MATERI LEPTOSPIROSIS

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

MATERI LEPTOSPIROSIS
LINK DOWNLOAD [177.50 KB]
MATERI LEPTOSPIROSIS
A. PENGERTIAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Leptospira yang pathogen.
Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah
dengue dan demam virus lainnya.
B. SEJARAH LEPTOSPIROSIS PADA MANUSIA
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan sub tropis, dengan curah hujan yang
tinggi dan kelembaban tinggi.
Di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama pembuangan sampah. Kuman leptospira
akan mudah berkembang dan sehubungan dengan itu leptospirosis sering disebut sebagai penyakit pedesaan.
Case-fatality rates bervariasi < 5% sampai 30 %, tetapi angka ini masih diragukan, karena pencatan,pelaporan morbiditas dan
mortalitas penyakit kurang baik. International leptospirosis society menyatakan Indonesia sebagi negara insiden leptospirosis tinggi
dan peringkat ke tiga di dunia untuk mortalitas, berdasarkan data semarang tahun 1998-2000. angka sebenarnya mungkin lebih
tinggi, karena leptospirosis ditemukan juga di propinsi jawa barat, yogyakarta, lampung, sumatera selatan, bengkulu, riau, sumatera
barat, sumatera utara, bali, kalimantan barat, kalimantan timur. Faine menduga kuman leptospirosis lebih lama hidup karena airnya
bersifat basa. Sedangkan di jawa airnya bersifat asam, seharusnya kuman leptospira cepat mati. Banjir besar di jakarta tahun 2002

dari data sementara 113 pasien leptospirosis diantaranya 20 meninggal. Leptospirosis seringkali tidak terdiagnosis karena klinis tidaj
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di
beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the emergency infektion diseases.
Mengingat hal tersebut diatas, akan bahaya leptospirosis sehingga perlu suatu buku pedoman tatalaksana kasus dan laboratorium
leptospirosis di rumah sakit Kuman leptospira yang bentuknya berpilin seperti spiral. Tipis, lentur dengan panjang 10-20 mikron dan
tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapisan membran. Kedua ujungnya memiliki kait berupa flagelum periplasmik dan berputar pada
sumbu panjangnya. Organisme ini termasuk dalam ordo spirachaetales, family leptospiraceae, genus leptospira. Kuman lepr bersifat
aerob dan tumbuh optimal pada suhu 28 ? 30 derajat celsius.dan menghasilkan katalase dan oksidas. Media untuk pertumbuhannya
adalah media dasar yang diperkaya dengan vitamin dan asam lemak rantai panjang sebagai sumber karbon dan garam amonium.
Kuman leptospira memiliki 2 sistem klasifikasi dan sering menimbulkan Gambar kuman leptospira dilihat dengan mikroskop
elektron. (sumber: Chi KW, 2003 ) Keracunan. Sebelum tahun 1970, kuman leptospira dikelompokkan dalam spesies kuman
leptospira interogans yang terdiri dari bifleksa complex. Sebagai kelompok kuman-kuman leptospira non patogen dan interrogans
complex untuk pathogen. Tahun 1978 diterpkan klasifikasi secara serologi yang terdiri dari spesies patogen L Interrogans dan
spesies non pathogen I biflexa. Tahun 1978 ditetapkan secara genetik yang disusun atas dasar kesamaan DNA sebesar lebih dari
70% dan perbedaan kurang atau sama dengan 5%, yang mengklasifikasikan leptospira dalam berbagai genomospecies. Secara
taksonomi klasifikasi klasifikasi genetik benar, tapi penerapannya sulit karena memerlukan teknologi molekuler. Pengelompokkan
serogroup tidak memiliki dasar taksonomi tapi dapat diterpkan untuk tujuan diagnosis dan epidemiologi. Serogrup dapat ditulis
dengan awalan huruf besar misalnya serogrup isterohaemirhagiae termasuk genomospecies. Satu serogrup dapat dimiliki oleh
beberapa genomospecies seperti Icterohaemorhagiae termasuk genonospecies L interogans sensu stricho, L noguchi maupun L
kirschneri. Klasifikasi genomospecies dan korelasi dengan beberapa serogrup utama dapat dilihat pada tabel 3. pada klasifikasi

