PENDAYAGUNAAN TENAGA ADMINISTRATIF DI LINGKUNGAN KANTOR DINAS PENDIDIKAN : Studi tentang Pendayagunaan Tenaga Administrarif dalam rangka Pelaksanaan otonomi daerah di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung).

PENDAYAGUNAAN TENAGA ADMINISTRATIF DI
LINGKUNGAN KANTOR DINAS PENDIDIKAN

(Studi tentang Pendayagunaan Tenaga Administratif dalam Rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan

OLEH:

LIA AMALIA
009539

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003

DISETUJUI OLEH

SEKRETARIS PROGRAM STUDI ADMINISTRASI
PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PROF. DR. H. DJAM'AN SATORI, M.A.

Disetujui dan Disyahkan

Oleh :

Pembirnbing i,


^C^t^c^u^^.
Prof. Dr. H. ABDUL AZIS VVAHAB. M.A.

Pembirnbing II,

PROF. DR. H. TB. ABIN SYAMSUDDIN MAKMUN. M.A.

ABSTRAK

PENDAYAGUNAAN TENAGA ADMINISTRATIF DI LINGKUNGAN
KANTOR DINAS PENDIDIKAN

(Studi tentang Pendayagunaan Tenaga Administrarif dalam rangka
Pelaksanaan otonomi daerah di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung)

Penelitian ini dimulai dari perlu adanya upaya pendayagunaan tenaga
administratif sebagai akibat dari diberlakukannya Otonomi Daerah melalui UU

No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000 yang kemudian ditindak lanjuti

dengan keluamya Perda No. 7Tahun 2001 yang kemudian diirealisasikan dengan
diterbitkannya Keputusan Bupati No. 45 Tahun 2001. Penggabungan kedua
instansi ini membawa dampak timbulnya permasalahan baru pada restrukturisasi
kelembagaan dan kepegawaian, seperti ; adanya kelebihan pegawai, proses
penempatan yang tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku, pembagian tugas
yang tidak merata, dan pengembangan karir pegawai yang tidak terencana dengan
baik.

Berangkat dari kerangka berfikir di atas, permasalahan dalam penelitian ini
berkenaan dengan proses pembinaan kinerja melalui pendayagunaan tenaga
administratif dalam rangka memenuhi tuntutan implementasi desentralisasi
pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif di Kantor Dinas Pendidikan

Kabupaten Bandung. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda penulisan
deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara , observasi dan
studi dokumentasi, dengan subjek penelitian adalah pegawai Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung.


Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa
pendayagunaan tenaga administratif di lingkungan kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini disebabkan
proses penempatan pegawai tidak didasarkan atas kriteria yang berlaku unsur

kedekatan dengan pimpinan masih mendominasi dalam proses penempatan
pegawai sehingga banyak pekerjaan yang tidak ditangani ahlinya; tidak ada
jaminan terhadap pegawai berprestasi dan berkemampuan, struktur organisasi dan
tatakerja yang belum stabil, Sumber Daya Manusia yang masih lemah dan adanya
unsure intervensi yang cukup kuat dari luar organisasi dinas pendidikan,
kurangnya sosialisasi secara khusus dari para pejabat kepada stafnya, masih
terbatasnya sarana penunjang pekerjaan.

Namun demikian upaya-upaya untuk menanggulangi berbagai kendala yang
dihadapi sudah dilaksanakan yaitu dengan meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan pegawai dengan cara melakukan pembinaan, mengikuti pelatihanpelatihan dan kursus-kursus yang sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya, serta
memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.

IX


DAFTAR ISI

'ERNYATAAN

j

\BSTRAK
CATAPENGANTAR
JCAPAN TERIMAKASIH
3AFTARISI
3AFTAR GAMBAR

\\\\\[[[


'"
'"

3AFTARTABEL


iv
v
vj{
x
xjj
xiii

JAFTAR LAMPIRAN

'"'

xjv

3ABI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Masalah
C. Rumusan Masalah & Problematik Penelitian

D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Definisi Operasional
G. Anggapan Dasar Penelitian
H. Kerangka Pikir Penelitian

1
1
5
10
12
13
14
18
20

JAB II

KAJIAN PUSTAKA


25

A. Pendayagunaan Pegawai dalam Perspektif Manajemen Sumber
Daya Manusia

25

1. Konsep Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia
2. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia

25
28

a. Penempatan Personil

32

b.Pemanfaatan Personil

46


c. Pengembangan Personil

60

B. Pengembangan Karir Pegawai dalam Perspektif Pendayagunaan
Pegawai

70

C. Pengembangan Karir dan Kinerja Pegawai dalam Perspektif
Analisis Kebijakan

82

D. Kesimpulan Hasil Studi Kepustakaan dan Studi Terdahulu yang
Relevan

SAB III


METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian

B. Tehnik Pengumpulam Data

SAB IV

88

98
98



100

C.Lokasi dan Sumber Data Penelitian

104


D. Strategi Pengumpulan Data
E. Tehnik Pengolahan Data

105
108

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pembahasan Hasil Penelitian

112
112

1. Gambaran Empirik tentang Tenaga Administratif di Kantor

Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Setelah Kebijakan
Desentralisasi. Pendidikan diberlakukan

112

2. Proses Pendayagunaan Tenaga Administratif di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung Sebagai Dampak dari
Pelaksanaan Kebijakan Desentralisasi Pendidikan
a.Proses Penempatan Pegawai di Kantor Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung
b.Pemanfaatan

pegawai

di

Kantor

119

1'9
Dinas

Pendidikan

Kabupaten Bandung

128

c.Pengembangan pegawai di Kantor Dinas Pendidikan

Kabupaten Bandung

*^6

d.Hambatan dalam Mendayagunakan Tenaga Administratif di

Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung

^4°

3. Model Pendayagunaan Pegawai dalam Rangka Peningkatan
Kinerja Tenaga Administratif di Kantor Dinas Kabupaten

Bandung

163

B. Rangkuman Hasil Penelitian

BAB

'' °

V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

201

A. Kesimpulan

^

B.Implikasi

•••••

204

C. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

208

LAMPIRAN
BIODATA

xi

DAFTAR GAMBAR

No.

