PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI SEBAGAI JAMINAN LAWAN ATAS DITERBITKANNYA BANK GARANSI YANG DIBERIKAN TERHADAP PEMILIK PROYEK (OBLIGEE) BERKAITAN DENGAN RISIKO WANPRESTASINYA KONTRAKTOR (PRINCIPAL) DI.

PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI SEBAGAI JAMINAN
LAWAN ATAS DITERBITKANNYA BANK GARANSI YANG DIBERIKAN
TERHADAP PEMILIK PROYEK (OBLIGEE) BERKAITAN DENGAN
RISIKO WANPRESTASINYA KONTRAKTOR (PRINCIPAL) DIKAJI
DENGAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM JAMINAN, PERBANKAN,
ASURANSI, DAN HUKUM PERJANJIAN
ABSTRAK

Dalam Penjelasan Pasal 6 huruf n UU Perbankan, pemberian bank
garansi merupakan salah satu usaha Bank umum yang termasuk dalam
jenis penanggunan (borgtocht), dimana Bank garansi diterbitkan untuk
menjamin kepentingan kreditur apabila debitur wanprestasi. Hal tersebut
diatur lebih lanjut di dalam SK Direksi BI No. 23/88/KEP/DIR yang
diedarkan melalui SE BI No. 23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991 tentang
Pemberian Bank garansi oleh Bank. Penerbitan Bank Garansi
mengandung risiko sehingga diperlukan jaminan lawan atau kontra
garansi yang salah satunya berupa setoran sebesar 100% (seratus
persen) dari nilai garansi dan tentu saja hal tersebut memberatkan bagi
Principal. Dengan latar belakang tersebut Askrindo menciptakan
modifikasi/produk turunan dari Surety Bond yaitu Kontra Bank Garansi.
Tujuan hukum dalam penelitian ini yaitu guna memberikan suatu

penjelasan mengenai pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh
obligee terhadap principal atas dasar wanprestasi dan pencairan jaminan
senilai seratus persen oleh PT. Askrindo dikaji dengan prinsip-prinsip
hukum asuransi dan perbankan.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu
penelitian mengenai pelaksanaan kontra bank garansi berdasarkan faktafakta dikaitkan dengan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum
primer.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja oleh
obligee memang tidak didasarkan oleh beban pembuktian yang adil,
dimana principal tidak mempunyai kesempatan untuk mengklarifikasi
yang terjadi sebenarnya, selain itu pencantuman klausula yang
melepaskan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata membawa akibat hukum
apabila principal wanprestasi, maka KBG langsung dapat dieksekusi
tanpa perlu pembuktian terlebih dahulu di muka Hakim, dan karena PT.
Askrindo hanya memiliki hubungan hukum dengan Bank dan principal
sehingga tidak mengetahui kondisi realitas di lapangan dan kerugian yang
diderita obligee, selain itu karena sifat dari KBG tanpa syarat, maka
pencairan penjaminanpun harus cair sebesar seratus persen tanpa
memperhitungkan prestasi yang dikerjakan oleh principal, dan hal ini tidak
sesuai dengan prinsip indemnitas dan subrogasi, dimana seharusnya

besar pembayaran ganti kerugian kepada Tertanggung harusnya senilai
dan seimbang dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh Principal.

iv