serologi, serogrup L interogans seneu lato adalah icterohawmirrhagiae, hebdomadis, autumnalis, pyrogenes, manhao, bataviae,
gryppotyphosa, canicola, australis, pomona, javanica, sejroe, panama, cynopteri, djasiman, sarmin, mini, tarasoovi, ballum,
celledoni, lausiana, ranarum, manhao dan shermani. Beberapa strain ditemukan di indonesia yaitu di bankinang I, van tienen,
benyamin, binjae, 3522c, djasmin, hardjoprajitno, veldrat batavia 46, mankarso, hond HC, naam, Paijan, rachmat, salinem, sarmin,
vleemuis,veldrat semaranga 173, sentot 90 c, k-21, 3705, x-47, 3859, dan azalia. Sinomim. Penyakit ini memiliki nama lain yaitu
automal fever, canicola fever, haemorhagic jaunaice, Icteric leptospirosis , mud fever, redwater of claves, rice field fever, stutgard
disease, swamp disease, swamp fever, swineherd's disease, trench fever dan demam kemih tikus. Tabel 3 klasifikasi genetik dan
beberapa serogrup utama. Spesies Serogrup L. alexanderi ( genomospecies 2) Hebdomadis, Manhao L. Borgpetersenii Ballum,
javanica, Sejroe, Tarassovi L. Interrogans sensu stricto Australis, autumnalis, canicola, icterohaemorrhagiae, panama,pyrogenes,
sejroe L. Kirchneri autumnalis, grippotyphosa, icterohaemorrhagiae L Noguchi Australis, icterohaemorrhagiae L. Santarosai
Hebdomadis, mini, pyrogenes, sejroe, tarassovi L. Weilii Celledoni, javanica, tarassovi L. Fainei a Hursstbridge L. Inadoi a Lyme,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

manhao L. Meyeri a Javanica, mini, sejroe L. Biflexa sensu stricho b andamana L. Wolbachi b Codice, semaranga Turmeria parva

b(dulu L. Parva) Turneri Laptonema illini b Leptonema Genomospecies 1a Saprophytic serogrup ranarum Genomospecies 3b
Saprophytic tentative serogrup holland Genomospecies 4 Icterohaemorragiae Genomospecies 5 b Saprophytic serogrup ranarum a :
status patogen belum jelas b : saprofit sumber WHO, 2003 C. EPIDEMIOLOGI Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang
dapat menyerang manusia maupun hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis bakterial berdasarkan
penyebabnya, berdasarkan cara penularannya merupakan direct zoonosis karena tidak memerlukan vektor dan dapat juga
digolongkan sebagai amfiksenosa karena jalur penularannya dapat dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penularan leptospirosis
pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan peliharaan
seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing, kelompok unggas seperti beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular dan lain-lain.
Pejamu reservoa dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil seperti terlihat pada gambar 2:
Gambar siklus penularan leptospirosis Sumber faine, 1999 BAB II FAKTOR RESIKO A. penularan penyakit leptospirosis
Penularan leptospirosis dapat secara langsung maupun tidak langsung. a. Penularan langsung - Melalui darah, urin atau cairan tubuh
lain yang mengandung kuman leptospira masuk kedalam tubuh - Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan.
Terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja pemotong hewan atau seseorang yang
tertular dari hewan peliharaan - Dari manusia ke manusia meskipun jarang. Dapat terjadi melalui hubungan sexual pada masa
konvalensi atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu b. Penularan tidak langsung Terjadi
melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air, dan lumpur yang tercemar urin hewan. B. Faktor Resiko Faktor ? faktor
resiko terinfeksi kuman leptospira bila kontak langsung / terpajan air dan rawa yang terkontaminasi. 1. Kontak dengan air yang
terkontaminasi kuman leptospira / urin tikus, saat banjir 2. pekerjaan tukang perahu, rakit bambu pemulung 3. mencuci atau mandi
di sungai/ danau 4. peternak, pemelihara hewan dan dokter hewan yang terpajan karena menangani ternak/ hewan, terutama saat
memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta, cairan amnion

dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih 5. tukang kebun/ pekerja di perkebunan 6. petani tanpa alas kaki di
sawah 7. pekerja potong hewan, tukang daging yang terpajan saat memotong hewan 8. pembersih selokan 9. pekerja tambang 10.
pemancing ikan,pekerja tambak udang/ ikan air tawar 11. tentara,pemburu dan pendaki gunung, bila mengarungi permukaan air atau
rawa 12. anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan 13. tempat rekreasi di air tawar: berenang, arung
jeram dan olah raga air lain, trilomba juang ( triathlon), memasuki gua, mendaki gunung. 14. petugas laboratorium yang sedang
memeriksa spesimen kuman leptospira dan zoonosis lainnya 15. petugas kebersihan di rumah sakit dan paramedis dianggap
mempunyai resiko tinggi terhadap penularan kuman leptospira. Infeksi leptospirosis di indonesia umumnya dengan perantaraan
tikus. Jenis rattus norvegicus ( tikus selokan), rattus diardii ( tikus rumah ), rattus exulans ( tikus kandang ) dan suncus marinus (
cecurut) C. Patogenesis Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu
melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjunctiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osophagus, bronchus, alveolus
dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksi dan minum ait yang terkontaminasi.meski jarang dilaporkan penetrasi kuman
leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada
asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh
sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari terinfeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan
dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan cerebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit. Gambar
patogenesis leptospirosis Sumber : Gasem MH, 2003 Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga
menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya
pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lypopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktifitas endotoksin yang
berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif.dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan
trombosit. Sehingga terjadi agregasi trombosit disertai dengan trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu

suatu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yangmengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar
ponama dan copenhageni mengaluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa
infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat
sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia
akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Iketerik disebabkan oleh kerusakan sel-sel
hati yang ringan. Pelepasan bilrubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskuler, kolestasis intrahepatik sampai
berkurang seksresi bilirubin. Conjunctival suffision khususnya perikorneal terjadi karena dilatasipembuluh darah, kelainan ini sering
dijumpai dan patogenesis pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uvelitis, iritis dan iridosiklitis yang seing disertai kekeruhan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

vitreus dan lentikuler. Keberadaan kuman leptospira di aquaeous humor kadang menimbulkan uvelitis kronik berulang. Kuman
leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikulo endoteliel serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang
dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieliminasi dari semua organ kecuali mata,

tubulus peosksimal ginjal dan mungkin otak. Dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan. D.
Gambaran Hispatologi Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis kerusakan endotel dan infiltrasi
inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma, histiosit dan netrofil. Gambaran histologi leptospirosis yang mencolok yaitu
kerusakan hati, ginjal jantung dan paru a. Kerusakan hati akibat nekrosis sentribular yang disertai proliferasi sel kupffer Sering
ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel ?sel parenkim mengecil dan infiltrasi mononukleus pada
daerah portal b. Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati yaitu edema dan perdarahan dimedula. Adanya
gambaran nefritis intersisial yang berlanjut menjadi nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein , pigmen darah, eritrosit dan
sisa sel tubulus dapat ditemukan di medula tubulus. c. Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya
pembengkakan, vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit netrofil dan sel plasma misalnya pada otot gastroknemius d.
Kerusakan pada jantung ditandai dengan ptekie di endokardium dan epicardium, serabut otot sembab, disertai vakuolisasi degenerasi
dan infiltrasi sel radang. Pada beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis akut. e. Kerusakan pada paru bervariasi
dari inflamasi interstisial setempat disertai ekstravasasi hingga infiltrasi brokopneumonia E. Manifestasi Klinik Masa inkubasi
penyakit ini berkisar antara 7-12 hari dengan rerata 10 hari, menurut keparahan penyakit leptospirosis dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat. BAB III PEMBAGIAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS A. Pembagian penyakit leptospirosis Untuk pendekatan diagnosis
klinik dan penanganannya beberapa ahli membagi menjadi leptospirosis antikterik dan leptospirosis ikterik a. Leptospirosis
Anikterik Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik. Diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus
leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan.
Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase / stadium yaitu fase
septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. Ada juga yang membaginya menjadi 3 fase karena fase karena
fase penyembuhan dianggap fase tersendiri Leptospirosis timbul mendadak dengan gejala : o Demam ringan atau tinggi yang

umumnya bersifat remitten o Nyeri kepala o Menggigil o Mialgia o Mual, muntah dan anoreksia o Nyeri kepala berat, mirip yang
terjadi pada infeksi dengan disertai nyari retro-orbital dan fotofobia. o Nyeri otot tertama di daerah betis sehingga pasien sukar
berjalan, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinesa akan meningkat dan
pemeriksaan kreatini fosfokinase dapat membantu diagnosis klinik leptospirosis o Adanya conjumctival sufficien dan nyeri tekan
didaerah betis. Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopopular dapat ditemukan meskipun jarang. o Kelainan
mata berupa uvelitis dan iridoksiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik Manifestasi klinik
terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleitositosis pada
cairan cerebrospinal ditemukan pad 80% pasien, meskipun hanya 50% yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.
Pada leptospirosis anikterik jarang diberi obat. Karena keluhan ringan, gejala akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 2minggu.
Manifestasi kl menyerupai penyakit ? penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus
selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu diagnosis bandingnya terutama didaerah endeminya. Leptospirosis
anikterik merupakan penyebab utama fever if unknown arigin di beberapa negara asia seperti thailand dan malaysia. Mortalitas pada
leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru
dalam suatu wabah di cina. Pada tes pembendungan dapat positif sehingga leptospirosis anikterik pada awalnya diduga sebagi pasien
dengan infeksi dengue. b. leptospirosis ikterik pada leptospirosis ikterik demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas
atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospirosis yang meninfeksi. Status gizi pasien dan kesempatan memperoleh terapi yang tepat. Pasien tidak mengalami kerusakan
hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati kembali normal setelah
pasien sembuh. Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis merefleksikan leptospirosis sebagai suatu penyakit multi sistem.
Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut. Ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas

penyakit weil Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik Sindroma, fase Gambaran klinik Spesimen
laboratorium Leptospirosis anikterik * Fase leptospiremia (3-7 hari) Fase imun (3-30 hari) Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia.
Nyeri perut, mual, muntah, conjunctival suffision Demam ringan, nyeri kepala, muntah, meningitis aseptik Darah, cairan
serebrospinal urin Leptospirosis ikterik Fase leptospiremia dan fase imun ( sering menjadi satu atau tumpang tindih ) Demam, nyeri
kepala, mialgia , ikterik, gagal ginjal, hipotensi, manifestasi perdarahan, pneumonitis hemorrhagik, leukositosis Darh, cairan
cerebrospinal (mgg. I) Urin (mgg II) *antara fase leptospirosis dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari) suber :
Gasem MH, 2003 Topenic purpura, kolesistitis akut, stenosis aorta, artritis reaktif, eritema nodosum, epidimitis, arterial cerebral

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

yang mirip penyakit moyamoya dan sindroma guillin-barre Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin
disebabkan karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinik yang berbeda dengan orang dewasa. Pada kasus yang berat
dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai penyakit kawasaki, dengan perdarahan paru. Manifestasi klinik pada kasus
ringan adalah demam dan gastroenteritis. B. Diagnosis klinik dan diagnosis Banding Langkah untuk menegakkan diagnosis
dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinik leptospirosis di berbagai rumah sakit

tidak sama, tergantung dari jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-lain.] a. Anamnesis Pada
anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologi penderita harus jelas karena berhubungan dengan
lingkungan pasien. Identitas pasien ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis. Daftar tilik
Manifestasi klinik Pekerjaan Kontak dengan air Kontak dengan hewan o Conjunctival suffision o Sakit kepala o Mialgia (paha dan
betis ) o Demam o Anoreksia o Malaise o Muntah o Diare o Gejala mirip influensa o Abnormalitas fungsi hati o Ikterik o
Hemoptesis o Gagal hati o Gagal ginjal o Meningitis o Ruam kulit o Tanpa gejala o Meninggal o Diare o Lain-lain o Petani (padi/
tebu/ kelapa sawit) o Peternak o Pekerja lapangan : - Dengan hewan - Tambak ikan - Rumah potong hewan - Tukang daging o
Kontak dengan air dalam 3 minggu terakhir o Dokter hewan o Tenaga medis o Prajurit o Pemulung o Lainnya (jelaskan) o Olahraga
air - Berenang - Kano/ perahu - Arung jeram o Memancing di air tawar o Kontaminasi lain: o Kontak langsung - Sapi - Babi Domba - Bebek - Anjing - Kucing - Tikus - cecurut o kontak tidak langsung - Lingkungan tercemar urin hewan sda Biasa yang
mudah terjadi pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif di lapangan. Tempat tinggal dari alamar dapat diketahui
apakah tempat tinggal termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air maupun
lingkungan kumuh. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim hujan lebih-lebih karena dengan adanya banjir
Keluhan ? keluhan khas yang dapat ditemukan yaitu demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual,, muntah, nafsu
makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit hebat terutama di daerah betis. b. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik menonjol yaitu ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjunctiva suffision. Conjunctiva suffision dan mialgia
merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan. Conjunctiva suffision bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke 3
selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan conjunctiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan
injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak. Mialgia dapat sangat hebat,pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri
hebat dan hiperestesi kulit. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal,