NAMA GAMBAR

HALAMAN

1.

Kerangka Pikir Penelitian

22

2.

Penentuan Tindakan Pimpinan Sesuai Dengan Tingkat

54

Kematangan Bawahan (1)

Penentuan Tindakan Pimpinan Sesuai Dengan Tingkat

56

Kematangan Bawahan (2)
4.

Deskripsi Tindakan Kepemimpinan

57

5.

Proses dan Aspek Pengembangan Karier

73

6..

Siklus Pengembangan KarierPegawai

xn

172

DAFTAR TABEL

No.

1.

NAMA TABEL

Hal.

Jenjang Jabatan Struktural pada Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung.

j j^

xm

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Kisi-kisi Penelitian

2.

Pedoman Telaah Dokumen

3.

Format Pedoman Wawancara

4.

Gambaran. Pegawai Berdasarkan Golongan Kepangkatan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.

5.

Gambaran Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.

6.

Gambaran Pegawai Berdasarkan Jenis Pendidikan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.

7.

Gambaran Pegawai Yang Sedang Melanjutkan pada Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung.

8.

Gambaran Pegawai Berdasarkan Pendidikan Tambahan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.

9.

Daftar Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung

10. Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
11. Keputusan Bupati tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Bandung
12.

Permohonan Untuk Mengadakan Penelitian

13.

Ijin Penelitian

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berlakunya

Undang-undang

Nomor

22

Tahun

1999

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25

tentang

Tahun 2000

tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom, menimbulkan implikasi terhadap perluasan tugas dan kewenangan
dalam penyelenggaraan bidang-bidang pemerintahan di daerah, termasuk

bidang-bidang pemerintahan yang tadinya ditangani oleh instansi vertikal

dilimpahkan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Konsekuensi
dari keadaan ini adalah adanya penataan kembali kelembagaan di tingkat

daerah yang disesuaikan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.

Kebijakan otonomi daerah mengandung misi untuk mengembangkan potensi
lokal dengan mengangkat partisipasi masyarakat/public menuju kemandirian
daerah. Dalam konstelasi inilah penataan kelembagaan perangkat daerah hams
dilakukan.

Begitu pula dalam bidang pendidikan, otonomi daerah berimplikasi
langsung

bagi manajemen penyelenggaraan

pendidikan.

Manajemen

pendidikan yang selama ini dilaksanakan secara terpusat hampir sepenuhnya
diserahkan

ke

daerah

melalui

sistem

desentralisasi

penyelenggaraan

pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan diberlakukannya

Undang-undang tersebut, maka akan memberikan peluang yang lebih besar
bagi daerah untuk mengelola pendidikan secara mandiri.

Penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan oleh sejumlah
kalangan dianggap sebagai suatu tuntutan yang wajar bahkan sudah

seharusnya dilakukan. Burhanuddin (1999:2-3) mengemukakan sejumlah
alasan pentingnya penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan:

(1) tantangan globalisasi dunia menimbulkan persaingan kehidupan
antar bangsa yang berdampak pada tuntutan peningkatan kualitas

sumber daya manusia melalui penyelenggaraan sistem pendidikan yang
bermutu, agar benar-benar mampu menyiapkan sumber daya manusia
yang siap menghadapi tantangan zaman; (2) pendidikan memiliki
peranan strategis dalam usaha memajukan kehidupan sumber daya
manusia di masa mendatang; (3) penyelenggaraan pendidikan harus
mengacu kepada kepentingan masyarakat yang kompleks dan terns

berubah di masa-masa yang akan datang; (4) usaha-usaha pendidikan
harus menyerap aspirasi individu Sumber Daya Manusia (SDM) yang
muncul dewasa ini; (5) berkembangnya tuntutan demokrasi di segala
bidang, termasuk di bidang pendidikan memberi peluang otonomi
penataan sistem pendidikan nasional; (6) potensi sumber daya manusia,
alam, material, struktural, sosial, dan budaya merupakan modal
pelaksanaan otonomi pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman; (7)
otonomi pendidikan dapat menjawab tuntutan kebutuhan pendidikan
masa depan sesuai dengan situasi dan kondisi, kebutuhan, dan nilainilai yang berkembang di daerah.
Berdasarkan pandangan di atas maka misi yang diemban dalam

penerapan'kebijakan otonomi daerah di bidang pendidikan adalah : (1)
menyelenggarakan sistem pendidikan yang mampu mengantisipasi
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK); (2) membangun
sistem pendidikan yang mampu merespon kepentingan anggota
masyarakat dalam

rangka mengembangkan SDM di masa-masa

mendatang; (3) menata manajemen pendidikan yang dapat menyerap
aspirasi segenap anggota masyarakat dalam menyongsong era global;
(4) meningkatkan pendayagunaan potensi daerah sesuai dengan situasi,
kondisi dan kemampuan yang dimilikinya dalam penyelenggaraan
pendidikan; (5) meningkatkan demokrasi penyelenggaraan pendidikan
secara berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di masamasa mendatang.

Kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di Kabupaten Bandung

ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten

Bandung Nomor 7Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Bandung yang memuat pengaturan berbagai bidang

pembangunan termasuk bidang pendidikan. Dalam Perda tersebut dinyatakan
bahwa pengelolaan bidang pendidikan yang tadinya ditangani oleh dua
instansi, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani Sekolah
Dasar (SD) dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai bagian dari
Pemerintah Daerah dan Kantor Inspeksi Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan yang menangani SD, SLTP, dan SLTA sebagai bagian dari
instansi vertikal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di daerah,

demerger" menjadi satu perangkat yang menangani pendidikan, yaitu Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.

