PLACE BRAND EXPERIENCE WISATAWAN KAWAH I

1
PLACE BRAND EXPERIENCE WISATAWAN KAWAH IJEN TERKAIT CITY
BRANDING “THE SUNRISE OF JAVA” KABUPATEN BANYUWANGI

(Studi Kualitatif Deskriptif pada Wisatawan yang Berkunjung ke Kawah Ijen Kabupaten
Banyuwangi)
Ira Yustira Ichsani
Jl. Veteran Malang 65145, Indonesia, Telp. (0341) 551611, Fax: (0341) 575755
Ilmu Komunikasi-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstrak- Kabupaten Banyuwangi membangun city brand sebagai “The Sunrise of Java” melalui sektor pariwisata
sejak tahun 2010, dan secara signifikan terus mengalami peningkatan kunjungan wisatawan (Disbudpar, 2013).
Place brand experience dapat digunakan sebagai aspek untuk mengevaluasi city branding secara lebih instan karena
pengalaman mengunjungi tempat tertentu adalah produk utama dari city branding, dan pengalaman menarik akan
menghasilkan brand image positif (Hanna dan Rowley, 2013, h.84). Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif karena bertujuan untuk melihat tentang bagaimana nilai-nilai place brand experience secara interpretatif
yang dirasakan wisatawan Kawah Ijen. Informan penelitian diperoleh secara purposive (ditetapkan) berdasarkan
kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti menggunakan teknik wawancara semistruktur melalui Focus Group
Discussion (FGD) dan in-depth interviews untuk menguatkan hasil FGD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
place brand experience yang dirasakan oleh wisatawan diinterpretasikan dan berimplikasi positif, dibuktikan dengan
adanya indikasi kekuatan word of mouth sebagai kekuatan promosi Kabupaten Banyuwangi untuk tujuan wisata. Hal
tersebut merupakan implikasi dari hasil positif place brand experience yang dialami wisatawan. Tetapi, nilai utama

dari city branding Kabupaten Banyuwangi sebagai “The Sunrise of Java” belum maksimal karena tidak banyak
yang mengetahui meskipun wisatawan menyatakan bahwa brand tersebut cocok merepresentasikan Kabupaten
Banyuwangi. Hal ini terjadi karena wisatawan memahami brand berdasarkan asosiasi nilai yang ada dalam
memorinya sebagaimana konsep brand experience menyentuh aspek psikologis konsumen. Hasil ini menunjukkan
kurangnya integrasi antara brand yang disampaikan pemerintah dengan nilai yang ditangkap wisatawan sebagai
konsumen, sehingga menunjukkan bahwa kesesuaian“The Sunrise of Java” dalam city branding Kabupaten
Banyuwangi dengan place brand experience yang dirasakan wisaawan belum maksimal.
Kata Kunci: Place Brand Experience, City Brand Evaluation, City Branding
Abstract-Banyuwangi buids its city brand as “The Sunrise of java” through tourism sector sinc e 2010 and the rate
of tourist visit rising significantly since then (Disbudpar, 2013). Place brand experience can be used as one of the
aspects to evaluate city branding quickly because experience of visiting particular place is the main product of city
branding and a remarkable experience will result a positive brand image (Hanna dan Rowley, 2013, h.84). This
study used qualitative research method because it aims to investigate the value of place brand experience perceived
by the tourists of Ijen Crater. The source of the research was obtained purposively (assigned) based on criteria in
accordance with the objective of the research. The researcher used a semi- structured interview technique through
Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews to strengthen FGD. The result of the research indicate that
the place brand perceived by the tourists was interpreted and has a positive impact, it was proven with the
indication of word of mouth as promotional force of Banyuwangi as a tourist destination. However, the main value

of Banyuwangi city Branding as “The Sunrise of Java” is not maximized because only a little of tourist know about

it though they stated that this brand is an appropriate term to represent banyuwangi. It happens because tourist
comprehend based the association of values in memory as the concept of brand experience touching the
psychological aspect of consumers. These results indicate a lack of integration between the brand presented by
government with a value that is captured by tourists as consumers, thus indicating that the suitability of "The
Sunrise of Java" in Banyuwangi city branding to place brand experience that is felt by the tourist is not maximized.
Keywords: Place Brand Experience, City Brand Evaluation, City Branding

PENDAHULUAN
Kabupaten
Banyuwangi
adalah
kabupaten terluas di Jawa Timur yang
berdasarkan lokasi geografisnya, memiliki

potensi kekayaan alam dan warisan budaya yang
beragam. Potensi dan peluang inimendorong
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi

2
untuk

melakukan
promosi
dengan
mengembangkan sektor pariwisata yang
bertujuan untuk meningkatkan ekonomi lokal
sebagaimana kebijakan pemerintah pascareformasi yaitu Otonomi daerah (UU. Otoda No.
32/2004). Implementasi yang diwujudkan dalam
upaya membentuk daerah mandiri adalah
mengedepankan aspek penting melalui sumber
daya yang dimiliki daerah. Hal tersebut
menuntut setiap daerah untuk mampu bersaing
dan berkembang dalam upaya meningkatkan
ekonomi lokal melalui sumber daya daerah.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut salah
satunya dengan mempromosikan keunggulan
kompetitif dan potensi yang dimiliki oleh sebuah
kota, dan hal tersebut dapat diwujudkan melalui
city branding.
Berkaitan dengan hal tersebut, city
branding

yang
dilakukan
Kabupaten
Banyuwangi telah diklaim berhasil oleh pihak
Pemerintah Daerah berdasarkan data-data
objektif
seperti
laporan
peningkatan
pertumbuhan
ekonomi,
data
kunjungan
wisatawan, penurunan angka kemiskinan, serta
perputaran uang ketika berlangsungnya event
tertentu. Tetapi disamping itu, sebagaimana
yang diungkapkan Braun (2011, h.258) bahwa
branding adalah sebuah gagasan dimana produk
dibuat lebih bernilai dan memiliki ekuitas, city
branding mengidentifikasi perubahan fokus dari

karakter rasional intervensi konsep pemasaran
untuk menciptakan dan mengasosiasikan emosi,
mental, psikologis, dengan menjadikan kota
sebagai sebuah produk yang bertujuan untuk
berkompetisi dengan kota-kota lain agar menarik
bagi wisatawan, bisnis, warga, dan kelompok
sasaran lainnya. Hal ini berarti bahwa branding
berkaitan dengan komunikasi yaitu pesan
menarik yang bertujuan untuk membuat produk
lebih bernilai. Hal ini mengindikasikan bahwa
city branding adalah kombinasi antara branding
yang berimplikasi memunculkan asosiasi dari
konsumen dengan aspek emosi, mental, dan
psikologis yang kemudian memunculkan
perilaku tertentu dari konsumen sehingga
keberhasilan city branding tidak cukup hanya
ditinjau berdasarkan data-data objektif.
Hal ini yang kemudian mendasari
ketertarikan peneliti sebagai warga Kabupaten


Banyuwangi untuk melakukan evaluasi terhadap
city branding yang diklaim telah berhasil oleh
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berdasarkan
data-data objektif. Penelitian ini melakukan
evaluasi dengan melihat perspektif interpretasi
wisatawan sebagai konsumen yakni dengan
menganalisis place brand experience atau
pengalaman yang dialami wisatawan ketika
mengunjungi
Kawah
Ijen
Kabupaten
Banyuwangi sebagai salah satu destinasi wisata
unggulan
dengan
kunjungan
wisatawan
terbanyak sehingga wisatawan Kawah Ijen
cukup
mewakili

wisatawan
Kabupaten
Banyuwangi. Penelitian ini penting dilakukan
karena evaluasi city branding tidak hanya
berkaitan dengan data-data objektif sebagaimana
yang telah dilakukan pemerintah. Disamping itu,
yakni berkaitan dengan substansi city branding
yaitu upaya untuk mengkomunikasikan city
brand, dan branding adalah sebuah gagasan
dimana produk dibuat lebih bernilai dan
memiliki ekuitas untuk menciptakan dan
mengasosiasikan emosi, mental, psikologis
(Braun, 2011, h.258).
Selain itu, implementasi city branding
juga bukan hal instan karena membutuhkan
proses panjang yaitu proses komunikasi dalam
branding yang dilakukan, pembangunan daerah,
pengembangan sumber daya manusia, dan lainlain. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
penting dilakukan berkaitan dengan nilai
multidimensional dari city branding yang bukan

merupakan hal yang instan dan place brand
experience adalah produk yang sebenarnya
ditawarkan dari city branding. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Hanna dan Rowley
(2013, h.84) bahwa untuk city branding, sebuah
tempat tertentu adalah aspek kunci untuk
mempromosikan kota yang bertujuan untuk
mengembangkan pengalaman tertentu karena hal
ini berfungsi untuk mengembangkan image atau
citra kota ke arah reputasi positif. Brand
experience memiliki kecenderungan untuk
menjadi bagian dari memori jangka panjang
seseorang dalam bentuk asosiasi merek, dengan
demikian ada kemungkinan bahwa beberapa
asosiasi ini dapat memainkan peran penting
dalam membangun sikap seperti preferensi
merek, kredibilitas, kepuasan dan loyalitas
(Shamim dan Butt, 2013, h.103)