hipotensi, ronki paru dan adanya difus hemoragi. Diastesis hemoragi timbul akibat proses vaskulitis, difus di kapiler disertai
hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan seing ditemukan pada leptospirosis ikterik
dan manifestasi dan ruam kulit. Ruam kulit berwujud eritema makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun
setempat pada badan tulang kering atau tempat lain. c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium untuk leptospirosis
dilakukan juga : i. Pemeriksaan laboratorium umum ii. pemeriksaan laboratorium khusus 1) Pemeriksaan laboratorium umum
Pemeriksaan laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk menentukan diagnosis leptospirosis. Termasuk pemeriksaan
laboratorium umum yaitu : a. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal, atau menurun, hitung
jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000/mm3 pada keadaan ikterik. Morfologi
darah terpi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri. Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan
masa pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada
sebagian kecil pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin k. Trombositopenia ringan 80.000/mm3 sampai 150.000/mm3. laju
endap darah meningi dan pada kasus berat ditemua anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium
lanjut perjalanan penyakit. b. Pemeriksaan fungsi ginjal Pada pemeriksaan urin, terdapat albuminuria dan peningkatan silinder (
hialin, granular ataupun selular ) pada fase dini, kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinemia
yang dapat mencapai 1g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar dapat dipakai sebagai salah satu
faktor prognosis, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosisnya. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dl. Proses perjalanan
penyakit gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi amat total. Gangguan ginjal pada pasien
penyakit weil ditemukan proteinuria serta azotemia dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut, oliguria, produksi urin kurang dari
600 ml/hari, terjadi akibat hidrasi, hipotensi. c. Pemeriksaan fungsi hati Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada
gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk mening. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum

transaminase ( serum oxalaacetic transaminase=SGOT fan tidak pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2-3 kali nilai normal.
Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot
menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai
nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase. d. Pemeriksaan laboratorium

