PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 jo. PERATURAN MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN 2007 (Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

  

PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT

UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 jo. PERATURAN

MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN 2007

  

( Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kecamatan Plered Kabupaten

Cirebon)

  

SKRIPSI

Oleh :

AHMAD YUSRON

  

NIM : 06310055

FAKULTAS SYARIAH

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI

CIREBON

20011 / 1431

  

IKHTISAR

PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN AHMAD YUSRON :

  MENURUT UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 jo. PERATUTAN MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN 2007(Studi Kasus Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon

  Pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No.1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan dari pencatatan tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum, keadilan hukum, legalitas hukum dan dokumen hukum yang menyatakan bahwa telah terjadinya perkawinan tersebut. Namun realitanya masih ada sebagian masyarakat yang tidak mencatatkan perkawinannya hanya karena alas an prosedur administrasi yang berbelit-belit dan biaya nikah yang mahal.

  Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pencatatan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 serta bagaimana prosedur administrasi pencatatan perkawinan di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur administrasi pencatatan perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 serta kaitannya dengan praktek di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon

  Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative approach). Dengan teknik yang digunakan adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi.

  Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prosedur pencatatan perkawinan di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 serta Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007. Dimulai dari pemberitahuan kehendak, pemeriksaan, hingga pelaksanaan pernikahan. Dengan adanya pencatatan perkawinan itu berarti perkawinan tersebut diakui di dalam hukum positif. Suatu tindakan yang dilakukan menurut hukum baru dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum, dan oleh karena itu maka berakibat hukum yaitu akibat dari perbuatan itu mendapat pengakuan dan perlindungan hukum, sebaliknya suatu tindakan yang dilakukan tidak menurut aturan hukum, maka tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum sekalipun tindakan itu tidak melawan hukum, dan karenanya sama sekali belum mempunyai akibat hukum yang diakui dan dilindungi oleh hukum.

  

PENGESAHAN

  Skripsi berjudul Prosedur Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-undang

  

No. 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 (Studi

Kasus Kantor Urusan Agama Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon oleh

  Ahmad Yusron NIM 06310055 telah diujikan dalam sidang munaqasyah fakultas Syari’ah IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tanggal 28 April 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata 1 pada fakultas Syari’ah.

  Cirebon, 28 April 2011 Sidang Munaqasyah

  Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

  

H. Ilham Bustomi, M.Ag Nursyamsudin, MA

NIP : 19730329 200003 1 002 NIP : 19710816 200312 1 002

Anggota:

  Penguji I Penguji II

  

PERSETUJUAN

PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NO. 1 TAHUN 1974 jo. PERATURAN MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN 2007

  

(Studi Kasus Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon)

Oleh :

AHMAD YUSRON

  

NIM : 06310055

  Cirebon, April 2011 Menyetujui,

  Pembimbing II Pembimbing I

  Dr. E. Sugianto, SH, MH

H. Ilham Bustomi, M.Ag NIP : 19670208 200501 1 002 NIP : 19730329 200003 1 002

  Mengetahui,

  

KETUA

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

NOTA DINAS

  Kepada

  Yth. Dekan Fakultas Syariah

  IAIN Syekh Nurjati Cirebon

  Di Cirebon

  Assalamu’alaikum Wr.Wb

  Setelah melakukan bimbingan, telaahan, arahan, dan koreksi terhadap skripsi dari saudara : NAMA : AHMAD YUSRON NIM : 06310055 JUDUL : Prosedur Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1

  Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 (Studi Kasus Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon

  Kami berpendapat Bahwa Skripsi tersebut di atas sudah dapat diajukan kepada Dekan Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk dimunaqosahkan.

  Wasaalamu’alaikum Wr. Wb.

  Cirebon, April 2011 Pembimbing I Pembimbing II

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI

  

   

  Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Prosedur

Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo.

  

Peraturan Menteri Agama No. 11 tahun 2007 (Studi Kasus Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon)” ini beserta seluruh

  isinya benar-benar karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

  Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko, sanksi apapun yang akan dijatuhkan kepada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran kepada etika keilmuan atau ada klaim terhadap keaslian skripsi saya ini.