3

Dalam
memilih
tujuan
wisata,
wisatawan mempertimbangkan dan dipengaruhi
oleh aspek pengalaman sebelum dan sesudah
mengunjungi tempat tersebut, berdasarkan hal
ini
mengindikasikan
pentingnya
brand
experience karena wisatawan juga mengevaluasi
tempat yang dkunjunginya untuk menentukan
kunjungan berikutnya (Hanna dan Rowley,
2013, h.476). Berdasarkan efek jangka panjang
yang dimaninkan oleh brand experience dalam
asosiasi makna pada memori konsumen
sehingga berkaitan dengan keberhasilan city
branding maka sangat penting untuk melakukan
evaluasi melalui place brand experience yang

dialami konsumen ketika mengunjungi tempattempat dalam sebuah kota sebagai adaptasi dari
city brand evaluations untuk melihat nilai-nilai
yang lebih mendalam berdasarkan interpretasi
wisatawan. Berdasarkan hal tersebut, dalam city
branding,
pengalaman
wisatawan
saat
berkunjung ke tempat-tempat di sebuah kota
berpengaruh terhadap citra kota tersebut.
Persepsi dan pengalaman potensial serta aktual
selain dapat dicapai secara tidak langsung
melalui komunikasi dan promosi juga dapat
dicapai secara langsung melalui experience atau
pengalaman langsung (Hanna dan Rowley,
2013, h.475).
Image atau citra terdiri dari kesan dan
keyakinan yang dimiliki seseorang tentang suatu
tempat sehingga penting untuk melihat apa yang
dirasakan oleh konsumen dalam hal ini adalah

wisatawan serta bagaimana persepsi meraka
terhadap tempat tersebut (Hanna dan Rowley,
2013, h.475). Berdasarkan hal ini dapat
dikatakan bahwa dalam city branding khususnya
yang menjadikan pariwisata sebagai dimensi
keunggulan kompetitifnya, pengalaman atau
experience adalah sebuah produk yang
sebenarnya karena tempat tertentu akan
memberikan
pengalaman
tertentu
bagi
wisatawan, dan pengalaman menarik akan
membentuk reputasi positif bagi sebuah kota.

Identifikasi place brand experience
dilakukan dengan mengacu pada dimensi brand
experience meurut Schmitt terdiri dari sense,
feel, think, act, dan relate yang kemudian
diadopsi oleh Yao, Wang, dan Liu (2013) dalam
bentuk model yakni Brand Experience

Identification System (BEIs). Sensory experience
yang mendorong emotional experience dan think
experience bagi pengalaman yang dirasakan oleh
individu, sedangkan act experience berkaitan
dengan interaksi individu dalam proses berbagi
pengalaman dan selanjutnya related experience
berkaitan dengan proses mempengaruhi individu
lain melalui hubungan dan interaksi yang
terjalin. Hal ini terjadi dengan siklus berulangulang (Yao, Wang, dan Liu, 2013, h. 4478).

Penelitian ini berjudul “Place Brand
Experience Wisatawan Kawah Ijen Terkait City
Branding „The Sunrise of Java‟ Kabupaten
Banyuwangi” penting dilakukan sebagai salah
satu bentuk evaluasi terhadap city branding yang
telah dinilai berhasil berdasarkan data-data
objektif. Selain itu, penelitian ini penting dan
menarik dilakukan karena penelitian ini sebagai
under developed research atau penelitian
eksploratif dimana penelitian ini mengadaptasi
penelitian city brand evaluations yang berada
pada ranah positivistik dan biasanya dilakukan
secara kuantitatif, tetapi pada penelitian ini
dilakukan secara kualitatif berdasarkan place
brand experience. Pada penelitian-penelitian
sebelumnya, brand experience diukur melalui
metode kuantitatif, dan pada penelitian ini
melalui metode kualitatif karena bertujuan untuk
memperoleh data yang lebih mendalam untuk
memahami nilai-nilai berkaitan dengan evaluasi
city branding secara lebih mendalam karena
brand experience bersifat subjektif dan
interpretatif. Penelitian ini dilakukan dengan
membentuk Focus Group Discussion dengan
para informan yakni wisatawan Kawah Ijen dan
menggunakan in-depth interview sebagai teknik
analisis data penguat.
METODOLOGI PENELITIAN
Paradigma dalam penelitian ini adalah
paradigma interpretatif, alasan menggunakan
paradigma interpretatif dalam penelitian ini
karena penelitian ini dilakukan untuk memahami
dan menafsirkan makna suatu peristiwa,
interaksi, dan tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif peneliti
sendiri yang dilakukan dalam situasi yang wajar
atau dikenal dengan istilah natural setting
(Usman dan Akbar, 2008, h.78). Penelitian ini

