya untuk membeli alat mesin
cetak yang baru, namun mengalami kendala dalam hal dana. Kemudian, Arif Lubis mencoba
melakukan peminjaman uang ke Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia), namun Arif Lubis
menduga adanya pungutan liar yang tidak wajar yang dilakukan oleh pihak Bapindo maka Arif
Lubis pun membatalkannya. Sejak saat itu, harian Mimbar Umum tetap terbit menggunakan alat
mesin cetak yang lama. Selang beberapa tahun, Arif Lubis kemudian mengundurkan diri
dikarenakan faktor usia, sehingga harian Mimbar Umum sempat beberapa kali mengalami
perpindahan manajemen hingga saat sekarang ini.
Perubahan yang terjadi pada harian Mimbar Umum tidak seluruhnya bersifat peningkatan
tetapi ada juga yang berupa penurunan. Periode yang diambil dari tahun 1945 sampai tahun
1998. Tahun 1945 adalah tahun dimana harian Mimbar Umum terbit dan tahun 1998 dijadikan
sebagai batasan penulisan karena pada tahun 1998 merupakan tahun dimana harian Mimbar
Umum terakhir kalinya pindah kantor hingga sekarang. Tahun 1998 dijadikan batasan penulisan

23
Universitas Sumatera Utara

karena secara umum sejak tahun 1998 tidak ada perubahan yang menonjol yang terjadi pada
harian Mimbar Umum.
1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perjalanan harian Mimbar Umum mengalami
pasang surut sejak mulai terbitnya hingga pada masa pasca peristiwa Gerakan 30 September.
Dapat dilihat juga peranan harian Mimbar Umum dalam memperjuangkan serta mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa perjuangan tidak hanya dicapai dengan
cara senjata dan diplomasi, melainkan juga melalui pemberitaan pers. Untuk dapat melihat
perkembangan harian Mimbar Umum diperlukan suatu rumusan masalah sebagai landasan utama
dalam sebuah penelitian. Di samping itu, rumusan masalah dapat mempermudah penulisan
menjadi lebih bersifat objektif.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya harian Mimbar Umum di Medan?
2. Bagaimana peranan harian Mimbar Umum dalam mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia hingga pada masa peristiwa Gerakan 30 September?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kemerosotan pada harian Mimbar Umum
di Medan?
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan latar belakang berdirinya harian Mimbar Umum di
Medan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan harian Mimbar Umum dalam mengisi
kemerdekaan Indonesia dan perjuangannya pada masa peristiwa Gerakan 30 September.
24
Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab
terjadinya kemerosotan pada harian Mimbar Umum di Medan.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara umum, memberikan pengetahuan tentang sejarah perkembangan pers di Sumatera
Utara. Secara khusus, memberikan pengetahuan tentang peranan harian Mimbar Umum
di Sumatera Utara.
2. Memperkenalkan tokoh-tokoh di bidang pers yang turut berjuang demi memperjuangkan
dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat.
3. Sebagai masukan kepada pers pada masa sekarang tentang pentingnya tanggung jawab
dari pers itu sendiri terhadap pemerintah dan masyarakat.
4. Sebagai sumbangan pemikiran kepada organisasi kewartawanan di Sumatera Utara.
Dalam hal ini adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Sumatera Utara.
5. Sebagai referensi untuk penulisan selanjutnya yang membahas tentang pers di Sumatera
Utara
1.4.Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan sebuah kegiatan penelitian dan penulisan, perlu dilakukan tinjauan
pustaka. Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan menggunakan buku-buku yang relevan dengan
topik yang dibahas. Tujuannya agar diperoleh gambaran umum tentang topik yang dibahas. Hal
ini tentunya sangat membantu dalam penelitian dan penulisan. Beberapa buku yang mendukung
penulisan, diantaranya:
Muhammad Said dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pers di Sumatera Utara
menjelaskan tentang keadaan geografis, keadaan masyarakat dan awal perkembangan pers di
Sumatera Utara. Dijelaskan bahwa Deli Courant adalah surat kabar pertama yang terbit di

