INNOVATIVE LEADERSHIP AND POLICY CHANGE: Pelajaran dari Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur.

INNOVATIVE LEADERSHIP AND POLICY CHANGE: Pelajaran dari Pemerintah Kota
Surabaya, Jawa Timur
Falih Suaedi
Departemen Ilmu Administrasi FISIP Unair
Jalan Airlangga 4-6 Surabaya, Fax (031)5012442, Tilp.(031)5034015
Email: suaedifalih@yahoo.com
Otonomi daerah telah digulirkan sejak tahun 2001. Dengan otonomi daerah tersebut,
perkembangan daerah akan sangat tergantung pada masyarakat daerah tersebut yang dipimpin
oleh kepala daerah –yang dipilih secara langsung--.Sebagai pemimpin di daerah, Walikota
tersebut bertindak sebagai manajer publik yang mempunyai kekuasaan mengalokasikan dan
mendistrubusikan resources.
Namun dalam kenyataannya sampai saat ini, banyak daerah yang kinerja pembangunannya
kurang bagus sebaliknya hanya sedikit daerah yang menonjol dalam kinerja pembangunannya.
Hal demikian disebabkan karena manajer publik-nya kurang inovatif, disamping factor
kapabilitas individual, factor politik juga mempengaruhi –karena dia diusung oleh parpol--.
Merujuk pada Lyons, innovative leadership adalah individu yang mampu dan tahu bagaimana
menjemput ide-ide baru untuk mewujudkan efektivitas dalam setiap gerak organisasinya.
Sebagai agen perubahan, dalam perspektifnya Eko Prasodjo, dia mampu paling tidak melakukan
restrukturisasi, reengineering proses, pembenahan pada sumberdaya manusia, dan menciptakan
relasi yang baru antara pemerintah dan masyarakat. Namun hanya sedikit kepala daerah yang
mampu melakukannya dan berhasil mengangkat kinerja pemerintahan, salah satunya adalah

Walikota Surabaya.
Keberhasilan Walikota Surabaya sebagai pemimpin yang inovatif, disamping karena kemampuan
individu yang bersangkutan juga dipengaruhi dukungan publik yang kuat serta berani
berargumentasi dengan DPRD. Tingkat innovasi yang paling strategis adalah mampu dan mau
mengubah policy menjadi lebih baik yang diekspresikan dengan mewujudkan system yang lebih
competitive dan memihak pada publik. Dalam perspektifnya Schein, bisa melalui mekanis
primer dan sekunder, atau melakukan process reengineering ala Champy dan bahkan Armajani
mengingatkan untuk membangun system yang baik agar terhindar dari lima mitos pembaharuan
pemerintahan. Sebenarnya, mampu dan mau mengubah policy saja tidak cukup bila dilakukan
secara parsial namun harus sistemik. Pemerintah Kota Surabaya mampu mensinergikan hal
tersebut.
Kata Kunci: innovative leadership, policy change, public manager

PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, mulai dari masa Orde Baru hingga saat ini
telah menghasilkan tujuh produk hukum yang berkenaan dengannya yaitu Undang-Undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Hal demikian menunjukkan adanya dinamika yang tinggi atas formulasi,
implementasi dan evaluasi atas kebijakan tersebut.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bisa dipastikan bahwa semakin lama ruang Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri semakin lebar jika dibandingkan dengan era orde baru. Memang ruang yang
semakin lebar tersebut belumlah cukup untuk memberi makna bahwa “semakin otonomi daerah
itu akan semakin sejahtera masyarakatnya”. Pengalaman system sentralisasi seakan memasung
potensi yang seharusnya tumbuh dan berkembang di masyarakat daerah seiring dengan
keberhasilan pembangunan di daerah itu. Justru yang muncul adalah terjadinya “budaya
ketergantungan” daerah terhadap Pusat. Tidak mengherankan, begitu ruang daerah diperluas
maka yang terjadi adalah ekses negatifnya yang lebih menonjol. Misalnya, Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang
kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi (JPNN.com., 15