4
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
place brand experience yang dialami oleh
wisatawan Kawah Ijen sebagai salah satu
indikator keberhasilan city branding. Hal ini
dilakukan
dengan
mengumpulkan
data
berdasarkan apa yang dirasakan oleh wisatawan,
menginterpretasikannya secara subjektif melalui
keterlibatan peneliti dan objek penelitian dengan
interaksi yang dibangun antara peneliti dengan
informan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memperoleh pemahaman dan pemaknaan
atas aksi sosial tertentu berkaitan dengan place
brand experience dalam city branding sebagai
langkah menyusun deskripsi dan pemahaman
terhadap objek penelitian dalam hal ini adalah
wisatawan dengan place brand experience yang
mereka alami. Lebih jauh, penelitian ini untuk
mendapatkan sebuah konsensus nilai yang lebih
matang melalui analisis mendalam.
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Alasan peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif berbeda dengan penelitianpenelitian yang telah sebelumnya dilakukan
yaitu dengan metode kuantitatif karena
penelitian kualitatif memiliki cakupan yang luas,
mendapatkan kealamiahan data secara utuh, dan
penelitian kualitatif memiliki kepekaan untuk
melihat setiap gejala yang ada pada objek
penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini yang
bertujuan untuk menganalisis place brand
experience wisatawan yang lebih bersifat
interpretif sehingga penelitian kualitatif lebih
cocok digunakan dalam analisis masalah yang
berkaitan dengan penelitian ini. Dengan metode
kualititatif, analisis terhadap place brand
experiencewisatawan yang sifatnya interpretif
tersebut
dapat
lebih
dalam
dipahami
dibandingkan dengan menggunakan metode
kuantitatif yang hanya mampu menganalisis
secara objektif.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Focus
Group Discussion (FGD) dan in-depth interview
sebagai teknik pengumpulan data penunjang.
Alasan memilih teknik pengumpulan data
dengan melakukan Focus Group discussion
(FGD) dalam penelitian ini karena dengan FGD
akan dapat diperoleh data mendalam. Hal ini

berkaitan dengan ketertarikan orang lain untuk
menyampaikan dan bertukar pengalaman dengan
orang yang memiliki pengalaman yang sama dan
berkumpul pada situasi yang sama dibandingkan
hanya menyampaikan pengalamannya sendiri
melalui wawancara mendalam dengan peneliti.
Selain itu, wisatawan yang baru saja
mengunjungidan baru saja turun dari puncak
Kawah Ijen dalam kondisi lelah dan kurang
tertarik untuk melakukan wawancara mendalam
hanya bersama peneliti, dengan FGD akan
tercipta suasana keakraban yang lebih hangat
antara peneliti dan beberapa informan dengan
pengalaman yang sama sehingga data yang
terkumpul akan lebih mendalam.
Sedangkan in-depth interview atau
wawancara mendalam adalah suatu cara
mengumpulkan data atau informasi secara
langsung bertatap muka dengan satu atau dua
informan agar mendapatkan data yang lengkap
dan mendalam (Kriyantono, 2006, 102).
Wawancara mendalam dalam penelitian ini
fungsinya adalah sebagai penunjang dari Focus
Group Discussion yang sebelumnya telah
dilakukan
untuk
mengantisipasi
adanya
kesamaan data. Kesamaan data tersebut adalah
kecendenrungan yang mungkin terjadi ketika
Focus Group Discussion (FGD) terutama pada
informan yaitu wisatawan Indonesia (lokal).
Penelitian ini dianalisis dengen teknik analisis
data interactive model, yang terdiri dari data
reduction, data display, dan verifikasi data, dan
analisis data dilakukan secara interaktif selama
proses penelitian (Miles and Huberman, 1994,
h.21).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sensory experience dan emotional experience
menjadi stimulus dari interpretasi experiental
wisatawan Kawah Ijen dan berimplikasi
terhadap word of mouth yang berdasarkan
penelitian ini, teridentifikasi sebagai kekuatan
promosi utama dari city branding Kabupaten
Banyuwangi. Melalui pengalaman konsumen
dalam hal ini adalah wisatawan dapat
melahirkan asosiasi nilai tertentu yang dapat
berimplikasi untuk membentuk perilaku dan
persepsi
wisatawan.
Wisatawan
yang
berkunjung ke Kawah Ijen, datang ke Kawah