25
Universitas Sumatera Utara

Medan. Deli Courant merupakan surat kabar milik Belanda dan berbahasa Belanda yang
didirikan oleh Jacques Deen. Deli Courant digunakan sebagai alat untuk kepentingan
perdagangan dan sebagai media untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintahan
Belanda. Pemerintah Belanda memang secara sengaja tidak memasukkan berita yang berbau
politik untuk diterbitkan di Deli Courant. Surat kabar lainnya milik Belanda yang terbit di
Medan adalah De Oouskust dan De Sumatera Post. Selain itu, di daerah-daerah juga telah terbit
surat kabar yang bersifat lokal. Seluruh surat kabar ini cenderung membawa kepentingan
masing-masing suku dan masing-masing daerah.
Muhammad T. W. H. dalam bukunya yang berjudul Sejarah Perjuangan Pers di Sumut
menjelaskan tentang surat kabar yang terbit sejak awal abad ke-20 dan peranannya terhadap
gerakan PKI khususnya di Medan. Dikatakan bahwa Medan adalah kota pertama yang
menggunakan kata “merdeka” sebagai nama surat kabar yaitu surat kabar Benih Merdeka tahun
1916 kemudian berganti nama menjadi Merdeka tahun 1921.15 Hal ini menunjukkan pers turut
serta dalam membangkitkan semangat untuk mencapai sebuah bangsa yang merdeka. Setelah itu
kemudian terbit beberapa surat kabar lainnya yang membawa suara republiken seperti Pewarta
Deli dan Sinar Deli. Di samping itu, etnis Tionghoa juga tidak mau ketinggalan untuk
menerbitkan surat kabar, misalnya seperti Pelita Andalas. Namun, surat kabar milik etnis
Tionghoa ini memilih untuk bersikap netral. Artinya, surat kabar tersebut tidak memihak
terhadap Belanda dan tidak juga berpihak kepada kaum pribumi. Di daerah-daerah di luar kota
Medan telah terbit beberapa surat kabar seperti Suara Kita di Pematang Siantar, Sendjata Batak
di Tanah Karo, Suara Batak di Tapanuli dan Partungkuan di Tapanuli. Beberapa surat kabar ini
walaupun surat kabar milik pribumi namun belum sepenuhnya membawa suara perjuangan

15

Muhammad T. W. H., op.cit., hal. 4.

26
Universitas Sumatera Utara

secara nasional melainkan sesekali masih membawa kepentingan masing-masing daerah atau
kepentingan masing-masing suku dan ras.
Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia dan menduduki kota Medan, seluruh surat
kabar pribumi dan surat kabar Belanda ditutup. Jepang menerbitkan surat kabar Sumatora
Sinbun. Jepang memakai orang pribumi sebagai tenaga inti yaitu Adinegoro Djamaluddin,
namun surat kabar ini tetap digunakan untuk kepentingan Jepang. Kemudian Sumatora Sinbun
berganti nama menjadi Kita Sumatora Sinbun.
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kota Medan hanya ada satu surat kabar yang
terbit yaitu Sumatera Baru. Bertepatan dengan diangkatnya Mr. T. M. Hasan sebagai Gubernur
Sumatera maka Sumatera Baru dijadikan sebagai surat kabar resmi milik pemerintah dan
berganti nama menjadi Suluh Merdeka yang dipimpin oleh Arif Lubis. Setelah itu, diterbitkan
surat kabar Mimbar Umum oleh Udin Siregar dan Saleh Umar. Ketika Agresi Militer Belanda I,
kedua surat kabar ini sempat diungsikan ke luar kota, yaitu ke Pematang Siantar dan Tebing
Tinggi. Namun, Belanda berhasil menduduki kedua wilayah tersebut maka kedua surat kabar ini
juga dibredel oleh Belanda. Arif Lubis kemudian mencoba untuk menerbitkan surat kabar
republiken yang baru sebagai bentuk upaya dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan melalui bidang pers. Sebelum menerbitkan surat kabar, terlebih dahulu harus
meminta izin kepada Belanda. Pada saat itu, kepala pemerintahan Belanda di Medan adalah Dr.
Van de Velde. Belanda melarang penggunaan kata “merdeka” sebagai nama surat kabar. Itu
sebabnya Arif Lubis memakai nama Mimbar Umum sebagai nama surat kabar yang baru.
Muhammad T. W. H. dalam bukunya yang berjudul Perlawanan Pers Sumatera Utara
Terhadap Gerakan PKI menjelaskan tentang bentuk perlawanan dan perjuangan pers, khususnya