Pebruari 2014), selain itu adanya kendala-kendala : mindset atau mentalitas aparat birokrasi yang
belum berubah; hubungan antara institusi pusat dengan daerah; sumber daya manusia yang terbatas;
pertarungan kepentingan yang berorientasi pada perebutan kekuasaan, penguasaan aset dan adanya
semacam gejala powershift syndrom yang menghinggapi aparat pemerintah; dan keinginan pemerintah
untuk menjadikan desa sebagai unit politik di samping unit sosial budaya dimana desa (Chalid, 2005).
Nuansa buram dan muram di era otonomi tersebut ternyata tidak bisa digeneralisasi. Praktik
otonomi daerah juga memberikan setitik harapan di beberapa tempat artinya ada beberapa daerah yang
justru berkinerja baik, patut dijadikan good practices dan best practices. Ada penobatan 19 kepala

daerah yang berprestasi dan inovatif versi Koran Sindo (Koran Sindo, Desember 2014),
Kemendagri memberi penghargaan pada 10 kepala daerah berprestasi pada tahun 2015, Presiden
memberikan penghargaan pada 23 kepala daerah berprestasi pada hari Otonomi Daerah Tahun
2015 (Kompas, 2015). Dari sekian banyak kepala daerah yang berprestasi konsisten adalah Tri
Risma Harini Walikota Surabaya, dengan segala keberhasilannya dan tentu saja tidak terlepas dari
segala kekurangannya. Kota Surabaya mengalami kemajuan signifikan dibawah kepemimpinan Wali Kota
Tri Risma Harini yang telah dinobatkan sebagai walikota terbaik ke 3 dunia oleh World Mayor Prize

yang merupakan sebuah organisasi nonprofit yang bertaraf internasional Organisasi itu
mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Sementara masih ada lagi 7 prestasi


internasional yang didapatkannya yaitu: Kota Terbaik Se-Asia Pasifik versi Citynet pada tahun
2012, Penghargaan Kota Berkelanjutan ASEAN, Enviromentally Award 2012, Masuk nominasi
10 wanita paling inspiratif 2013 versi Majalah Forbes pada tahun 2013, Meraih 2 kategori
penghargaan tingkat Asia Pasifik dalam ajang FutureGov Award 2013, yakni data center melalui
Data Center Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui Broadband Learning Center
(BLC). Menyingkirkan 800 kota di Asia Pasifik., Taman Bungkul mendapatkan penghargaan
pada tahun 2013 The Asian Townscape Award dari PBB, Risma mendapatkan penghargaan
Mayor of the Month sebagai wali kota terbaik pada Februari 2014, Mendapatkan penghargaan
Socrates Award kategori Future City dari European Business Assembly (EBA) pada April 2014
(Jawa Pos, berbagai terbitan).
Lebih spesifik lagi di Jawa Timur, ada daerah yang pernah dinobatkan sebagai daerah
dengan kantong kemiskinan paling tinggi di Jawa Timur, setelah dua periode kepemimpinan
seorang bupatinya mampu menjadi kabupaten dengan nilai investasi tertinggi di Jawa Timur.
Sebaliknya begitu dikomandani oleh figure lain, prestasinya menjadi turun. Hal demikian adalah
bukan faktor kebetulan semata. Tentu ada factor yang memberikan kontribusi yang signifikan
dalam menciptakan kinerja organisasional. Mengingat mereka itu mempunyai kewenangan yang
sama atas nama undang-undang. Dalam kajian ini berketetapan bahwa peran kepala daerah
adalah sebagai agen perubahan, namun ada yang berhasil dan ada yang gagal mengemban peran
tersebut. Aspek kepemimpinan sang kepala daerah adalah sangat menentukan dalam
mengembangkan ide, gagasan, kreatifitas dan daya inovasi dalam memanfaatkan segala