5
Ijen berdasarkan pengalaman menarik yang
dialami oleh orang lain dan siklus tersebut
terjadi berulang dan interaktif. Berkaitan dengan
konsep brand experience yang diungkapkan
Schmitt yang terdiri dari sense, feel, think, act,
dan relate dimana konsumen bukanlah entitas
yang pasif, konsumen adalah kelompok aktif
yang
mengalami
proses
berpikir
dan
pertimbangan (Schmit dan Rogers, 2008, h.114).
Proses tersebut berawal dari apa yang dilihat,
dirasakan, dan dipikirkan, sebelum kemudian
mereka memiliki keputusan dalam bentuk
asosiasi yang melahirkan nilai-nilai tertentu.
Hal ini berkaitan dengan proses pengalaman
yang diadopsi dari Yao, Wang, dan Liu (2013,
h.4480) berkaitan dengan dimensi pengalaman
menurut Schmitt yang terdiri dari sense, feel,
think, act, dan relate menjelaskan bahwa
experience atau pengalaman adalah sebuah
proses interaktif.
Wisatawan memahami Kawah Ijen
berdasarkan apa yang mereka lihat yaitu
pemandangan indah, sunrise, dan hal-hal luar
biasa
yang lain dalam perspektifnya.
Selanjutnya, wisatawan merasakan dampak
tertentu yang timbul karena hal tersebut
sebagaimana yang diungkapkan oleh para
wisatawan tersebut yaitu bahagia, apresiatif, dan
berkesan. Sebagaimana pernyataan informan
bahwa mereka merasakan pengalaman yang luar
biasa, tidak bisa dilukiskan, indah, dan
menyenangkan ketika mengunjungi Kawah Ijen
yang kemudian menstimulus adanya proses
berpikir dari konsumen berkaitan dengan
pengalamanyang dirasakan yaitu thinking
experience. Pada tahap ini, konsumen mengolah
dan secara aktif mempertimbangkan dan
mengasosiasikan nilai dari sebuah brand yaitu
Kawah Ijen.
Proses selanjutnya adalah actions
experience yang berkaitan dengan keputusan
konsumen dalam bertindak, termasuk keputusan
untuk bertukar pengalaman dengan orang lain,
serta pada level yang lebih tinggi, akan terjadi
related experience berkaitan dengan keyakinan
konsumen akan brand, pada tahap ini konsumen
berada saling mempengaruhi satu sama lain, dan
hal ini akan berdampak signifikan terhadap
brand.Sebagaimana yang terjadi pada wisatawan

Kawah Ijen yang tertarik mengunjungi Kawah
Ijen dan mengetahui informasi tentang Kawah
Ijen dari pengalaman orang lain, lalu mereka
datang berkunjung dan merasakan pengalaman
menyenangkan,
mengolah
hal
tersebut,
mengasosiasikan nilai-nilai yang diperoleh,
kemudian menceritakannya kembali pada orang
lain.
Hal ini berkaitan dengan apa yang
diungkapkan Hanna dan Rowley (2013, h.275)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
sebuah brand bahwa brand secara keseluruhan
tidak hanya berkaitan dengan berbagai bentuk
informasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
stimulus yakni proses komunikasi dalam
branding, tetapi faktor pengalaman yang dapat
diperoleh
melalui
pengalaman
pribadi,
pengalaman orang lain, dan tempat itu sendiri.
Pernyataan ini dibuktikan berdasarkan hasil
penelitian ini bahwa aspek pengalaman sangat
berpengaruh bukan hanya berdasarkan proses
komunikasi dalam branding dimana aspek
pengalaman orang lain merupakan stimulus awal
yang membentuk ketertarikan di benak calon
wisatawan yang ingin mengunjungi Kawah Ijen.
Selain itu, Kabupaten Banyuwangi
melalui Kawah Ijen diproyeksikan sebagai
tempat menarik bagi pecinta wisata alam.
Proyeksi ini adalah hasil yang telah melalui
proses pemikiran dan asosiasi makna dalam
memori wisatawan. Asosiasi yang lahir
berkaitan dengan Kabupaten Banyuwangi
melalui Kawah Ijen yaitu sebagai daerah yang
menarik untuk dikunjungi bagi para pencinta
wisata alam salah satunya adalah pendaki
gunung.
Hal ini merupakan nilai yang dipandang
sebagai daya tarik yang dimiliki oleh Kabupaten
Banyuwangi. Asosiasi tersebut dapat dikatakan
sebagai brand image sebagaimana yang
diungkapkan oleh Hu, Liu, Wang, dan Yang
(2012,h.26) bahwa image merupakan rangkaian
pikiran dan perasaan konsumen terhadap sebuah
brand yang saling berkaitan dengan keunikan
dan klasifikasi tertentu dari sebuah brand.
Dalam hal ini adalah proyeksi dengan klasifikasi
berdasarkan nilai dan daya tariknya menurut
sudut pandang wisatawan bahwa Kabupaten

