Perbandingan Algoritma Wiener Dan Lucy-Richardson Untuk Memperbaiki Kualitas Citra

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Citra
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optic berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media peyimpanan. [10]

2.1.1 Definisi Citra Analog
Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi,
foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT
scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog
tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di
computer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer,
proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra analog
dihasilkan dari alat-alat analog, seperti video kamera analog, kamera foto analog,
WebCam, CT scan, sensor rontgen untuk foto thorax, sensor gelombang pendek pada
system radar, sensor ultrasound pada system USG, dan lain-lain. [10]

2.1.2 Definisi Citra Digital

Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer[10]. Citra digital merupakan
sebuah

larik

(array)

yang

berisi

nilai-nilai

real

maupun

komplek

yang


direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N
kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat
f(x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila
nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai
diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital.[8]

Universitas Sumatera Utara

6

2.2. Pengolahan Citra
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki
mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau
(noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya.
Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang
disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang.

Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia

maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang
kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra
(image processing)[2].

Pengolahan citra yaitu bidang tersendiri yang sudah cukup berkembang sejak
orang mengerti bahwa komputer tidak hanya dapat menangani teks, tetapi juga data
citra. Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Sebagai contoh, citra burung nuri
pada Gambar 2.1 : a. tampak agak gelap, lalu pada b. dengan operasi pengolahan citra
kontrasnya diperbaiki sehingga menjadi lebih terang dan tajam[4].

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila :
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas
penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di
dalam citra,
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur,
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.

Universitas Sumatera Utara


7

(a)

(b)

Gambar 2.1: a. Citra burung nuri yang agak gelap, b. Citra burung yang telah
diperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam[3]

Di dalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang berkaitan
dengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:
1. Grafika Komputer (computer graphics).
2. Pengolahan Citra (image processing).
3. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation).

Hubungan antara ketiga bidang (grafika komputer, pengolahan citra,
pengenalan pola) ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 : Tiga bidang studi yang berkaitan dengan citra[3]


Grafika Komputer bertujuan menghasilkan citra (lebih tepat disebut grafik atau
picture) dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya.
Primitif-primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-

Universitas Sumatera Utara

8

elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis,
jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dan sebagainya. Grafika komputer memainkan
peranan penting dalam visualisasi dan virtual reality.

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik
pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah
citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik
daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra
(image compression)[3].

2.3. Restorasi Citra

Restorasi citra bertujuan merekonstruksi atau memperbaiki citra yang terdegradasi
dengan menggunakan suatu priori knowledge dari fenomena degradasi tersebut.
Teknik restorasi berorientasi pada pemodelan degradasi dan mengaplikasikan proses
kebalikannya untuk memperbaiki citra aslinya. Degradasi citra biasanya terjadi pada
saat akuisisi citra digital, baik dari sensor atau digitizer. Bentuk dari degradasi ini bisa
berupa :
1. Citra ber-noise
2. Citra kabur (blur)
Teknik restorasi dapat diformulasikan pada domain spasial maupun domain
frekuensi. Proses pada domain spasial diterakan pada citra yang terdegradasi oleh
noise. Proses pada domain frekuensi cocok untuk citra yang kabur (blur) [4].

2.3.1. Model Degradasi Citra
Degradasi sebuah citra dapat dimodelkan sebagai :
1. g(x,y) = f(x,y)*h(x,y) ; misalnya proses blurring menggunakan filter average
dengan f(x,y) adalah citra asli, *menyatakan operasi spatial, h(x,y) menyatakan
filter yang digunakan, dan g(x,y) adalah derau yang dimodelkan sebagai fungsi
aditif(random errors).

Universitas Sumatera Utara


9

2. g(x,y) = f(x,y)*h(x,y)+n(x,y) ; dengan n(x,y) adalah derau yang dimodelkan sebagai
fungsi aditif(random errors)[4].

2.3.2. Noise
Noise pada citra dapat terjadi karena beberapa sebab. Efek masing-masing noise
tentunya berbeda-beda. Ada yang efeknya sangat mempengaruhi tampilan citra, tetapi
ada juga yang tidak begitu berpengaruh terhadap citra[10].
Sebagai contoh, dalam pengambilan citra dengan kamera CCD, level
pencahayaan dan suhu sensor adalah factor utama yang mempengaruhi tingkat noise
pada citra yang dihasilkan. Citra yang terkorupsi selama transmisi secara perinsip
disebabkan interferensi channel yang digunakan untuk transmisi. Misalnya, citra yang
ditransmisikan menggunakan jaringan wireless dapat terkorupsi sebagai hasil dari
pencahayaan atau pengaruh atmosfer yang lain[7].