sumberdaya yang tersedia, termasuk mengelola konstelasi perpolitikan di daerahnya. Kajian ini
mencoba mendiskripsikan apa yang dilakukakan kepala daerah dan mampu memberi kontribusi
pada keberhasilan kepada daerah dalam memimpin daerahnya, khususnya di Pemerintah Kota
Surabaya sebagai studi kasus.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
“Bagaimanakah Walikota mengembangkan kepemimpinannya yang mampu memberi kontribusi
pada keberhasilan tugasnya ?
3. Landasan Konseptual
Pemimpin sebagai agen perubahan, merupakan pendapat yang mendapatkan dukungan
luas. Berbagai riset telah membuktikan hal tersebut, namun tingkat perubahan yang
dihasilkan bisa berbeda-beda. Hal demikian cukup menarik untuk ditelusuri. Pemimpin
mempunyai kewenangan yang cukup besar, namun bagaimana menggunakannya dan
untuk masalah apa serta pada waktu yang mana merupakan suatu factor yang sangat
penting. Kepemimpinan (leadership) merupakan kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Untuk itu pemimpin harus mampu bekerja dengan dan melalui orang lain
(Suaedi,2004). Definisi ini sengaja diangkat untuk menghindari kata “kewenangan” dan
lebih memihak pada kata “kemampuan” karena lebih substansial. Dalam era yang sangat
dinamik dan kompetitif ini, cara pandang lama harus mulai dihilangkan. Dalam

perspektif Ashkenas menyebutkan empat perubahan paradigm untuk menuju organisasi
yang sukses yaitu dari size ke speed, dari role clarity ke flexibility, dari specialization ke
integration dan dari control ke innovation (Ashkenas, et al.,2002). Perubahan yang cepat

memporakporandakan tatanan lama dan sekaligus menuntut perubahan cara pikir (mindset) dan bahkan menuntut adanya cultural-set yang berbeda. Salah satunya adalah cara
pikir yang inovatif, dan dalam konteks tulisan ini adalah Innovative Leadership.
Lyons mengatakan bahwa innovative leadership adalah individu yang mampu dan tahu
bagaimana menjemput ide-ide baru untuk mewujudkan efektivitas dalam setiap gerak
organisasinya (2011). Kepemimpinan inovasi melibatkan sintesis gaya kepemimpinan yang berbeda
dalam organisasi untuk mempengaruhi karyawan dalam rangka menghasilkan ide-ide kreatif atas produk,
layanan dan solusi. Peran kunci dalam praktek kepemimpinan inovasi adalah pemimpin inovasi (Gliddon,
2006)). Beberapa penelitian mendapatkan bahwa eksplorasi inovasi dan nilai tambah memerlukan gaya
dan perilaku kepemimpinan yang berbeda agar dapat dilakukan dengan sukses (Jansen, J.J.P.,et al,2009).

Agar kepemimpinan inovasi yang sukses terjadi, seorang pemimpin harus memperoleh atau
memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik ini meliputi keahlian dalam domain di tangan,
kreativitas, kemampuan untuk mengimplementasikan perilaku transformasional, perhatian dalam
menyusun perencanaan , dan kemampuan social (Mumford, M. D., Scott, G. M., Gaddis, B., &
Strange, J. M. 2002).
Sebuah model yang diusulkan untuk kepemimpinan inovasi telah menjadi model proses

multilevel inovasi yaitu model pengaruh kepemimpinan langsung dan tidak langsung pada proses
inovasi (Hunter & Cushenbery,2011) di mana pemengaruhan kepemimpinan langsung dan tidak
langsung pada proses inovasi disebutkan di bagian atas yang digunakan untuk mempromosikan
proses inovasi. Dalam model, pengaruh kepemimpinan tidak langsung mempengaruhi kreativitas
individu (fase generasi) dan kreativitas tim (tahap evaluasi) . Pengaruh kepemimpinan langsung
mempengaruhi kreativitas tim (tahap evaluasi) dan proses inovasi organisasi (tahap
implementasi). Kotak Kreativitas individu (fase generasi) dalam model merupakan proses
individu menghasilkan ide atau gagasan awal dan mengusulkan mereka untuk tim mereka. Kotak
Kreativitas tim (tahap evaluasi) mewakili proses tim mengambil gagasan, membuat perubahan
dan fine-tuning ke titik membuat prototipe, sketsa diformalkan, atau simulasi. Kotak Inovasi
organisasi (implementasi) mewakili mereka mengambil prototipe, sketsa, atau simulasi dan
pengujian, mengevaluasi, dan mungkin memproduksi secara massal.
Dua fitur kunci yang sangat penting dari model ini harus disebutkan:
1. tiga tahap inovasi (generasi ide, evaluasi, dan implementasi) tidak independen satu sama lain.
2. Tahapan dalam model tidak harus dilihat dalam " lock-step fashion," yang berarti bahwa ada
pengaruh baik pada kegiatan belakang dan ke depan yang mempengaruhi masing-masing dari
tiga tahap. Misalnya, ide-ide yang dihasilkan, dibahas, dan diuji hanya untuk memberi masukan
informasi kembali ke dalam sistem, mulai dari proses maju dan mundur panah antara kreativitas
individu dan kreativitas tim, panah maju dan mundur antara tim awal lagi kreativitas dan inovasi
organisasi, serta panah dari inovasi organisasi untuk kreativitas individu secara visual mewakili