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

khusus Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira dapat secara langsung dengan mencari
kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji
serologis. Pemeriksaan langsung meliputi kultur , mikroskopik, inokulasi hewan (immuno) staining dan reaksi polimerase berantai.
Pemeriksaan langsung dengan isolasi kuman leptospira patogen merupakan diagnosis pasti leptospirosis. Sedangkan interpretasi
pemeriksaan tidak langsung harus dikorelasi dengan gejala klinik dan data epidemiologi seperti riwayat pajanan dan faktor resiko
lain. Tabel jenis uji serologi Microscopic agglutination test (MAT) Makroscopis slide agglutination test ( MSAT) Uji carik celup : Lepto Dipstick - LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked imunosorbent assay (ELISA) Aglutinasi lateks kering ( LeptoTek Dri_Dot)
Microcapsule agglutination test Indirek flourescent antibody test (IFAT) Patoc slide agglutination test (PSAT) Indirect
haemogglutination test (IHA) Sensitized erythrocyt lysis test (SEL) Uji aglutinasi lateks Counterimmanelectrophoresis (CLE)
Complikasi fixation test (CFT) Sumber: WHO, 2003 Berbagai uji serologi dapat dilihat pada tabel Microscopik Agglutination Test (
MAT ) MAT adalah pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopis untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi yang terdiri dari Ig M atau
IgG. Prinsip uji MAT adalah serum diencerkan secara serial kemudian dicampur dengan kuman leptospira hidup. Pada suhu dan
waktu tertentu. Dan dengan mikroskop lapang gelap dicari aglutinasi 50% sebagi end point titre. MAT merupakan baku emas
pemeriksaan serologi kuman leptospira dan sampai saat ini belum ada uji lain yang lebih spesifik. Uji MAT bertujuan untuk
mengidentifikasi jenis serovar pada manusia dan hewan, diperlukan panel suspensi kuman leptospira hidup dan mencakup semia
jenis serovar. Sampel untuk pemeriksaan MAT sebaiknya diambil secara serialdengan rentang waktu 1-2 minggu dan sampel
pertama diambil saat pasien datang berobat. Pemeriksaan sampel harus dilakukan di laboratorium yang sama oleh pemeriksa yang
sama pula.dan sisa spesimen peratama diperiksa lagi bersama spesimen yang kedua. Macroscopis Slide Aggultination Test (MSAT)
Prinsip uji MSAT samas dengan MAT namun secara makroskopis di atas kaca objek. Hasil reaksi yang dinilai secara semi
kuantitatif dengan mata telanjang. Interpretasi hasil sama dengan MAT. Uji MSAT kurang spesifik dibandingkan dengan MAT. Uji
Linked Immunosurbent Assay ( ELISA, EIA) Uji ELISA sering dipakai dan dapat dilakukan dengan reagen komersial maupun
antigen yang dibuat sendiri. Uji ini memakai suatu antigen yang bersifat spesifik pada genus dapat mendeteksi antibodi dikelas IgM
dan IgG. Keuntungan uji ELISA ini untuk mengetahui jenis antibodi apakah IgM atau IgG. Antibodi IgM merupakan prediksi
leptospirosis sebagai infeksi akut. Dan IgG merupakan untuk infeksi terdahulu. Meskipun demikian perlu diingat bahwa IgM kadang
dapat menetap selama beberapa tahun. Diagnosis banding Leptospirosis anikterik Influensa, demam dengue dan demam berdarah
dengue, infeksi virus hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis, meningitis, aseptik dan penyakit
demam enterik lain, fever of unknow origin (FUO), serokonversi HIV primer, penyakit legioner, toksoplasma, mononukleosis
infeksiosa, faringitis dan infeksi virus lain. Leptospirosis ikterik : malaria falcifarum berat, hepatitis virus, demam tifus, dengan
komplikasi ganda, hemorhagic fever with renal falilure demam berdarah virus lainnya dengan komplikasi. THERAPI Kuman
leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika terkenali vankomisin, rifampisin dan metronidazole. Pasien azotemia prarenal
dilakukan rehidrasi dan pemantauan fungsi ginjal sedangkan pasien gagal ginjal segera lakukan dialisis peritoneal. Pemantauan
fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap. Dengan mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan supportif.
Prinsip umum dengan terapi suportif dan simptomatik meliputi pemberian analgetik untuk rasa sakit. Bila perlu diberikan analgesik
kuat seperti morfin atau petidin. Nyeri kepala hebat dapat dihilangkan dengan pungsi lumbal. Pada pasien yang gelisah diberikan
penenang. Anemia berat diperbaiki dengan tranfusi darah. Keseimbangan cairan dan elektrolit akibat diare dan muntah-muntah,
memerlukan penanganan secara intensif infus. Pada pasien gagal ginjal dan gangguan fungsi hati berat, memerlukan terapi suportif
intensif. Terapi leptospirosis ringan. 1. Pemberian antipiretik , teruatama apabila demamnya melebihi 38 0 c 2. pemberian
antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis rngan diberikan terapi : o Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari,
selama 7 hari. Pada anak diatas 8 tahun; 2 mg/kg/hari. (maksimal 100 mg) atau o Ampicilin 500-750 mg yang diberikan 4 kali sehari
oral atau o Amoxicillin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral Pemberian antibiotik tersebut dapat mengurangi masa demam,
komplikasi ginjal / hati. Hal yang penting dan perlu diketahui as waktu pemberiannya. Pemberian antibiotik antikuman leptospira
yang paling tepat pada fase leptospiremia, yang diperkirakan pada minggu-minggu pertama infeksi. Antibiotik diberikan tanpa
menunggu hasil laboratorium. Pada leptospirosis ringan yang belum ada komplikasi perlu dilakukan pirasi pemantuaan tekanan
darah, suhu, denyut nadi dan respirasi secara berkala tiap jam atau empat jam. Seseuai dengan kondisi klinik pasien disertai dengan
pencatatan produksi urin. Terapi leptospirosis berat. 1. Antipiretik 2. nutrisi dan cairan pemberian nutrisi perlu diperhatikan. Karena
nafsu makan pasien menurun. Sehingga asupan nutrisi kurang. Pemberian nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan kalori sehingga
tidak membebani fungsi hati dan ginjal yang menurun. Kalori diberikan denganmempertimbangkan keseimbangan nitrogen dengan
perhitungan : berat badan 0-10 kg : 100 kalori/ kgBB/ hari berat badan 20-30 kg : ditambahkan 50 kalori/ kgBB/ hari berat badan
30-40 kg : ditambahkan 25 kalori/ kgBB/ hari berat badan 40-50 kg : ditambahkan 10 kalori/ kgBB/ hari berat badan 50-60 kg :
ditambahkan 5 kalori/ kgBB/ hari Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis protein. Protein