6
Banyuwangi adalah daerah tujuan wisata yang
menarik pecinta wisata alam berkaitan dengan
Kawah Ijen dan beberapa tempat lain yang telah
dikunjungi oleh wisatawan yang menjadi
informan dalam penelitian ini.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
Lee, Lee, dan Wu (2011, h.1093) bahwa brand
image adalah persepsi tentang brand yang
tercermin berdasarkan asosiasi tentang brand
yang ada dalam memori konsumen yang
mengacu pada aspek-aspek dan dimensi brand
dalam memori konsumen. Sebagaimana yang
diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, pada
dasarnya brand image menggambarkan pikiran
konsumen dalam hal ini adalah wisatawan, dan
perasaan mereka terhadap brand, dapat
dikatakan bahwa brand image adalah gambaran
mental secara keseluruhan dan keunikannya
tentang brand dalam benak konsumen serta
perbedaannya dengan brand lain. Pikiran dan
perasaan dalam memori konsumen tersebut
dapat hadir melalui pengalaman yang
merupakan hasil dari serangkaian asosiasi
makna berdasarkan aspek rasional, emosional,
sensorik,
fisik,
dan
spiritual
yang
dikombinasikan dengan perilaku, pikiran, dan
perasaan konsumen yaitu wisatawan (Shamim
dan Butt, 2013, h.103).
Selain pemandangan dan sunrise yang indah,
blue fire dan penambang belerang adalah daya
tarik dari Kawah Ijen Kabupaten Banyuwangi.
Aktivitas blue fire di Kawah Ijen adalah salah
satu dari dua blue fire terbaik di dunia, dan ini
berarti bahwa bluefire Kawah Ijen adalah satusatunya blue fire di Indonesia. Blue fire Kawah
Ijen diidentifikasi sebagai daya tarik bagi
wisatawan Kawah Ijen karena mereka tidak akan
menemukannya
dimanapun
selain
di
Banyuwangi dan di Alaska. Selain blue fire
sebagai nilai estetis dari Kawah Ijen, nilai etis
yang menyentuh perasaan yang dimiliki Kawah
Ijen adalah para penambang belerang yang naik
turun kawah dengan membawa lebih dari dua
puluh kilo belerang setiap harinya.
Hal ini relevan dengan apa yang
disampaikan dalam Macmillan (2009, h.417)
bahwa konsumen mencari daya tarik dari
sebuah brand bagi mereka, konsumen mencari

sesuatu yang berbeda, yang melibatkan indera
dan menyentuh pikiran, perasaan, yang
menggairahkan dimana hal ini dapat diperoleh
dengan brand experience karena konsumen
menginginkan sesuatu yang nyata dan otentik.
Hal ini koheren dengan apa yang terjadi pada
wisatawan Kawah Ijen yang berdasarkan
pengalamannya dengan melibatkan indera
penglihatan
dan
menyentuh
pikiran
mengidentifikasi bahwa blue fire adalah daya
tarik bagi Kawah Ijen karena termasuk sebagai
salah satu faktor pembeda dibanding dengan
tempat lain atau bisa disebut sebagai diferensiasi
brand. .
Wisatawan
Kawah
Ijen
tidak
menemukan hal serupa ditempat lain.
Wisatawan menemukan daya tarik tersebut
dengan melibatkan indera dan menyentuh
pikiran, perasaan yang menggairahkan bagi
mereka
melalui
pengalaman
mereka
mengunjungi
Kawah
Ijen.
Wisatawan
menyatakan bahwa di Kawah Ijen tidak hanya
merasakan
pemandangan
indah
dan
menyenangkan tetapi juga menyentuh perasaan
kagum dan haru melihat nilai etis dari para
penambang belerang dan estetis dari blue fire.
Hal ini merupakan nilai dan daya tarik yang
nyata serta otentik dari Kawah Ijen.Konsumen
dalam memahami brand sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai pada suatu produk dari sebuah brand.
Konsumen berdasarkan karakteristiknya adalah
entitas yang aktif mencari nilai dan
menginterpretasikannya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Schmitt dan Rogers (2008, h.114) bahwa
Konsumen bukanlah entitas yang pasif,
konsumen adalah kelompok aktif yang
mengalami proses berpikir dan pertimbangan.
Konsumen mencari daya tarik dari sebuah brand
bagi mereka, konsumen mencari nilai dan
sesuatu yang berbeda, yang melibatkan indera
dan menyentuh pikiran, perasaan, yang
menggairahkan dimana hal ini dapat diperoleh
dengan brand experience karena konsumen
menginginkan sesuatu yang nyata, otentik, untuk
merangsang kognisi mereka (Macmillan, 2009,
h.417). Konsumen bersifat aktif dimana mereka
menginginkan sesuatu yang nyata dan otentik,
berbeda dengan yang lain kemudian mereka