fitur kunci ini (Finke, R. A., Ward, T. B., & Smith, S. M.,1992)

Kepemimpinan inovasi adalah kompleks, seperti dapat dilihat pada Model Hunter &
Cushenbery tersebut dan sering memunculkan paradoks yang membutuhkan keberanian
pemimpin untuk menyerang keseimbangan antara dua peran yang saling bertentangan (misalnya
mendorong ide-ide inovatif vs membatasi ide-ide inovatif untuk memasukkan hanya mereka
yang paling layak dan berguna untuk organisasi). Keseimbangan perlu dilakukan, tidak hanya
dalam perilaku memimpin, tetapi antara konflik kepentingan dari pihak lain yang terlibat juga.
Ini termasuk konflik kepentingan antara pemimpin dan karyawan / tim, antara pemimpin dan
faktor-faktor situasional / kontekstual, dan antara karyawan / tim dan organisasi. Paradoks
potensial kritis yang sering dihadapi oleh para pemimpin inovasi telah dikemukakan oleh Hunter,
Thoroughgood, Meyer, & Ligon (2011).
Bentuk pemengaruhan langsung dalam memimpin inovasi meliputi: memberikan masukan
kreatif dan ide saran kepada karyawan, menyediakan karyawan dengan tujuan yang jelas dan
konkrit, mengalokasikan sumber daya organisasi (yaitu pengeluaran riset dan pengembangan;
tenaga kerja) untuk menerapkan ide-ide. Sementara bentuk pemengaruhan tidak langsung
meliputi: membangun iklim yang mendukung untuk kreativitas dalam organisasi, bertindak
sebagai panutan bagi pemikiran inovatif, menyediakan imbalan dan pengakuan untuk karyawan

yang mempunyai pemikiran inovatif, komposisi perekrutan dan tim (yaitu menyusun tim dengan

keahlian khusus yang dibutuhkan untuk pemikiran inovatif, atau mempekerjakan karyawan
dengan kepribadian kreatif).
Metode Penelitian
Kajian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dan jenis penelitiannya adalah diskriptif. Metode
pengumpulan data adalah dengan indepth interview dan mendayagunakan dokumentasi dan
sejenisnya. Teknik penentuan informannya dengan menggunakan Purposive sampling. Jumlah
informannya adalah 10 orang dengan unsur: birokrat, masyarakat akademik, bisnis, wartawan,
LSM, mahasiswa, guru, sopir bemo.
Pembahasan
Dari hasil indepth interview dan dengan mendayagunakan dokumentasi diperoleh data-data yang
dikristalisasi sedemikian rupa sehingga bisa lebih ringka adalah sebagai berikut:
Dengan latar belakang pendidikan yang baik (lulusan arsitek ITS Surabaya) dan
mendapatkan Doctor Honoris Causa dari ITS serta ditempa oleh pengalaman di birokrasi maka
dari sisi kemampuan, sosok ini menunjukkan kemampuan bekerja secara memadai dan ditunjang
oleh kemauan yang keras untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Pengalaman di birokrasi
adalah sebagai berikut: Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Badan Perencanaan
Pembangunan Kota Surabaya (1997), Kepala Seksi Pendataan dan Penyuluhan Dinas Bangunan
Kota Surabaya (2001), Kepala Cabang Dinas Pertamanan Kota Surabaya (2001), Kepala Bagian
Bina Bangunan (2002), Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Kota Surabaya (2008), Wali Kota Surabaya (2010)
Mengubah lahan mati menjadi ruang terbuka hijau
Walikota ini berhasil mengembangkan beberapa titik lahan mati menjadi sebuah ruang terbuka
hijau di Surabaya. Sejak dipimpin Risma, kota pahlawan tersebut menjadi kota yang bersih dan
asri serta memiliki beberapa taman dengan tema yang berbeda, seperti Taman Bungkul diubah
jadi konsep all-in-one entertainment park, Taman Persahabatan, Taman Skate dan BMX,
sertaTaman Flora. Taman-taman ini juga dilengkapi berbagai fasilitas, seperti Wi-Fi,
perpustakaan, dan fasilitas olahraga. Hingga taman yang mampu menjadi resapan air untuk
mencegah banjir tak luput dari jangkauan Risma.
Risma juga membangun jalur pedestrian dengan konsep modern di sepanjang jalan
Basuki Rahmat, yang dilanjutkan ke jalan Tunjungan, Blauran dan Panglima Sudirman. Kini,