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

yang mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2-0,5 gram/kgbb/ hari. Pemberian kalium dibatasi sampai
40mEq/hari, karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia. Kadar natrium tidak boleh terlalu tinggi pada fase oliguria, maksimal
0,5 gram/hari. Pada fase oliguria pemberian cairan dibatasi. Hindari pemberian cairan terlalu banyak, karena akan membebani kerja
hati dan ginjal. Misalnya infus ringer laktat yang akan membebani kerja hati. Pemberian cairan harus memadai dan tidak berlebihan
sehingga perlu dilakukan pemantauan keseimbangan cairan secara tepat. Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan,
diberi makanan secara parenteral. (sekarang sudah tersedia kemasan cairan infus yang praktis dan cukup mengandung nutrisinya.) 3.
pemberian anti biotik Prokain penisilina 6-8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intra muskuler o Ampicilina 1 gram yang
diberikan 4 kali sehari intravena atau o Antibiotik pada anak: o Prokain penisilin 50.000 IU/kg BB sehari intramuskular 2 juta IU
sehari yang diberikan 4kali sehari intramuskular atau o Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/KbBB: maksimal 100 mg sehari yang
diberikan per oral.
o Penelitian terakhir secara in vito menunjukkan bahwa antibiotik golongan fluoroquiolone dan beta laktam (sefalosporin,
ceftriaxone) lebih baik diberikan dibandingkan dengan konvensional tersebut diatas, meskipun masih perlu dibuktikan
keunggulannya secara invito tersebut.
Reaksi jarisch-herxheimer pada pemberian penisilin kadang timbul, misalnya reaksi demam akut antara 37,8-38,4 0 c, sakit kepala
disertai mialgia dan hipotensi. Reaksi umumnya timbul dalam waktu 4-5 jam setelah pemberian penisillin intravena.mekanisme
terjadinya reaksi belum sepenuhnya jelas. Diduga lisisnya kuman leptospira oleh karena antibiotik akan melepaskan toksin yang
menginduksi sitoksin. Penatalaksanaan reaksi jerisch ?herxheimer hanya supportif dan simtomatik, reaksi bersifat sementara
danberkurang dalam waktu 24 jam berikutnya.
Leptospirosis dengan kegagalan ginjal / ginjal akut yang merupakan salah saru komplikasi berat leptospirosis,pada ginjal ditemukan
nekrosis tubular akut. Terjadi nekrosis tubular akut dapat diketahui dengan :
- Kadar natrium urin > 40mEq/L
- Rasio kreatinin urin dan plasma < 20 - index gagal ginjal > 1 (index gagal ginjal = kadar nartrium urin X kadar kreatinin plasma/
kadar natrium urin. )
kegagalan ginjal akut pada leptospirosis dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu :
- Type oliguria
- Tipe non oliguria
Tipe oliguria mempunyai prognosis yang jelek, terutama bila fase oliguria berlangsung lama, kurang respon pada pemberian
diuretik, rasio ureum urin: darah meningkat dan kadar ureum/ kratinin darah tetap tinggi.
Perlu pemantauan karena akan timbul hiperkalemia dalam kurun waktu 48 jam pertama sakit. Dan mendahului uremia.
Lamanya fase oliguria dan kecepatan katabolisme protein merupakan faktor penentu untuk melakukan dialisis. Dialisis dilakukan
pada fase penentu untuk melakukan dialisis. Dialisis dilakukan pada fase oliguria yang lama. Perlu pemantuaan yang baik tanpa
kedua keadaan diatas,tidak perlu dilakukan dialisis.
4. pengobatan terhadap infeksi sekunder
pasien leptospirosis sangat rentan terhadap infeksi sekunder sebagai komplikasi penyakit sendiri atau akibat tindakan medik yang
dilakukan antara lain: brpn, infeksi saluran kemih, peritonitis (komplikasi dalam dialisis peritoneal) dan sepsis
dilaporkan kelainan paru dalam leptospirosis sebesar 20-70 %.
Pengobatan disesuaikan dengan jenis komplikasi yang terjadi.
Pasien leptospirosis dengan sepsis/syok septikemia mempunyai angka kematian yang tinggi.
5. penanganan khusus
a. Hiperkalemia
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac arrest. Sebagai tindakan darurat dapat diberikan
garam kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 U reguler insulin dalam infus dekstrosa 40%)
b. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3X kg BB x defisit HC03 plasma dalam mEq/L)
c. Hipertensi perlu diberikan anti hipertensi
d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
e. Kejang dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia. Hipertensi ensefalopati dan karena uremia. Kausa primer diatasi,
dipertahankan oksigenasi/ sirkulasi ke otak dan diberi obat anti konvulsi.
f. Perdarahan diatasi dengan transfusi
Perdarahan merupakan komplikasi serius leptospirosis dan terjadi akibat penumpukan bahan toksik dan trombositopati. Manifestasi
perdarahan bervariasi dari ringan sampai berat. Perdarahan dapat terjadi saat melakukan dialisis peritoneal.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

