KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor 449Kpts II1999

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Nomor : 449/Kpts-II/1999
TENTANG
PENGELOLAAN BURUNG WALET (Collocalia) DI HABITAT ALAMI (IN-SITU) DAN
HABITAT BUATAN (EX-SITU)
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
Menimbang :
a. bahwa burung walet (Collocalia) merupakan salah satu satwa liar yang dapat
dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat;
b. bahwa untuk menjamin kelestarian populasi dan jenis serta pemanfaatannya, maka perlu
adanya pengaturan dalam pengelolaannya;
c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk
menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Pengelolaan Burung
Walet (Collocalia) di Habitat Alami (In-Situ) dan Habitat Buatan (Ex-Situ).
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997;
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999;
10. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;
11. Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998;
12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 62/Kpts-II/1998;
13. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 138/Kpts-II/1999;
14. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 245/Kpts-II/1999.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG
PENGELOLAAN BURUNG WALET (Collocalia) DI HABITAT ALAMI (IN-SITU)
DAN HABITAT BUATAN (EX-SITU).

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Burung Walet adalah satwa liar yang tidak dilindungi, yang termasuk dalam marga
Collocalia.

2. Pengelolaan Burung Walet adalah upaya pembinaan habitat dan populasi serta
pemanfaatan burung walet di habitat alami maupun habitat buatan.
3. Habitat Alami (In-Situ) Burung Walet adalah goa-goa alam, tebing/lereng bukit yang
curam beserta lingkungannya sebagai tempat burung walet hidup dan berkembang biak
secara alami, baik yang berada dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
4. Habitat Buatan (Ex-Situ) Burung Walet adalah bangunan sebagai tempat burung walet
hidup dan berkembang biak.
5. Sarang Burung Walet adalah hasil produksi burung walet yang berfungsi sebagai tempat
untuk bersarang dan bertelur serta menetaskan anakan burung walet.
6. Pemanfaatan burung walet adalah suatu kegiatan pengelolaan burung walet dalam rangka
memanfaatkan sarang burung walet.
7. Pengusahaan Burung Walet adalah bentuk kegiatan pengambilan sarang burung walet di
habitat alaminya yang dilaksanakan oleh pihak ketiga sebagai salah satu bentuk kegiatan
pemanfaatan, pembinaan dan pengendalian habitat serta populasi burung walet di habitat
alaminya.
8. Panen Rampasan adalah sistem pemanenan sarang burung walet yang dilakukan pada
saat sarang burung walet sempurna dibuat dan belum berisi telur.
9. Panen Tetasan adalah sistem pemanenan sarang burung walet yang dilakukan setelah
anakan burung walet menetas dan sudah bisa terbang serta dapat mencari makan sendiri.
Pasal 2

Pengelolaan burung walet bertujuan untuk :
a. Menjaga dan melindungi kelestarian burung walet baik di habitat alami maupun habitat
buatan dari bahaya kepunahan.
b. Meningkatkan produksi sarang burung walet dalam upaya pemanfaatan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat.
BAB II
PEMBINAAN HABITAT DAN POPULASI
Pasal 3
(1) Pembinaan habitat burung walet dilakukan dalam bentuk kegiatan pengamanan habitat
burung walet dari gangguan hewan, hama dan penyakit serta manusia.

(2) Pengamanan sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk habitat alami dilaksanakan dengan tidak
mengubah bentuk fungsi habitat alami burung walet dan dengan tetap menjaga estetika dan
keasliannya.
(3) Pengamanan sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk habitat buatan dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan keseimbangan lingkungan (ekosistemnya).
Pasal 4
(1) Pemanenan sarang burung walet dapat dilakukan dalam rangka pembinaan populasi.
(2) Pemanenan sarang burung walet sebagaimana dimaksu dalam ayat (1) dilakukan dengan cara
panen tetasan dan panen rampasan dengan tetap memperhatikan kelestariannya.
(3) Pemanenan sarang burung walet hanya dilakukan pada waktu siang hari antara pukul 09.00

s/d 16.00 waktu setempat.
Pasal 5
(1) Pemanenan sarang burung walet dengan cara panen tetasan wajib dilakukan minimal satu
kali dalam satu tahun.
(2) Pemanenan sarang burung walet dengan cara panen rampasan dapat dilakukan tiga kali
dalam satu tahun.
BAB III
PEMANFAATAN BURUNG WALET
Pasal 6
(1) Pemanfaatan burung walet dapat dilakukan :
a. habitat alami (in-situ), dan
b. habitat buatan (ex-situ).
(2) Pemanfaatan burung walet di habitat alami (in-situ) dapat dilakukan dalam hutan produksi
dan hutan lindung.
(3) Pemanfaatan burungwalet dapat dilakukan oleh Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, dan
Swasta.
(4) Jangka waktu izin pemanfaatan burung walet oleh Koperasi, Badan Usaha Milik Negara dan
Swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) selama 10 tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 7


(1) Izin pemanfaatan burung walet di habitat alami (in-situ) dalam hutan produksi dan hutan
lindung diberikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam.
(2) Ketentuan mengenai tata cara permohonan dan pemberian izin pemanfaatan burung walet
sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan
Konservasi Alam.
Pasal 8
(1) Izin pemanfaatan burungwalet di habitat alami dan di habitat buatan di luar kawasan hutan
diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II setempat.
(2) Ketentuan menenai tata cara permohonan dan pemberian izin pemanfaatan burungwalet
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II
setempat.
Pasal 9
(1) Pemegang izin pemanfaatan burung walet berhak untuk memungut/ memanen srang burung
walet dan memanfaatkannya.
(2) Pemegang izin pemanfaatan burung walet wajib :
a. Melaksanakan pembinaan habitat dan populasi burung walet.
b. Membuat dan menyampaikan laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Balai
KSDA/ Sub Balai KSDA dengan tembusan kepada Dijen PKA, Kakanwil Dephutbun
setempat dan Bupati KDH TK. II setempat.
c. Menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10
(1) Setiap pemanenan sarang burung walet wajib dicatat dan dilaporkan secara tertulis kepada
Kepala Sub Seksi atau Resort KSDA setempat dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup tentang waktu, kondisi
lingkungan dan jumlah sarang burung walet yang diambil dan dibuat sesuai format model A dan
B terlampir.
(3) Ketentuan tentang pelanggaran terhadap kewajiban pencatatan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
BAB IV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 11

(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan teknis pengelolaan burung walet dilakukan
oleh Sub Seksi dan Resort KSDA setempat.
(2) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
terhadap kegiatan teknis pengelolaan di habitat alami dan habitat buatan.
(3) Hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2)
dilaporkan secara periodik setiap triwulan dan tahunan kepada Kepala balai KSDA/Unit KSDA.
BAB V
PENUTUP

Pasal 12
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 17 Juni 1999
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
ttd.
Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd.
YB. WIDODO SUTOYO, SH, MM, MBA
NIP. 080023934
Salinan Keputusan ini
Disampaikan kepada Yth. :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.
 

Para Menteri Kabinet Pembangunan Reformasi
Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Daerah
Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi seluruh Indonesia
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi seluruh
Indonesia
Kepala Dinas Kehutanan Propinsi seluruh Indonesia
Bupati Kepala Daerah Tingkat II seluruh Indonesia
Kepala Balai Taman Nasional/Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
seluruh Indonesia
Kepala Unit Taman Nasional/Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
seluruh Indonesia