Penggabungan kedua instansi tersebut membawa dampak timbulnya

permasalahan baru pada restrukturisasi kelembagaan dan kepegawaian.
Sebagai akibat dari penggabungan ini terjadi kelebihan pegawai, di mana

jumlah pegawai yang berasal dari kedua instansi ini sebanyak 200 orang (
Pegawai Dinas P&Ksebanyak 87 orang, Pegawai Departemen sebanyak 82
orang, pegawai pindahan dari Kantor Kecamatan sebanyak 10 orang, sekolah
sebanyak 3orang dan Bappeda Iorang, ditambah pegawai honorer sebanyak
17 orang), sedangkan pegawa! yang dapat diserap oleh struktur organisasi
yang baru menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung hanya

sekitar 125 orang. Permasalahan lain yang dihadapi Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, berkenaan dengan penyeleksian pegawai yang tidak sesuai

dengan kriteria yang berlaku, dimana faktor kedekatan sangat dominan dalam
proses penempatan pegawai dan pemanfaatan yang tidak optimal bagi pegawai

yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan pada
Dinas Pendidikan yang baru. Menurut Burhanuddin (1999: 7) dampak dari era
globalisasi termasuk perubahan organisasi, menuntut adanya tenaga yang jauh
lebih professional, tenaga yang bukan saja mampu mengadopsi IPTEK dari
luar, melainkan mampu mengadaptasikan dan mengembangkannya.
Kedua, berkenaan dengan upaya menyalurkan pegawai yang tidak
terserap, yaitu

sebanyak 75 orang.

Masalah ini memerlukan strategi

manajemen dari Kepala Dinas Pendidikan untuk dapat mendayagunakan
potensi pegawai dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan lainnya.
Ketiga, banyaknya pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan bidang garapan yang ditekuninya yang mengakibatkan
pelaksanaan pendidikan tidak dilakukan secara professional.

Keempat, pengembangan pegawai yang tidak terencana dengan baik,
yang mana disatu pihak ada pegawai yang terus menerus mengikuti
pendidikan dan latihan dan di pihak lain ada pegawai yang belum pemah

mengikutinya sama sekali, jadi tidak adanya pemerataan dalam proses

peningkatan kemampuan pegawai.

Kondisi-kondisi di atas menggambarkan perlunya upaya yang serius

dari Kepala Dinas Pendidikan dalam mendayagunakan pegawai sebagai aset
utama organisasi agar pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan dapat
berjalan secara efektif.

B. Fokus Penelitian

Landasan yuridis formal tentang kepegawaian, khususnya bagi

Pegawai Negeri Sipil (PNS), pada mulanya didasarkan pada ketentuan yang

tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU.No.43 Tahun 1999, dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 14, 15 dan 16 Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96

Tahun

2000

tentang

Wewenang

Pengangkatan,

Pemindahan

dan

Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS; PP.No.98

Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS. Sedangkan yang berkaitan langsung

dengan pengembangan karier PNS, merujuk pada PP.No.99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan PP.No.100 Tahun 2000 tentang

Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, dan PP.No.101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.
Khusus yang berkenaan dengan pengembangan PNS, pada dasamya

berkaitan dengan aspek mutasi promosi PNS ke jenjang karier yang lebih
tinggi. Artinya, dapat dikatakan bahwa pengembangan karier PNS tersebut

merujuk sebagaimana dasar pertimbangan yang tertuang dalam PP.No.100
Tahun 2000, yaitu, bahwa dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan

pembinaan karier serta peningkatan mutu kepemimpinan dalam jabatan

struktural dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang pengangkatan
PNS dalam jabatan struktural.

Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi
seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga -fungsional.
Tenaga administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang
melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara
eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalanvstniktur hirarki

organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit
namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan
karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.
Dengan demikian, upaya pencapaian misi organisasi akan banyak
dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan (skills) dan motivasi (motivation)

yang dimiliki oleh para PNS tersebut dalam melaksanakan peranan dan

fungsinya, baik sebagai tenaga administratif maupun tenaga fungsional.
Apabila para pegawai memiliki kemampuan profesional dan motivasi yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya, maka hal ini memungkinkan
tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan secara efektif.

Motivasi merupakan salah satu bagian terpenting dalam meningkatkan
kinerja PNS. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan

dorongan dari dalam diri individu (instrinsik) dan dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitamya

(ekstrinsik). Kedua

faktor ini menjadi sumber

kekuatan yang dapat membuat seseorang berprestasi dengan baik. Tanpa

motivasi produktivitas kerja akan sulit tercapai, sebab motivasi merupakan

faktor terpenting untuk mencapai kepuasan dalam upaya mengubah nasib

individu maupun instansi, dimana ia menggantungkan diri. Kepuasan kerja

pegawai akan tercipta oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan, seperti
kepemimpinan para pejabat, iklim kerja dan hubungan kerja yang manusiawi.
Artinya, apabila kepuasan kerja tercapai akan meningkatkan motivasi pegawai
untuk kerja.

Dengan demikian, kemampuan dan motivasi para pegawai tidak dapat

tumbuh dengan sendirinya, tetapi perlu ditumbuhkembangkan melalui

berbagai kegiatan pendayagunaan. Melalui kegiatan tersebut, memungkinkan

para pegawai tumbuh dan mampu mengadakan penyesuaian dalam
melaksanakan tugasnya.

Dalam UU.No.8 Tahun 1974 jo UU.No.43 Tahun 1999, disebutkan

bahwa pembinaan PNS diarahkan untuk menjamin lancamya penyelenggaraan

tugas pemerintah dan pengembangan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Oleh sebab itu PNS sebagai unsur Aparatur Negara dituntut untuk

meningkatkan kualitas kemampuan dan produktivitasnya agar lebih memiliki
sikap dan perilaku yang mempunyai ciri berintikan disiplin tinggi, nalar dan
wawasan tinggi, prestasi tinggi, kehandalan dan profesionalisme yang mantap,
tingkat dan daya juang yang tinggi serta bersih dan berwibawa.

Dalam perpindahan jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja harus

berpegang kepada prinsip yang jelas sesuai dengan ketentuan bahwa

pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Namun
demikian, PP.No.100 Tahun 2000 tidak menegaskan tentang prinsip mutasi

c
promosi dan persyaratan teknis lainnya sebagaimana yang tertuang la^pi^f /
PP.No.15 tahun 1994 pasal 7 ayat (2) yang secara jelas menetapkan

perpindahan jabatan harus berpegang kepada 3 (tiga) prinsip yaitu: (1)
Pembinaan Karier, (2) Peningkatan Kemampuan Pegawai, (3) Kebutuhan
organisasi.