Gambar bagan tatalaksana leptospirosis
Sumber adaptasi dari : Gasem MH, 2003
BAB IV
PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira dpat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi :
1. Intervensi sumber infeksi
2. intervensi pada jalur penularan.
3. intervensi pada pejamu manusia.
Intervensi sumber infeksi:
- Memberikan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi ( sapi/ babi/ kambing dll)
- Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi seperti penisilin, ampisilin, atau dihydrostreptomicin, agar tidak menjadi karier
kuman leptospira. Dosis dan cara pembrian berbeda-beda. Tergantung pada jenis hewan yang terinfeksi.
- Mengurangi populasi tikus denga beberapa cara seperti panggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rodentisida dan
predator roden.
- Menidakan akses tikus ke pemukiman, makanan dan air minum denga membangun gudang penyimpanan hasil pertanian sumber
penampungan air dan pekarangan yang kedap tikus. Dan dengan membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus
- Mencegah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan memelihara lingkungan yang bersih, membuang sampah
memangkas rumput dan semak belukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan kamar
mandi yang baik dan menyediakan air minum yang bersih.
- Melakukan vaksinasi hewan termasuk ternak dan hewan peliharaan
- Membuang kotoran hewan peliharaan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian
desinfektan , dibakar dll
INTERVENSI PADA JALUR PENULARAN
Penularan dapat dicegah dengan :
- Memakai pelindung kerja (sepatu lars, sarung tangan,pelindung mata, apron, masker)
- Mencuci luka dengan cairan antiseptik dan ditutup dengan plester kedap air
- Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin, tanah, dan air yang terkontaminasi
- Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metoda untuk mencegah atau mengurangi pajanan. Misal dengan
mewaspadai percikan urin atau aerosol. Tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta,organ (ginjal, kandung kemih) dengan
tangan telanjang dan jangan menolong persalinan hewan dengan tangan telanjang.
- Mengenakan sarung tangan melakukan tindakan higienik saat kontak engan urin hewan , cuci setelah selesai dan waspada terhadap
kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
- Melakukan sanitasi air minum penduduk dengan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan klorinasi untuk mencegah invasi
kuman leptospira
- Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk / bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman
leptospira berkurang.
- Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genangan air dan sungai yang relah atau diduga terkontaminasi
kuman leptospira
- Mekanisme pekerjaan dengan reisiko terpajan tinggi seperti menanam padi dan menebang tebu.
- Manajemen ternak yang baik (hindari menggembalakan ternak ditemoat umum, membeli ternak dengan sertifikasi bebas kuman
leptospira
- Menerapkan prosedur kewaaspadaan standar di laboratorium dan bangsal perawatan (merujuk pada buku pedoman lankah-langkah
kewaspadaan standar untuk pencegahan infeksi yang telah disusun oleh departemen kesehatan.
BAB V
KESIMPULAN
Dalam upaya promotif untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara ?cara edukasi.lep merupakan zoonosis klasik pada
hewan, sebagai sumber infeksi utama, dengan jenis serovar dan cara penularan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya,
oleh karena itu setiap program edukasi harus melibatkan profesi kesehatan, dokter hewab dan kelompok lembaga sosial masyarakat
yang terlibat. Edukasi dengan tenaga kesehatan maupun masyarakat umum, mengenai perkembangan terbaru leptospirosis
didaerahnya. Harus selalu diberikan melelui penyuluhan dengan tatap muka langsung, seminar dirumah sakit, maupun secara tidak

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/8 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:51:13 2017 / +0000 GMT

langsung melalui selebaran masmedia dan media elektronik. Upaya agar leptospirosis tidak dilupakan oleh para klinikus akan
meningkat identifikasi kasus. Pendidikan masyarakat luas sangat berperan untuk mengidentifikasi faktor resiko, pencegahan
penyakit , mengurangi lama masa sakit dan tingkat keparahan penyakit, melalui pengenalan gejala leptospirosis dan kesadaran untuk
segera berobat.
Berbagai cara edukasi yang dapat dipakai yaitu:
- memberikan selebaran ke kllinik kesehatan, departemen pertanian, institusi militer dan lain-lain. Didalamnya diuraikan mengenai
penyakit leptospirosis, kriteria menegakkan diagnosis terapi dan cara pajanan.dicantumkan pula nomor telpon yang dapat dihubungi
untuk informasi lebih lanjut
- melakukan penyebaran informasi pengendalian wabah
bila menjadi wabah seperti banjir atau angin topan , sesegera mungkin diinformasikan kepada dokter dan masyarakat mengenai
situasi dilapangan dan cara pencegahan penyakit. Informasi diberikan dalam bentuk publikasi dan selebaran, agar dokter dapat
mengenali suatu penyakit demam, yang mungkin disebabkan oleh leptospirosis dan memberikan terapi yang tepat. Selain itu melalui
publikasi dimedia cetak dan elektronik, serta selebaran di lokasi wabah, masyarakat diberi penyuluhan mengenali gejala
leptospirosis, resiko pejanan dan segera datang ke sarana kesehatan karena penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik. Diberikan
juga mengenai cara pencegahan, misalnya : mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan seperti mencuci atau
berendam di air yang mungkin terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah
Sakit, Departemen kesehatan RI, 2003
Leptospira, available from URL: http://www.infeksi.com

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/8 |