taman-taman dan jalur pedestrian hingga hutan kota menjadi tempat yang nyaman bagi warga
untuk melepas kepenatan. Tak cukup sampai di situ, Risma ibu dari dua anak ini juga menyulap
Surabaya merdeka dari sampah. Terbukti dengan kinerja yang sedemikian hebat, Kota Surabaya
berhasil meraih piala adipura tiga tahun berturut-turut 2011, 2012 dan 2013 untuk kategori kota
metropolitan.
Penutupan Gang Dolly
Ini dia salah satu kebijakan Risma yang cukup fenomenal. Bahkan mantan Menteri Sosial Salim
Segaf Al'Jufri turut mengapresiasi kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam

penutupan lokalisasi prostitusi Gang Dolly. Mantan menteri itu, menyebut Risma dengan
sebutan ‘Srikandi’.
Penutupan lokalisasi prostitusi Dolly yang sudah berusia 100 tahun ini bukan suatu persoalan
mudah karena pasti akan mendapat reaksi sosial dari masyarakat. Namun, karena ini adalah
kebijakan yang dianggap baik bagi masyarakat, maka didukung oleh semua lapisan masyarakat
khususnya warga Surabaya.
Menteri Sosial pun sangat bangga dengan kepala daerah yang berani mengambil kebijakan
penutupan lokalisasi prostitusi karena ini adalah bagian dari kecintaan kepala daerah kepada
rakyatnya. Kemensos pun memberikan bantuan secara simbolis kepada wanita harapan atau
mantan PSK Dolly dengan total Rp 8 miliar. Dana tersebut selain untuk biaya pelatihan ekonomi,
juga untuk modal usaha.
Berjuang Mengembangkan Pelabuhan di Surabaya
Sejak pertama kali menjabat sebagai Wali Kota di tahun 2010 silam, lulusan Institut Teknologi
Sepuluh November ini terus memperjuangkan pengembangan pelabuhan di Jawa Timur yang
telah tersendat sejak 20 tahun lalu.
Risma nekat mendatangi kantor Wakil Presiden untuk membicarakan pembangunan pelabuhan
Surabaya yang sudah berpuluh-puluh tahun tertunda. Hingga ia tidak mau meninggalkan
kantor tersebut (walau sudah dipersilahkan pergi) hingga saat itu juga ada kesepakatan
pembangunan.
Seminggu kemudian groundbreaking dilaksanakan dan selama Risma menjabat sebagai Wali
Kota, kini pengembangan lalu lintas pelabuhan Surabaya tersebut meningkat hingga 200 persen,
bahkan sekarang menjadi pelabuhan sangat sibuk.