Permasalahan-permasalahan yang lerjadi di

lingkungan

Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang
masalah, menunjukkan indikasi bahwa dalam pola pengembangan karier PNS
belum dilaksanakan sesuai dengan ketiga prinsip tersebut dengan baik, karena

masih dihadapkan kepada sejumlah fakta antara lain: (1) Persyaratan jabatan
belum dapat dipedomani sepenuhnya; (2) DP3 belum dilaksanakan

berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979; (3) Belum
ada scoring pejabat; (4) Belum ditetapkan anggaran (APBD) bagi mereka
yang mutasi/perpindahan jabatan/wilayah kerja.

Kajian tentang faktor-faktor yang mempengamhi pelaksanaan
mutasi/perpindahan jabatan yang telah dilakukan, diantaranya: (1) Aceng
Muhtaram & Johar Permana (1997) tentang "Analisis Kebijakan Mutasi dan

Promosi Jabatan Kepala Sekolah Dasar dan Pengaruhnya terhadap Kinerja
Kepala Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas P & K Propinsi Jawa Barat"; (2)

Bahtiar Irianto (1998) tentang "Kontribusi Pola Karier Multy-Track terhadap
Kinerja Pejabat Struktural di Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat"; (3) Endang Ro'in (1999)

tentang " Analisis Pola Karier Pegawai Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi

Jawa Barat dilihat dari aspek Rumusan, Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan".

Ketiga topik penelitian tersebut, pada hakekatnya menggunakan

sampel-sampel tenaga administratif, bukan pada sampel tenaga fungsional.

Juga belum berkaitan dengan unsur bagaimana mendayagunakan pegawai
administrartif yang ada sebagai dampak dari suatu implementasi kebijakan

terhadap kinerja pegawai yang terkena kebijakan. Penulis berkeyakinan
bahwa, bukan bermaksud mendikotomikan jabatan administratif dengan

jabatan fungsional, justru karena jabatan administratif inilah yang "konon"
sebelum adanya kebijakan otonomi daerah sering dipandang sebagai jabatan

yang lebih menyenangkan karena banyak menghasilkan uang tambahan selain
gaji dibandingkan dengan jabatan fungsional. Apakah setelah kebijakan
desentralisasi pendidikan, gambaran seperti itu masih dirasakan oleh para

pegawai administratif? Ataukah sebaliknya, karena tidak mampu mengisi
struktur yang ramping padahal tenaga malah lebih banyak karena dua lembaga
digabungkan?

Fenomena yang tampak dalam implementasi kebijakan kepegawaian di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, khususnya yang
berkenaan dengan tenaga/pegawai administratif kurang memberikan

kesempatan yang adil. Sekalipun persyaratan jabatan telah dipenuhi, tetapi
seringkali yang menduduki jabatan tersebut kurang memenuhi persyaratan,

sehingga memunculkan berbagai tudingan kolusi dan nepotisme. Akibatnya,
bukan saja pada motivasi kerja pegawai yang terkena dampak kebijakan

tersebut, yang lebih parah tentunya pada kinerja dan produktivitas wafe^P^.-^P* ^

melaksanakan tugas.

Vk. '*^9*PUS^^^^

Fenomena-fenomena

tersebut

menunjukkan

bahwa

pola

pendayagunaan pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung belum didukung oleh perangkat sistem yang solid sebagai bentuk
perubahan dalam

manajemen seleksi

dan

promosi jabatan.

HaL ini"

menunjukkan pula bahwa kebijakan pengembangan dan pendayagunaan
pegawai belum teranalisis sebagai suatu kebijakan yang utuh dan terintegrasi
secara empirical, evaluative dan normative, yang dapat dijadikan pedoman
bagi implementasi kebijakan tersebut.
Sejalan dengan uraian-uraian di atas, maka dapat diasumsikan bahwa

aspek-aspek yang berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai dapat

dimunculkan melalui kebijakan dalam mendayagunakan pegawai tersebut.
Dengan demikian, penelitian yang berkenaan dengan pendayagunaan pegawai
administratif seperti dijelaskan di muka sangat penting untuk dilakukan.

C. Rumusan Masalah dan Problematik Penelitian

Berdasarkan fokus permasalahan sebagaimana dipaparkan di atas, maka
permasalahan penelitian berkenaan dengan Vroses pembinaan kinerja melalui

pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan

implementasi desentralisasi pendidikan, baik secara kuantitatif maupun
secara kualitatif

Pokok permasalahan tersebut, difokuskan pada problematik penelitian sebagai
berikut.

11

1. Bagaimana gambaran empirik tentang tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung setelah kebijakan
desentralisasi diberlakukan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif?

a.

Bagaimana kewenangan Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya
desentralisasi pendidikan?

b.

Bagaimana gambaran kuantitatif tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan

setelah

diberlakukannya

kebijakan

desentralisasi pendidikan?

c.

Bagaimana gambaran kualitatif tenaga administratif di lingkungan
Kantor

Dinas

Pendidikan

setelah

diberlakukannya

kebijakan

desentralisasi pendidikan?

2. Bagaimana proses pendayagunaan tenaga administratif di Kantor Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung sebagai dampak dari pelaksanaan
kebijakan desentralisasi pendidikan?
a.

Bagaimana

proses

penempatan

tenaga

administratif

setelah

diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?
b.

Bagaimana proses pemanfaatan tenaga administratif sehubungan
dengan diberlakukannya desentralisasi pendidikan?

c.

Bagaimana proses pengembangan tenaga administratif sehubungan
dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

d.

Hambatan

dan

upaya

apa

dalam

upaya

mendayagunakan,

memanfaatkan dan mengembangkan tenaga administratif setelah
diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

12

3. Bagaimana model pendayagunaan pegawai dalam rangka peningkatan

kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina Pendidikan
Kabupaten Bandung?

a.

Bagaimana tujuan dan sasaran yang dirumuskan dalam upaya
mendayagunakan tenaga administratif?

b.

Bagaim«!ia

kriteria

yang

dijadikan

acuan

dalam

upaya

mendayagunakan tenaga administratif?

c. Bagaimana prosedur operasional dalam upaya mendayagunakan
tenaga administratif?

d.