  Cirebon,11 April 2011 Yang membuat pernyataan

  AHMAD YUSRON NIM : 06310055

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Sesungguhnya bagi setiap manusia telah ada rencana Agung yang telah

digariskan oleh Yang Kuasa, sehingga tak ada kata “kebetulan” bagi segala

sesuatu yang terjadi di bumi ini

Yakinlah

  

“If there is a will there is a way”

Skripsi ini saya persembahkan untuk

orang-orang yang saya cintai:

Ibuku Sanumi

  

Kaulah pelangi dalam hidupku yang selalu memayungi kegelisahan di hatiku

Do’a serta cinta kasihmu tak kan mampu kubalas

&

Bapakku Mulya

  

Kaulah mentari dalam hidupku yang selalu memberikan kehangatan di setiap

hari-hariku

Pengorbananmu telah menjadikanku seperti sekarang

Kakak-kakakku

  

Ang Nok “Mimin”, Ang de’ (Wiridhiya), Ang Hadi, dan Ang Yono

Kalianlah Angin malam di hidupku yang selalu mengharumi

hari-hari bahagiaku

My viezka yang telah memberi warna dalam hidupku

serta

Seluruh teman-temanku di kampus tercinta IAIN Syekh Nurjati Cirebon

RIWAYAT HIDUP

  Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Agustus 1986, dengan nama Ahmad Yusron dari pasangan Bapak Mulya dan Ibu Sanumi yang merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Bertempat tinggal di Desa Trusmi Kulon Blok Kebon Asem No. 386 RT/RW 12/03 Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  Penulis memperoleh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Trusmi Wetan 2, yang lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 2 Weru lulus pada tahun 2003 dan pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 6 Kota Cirebon dan dari tahun 2006 sampai sekarang, penulis menempuh pendidikan di Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon pada Fakultas Syariah, Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyah. Selain aktif di akademik perkuliahan, penulis juga aktif di organisasi intra kampus dan menjabat sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) Syariah pada tahun 2009-2010.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Prosedur Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-

  

undang No. 1 tahun 1974 Jo. Peraturan Menteri Agama no. 11 tahun 2007

(Studi Kasusu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten

Cirebon)”. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada

  junjungan kita Nabi Muhammad saw, beserta kelurga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

  Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. Ilham Bustomi M.Ag, dan Bapak

  

Dr. E. Sugianto SH.MH yang telah meluangkan waktu dan perhatian semangat

  kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih pula kepada kedua orang tua, yaitu Ayahanda tercinta Mulya serta Ibunda Sanumi yang telah memberikan dorongan moril dan materil kepada penulis.

  Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dororngan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat :

  1. Bapak Prof. Dr. H. Maksum Muchtar., MA, selaku Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

  2. Bapak Dr. Achmad Kholiq, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

  3. Bapak H. Ilham Bustomi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah (AAS) IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

  4. Seluruh dosen dan staff Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

  5. Bapak Mahfudz, S.Ag, selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  6. Seluruh Staff Kantor Urusan Agama Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  7. Saudaraku tercinta Ang Nok, Ang De’, Ang Hadi, dan Ang Yono.

  8. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

  Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis akan menerima masukan berupa kritik maupun saran dari semua pihak yang sifatnya membangun guna meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penulis di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

  Cirebon, April 2011 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………… i

  IKHTISAR…………………………………………………………… ii LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………… iv NOTA DINAS………………………………………………………... v PERNYATAAN OTENTITAS……………………………………... vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................... vii RIWAYAT HIDUP………………………………………………….. viii KATA PENGANTAR……………………………………………….. ix DAFTAR ISI…………………………………………………………. xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………… 1 B. Perumusan Masalah………………………………… 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………… 7 D. Kerangka Pemikiran………………………………… 8 E. Metode Penelitian…………………………………… 11 F. Sistematika Penulisan………………………………. 13 BAB II. PENCATATAN PERKAWINAN DALAM KAJIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM A. Pengertian, Dasar Hukum, dan Prinsip-prinsip