Selain itu, ia juga menjalin sister city agreement dengan Antwerp Belgia, salah satu pelabuhan
terpenting Eropa, sehingga kargo-kargo tidak perlu singgah di Singapura, tetapi langsung ke
Surabaya. Sangat efisien mengurang fee perdagangan antar negara. Alhasil, Surabaya menikmati
pertumbuhan ekonomi mencapai 7,5%.
Insiden Taman Bungkul
Risma ikut bersama petugas membenahi Taman Bungkul yang mengalami kerusakan karena
insiden bagi-bagi es krim gratis pada tanggal 11 Mei 2014
Pada 11 Mei 2014, perusahaan es krim Wall's yang berada dibawah naungan PT. Unilever
Indonesia mengadakan acara bagi-bagi es krim gratis kepada masyarakat kota Surabaya. Acara
ini diadakan di Taman Bungkul. Bagi-bagi es krim gratis itu dilakukan di tengah-tengah taman.
Warga kemudian berbondong-bondong mendekati titik pembagian es krim hingga menerobos
tanaman-tanaman. Bahkan kendaraan sepeda juga menginjak tanaman-tanaman disana. Kondisi
semakin tidak terkendali, jalanan semakin macet, dan tanaman rusak parah.
Polisi & Satpol PP kemudian membubarkan acara itu sekitar pukul 10.00 WIB.Tak lama
kemudian, Risma datang ke lokasi. Ia lalu marah besar begitu melihat sendiri kondisi tanaman di
Taman Bungkul. Begitu datang ia berkomentar semua tanaman rusak. Tanpa basa-basi, ia
langsung menghampiri panitia penyelenggara acara bagi-bagi es krim. "Kalian tahu berapa lama
waktu yang kami butuhkan untuk buat Taman Bungkul jadi indah?!," ujarnya dengan nada
tinggi. Risma kemudian meminta stafnya di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya
melaporkan penyelenggara acara ke jalur hukum. Ia meminta stafnya menggunakan
undang-undang (UU) pengrusakan lingkungan sebagai dasar laporan.
PT Unilever Indonesia Tbk, selaku penyelenggara program bagi-bagi es krim Wall's gratis di
Taman Bungkul, Minggu 11 Mei 2014 lalu, siap bertanggung jawab dan menanggung semua
biaya kerugian yang dialami Pemerintah Kota Surabaya. Insiden kerusakan taman akibat
membludaknya jumlah warga yang datang merupakan kejadian yang tidak diprediksi oleh
penyelenggara.
Area Sales Manajer Jawa Timur PT Unilever Indonesia Tbk, Dion Aji Setiawan mengatakan,
pihaknya tidak menyangka bahwa, antusiasme warga Surabaya akan es krim gratis sangat tinggi.
Dari pihak panitia penyelenggara hanya menyiapkan sebanyak 10.000 buah. Tapi, pengunjung
yang datang mencapai 70.000 orang. Bahkan, banyak juga pengunjung yang datang dari luar
Kota Surabaya. “Kejadian ini akan kami jadikan pelajaran. Kami akan segera sowan ke Bu
Risma. Kami akan perbaiki semua kerusakan yang ada,” ujarnya.
Isu Pemberhentian
Belum setahun menjabat, pada tanggal 31 Januari 2011, Ketua DPRD Surabaya Whisnu
Wardhana menurunkan Risma dengan hak angketnya.Alasannya adalah karena adanya Peraturan