Bagaimana

dukungan

informasi

yang

diperlukan

dalam

pendayagunaan tenaga administratif?
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka maksud utama

penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan proses pembinaan kinerja melalui
pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan
implementasi desentralisasi pendidikan.
Berdasarkan maksud tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dan
penelitian ini ialah:

1. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang tenaga administratif baik
secara kuantitatif maupun kualitatif di lingkungan Kantor Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung setelah kebijakan desentralisasi
diberlakukan;

13

2. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang proses pendayagunaan

tenaga administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan;
3. Dapat merumuskan suatu,model pendayagunaan pegawai dalam rangka
peningkatan kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina
Pendidikan Kabupaten Bandung.

E. Manfaat penelitian

Kajian terhadap pentingnya penelitian ini dilihat dari segi teoritis dan
dari segi praktis/operasional. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa
penelitian sebagai alat ilmu bergerak antara teori dan praktek. la berusaha
menghasilkan atau mengkaji penerapan teori dalam suatu kehidupan praktis.
Berikut dikemukakan pentingnya penelitian tersebut.
Secara teoritis, penelitian ini berusaha mengkaji secara mendalam
kegiatan pendayagunaan tenaga administratif yang mencakup penempatan,

pemanfaatan, dan pengembangan personil pendidikan. Oleh karena itu,
penelitian secara teoritis dapat memperkaya khasanah ilmu administrasi
pendidikan,

terutama

dalam

bidang

manajemen

personil

khususnya

pendayagunaan tenaga kependidikan dalam suatu organisasi. Hasil penelitian
ini juga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut oleh para mahasiswa
administrasi pendidikan guna mempertajam wawasan keilmuannya berkenaan
dengan pendayagunaan tenaga kependidikan.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat terhadap tiga aspek yakni

Pertama, aspek individu, berkenaan dengan manfaat bahwa penelitian ini

14

dapat memperluas wawasan peneliti tentang praktek manajemen personil

pendidikan khususnya pendayagunaan tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Selain itu, penelitian ini dapat

dijadikan masukan bagi Kepala Dinas untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam pembinaan dan pengembangan tenaga administratif melalui
kebijakan yang ditetapkannya.

Kedua, aspek nstitusi, berkenaan dengan kegunaan penelitian bagi
lembaga pendidikan khususnya Kantor Dinas Pendidikan, yang mana dapat
memberikan kontribusi dalam menemukan masalah-masalah yang berkenaan

dengan pengelolaan tenaga kependidikan dan memberikan alternatif jika ada

perubahan atau penyesuaian dalam sistem pengelolaan pada umumnya, dan
pendayagunaan tenaga administratifpada khususnya.

Ketiga, berkenaan dengan aspek kemasyarakatan, yaitu bahwa dengan
ditemukannya cara terbaik bagi penyelenggaraan pengelolaan tenaga

kependidikan khususnya tenaga administratif, maka akan mampu memberikan

keluaran yang berguna dan akan lebih meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat pada umumnya.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini antara lain
istilah pendayagunaan, pengembangan, kinerja, dan tenaga administratif.
Pertama, istilah pendayagunaan. Pendayagunaan didefmisikan sebagai

upaya yang memungkinkan suatu sumber daya memberikan kontribusi secara

optimal bagi pencapaian sasaran organisasi. Seperti yang dikemukakan Hadari

15

Nawawi

(1984:75)

mengartikan

"pendayagunaan

sebagai

kegiatan

administrasi dalam arti yang luas, yakni agar volume dan beban kerja dapat

diwujudkan secara berdaya dan berhasil guna dalam pencapaian tujuan

organisasi". Sehubungan dengan itu, berarti pendayagunaan merupakan bagian
dari fungsi administrasi, dalam penelitian ini adalah administrasi pendidikan.
Pemanfaatan number daya pendidikan itu sendiri secara optimal

melibatkan berbagai proses atau fungsi manajemen yang merupakan inti dan

administrasi pendidikan. Proses atau fungsi tersebut oleh Engkoswara (1987)

dibagi atas tiga, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan atau

pengawasan. Proses tersebut menurutnya sebagai wilayah kerja administrasi

pendidikan. Adapun masalah penelitian ini berada pada penerapan fungsi
manajemen yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan rencana dan penilaian atau
pembinaan.

Dalam bidang administrasi pendidikan penelitian ini termasuk pada
masalah administrasi personil, yang fungsi-fungsinya menurut Castetter

(1996:5) adalah: "planning, bargaining, recruitment, selection, induction,

appraisal, development, compensation, justice, continuity, and information".
Kedua, berkenaan dengan istilah pengembangan. Secara teoritis, istilah

ini merujuk pada fungsi dan salah satu unsur manajemen atau pendayagunaan

personil. Diidentifikasi dari definisi berikut ini: "pendayagunaan personil
ialah penempatan dan pemanfaatan tenaga yang ada sesuai dengan

kemampuannya dan volume kerja setiap bidang atau unit kerja" (U. Husna
dalam Henry Lisar, 1994 : 29). Lebih lanjut dikatakan, dalam pendayagunaan

16

personil pimpinan harus memperhatikan perencanaan pengembangan tenaga,

pengaturan kerja dan penghematan tenaga. Dengan demikian, unsur-unsur

pendayagunaan personil yang esensial adalah: (1) Penempatan personil, yaitu
yang berkenaan dengan keserasian personil dalam unit-unit kerja organisasi
atau lembaga. (2) Pemanfaatan, yaitu yang berkenaan dengan volume kerja
atau beban tugas dalam setiap organisasi kerja. (3) Pengembangan personil,

yaitu yang berkenaan dengan potensi atau kemampuan kerja personil dalam
melaksanakan beban tugas yang diberikan dan dipercayakan padanya.

Ketiga, istilah kinerja. Istilah ini memjuk pada konsep unjuk

pelaksanaan tugas (performance). Konsep umum tentang kinerja diturunkan
dari teori yang mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil perpaduan antara

kemampuan seseorang dengan motivasinya. McAfee dan Poffenberger

(1982:3) menggambarkan secara matematik, bahwa Job Performance =

Ability x Motivation. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan bahwa,

kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.
Kemampuan merupakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan

pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya
pendorong (drivingforce) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu.
Keempat, istilah tenaga administratif. Istilah ini diturunkan tidak lepas

dari landasan yuridis formal tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang pada

mulanya didasarkan pada ketentuan yang tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
UU.No.43 Tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah (PP) No.14, 15 dan 16

Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96 Tahun 2000 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000
tentang Formasi PNS; PP.No.98 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS.
Sedangkan yang berkaitan langsung dengan pengembangan karier PNS,
merujuk pada PP.No.99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan
PP.No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS daW.i Jabatan Struktural,
dan PP.No.101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.

Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi
seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga fungsional.

Tenaga Administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang
melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara

eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalam struktur hirarki
organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit
namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan
karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.
Berdasarkan keempat konsep tersebut, maka istilah pendayagunaan

tenaga administratif yang digunakan dalam penelitian ini, diartikan sebagai
salah satu upaya dalam konteks manajemen kepegawaian dalam rangka
peningkatan kinerja pegawai yang dimaksud. Upaya tersebut tidaklah
menyangkut keseluruhan fungsi dan unsur-unsur manajemen kepegawaian,
karena upaya ini lebih bersifat kepada langkah-langkah emergens! dan

strategis yang difokuskan pada variabel-variabel yang diduga signifikan
dalam

konteks

perencanaan pengembangan

atau

pendayagunaan

kepegawaian. Variabel-variable tersebut berkenaan dengan faktor: (1) tujuan
dan sasaran, (2) kriteria acuan, (3) prosedur operasional, dan (4) dukungan
system informasi manajemen kepegawaian.

G. Anggapan Dasar Penelitian

Penelitian ini bermula dari perlu adanya upaya pendayagunaan tenaga
administratif yang mencakup penempatan. pemanfaatan, dan pengembangan
sebagai akibat dari diberlakukannya Otonomi Daerah melalui Undang-undang
Nomor 22

Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Otonom. Di Kabupaten Bandung kebijakan
tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Nomor 7 Tahun 2001 yang kemudian direalisasikan

dengan

diterbitkannya Keputusan Bupati Bandung Nomor 45 Tahun 2001 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Di satu

pihak tuntutan organisasi baru hanya membutuhkan sebagian pegawai, dan di
pihak lain persediaan pegawai terlalu banyak. Keadaan ini akan menimbulkan

berbagai macam permasalahan yang bila dibiarkan akan mengakibatkan
menurunnya kinerja organisasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang

bersifat strategis, tanpa merugikan salah satu pihak, baik organisasi maupun
pegawai itu sendiri.

Kepala Dinas Pendidikan sebagai pimpinan pada lembaga tersebut

mempunyai peranan penting dalam melaksanakan upaya-upaya strategis,
dengan melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi agar penempatan,

19

pemanfaatan, dan pengembangan tenaga administratif berjalan dengan baik
dan kinerja organisasi dapat terlaksana secara efektif.

Untuk mengkaji permasalahan tersebut, secara teoritis diperlukan

rujukan yang berkenaan dengan konsep kebijakan pengembangan karier

pegawai dalam konteks teori pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh

suatu organisasi. Aset yang paling berharga yang keberadaannya perlu

penanganan yang serius dan konsisten. Pengembangan sumber daya manusia
mutlak dilakukan apabila organisasi terbesar adalah dengan mengembangkan

SDM agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien sehingga mencapai
produktivitas.

Ada pun konsep-konsep yang dapat dijadikan titik-tolak dalam
melakukan kajian terhadap masalah yang diteliti antara lain::

1. SDM yang baik ditujukan kepada peningkatan kontribusi yang dapat
ditentukan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah terciptanya tujuan
organisasi. (Siagian, 1996:27);

2. "Personnel development is the system improvement processed quality and

quantity personnel to solve the personnelproblem (Castetter, 1981:231);
3. Pengembangan karier sebagai "suatu pendekatan formal yang digunakan
oleh organisasi untuk menjamin tersedianya pegawai yang sesuai dengan
kualitas dan yang berpengalaman ketika dibutuhkan" (Mondy &Noe III,
1987:336);

20

4. Aktivitas-aktivitas manajemen karier untuk pengembangannya dapat
dilaksanakan dalam bentuk internal staffing yang termasuk didalamnya
adalah promotion and lateral transfers (Cascio, 1990:364-366);
5. Program pengembangan karier yang efektif adalah yang berhubungan

dengan penyesuaian karier yang diberikan sesuai kebutuhan organisasi
melalui program pendidikan, pelatihan, mutasi dan promosi yang
berkesinambungan (Flippo, 1993:291).

Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, penulis berpendapat

bahwa, perubahan daiam sistem pembinaan dan pendayagunaan pegawai
dalam konteks perubahan organisasi hanya mungkin dilaksanakan kalau

dituangkan dalam bentuk employment policy, sebagai salah satu guider atau
pedoman untuk aktivitas implementasi dalam human resources policy.

H. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan problematik penelitian tersebut dikembangkan kerangka

pikir penelitian seperti pada gambar berikut.
Pertama, kajian tentang studi kebijakan menggunakan pendekatan

yang bersifat komprehensif dan interdisipliner. Kebijakan

pengembangan

karier pegawai ialah salah satu teknik dalam kebijakan pengembangan sumber

daya manusia, untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Mengapa
pimpinan organisasi melakukan kebijakan itu, dan bagaimana dampaknya
terhadap pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya?

Berdasarkan rujukan Dunn 0995:4-14), bahwa kajian tentang studi
kebijakan pola pengembangan pegawai perlu menggunakan pendekatan yang

^!>S*

•SK

bersifat komprehensif, yaitu analisis kebijakan yang dilakukan Verge?

perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penilaian kebijakan. \__^?puS^
Langkah pertama, diarahkan pada analisis perumusan kebijakan yang

meliputi komponen-komponen yang secara eksplisit tennuat dalam rumusan

kebijakan. Langkah kedua, adalah tahap implementasi, yang diduga pada
tahap inilah persyaratan, kriieria, bahkan tujuan pola pendayagunaan pegawai
tidak dipedulikan lagi. Untuk membuktikan

langkah

ketiga diarahkan

kebijakannya,

pada

dugaan tersebut, maka pada

pengukuran efektivitas

pelaksanaan

yang berkenaan dengan keberhasilan yang diraih, yaitu

sejauhmana rambu-rambu yang telah ditetapkan telah dilaksanakan,

kegagalan-kegagalan dalam melaksanakan kebijakan, dan faktor-faktor yang
dominan mempengaruhinya, sehingga ditemukan suatu pola pendayagunaan
yang dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Kedua, kajian terhadap kinerja pegawai. Kinerja yang baik dapat
dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi. Sebab kemampuan tanpa

motivasi atau motivasi tanpa kemampuan, keduanya tidak dapat menghasilkan

output yang tinggi. Untuk memperjelas ungkapan tersebut, McAfee dan

Poffenberger (1982:3) menggambarkan secara matematik, yaitu: Ability x
Motivation = Job Performance. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan

bahwa, kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.
Kemampuan mempakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan

pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya
pendorong (drivingforce) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu.