  Perkawinan ……………………………………….... 14

  B. Syarat-syarat Perkawinan…………….…………….. 22

  C. Pengertian Pencatatan Perkawinan…………………. 29

  D. Dasar Filosofis Pencatatan Perkawinan……….…… 30

  BAB III. PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 jo. PERATURAN MENTERI AGAMA NO.11 TAHUN 2007 A. Pemberitahuan Kehendak Nikah…………………… 38 B. Pencegahan Pernikahan…………………………….. 44 C. Penolakan Kehendak Nikah……………………….. 51 BAB IV. PENCATATAN PERKAWINAN DI KUA KECAMATAN PLERED KABUPATEN CIREBON A. Kondisi Obyektif…………………………………….. 53 B. Prosedur Pencatatan Nikah………………………….. 59 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………….. 73 B. Saran ………………………………………………... 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara plural yang terdiri dari berbagai etnik dan pengikut beberapa agama, Islam, Budha, Khatolik, Hindu, Kristen. Setiap agama memiliki aturan tersendiri dalam kehidupan umatnya untuk

  menuju kesempurnaan menurut agama dan kepercayaannya tersebut. Jauh sebelum adanya aturan hukum di Indonesia, masyarakat telah memiliki aturan hukum yang berasal dari adat atau kebiasaan setempat. Islam adalah salah satu agama yang memiliki aturan yang sudah ada semenjak dahulu yang telah dilakukan oleh para nabi sebagai sang revolusioner.

  Salah satu ajaran yang penting dalam Islam adalah pernikahan (perkawinan). Begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam al-qur’an terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai masalah pernikahan seperti Q.S. al-ruum ayat 21, Q.S. al-raad ayat 28.

  Perkawinan merupakan sunnatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-

  1

  tujuan lainnya. Nikah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri dalam rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi. Keberadaan nikah ini sejalan dengan lahirnya manusia di atas bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya.

  Perkawinan disyariatkan semenjak dahulu supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, seperti yang tertuang dalam al-qur’an surat al-ruum ayat 21

                       

  Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

  

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

  2 kaum yang berfikir”.

  Dalam pendekatan Islam, keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi bangunan komunitas Islam. Keluarga menurut konsepsi Islam menguak penggabungan fitrah antara kedua jenis kelamin. Namun, bukannya untuk menggabungkan antara sembarang pria dan sembarang wanita dalam 1 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,(Jakarta: Siraja

  Prenada Media Group,2003), hlm.1 2 Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Jakarta: CV. Toha Putra

  wadah komunisme kehewanan, melainkan untuk mengarahkan penggabungan

  3 tersebut ke arah pembentukan keluarga dan rumah tangga.

  Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 ”Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

  4 berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqih, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda. Secara terminologi menurut Abu Hanifah pernikahan adalah Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang

  

5

  wanita yang dilakukan dengan sengaja. Menurut madzhab Syafi’i pernikahan

  6 adalah Aqad yang menjamin diperbolehkannya bersetubuhan.

  Sedangkan al-Azhari mengatakan akar kata nikah dalam bahasa Arab berarti hubungan badan. Adapun menurut Syariat nikah juga berarti akad.

  Sedangkan pengertian hubunagn badan itu hanya merupakan metafora saja.

  3 Muhammad Mahmud al-jauhari, “Penerjemah: Yessi Basyaruddin”, Membangun Keluarga Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm.5 4 5 Undang-Undang Perkawinan , (Surabaya : Arkola), hlm. 5 6 M. Ali Hasan :Pedoman Hidup Berumah… hlm. 11

  

Hujjah (argumen) atas pendapat ini adalah banyaknya pengertian nikah yang

  7 terdapat dalam al-qur’an maupun al-hadits sebagai akad.

  Dalam rangka mewujudkan tujuan pernikahan di atas, maka perkawinan diatur dengan undang-undang dan atau peraturan-peraturan lain, sebagai upaya untuk mengatur dan menertibkan pelaksanaan pernikahan serta memberikan kepastian hukum terhadap kehidupan berkeluarga termasuk di dalamnya akibat hukum yang timbul dari sebuah perkawinan atau perkawinann tersebut.

