Perbandingan Derajat Hiperemis Pascabedah Pterigium Infsi antara Teknik Lem Fibrin Otologus dan Teknik Jahitan | Rifada | Majalah Kedokteran Bandung 148 566 1 PB

Perbandingan Derajat Hiperemis Pascabedah Pterigium Inlamasi antara
Teknik Lem Fibrin Otologus dan Teknik Jahitan
1

Maula Rifada,1 Loekman Prawirakoesoema,1 Nadjwa Zamalek Dalimoenthe,2 Sutarya Enus1
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Mata
Cicendo Bandung 2Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak
Tandur konjungtiva bulbi merupakan baku emas pada pembedahan pterigium yang secara umum metode
penempelannya dengan menggunakan jahitan, namun memiliki beberapa kekurangan, di antaranya waktu
pembedahan cukup lama, menimbulkan reaksi inlamasi, dan kemungkinan komplikasi. Saat ini dikembangkan
penggunaan lem ibrin untuk penempelan tandur konjungtiva bulbi sebagai alternatif prosedur pengganti jahitan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat hiperemis pascabedah pterigium inlamasi antara teknik lem
ibrin otologus (LFO) dan teknik jahitan. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal yang
dilaksanakan di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung dari bulan Oktoberāˆ’Desember 2010.
Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok secara acak dan hasilnya terdapat 12 penderita kelompok LFO
dan 14 penderita kelompok jahitan. Pemantauan dilakukan pada minggu pertama, kedua, dan keempat pascabedah
serta dilakukan pengambilan foto lampu celah biomikroskop digital. Benang jahitan disamarkan menggunakan
perangkat lunak penyunting foto dan satu orang pengamat menilai secara objektif derajat hiperemis pada foto

digital. Analisis statistik dilakukan menggunakan Uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
derajat hiperemis secara bermakna lebih kecil pada minggu pertama, kedua, dan keempat pada kelompok teknik
LFO (derajat hiperemis 2,5; 2; dan 1,5) dibandingkan dengan kelompok teknik jahitan (derajat hiperemis 4; 3; dan
2) (p

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN KEKUATAN JAHITAN TENDON DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK TSUGE MODIFIKASI DAN KESSLER MODIFIKASI PADA TENDON AYAM.

0 1 1

Teknik Lem Fibrin Otologus pada Cangkok Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci - Bulbar Conjunctival Graft Using an Autologous Fibrin Glue in Rabbit Eyes.

0 3 5

Peran Lem Fibrin Otologus pada Penempelan Tandur Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci terhadap Ekspresi Gen Fibronektin dan Integrin | Enus | Majalah Kedokteran Bandung 67 256 1 PB

0 0 6

Hubungan Kadar Seng Plasma dengan Derajat Penyakit Pneumonia | Winarni | Majalah Kedokteran Bandung 177 579 1 PB

0 0 5

Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka | Hapsari | Majalah Kedokteran Bandung 204 637 1 PB

0 2 6

Efek Probiotik terhadap Mortalitas, Derajat Infsi Intestinal, dan Kadar IgA pada Mencit Model Sepsis | Indrayanto | Majalah Kedokteran Bandung 95 339 1 PB

0 0 6

Ekstrak Etanol Propolis Isolat Menurunkan Derajat Infsi dan Kadar Malondialdehid pada Serum Tikus Model Sepsis | Prasetyo | Majalah Kedokteran Bandung 146 564 1 PB

0 1 6

Albumin Telur Sebagai Lem pada Operasi Cangkok Konjungtiva | Kartiwa | Majalah Kedokteran Bandung 925 3360 1 PB

0 0 8

Serum Otologus dan human Epidermal Growth Factor (hEGF) Mempercepat Proliferasi dan Migrasi Keratinosit pada Proses Re-Epitelisasi | Sari Agung | Majalah Kedokteran Bandung 911 3354 1 PB

0 0 6

Perbandingan tingkat kebocoran mikro resin komposit bulk-filldengan teknik penumpatan oblique incremental dan bulk | Permana | Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 11668 53860 1 PB

0 0 6