22

Berdasarkan

pokok-pokok pikiran seperti yang telah diuraikan di

muka, maka dikembangkan pola pikir penelitian dalam bentuk kerangka,
seperti diilustrasikan pada Gambar 1.1.
- Gambar 1.1

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

MASALAH POKOK

Perlunya Model Peningkatan
Kinerja melalui
Pendavaeunaan Pcaawai

Gambaran

Gambaran

Gambaran

Kuantitatif

Tuntutan

Ideal Kinerja

dan Kualitatif

Kinerja
Pegawai
dalam rangka
implementasi

Pegawai

Desentrasilasi

Otda

Pendidikan

Tenaga

Pegawai
Daerah

dalam

pelaksanaan

Problema

Tenaga
Kependidikan
di Organisasi
Disdik

Tujuan dan
—•

sasaran

Kebijakan
Pendayagunaan
dan

Kriteria

—•

Pengembangan
Pegawai

acuan

Model

Peningkatan
' Kinerja melalui
Pendayagunaan
Pegawai

Gambaran

Prosedur
—•

operasional

SIM

Kepegawaian

Peningkatan
Kinerja
Pegawai

23

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka masalah penelitian

dimulai dari kajian terhadap gambaran kuantitatif dan kualitatifkepegawaian
dan tuntutan kinerja pegawai yang diharapkan sesuai kehendak kebijakan
desentralisasi pendidikan di daerah. Dari kedua gambaran tersebut hams
sampai ditemukannya problema-problema kepegawaian, khususnya di
lingkungan organisasi kependidikan (Dinas Pendidikan). Masalah ini

sebetulnya menyangkut kajian yang sangat komprehensif, baik terhadap
rumusan kebijakan, implementasi maupun evaluasi kebijakan. Akan tetapi
difokuskan pada implementasi kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan
rujukan dalam evaluasi kebijakan, yang pada akhimya dapat pula menjadi
bahan rujukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan kepegawaian
secara umum.

Implementasi kebijakan pengembangan pegawai akan dikaji melalui
variabel-variabel yang saling mempengaruhi yaitu variabel tujuan dan
sasaran, kriteria, prosedur operasional dan dukungan sistem informasi

kepegawaian. Keempat variabel ini diduga mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pegawai, baik pada kondisi sebelum, selama

maupun sesudah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi pendidikan.
Untuk merumuskan model peningkatan kinerja pegawai melalui
pendayagunaan pegawai yang ada, ditelusuri melalui kajian terhadap
indikator-indikator: Pertama, terhadap aspek tujuan dan sasaran rumusan

kebijakan,

yang

mencakup:

(1) Perencanaan

karier pegawai;

(2)

Pengembangan karier pegawai; (3) Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

dalam pembinaan karier; (4) Peningkatan mutu kepemimpinafy %a
Optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas.
Kedua,

\*fc*?*jS^

terhadap aspek kriteria normative, ditelusuri melalui

indikator-indikator: (1) rumusan yang jelas tentang jabatan-jabatan yang
menjadi jenjang karier bagi pegawai; (2) rumusan yang jelas tentang
persyaratan jabatan yang dijadikan acuan normatif dalam jenjang karier
jabatan; (3) instrumen yang dijadikan alat ukur dan seleksi dalam menduduki
jabatan.

Ketiga, terhadap aspek prosedur operasional ditelusuri dari indikator-

indikator: (1) kejelasan petunjuk pelaksanaan yang mengatur batas dan
wewenang tentang pola karier jabatan; (2) mekanisme sistem pelaksanaan

pengembangan jabatan; (3) sistem pemantauan dan evaluasi perencanaan,
pengembangan, pembinaan jabatan.

Keempat, terhadap aspek sistem informasi manajemen (SIM)

kepegawaian ditelusuri dari indikator-indikator: (1) kejelasan bagian/unit
yang bertugas mengumpulkan dan mengelola data tentang kepegawaian (2)
perangkat sistem pemrosesan data kepegawaian yang digunakan; (3)
keterpercayaan

data

kepegawaian

untuk

dijadikan

pembuatan keputusan tentang karier jabatan pegawai.

informasi

dalam

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian mempakan suatu cara atau langkah-langkah yang

digunakan untuk melakukan penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh
antara

lain

mengumpulkan,

menyusun

dan

menganalisis

data

serta

menginterpretasi arti data yang diteliti menjadi suatu kesimpulan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan
kerangka pikir penelitian sebagaimana dipaparkan pada bagian terdahulu.
Tujuannya tidak bermaksud untuk menguji suatu hipotesis, namun untuk
mendeskripsikan fakta tentang kondisi yang saat ini sedang dihadapi. Analisis

mengenai pendayagunaan tenaga administratif pada Dinas Pendidikan di
Kabupaten Bandung mempakan suatu realitas sosial yang bersifat kontekstual.

Karena itu, metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian
kualitatif.

Bogdan dan Taylor (1993:22) mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai "Proses perencanaan yang menghasilkan data deskriptif bempa kata-

kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang

(subjek) itu sendiri. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu
tersebut secara holistik". Sejalan dengan pandangan tersebut Subino

Hadisubroto (1988:2) menegaskan bahwa "data yang dikumpulkan melalui

penelitian kualitatiflebih bempa kata-kata daripada angka-angka".