2.3.2.1. Jenis-jenis Noise
Berdasarkan bentuk dan karakteristiknya, noise pada citra dibedakan menjadi beberapa
macam, yakni sebagai berikut :

1. Noise Salt and Papper
Merupakan model noise seperti taburan garam, akan memberikan warna putih pada
titik yang terkena noise.
Contoh :
Gambar 2.3 : (a) adalah citra einstein.jpg (original) dan (b) adalah citra einstein.jpg
yang telah disimulasikan dengan derau salt and pepper dengan densitas 0,01.

(a)

(b)

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.3 : (a) Gambar asli, (b) Gambar setelah pemberian noise salt dan
peper[7]

2. Noise gaussian
Noise gaussian adalah bentuk ideal dari derau putih, disebabkan oleh fluktuasi acak

dalam sinyal. Dapat dikatakan juga bahwa noise gaussian adalah derau putih yang
mempunyai distribusi normal. Jika citra dinyatakan dengan I dan noise gaussian
dinyatakan dengan N, maka citra yang terkorupsi oleh noise gaussian dinyatakan
dengan cara menambahkan keduanya yaitu I + N.
Contoh :
Gambar 2.4 : (a) adalah citra einstein.jpg (original), (b) adalah citra einstein.jpg yang
telah disimulasikan dengan noise gaussian dengan mean = 0 dan varians = 0,01.

(a)

(b)

Gambar 2.4 : (a) Gambar asli, (b) Gambar setelah pemberian noise Gaussian[7]

3. Noise Speckle
Noise speckle dimodelkan dengan I ( 1 + N ). Dengan I adalah matriks citra dan N
adalah nilai-nilai yang terdistribusi normal dengan rerata (mean) sama dengan nol.
Noise speckle disebut juga derau multiplikatif (multiplicative noise). Noise speckle
sering dijumpai pada aplikasi radar.
Contoh :

Gambar 2.5 : (a) adalah citra einstein.jpg (original), (b) citra einstein.jpg yang telah
disimulasikan dengan noise speckle dengan mean = 0 dan varians = 0,04.

Universitas Sumatera Utara

11

(a)

(b)

Gambar 2.5 : (a) Gambar asli, (b) Gambar setelah pemberian noise speckle[7]
4. Noise Periodik
Noise yang sifatnya periodik (bukan acak atau random) akan menghasilkan derau
periodik. Citra yang terkorupsi oleh noise periodik secara visual akan tampak terdapat
garis-garis (baris) pada citra. Gambar 2.6 : (a) adalah Gambar asli, (b) citra einstein.jpg
yang telah disimulasikan dengan noise periodic[7].

(a)


(b)

Gambar 2.6 : (a) Gambar asli, (b) Gambar setelah pemberian noise periodic[7]

2.4

Filter Wiener

Filter Wiener diusulkan pertama kali oleh N. Wiener pada tahun 1942 sebagai satu
dari sekian pendekatan restorasi citra linear yang paling awal dan paling dikenal[1].

Universitas Sumatera Utara

12

Filter Wiener adalah metode restorasi yang berdasarkan pada least square. Penapis ini
meminimumkan galat restorasi, yaitu selisih antar citra restorasi dengan citra asli.
Penapis ini efektif bila karakteristik frekuensi citra dan derau aditif diketahui[2]. Jika
tidak ada derau aditif, penapis Wiener menjadi penapis yang ideal.

Dalam domain transform, penapis Wiener berbentuk



u, v =

|�

�∗

, |2 + �n

,

, /�f

Di mana : H(u,v)

,

……………………………… (1)

= fungsi degradasi

|H(u,v)|2

= H*(u,v)H(u,v)

H*(u,v)

= perubahan lengkap pada H(u,v)

Sn(u,v)

= kekuatan spectrum noise

Sf (u,v)

= kekuatan spectrum citra yang belum didegradasi

Jika Sn(u,v) dan Sf (u,v) tidak diketahui atau tidak dapat diestimasi, maka penapis
Wiener dihampiri dengan persamaan berikut:



u, v =

�∗ ,
………………………….
|� , | + K

yang dalam hal ini K menyatatakan konstanta yang dispesifikasikan oleh pengguna.

2.5 Fast Fourier Transform
Transformasi citra merupakan proses perubahan bentuk citra, baik intensitas maupun
posisi pikselnya, yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi tertentu. Secara
umum transformasi bisa dibagi menjadi dua, yaitu transformasi spatial dan
transformasi domain.

Universitas Sumatera Utara

13

Pada transformasi spatial yang diubah adalah intensitas piksel (brightness,
kontras, negasi, thresholding) atau posisi piksel (rotasi, translasi, scalling, shear, dan
lain-lain). Transformasi jenis ini relatif mudah diimplementasi dan banyak
aplikasi yang dapat melakukannya (Paint, ACDSee, dan lain-lain).