7
mengidentifikasi nilai tersebut sebagai daya tarik
dari Kawah Ijen yaitu blue firedan penambang
belerang. Hal ini mengindikasikan bahwa
wisatawan Kawah Ijen yang menjadi informan
dalam penelitian ini secara tersirat menyatakan
bahwa Kawah Ijen dan Kabupaten Banyuwangi
memiliki keunggulan kompetitif
tidak
ditemukan di tempat lain. Keunggulan tersebut
diantaranya adalah pemandangan indah,
termasuk blue fire dan penambang belerang
sebagaimana yang dibahas sebelumnya.
Hal ini yang kemudian berkaitan dengan
apa yang disampaikan oleh Lee, Lee, dan Wu
(2011,h.103) bahwa persepsi tentang brand
tercermin berdasarkan asosiasi tentang brand
yang ada dalam memori konsumen yang
mengacu pada aspek-aspek dan dimensi brand
dalam memori konsumen. Pada dasarnya brand
image menggambarkan pikiran konsumen dan
perasaan terhadap brand, dapat dikatakan bahwa
brand image adalah gambaran mental secara
keseluruhan dan keunikannya tentang brand
dalam benak konsumen serta perbedaannya
dengan brand lain. Wisatawan Kawah Ijen
sebagai konsumen merasakan nilai-nilai positif
yang berdampak positif pada city branding
Kabupaten Banyuwangi. Hal ini peneliti
simpulkan berdasarkan berbagai aspek melalui
analisis pada pernyataan-pernyataan serta
antusiasme
wisatawan
dalam
menginterpretasikan Kawah Ijen sebagai tempat
yang patut untuk dikunjungi.
Interpretasi experiental yang dirasakan
konsumen didasarkan pada interaksi langsung
antara konsumen dan brand dengan melihat nilai
apa yang ditangkap oleh konsumen (Keng, Tran,
dan Thi, 2013, h.251). Nilai-nilai yang
ditangkap oleh konsumen merupakan hasil dari
keterlibatan konsumen dengan brand yaitu
Kawah Ijen. Analisis place brand experience
pada wisatawan Kawah Ijen dimulai dengan
adanya pengalaman indrawi yaitu sensory
experience, yang dilanjutkan dengan emotional
experience, think experience sebagai proses
berpikir yang kemudian merangsang adanya
tindakan tertentu yaitu act experience dan
related experience.

Disamping place brand experience
positif yang dirasakan wisatawan, hasil penting
lain yang ditemukan peneliti adalah bahwa tidak
semua wisatawan yang menjadi informan
mengetahui
tentang
brand
Kabupaten
Banyuwangi sebagai “The sunrise of Java ”.
Meskipun
wisatawan
mengartikan
dan
menginterpretasikan Kabupaten Banyuwangi
dengan positif, tetapi hal ini mengindikasikan
kuranganya relevansi antara branding yang
disampaikan pemerintah dengan pengetahuan
wisatawan. Sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya bahwa wisatawan mengartikan
Kabupaten Banyuwangi menurut penilaian dan
asosiasinya sendiri seperti kata amazing place,
eksotis, dan heaven. Kalimat“The Sunrise of
Java ”sebagai
city
branding
Kabupaten
Banyuwangibukan kata pertama yang muncul
dalam benak konsumen ketika diminta untuk
menginterpretasikan Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan representasinya.
Keseluruhan informan yaitu wisatawan
Kawah Ijen sebenarnya menyatakan bahwa “The
Sunrise of Java ”relevan jika ditempatkan
sebagai city branding Kabupaten Banyuwangi.
Hal ini mereka nyatakan setelah mereka
mendapat penjelasan dari peneliti tentang arti
filosofis dari kalimat tersebut.The sunrise of
Java dianggap
sesuai
merepresentasikan
Kabupaten Banyuwangi berkaitan dengan arti
filosofis dan interaksi wisatawan dengan brand
melalui pengalaman mereka. Tetapi, kembali
lagi bahwa city brand Kabupaten Banyuwangi
adalah “The Sunrise of Java” sehingga pesan
yang ingin disampaikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Banyuwangi sebagai komunikator
city branding harus dipahami oleh konsumen
yakni wisatawan.City branding ini harus
dioptimalkan relevan hasilnya antara pesan yang
disampaikan pemerintah dengan
apa yang
ditangkap oleh wisatawan sebagai konsumen.
CONCLUSION
Place brand experience yang dirasakan
oleh wisatawan Kawah Ijen
positif dan
memiliki kecenderungan untuk mendatangkan
wisatawan lain dengan berita dari wisatawan
yang telah berkunjung sebelumnya. Hal ini
ditunjukkan melalui pengalaman-pengalaman
menarik
yang
mereka
rasakan
dan