pers kota Medan dalam menghadapi gerakan komunis yang didalangi oleh PKI. Pada saat itu

27
Universitas Sumatera Utara

surat kabar yang berada di garis terdepan adalah Mimbar Umum yang terbit pada tahun 1947 dan
Waspada yang terbit di tahun yang sama. Melalui isi pemberitaannya, kedua surat kabar ini
secara terang-terangan melawan segala bentuk kegiatan yang berbau komunis. Tokoh-tokoh
pendiri dari kedua surat kabar ini juga adalah orang-orang yang memegang peranan penting
perkembangan pers di Sumatera Utara, khususnya di Medan seperti Arif Lubis, Moh. Said dan
Ani Idrus. Selain itu, tokoh-tokoh ini juga yang menjadi bagian dari pelopor berdirinya PWI
cabang Medan dan SPS Sumatera Utara. PKI yang pada saat itu juga mempunyai surat kabar
resmi menjadikannya sebagai alat untuk mempermudah tujuan mereka yaitu ingin mengganti
ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Beberapa contoh surat kabar yang paling terkenal
milik PKI pada saat itu adalah surat kabar Harapan dan Gotong Royong. Maka yang terjadi
adalah perang pemberitaan, dimana berita-berita yang dimuat di surat kabar digunakan untuk
saling menyerang satu dengan yang lainnya. Namun, ketika masa Orde Baru, pemerintah
menutup seluruh surat kabar yang membawa suara PKI beserta organisasi-organisasi
pendukungnya.
1.5.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian sejarah adalah metode sejarah. Penggunaan
metode sejarah dalam penelitian dan penulisan sejarah sangat penting. Metode penelitian dapat
menjadi petunjuk agar diperoleh sumber-sumber yang relevan terhadap topik pembahasan
sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Adapun metode sejarah dibagi menjadi empat tahapan
yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.
Tahap pertama adalah heuristik. Heuristik merupakan kegiatan pengumpulan data. Data
yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dan mendukung terhadap topik pembahasan.
Dalam memperoleh data, peneliti menggunakan dua metode yaitu melalui studi pustaka dan

28
Universitas Sumatera Utara

wawancara. Studi pustaka dilakukan terhadap sumber tertulis, baik primer maupun sekunder
seperti buku, arsip, catatan harian dan surat kabar yang terbit pada masanya. Buku yang hendak
dijadikan sebagai tinjauan pustaka harus buku yang relevan terhadap topik pembahasan yaitu
tentang harian Mimbar Umum. Untuk itu, peneliti menggunakan beberapa buku yang langsung
dituliskan oleh pelaku sejarah yang masih hidup hingga sekarang yaitu Bapak Drs. H.
Muhammad To’ Wan Haria.