  Negara telah mengatur masalah pernikahan tersebut dalam Undang- undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Dijelaskan dalam pasal 2 (1) yang berbunyi “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu” serta pasal 2 (2) “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku”. Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa undang-undang mengharuskan perkawinan untuk dicatatkan, dalam hal ini adalah dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) yang ada di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi mereka yang selain beragama Islam sesuai Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.

  Tujuan dari pencatatan tersebut tentu untuk kebaikan suami dan istri, terlebih lagi untuk masa depan keturunanya. Karena akta nikah merupakan 7 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, “Penerjemah: M. Abdul Ghofar”, Fiqih bukti otentik yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut sudah disahkan oleh negara. Dan dijadikan sebagai bukti ketika dikemudian hari terjadi permasalahan atau perceraian, karena perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama. Perkawinan ini secara hukum baru dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan tertentu. Hukum itu sendiri bertujuan untuk menjadikan perkawinan sebagai asas yang tepat untuk membina keluarga yang sehat dan kuat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Dalam hal pencatatan perkawinan kuhususya bagi orang Islam sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 11 Tahun 2007. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bagaimana prosedur administrasi pencatatan perkawinan mulai dari pendaftaran hingga waktu pelaksanaan pernikahannya.

  Peraturan dibuat sebagai pedoman bagi kehidupan yang harus ditaati. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis masih ada sebagian masyarakat di Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon yang tidak mencatatkan perkawinannya hanya karena alasan perosedur administrasi yang berbelit-belit, apa lagi di setiap kecamatan biaya pencatatan pernikahan tersebut berbeda-beda dengan nominal uang yang tidak sedikit, bagi yang mampu itu bukanlah suatu masalah, tetapi bagi orang yang tidak mampu dan mereka ingin mencatatkan pernikahannya tersebut, itu merupakan suatu masalah. Di satu sisi mereka ingin mencatatkan pernikahannya tersebut namun di sisi lain biaya nikah yang tidak sedikit membuatnya memilih untuk tidak mencatatkan pernikahannya (nikah dibawah tangan).

  Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah prosedur administrasi pencatatan perkawinan dengan mengambil judul “Prosedur Pencatatan Perkawinan

  Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 Jo. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 (Studi Kasus Kantor Ururan Agama (KUA) Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon)”

B. Perumusan Masalah

  Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis membatasi penulisan skripsi pada permasalahan prosedur pencatatan pernikahan Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007 kaitannya dengan praktek dilapangan yaitu KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka perumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut :

  1. Bagaimana ketentuan prosedur pencatatan perkawinan menurut Undang- undang No.1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007 ?

  2. Bagaimana prosedur administrasi pencatatan perkawinan di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah :

  a. Untuk mengetahui prosedur administrasi pencatatan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007.

  b. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang prosedur Administrasi pencatatan pernikahan di KUA kecamatan Plered.

2. Kegunaan Penelitian

  a. Dapat memberikan kejelasan tentang prosedur pencatatan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007

  b. Dapat menambah serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dan memberikan kejelasan kepada masyarakat tentang prosedur pencatatan perkawinan di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

  c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah.

D. Kerangka Pemikiran

  Undang-undang tentang Perkawinan No. 1 tahun 1974 diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974). Mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal 2 Undang-undang tersebut, yang berbunyi: "(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu; (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."

  Dari Pasal 2 Ayat 1 ini, kita tahu bahwa sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta / pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang pencatatan perkawinan.

  Dalam berbagai literature fiqih sering ditemukan ungkapan yang

  8 bmengatakan “sah menurut agama tidak sah menurut hukum di Pengadilan”.