8
interpretasikan pada penelitian ini. Wisatawan
merasakan pengalaman menarik, berkesan,
menyenangkan sehingga menstimulus adanya
perilaku-perilaku yang berpengaruh positif bagi
city
branding
Kabupaten
Banyuwangi
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tetapi meski demikian, wisatawan sebagai
konsumen tidak mengetahui tentang “The
sunrise of Java” sebagai brand yang dibangun
pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa
meskipun city branding Kabupaten Banyuwangi
yang sudah dinilai berhasil berdasarkan evaluasi
yang telah dilakukan pemerintah berupa datadata objektif, namun belum maksimal jika
ditinjau pada perspektif interpretatif pada
wisatawan sebagai konsumen. Berdasarkan hal
tersebut, city branding Kabupaten Banyuwangi
belum bisa dikatakan optimal. Hal ini
mengindikasikan bahwa upaya-upaya lanjutan
yang berkaitan dengan promosi dalam upaya city
branding
Kabupaten Banyuwangi
perlu
ditingkatkan secara lebih praktis dan aplikatif,
tidak hanya berbentuk promosi dalam iklan
yang tidak mendapatkan feedback langsung dan
melibatkan konsumen secara aktif karena
cenderung pasif.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian
ini juga mneunjukkan adanya keluhan tentang
fasilitas, sarana dan prasarana, termasuk
infrastruktur. Meskipun hal ini tidak terlihat
berdampak secara signifikan bagi kunjungan
wisatawan, tetapi hal tersebut bisa menjadi
kelemahan jika wisatawan sebagai konsumen
meninjaunya berdasarkan kompetitor yang
memiliki fasilitas lebih baik. Pemenuhan dalam
aspek ini juga berfungsi untuk menunjang
competitive advantage sehingga keunggulan
kompetitif Kawah Ijen lebih bernilai.
Untuk menunjang kekurangan tersebut,
pemerintah perlu melakukan beberapa langkah
yakni:
1. Menghimpun seluruh tourist guide di
Kabupaten
Banyuwangi
dan
memberikannya sosialisasi berkaitan
dengan“The Sunrise of Java”.
2. Mengembangkan program masyarakat
berbasis pariwisata.
3. Mengembangkan infrastruktur dan
fasilitas untuk menunjang competitive
advantage

DAFTAR PUSTAKA
Braun, E. (2011). Putting City Branding into Practice.
Journal of Brand Management, (19) 4, 257267.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi. (2013, Januari 06).
Banyuwangi Tourism Informations. Dipetik
Februari 08, 2014, dari Banyuwangi
Tourism:
http://www.banyuwangitourism.com
Hanna, S., & Rowley, J. (2013). Place Brand
Practitioner’s Perspectives on the
Management and Evaluation of the Brand
Experience. Journal of Place Branding and
Public Diplomacy, (84) 4, 473-493.
Hu, J., Liu, X., Wang, S., & Yang, Z. (2012). The
Role of Brand Image Congruity in Chinese
Consumers' Brand Preference. Journal of
Product & Brand Management, (16) 1, 2634.
Keng, C.-J., Tran, V. D., & Thi, T. M. (2013).
Relationships among Brand Experience,
Brand Personality, and Customer
Experiential Value. Contemporary
Management Research , (9) 3, 247-262.
Lee, H. M., Lee, C. C., & Wu, C. C. (2011). Brand
Image Strategy Affects Brand Equity After
M&A. Europan Journal of Marketing , (45)
7/8, 1091-1111.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994).
Qualitative Data Analysis: An Expanded
Sourcebook. London: SAGE Publications
Palgrave Macmillan. (2009). The Concept of Brand
Experience. Journal of Brand Management,
(16) 7, 417 – 419.
Pustaka Pelajar (Firm). (2004). Undang-Undang
Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Schmitt, B. H. & Rogers, D. L. (2008). Handbook on
Brand and Experience Management.
Cheltenham: Edward Elgar Publishing
Limited.
Shamim, A. & Butt, M. M. (2013). A critical model
of brand experience consequences. Asia
Pacific Journal of Marketing and Logistics,
(25) 1, 102-117.
Usman, H., & Akbar, P. S. (2008). Metodologi
Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Yao, J., Wang, X., & Liu, Z. (2013). Brand
Management Innovation: A Contructions of
Brand Experience Identification System.

9
Journal of Applied Science, (13) 21, 44774482.