Wali Kota Surabaya (Perwali) Nomor 56 tahun 2010 tentang Perhitungan nilai sewa reklame dan
Peraturan wali kota Surabaya Nomor 57 tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas di
kawasan khusus kota Surabaya yang menaikkan pajak reklame menjadi 25%. Risma dianggap
telah melanggar undang-undang, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor
16/2006 tentang prosedur penyusunan hukum daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Sebab Walikota tidak
melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dalam membahas maupun menyusun
Perwali.
Keputusan ini didukung oleh 6 dari 7 fraksi politik yang ada di dewan, termasuk PDI-P yang
mengusungnya. Hanya fraksi PKS yang menolak dengan alasan tindakan pemberhentian dirasa
"terlalu jauh" dan belum cukup bukti dan data.
Tentang Perwali nomor 57 yang diterbitkannya itu, Risma beralasan, pajak di kawasan khusus
perlu dinaikkan agar pengusaha tidak seenaknya memasang iklan di jalan umum, dan agar kota
tak menjadi belantara iklan. Dengan pajak yang tinggi itu, pemerintah berharap, pengusaha iklan
beralih memasang iklan di media massa, ketimbang memasang baliho di jalan-jalan kota.
Akhirnya, Mendagri Gamawan Fauzi angkat bicara akan hal ini dan menegaskan bahwa Tri
Risma tetap menjabat sebagai Wali Kota Surabaya dan menilai alasan pemakzulan Risma adalah
hal yang mengada-ada. Belakangan kemudian beredar kabar bahwa hal ini disebabkan
banyaknya kalangan DPRD Kota Surabaya yang tidak senang dengan sepak terjang
politik Tri Risma yang terkenal tidak kompromi dan terus maju berjuang membangun
Kota Surabaya, termasuk menolak keras pembangunan tol tengah Kota Surabaya yang
dinilai tidak akan bermanfaat untuk mengurai kemacetan dan lebih memilih meneruskan
proyek frontage road dan MERR-IIC (Middle East Ring Road) yang akan menghubungkan
area industri Rungkut hingga ke Jembatan Suramadu via area timur Surabaya yang juga akan
bermanfaat untuk pemerataan pembangunan kota.
Paparan di atas menunjukkan beberapa kombinasi dari kharakter pemimpin yang innovative,
pemimpin yang siap menjadi agen perubahan apapun resikonya. Kemampuan (yang diasah dari
pendidikan yang baik, pengalaman di birokrasi) serta kemauan yang luar biasa (keras kepala,
teguh dan berani) dan dikombinasikan dengan dukungan publik yang luar biasa, keberanian
melawan DPRD dan Proyek Pusat yang dinilai tidak cocok dengan kepentingan warga Surabaya,
serta menamatkan legenda tempat prostitusi legendaris yaitu Dolly merupakan bukti kreatifitas
seorang kepala daerah, termasuk tindakan mengubah peruntukan lahan mati menjadi ruang
terbuka hijau yang bermanfaat. Tindakan-tindakan tersebut semuanya diwujudkan dalam bentuk
Policy (perubahan yang berujung pada terjadinya perubahan policy yang bersifat mengikat).
Dalam perspektifnya Babak Armajani tentang mitos pembaharuan pemerintahan disebutkan
bahwa kesalahan utama adalah ketidakmampuan membangun system. Dalam konteks ini adalah
dengan mengubah policy yang mengikat stakeholder secara hakiki juga membangun system.

Kepemimpinan yang inovatif yang mampu menghasilkan perubahan policy serta dilakukan
secara komprehensif (tidak parsial) akan menghasilkan sinerjitas yaitu kinerja institusi.----------

Daftar Pustaka
Ashkenas, Ron, Ulrich,D.,Toddick, Kerr,Steve, 2002, The Bounderless Organization:Breaking
the choice of Organization Structure, John Wiley&Sons Inc. Published by Jessey-Bass.
Chalid, Pheni, 2005, Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan dan Konflik, Decentralization
and Regional Autonomy, Partnership for Governance Reform.
Finke, R. A., Ward, T. B., & Smith, S. M. (1992). Creative cognition: Theory, research, and
applications. Cambridge, MA: MIT Press.
Gliddon, D.G., et.al (2006), Forecasting a Competency model for Innovation Leaders using
modified Delphi Technique, Doctoral Dissertation.
Hunter, S.T., Cushenbery, L. (2011). Leading for innovation: Direct and indirect influences.
Advances in Developing Human Resource, 13, 248-265
Hunter, S. T., Thoroughgood, C. N., Myer, A. T., & Ligon, G. S. (2011). Paradoxes of leading
innovative endeavors: Summary, Solutions, and Future Directions. Psychology of Aesthetics,
Creativity, and the Arts, 5, 54-66.
Jansen, J. J. P., Vera, D., & Crossan, M. (2009). Strategic leadership for exploration and
exploitation: The moderating role of environmental dynamism. The Leadership Quarterly, 20(1),
5–18)
Lyons, Rich, (2011), Paths Innovative Leadership, Paper, University of California Berkeley,
Haas School of Business.
Mumford, M. D., Scott, G. M., Gaddis, B., & Strange, J. M. (2002). Leading creative people:
Orchestrating expertise and relationships. The Leadership Quarterly, 13, 705 – 750
Suaedi, Falih (2004), Pengaruh Kepemimpinan, struktur organisasi, budaya organisasi, aliansi
strategic terhadap inovasi organisasi dan kinerja organisasi, Disertasi, Program Pascasarjana,
Universitas Airlangga.
Kompas, Desember 2014
Koran Sindo, Desember 2014
JPNN.com, 15 Pebruari 2014