99

Penelitian kualitatif bersifat naturalistik yang bertujuan mengamati
fenomena yang ada secara "seadanya" bukan untuk melakukan pengukuran
secara terkontrol. Penelitian dilakukan dengan cara "menceburkan diri" secara

langsung di lapangan, berorientasi pada penemuan, eksplorasi, perluasan, dan
penggambaran secara holistik. Dengan demikian penelitian ini beorientasi

pada proses, bukan pada keluaran. Di sini peneliti dituntut dekat dengan data
sebagai insider tidak menjaga jarak atau berperan sebagai outsider. Peneliti
kualitatif hams mendasarkan diri pada asumsi bahwa realitas mempakan
dinamika. Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalam, kaya dan real,
sehingga dapat dianalisis sebagai suatu kesimpulan yang absah.

Bogdan dan Biklen (1982), Lincoln dan Guba (39-42), Moleong
(2001:4), 'S. Nasution (1988:9) mengemukakan karakteristik penelitian
kualitatif antara lain :

1.
2.
3.
4.

Sumber data adalah situasi yang wajar atau "natural setting".
Peneliti sebagai instmmen penelitian
Laporannya sangat deskriptif
Mementingkan proses maupun produk

5.

Analisis data secara induktif

6. Mengutamakan data langsung ataufirst hand
7. Mementingkan makna
8. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data
9. Desain bersifat sementara, emergent, evolving, develoving
10. Mengadakan analisis sejak awal

11. Hasil penelitian dimndingkan dan disepakati bersama.
Berdasarkan karakteristik metoda kualitatif tersebut, tersirat betapa

berperannya kedudukan peneliti dalam implementasinya. Seorang peneliti
kualitatif dituntut memiliki beberapa kompetensi dan keterampilan tertentu.

Pertama, peneliti dituntut memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan

100

ketajaman analisis serta interpretasi terhadap realitas. Kedua, peneliti dituntut
pula memiliki sensitivitas dan kreativitas yang tinggi, karena dalam penelitian
kualitatif, seorang peneliti perlu mengembangkan metoda atau teknik

penelitian pada saat melaksanakan penelitiannya di samping peneliti perlu
memformulasi suatu teori. Ketiga, peneliti dituntut memiliki sikap korektif
dan keterbukaan yang tinggi.

B. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan

data mempakan prosedur untuk memperoleh data

dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang sesuai atau relevan dengan
permasalahan yang hendak dipecahkan.
Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan secara naturalistik

kualitatif berdasarkan hasil penelitian yang berlangsung dalam situasi wajar
atau natural setting tanpa adanya manipulasi.
Keberhasilan suatu penelitian temtama penelitian kualitatif, tergantung
pada beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan

permasalahan

penelitian,

ketepatan

pemilihan

pendekatan/metodologi,

ketelitian dan kelengkapan data/informasi serta kemampuan interpretative atau
pemahaman peneliti terhadap data/informasi itu sendiri. Ketepatan suatu

metoda penelitian ditentukan pula oleh ketepatan teknik pengumpulan
datanya.

Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang

digunakan yakni wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

101

1.

Wawancara

Wawancara mempakan proses komunikasi antara peneliti dengan
sumber data dalam rangka menggali data yang bersifat world view untuk
mengungkapkan makna yang terkandung dan masalah-masalah yang
diteliti. Pertimbangan wawancara diterapkan sebagai teknik pengumpulan
data, yakni pertama, orang mempersepsi objek, peristiwa, tindakan dan
mengungkap maknanya dari pandangannya. Kedua, sumber data yang
representatif dapat mengungkapkan gambaran, peristiwa, tindakan atau
objek yang telah lama dikenalinya. Karena itu wawancara terhadap orang
yang

representatif untuk

suatu

persoalan

adalah

penting

untuk

mengungkapkan dimensi-dimensi masalah yang diteliti.
Wawancara sebagai bentuk komunikasi vertikal dalam proses

interaksi antar peneliti dengan sumber data berfungsi sangat efektif dalam
proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Fungsi wawancara
dalam penelitian kualitatif di antaranya adalah menjaring data dan
sekaligus menangkap makna dari data tersebut. Wawancara menumt

Suharsimi Arikunto (1992:126) adalah "Sebuah dialog yang dilakukan

oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interviewee)".

Dalam

pelaksanaan wawancara,

yang

dilakukan

terhadap

responden dibantu oleh pedoman wawancara yang maksudnya untuk
membantu peneliti memfokuskan atau mengarahkan proses wawancara

agarsesuai dengan tujuan pengumpulan data atau masalah yang diteliti.

102

Pendapat lain dari Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi (1997:83)
mengungkapkan:

Wawancara adalah "proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap
muka mendengar secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan, sehingga responden diberi kebebasan
menjawabnya".

Nasution (1992:72) mengungkapkan dua macam wawancara yaitu
wawancara berstmktur dan tak berstmktur. Pada tahap permulaan

digunakan wawancara tak berstmktur. Tujuarmya untuk memperoleh
keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan, subjek

penelaahan dapat diatur oleh peneliti. Setelah mendapatkan beberapa
keterangan, maka peneliti mengadakan wawancara yang lebih berstmktur
dan disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

wawancara mempakan suatu dialog atau proses komunikasi yang
dilakukan oleh kedua belah pihak antara peneliti dan sumber data untuk

memperoleh informasi dan menggali data yang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini digunakan dua macam

wawancara seperti tersebut di atas untuk memperoleh informasi yang
relevan dengan masalah penelitian.

2.

Teknik Observasi

Teknik observasi mempakan teknik pengumpulan data terpenting

lainnya selain wawancara. Observasi dilakukan terhadap unit aktivitas
yang lebih besar di mana fenomena khusus yang diobservasi terjadi.

103

Dalam

penelitian

kualitatif,

observasi

merupakan

teknik

pengumpulan data yang memberi manfaat besar karena dapat menangkap
dan memahami realitas yang sebenamya.

Observasi mempakan aktivitas pengamatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala baik yang bersifat fisikal maupun mental. Ditinjau
dari intensitas pelaksanaan observasi, maka observasi dapat dikategorikan
ke dalam observasi penuh, sedang dan pasif. Kategorisasi ini berdasarkan

pada tingkat interaksi peneliti (observer) dengan situasi yang diobservasi.
Observasi penuh, p