Beberapa judul buku yang digunakan peneliti diantaranya

Perjuangan Pers Sumatera Utara, Perlawan Pers Sumatera Utara Terhadap PKI, Perjuangan Tiga
Komponen Untuk Kemerdekaan dan Peranan Radio di Masa Perang Kemerdekaan di Sumatera
Utara.
Di dalam buku-buku ini dibahas tentang berdirinya surat kabar Mimbar Umum,
pembredelan yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap Mimbar Umum dan peranan surat
kabar Mimbar Umum dalam upaya mempertahankan kemerdekaan sehingga atas buku-buku ini
dipilih oleh peneliti sebagai sumber primer dari studi pustaka. Peneliti juga mempunyai sumber
sekunder studi pustaka berupa catatan harian yang telah ditulis ulang menjadi sebuah buku
Catatan Kenangan oleh Bapak H. Ali Soekardi. Selain itu, peneliti juga menggunakan surat kabar
yang terbit pada masanya agar lebih dekat dengan objek yang diteliti. Sedangkan kegiatan
wawancara dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang menjadi pelaku utama sebuah peristiwa
sejarah.
Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas merupakan saksi hidup dimana mereka langsung
mengalami dari sebuah peristiwa sejarah sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang paling
mendekati dengan topik pembahasan. Dalam hal ini, peneliti memilih Bapak Drs. H. Muhammad
To’ Wan Haria sebagai informan utama. Bersama dengan Bapak Poniman Syahri, beliau
merupakan salah satu pelaku utama dari sejarah surat kabar Mimbar Umum yang masih hidup

29
Universitas Sumatera Utara

hingga sekarang. Hanya saja, Bapak Poniman Syahri tidak bersedia untuk diwawancarai oleh
peneliti. Wawancara juga dilakukan terhadap rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan dari
berbagai surat kabar yang juga menjadi pelaku dari sebuah peristiwa surat kabar, seperti Bapak
H. Ali Soekardi dan Bapak Ibrahim Sinik.
Diluar dari beberapa nama-nama informan yg disebutkan di atas, peneliti juga melakukan
wawancara dengan Bapak Muhammad Lud Lubis. Beliau merupakan staf ahli harian Mimbar
Umum dan bergabung dengan harian Mimbar Umum sejak tahun 1963. Beliau juga masih
mempunyai hubungan saudara dengan Arif Lubis. Wawancara dilakukan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan yang terlebih dahulu telah disusun oleh peneliti agar wawancara memiliki
arah dan tujuan yang jelas. Namun, kegiatan wawancara juga tidak bersifat terikat hanya kepada
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Artinya, wawancara bersifat fleksibel dan sewaktuwaktu dapat berubah disesuaikan dengan data yang diperoleh pada saat jalannya kegiatan
wawancara.
Tahap kedua adalah verifikasi. Verifikasi merupakan kegiatan kritik sumber sekaligus
menguji keabsahan sumber. Verifikasi dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik itu terhadap
data studi pustaka atau data yang diperoleh dari wawancara. Kritik sumber dibagi menjadi dua
yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern dilakukan untuk menelaah terhadap isi atau
fakta dari sebuah sumber. Lebih jelasnya, kritik intern penting dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana data tersebut dapat dipercaya. Sedangkan kritik ekstern dilakukan oleh peneliti
untuk menguji terhadap keaslian sumber yang digunakan. Tujuannya agar

penulisan dapat

bersifat seobjektif mungkin.
Tahap ketiga adalah interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan untuk membuat sebuah
analisis. Interpretasi dilakukan terhadap data yang telah diverifikasi dan berkaitan dengan topik

30
Universitas Sumatera Utara

pembahasan. Kegiatan ini diperlukan agar sumber yang tampaknya terlepas antara satu dengan
yang lainnya menjadi satu hubungan yang saling berkaitan. Kegiatan ini nantinya akan
melahirkan sebuah penafsiran terhadap objek yang diteliti dan kesimpulan yang bersifat
sementara.

Kesimpulan

sementara

ini

berguna

sebagai

pedoman

peneliti

sebelum

menuangkannya ke dalam sebuah penulisan.
Tahap keempat adalah historiografi. Historiografi merupakan tahap akhir dari metode
sejarah. Data yang telah dikumpulkan dan diverifikasi serta analisis yang dihasilkan oleh
interpretasi kemudian dipadukan secara harmonis dan dapat diterima secara logika. Seluruhnya
dirangkai dan dituangkan ke dalam sebuah penulisan sejarah.

31
Universitas Sumatera Utara