Transformasi yang kedua adalah transformasi domain, yaitu proses perubahan
citra dari suatu domain ke domain lainnya, misalnya dari domain spasial ke domain
frekuensi. Transformasi Fourier adalah transformasi yang mengubah domain spasial ke
domain frekuensi. Dengan cara ini, citra digital ditransformasikan lebih dulu dengan
transformasi Fourier, kemudian dilakukan manipulasi pada hasil transformasi tersebut.
Setelah manipulasi selesai, dilakukan inverse transformasi Fourier untuk mendapatkan
citra kembali. Metode domain frekuensi ini dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah tertentu yang sulit jika dilakukan dengan menggunakan metode
domain spatial[10].
Langkah-langkah filtering pada domain frekuensi[4] :
1. Kalikan citra input dengan (-1)x+y
2. Lakukan perhitungan discreate fourier transform dari citra untuk mendapatkan
F(u,v)
3. Kalikan F(u,v) dengan fungsi filter H(u,v)
4. Lakukan invers DFT
5. Ambil bagian riil dari hasil no 4
6. Kalikan hasilnya dengan (-1)x+y

2.6 Lucy-Richardson
Algoritma Lucy-Richardson (L-R) yang dikenal juga dengan dekonvolusi LucyRichardson, dikembangkan secara independen oleh Richardson (1972) dan Lucy
(1974)[9]. Algoritma ini menghilangkan noise dengan memanfaatkan distribusi
poisson secara iterative yaitu untuk nilai ke (n+1) dari image yang dihasilkan
didapatkan dari prakiraan nilai di n yang dikalikan dengan sebuah image koreksi.

Universitas Sumatera Utara

14

Esensi dari iterasi adalah sebagai berikut : estimasi ke-(n+1) dari citra restorasi adalah
estimasi ke-n citra restorasi dikali dengan citra koreksi. Persamaan iterasinya adalah :
F n+1 = fn

n *PSF

* reflect (PSF) ……………………………………..(3)

Yang dalam hal ini, operator * menyatakan konvolusi, f=f(x,y) menyatakan estimasi
citra restorasi, g=g(x,y) menyatakan citra masukan ( yang mengalami degradasi),
* reflect (PSF) menyatakan
reflect(PSF) menyatakan pencerminan PSF, dan
citra koreksi. Distribusi Poisson adalah :
P(x) = e-aax/x!

� ∗PSF

Dimana : x = peubah acak
a = konstanta[6].

2.7 Bitmap (BMP)
BMP merupakan format gambar yang paling umum dan merupakan format standard
windows. Ukuran filenya sangat besar karena bisa mencapai ukuran megabyte. File ini
merupakan format yang belum terkompresi dan menggunakan system warna RGB
(Red, Green, Blue) di mana masing-masing warna pixel-nya terdiri dari 3 komponen
R, G, dan B yang dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka dengan berbagai
macam software pembuka seperti ACDSee, Paint, Irvan View dan lain-lain. File BMP
tidak bisa (sangat jarang) digunakan di web (internet) karena ukurannya yang besar[8].

2.8 Joint Photographic Expert Group (JPEG/JPG)
Format JPEG merupakan format yang paling terkenal sampai sekarang ini. Hal ini
karena sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja), dan bersifat
portable. Format file ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk menyimpan file
foto hasil perekaman analog to digital converter (ADC). Karena ukurannya kecil maka
file ini banyak digunakan di web (internet)[8].

2.9 Mean Square Error

Universitas Sumatera Utara

15

MSE adalah rata – rata kuadrat nilai error antara citra asli dengan citra hasil
rekonstruksi, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut[8]:
��� =

Dimana :

MN









∑ ∑[� ′

,

− �

,

] ………………………… 4

MSE = Nilai Mean Square Error dari citra hasil
M

= Panjang citra hasil (dalam pixel)

N

= Lebar citra hasil (dalam pixel)

(x,y) = Koordinat masing – masing pixel
F’

= Nilai bit rekonstruksi pada koordinat x,y

F

= Nilai bit citra asli pada koordinat x,y

2.10 Peak Signal to Noise Ratio
Parameter ukur yang digunakan mengetahui performansi citra digital yang dihasilkan
dari proses restorasi dalam Tugas Akhir ini adalah PSNR. PSNR merupakan nilai
perbandingan antara harga maksimum dari citra hasil filtering dengan noise, yang
dinyatakan dalam satuan decibel (dB). Jika nilai PSNR>30 dB, dengan noise maka
dapat dikatakan bahwa performansi citra hasil restorasi bagus[5]. Apabila nilai PSNR
> 50 dB maka dapat dikatakan bahwa performansi citra hasil restorasi sempurna
mendekati citra asli. Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan sebagai
berikut[4]:

PSNR untuk citra yang terkena noise :
PSNR = 1010log

,

,

−ℎ

2

,

2

,

2

………………………….(5)

PSNR untuk citra hasil restorasi :
PSNR = 1010log

,

,



2

…………………………(6)

Dimana :
F(x,y) = citra asli

Universitas Sumatera Utara

16

H(x,y) = citra yang telah diberi noise
G(x,y) = hasil restorasi

Universitas Sumatera Utara