  Walupun demikian seringkali terjadi, karena perkawinan menurut agama dan kepercayaannya sudah dianggap sah, banyak pasangan suami istri tidak mencatatkan perkawinannya. Padahal perkawinan yang tidak dicatatkan memiliki dampak yang kurang baik. Pertama, perkawinan tersebut dianggap sebagai perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum. Meskipun perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan itu sah selama tidak bertentangan dengan agamanya tersebut namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak berkekuatan hukum jika belum dicatat oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS).

  Kedua, akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak dicatatkan adalah,

  baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya karena tidak adanya bukti yang sah dari pernikahan tersebut. Sehingga seorang suami bisa mengelakan tentang status perkawinan tersebut.

8 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Islam Kontemporer,(Jakarta: Pustaka

  Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatatkan sama saja dengan membiarkan adanya kehidupan yang sangat merugikan para pihak yang terlibat (terutama perempuan), terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.

  Berbicara tentang prosedur pencatatan perkawinan, seperti juga pembuatan KTP atau SIM, kita sesungguhnya membicarakan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Sehingga sudah semestinya memperhatikan prinsip good governance, salah satunya adalah menetapkan biaya yang sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat dan prosedur yang tidak berbelit-belit. Dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dan biaya yang sesuai, secara tidak langsung masyarakat diajak untuk mencatatkan perkawinannya.

  Melihat dari data-data di atas, konsekuensi logisnya adalah ketika prosedur administrasi pencatatan perkawinan yang tidak berbelit-belit serta biaya nikah yang tidak tinggi maka masyarakat dengan sendirinya akan mencatatkan perkawinannya.

E. Metode Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

  2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

  a. Observasi Suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan kepada obyek penelitian namun tidak turut serta dalam proses kerja yang dilaksanakan di KUA Kecamatan Plered.

  b. Wawancara Suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung atau tanya jawab dengan pihak terkait untuk memperoleh informasi, diantaranya Kepala KUA Kecamatan Plered, Pegawai Pencatat Nikah, masyarakat Kecamatan Plered.

  c. Dokumentasi

  Suatu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen- dokumen penting yang berkaitan dengan obyek penelitian.

  3. Sumber Data

  a. Sumber primer yaitu Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007 dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 serta data-data lapangan di KUA Kecamatan Plered.

  b. Sumber sekunder yang terdiri dari buku-buku penunjang yang relevan dengan permasalahan yang dikaji serta sumber-sumber yang dapat membantu dalam penelitian ini seperti hasil wawancara serta dokumen- dokumen penting yang berkaitan dengan masalah prosedur pencatatan perkawinan.

  4. Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu dengan cara menganalisis data yang didapat kemudian menjabarkannya secara komperhensif.

F. Sistematika Penulisan

  BAB I Pendahuluan, yang di dalamnya berisi pembahasan tentang : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Langkah-langkah Penelitian, serta Sistematika Penulisan. BAB II, Pencatatan Perkawinan Dalam Kajian Filsafat Hukum Islam, yang berisi pengertian, dasar hukum dan prinsip-prinsip perkawinan, syarat- syarat perkawinan, pengertian pencatatan perkawinan serta dasar filosofis pencatatan perkawinan.

  BAB III, Prosedur Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007, yang berisi tentang pemberitahuan kehendak nikah, pencegahan perkawinan, serta penolakan kehendak nikah.

  BAB IV, Prosedur Pencatatan Perkawinan di KUA Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. yang berisi tentang kondisi obyektif, prosedur pencatatan perkawinan. BAB V, Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II PENCATATAN PERKAWINAN DALAM KAJIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM A. Pengertian, Dasar Hukum, dan Prinsip-prinsip Perkawinan Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah berarti akad antara laki-laki dan wali

  perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam arti majazi

  9

  (metafora). Demikian itu berdasarkan firman Allah berikut ini,

     “Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka.” (al-nisa’:

  25) Selain itu ada juga yang mengartikan nikah secara bahasa, berarti menghubungkan atau mengumpulkan antara dua hal, juga disebut dengan akad atau ikatan. Adapun nikah secara istilah adalah akad yang diungkapkan dengan

  10 lafadz inkah (menikah) atau tazwij (kawin) secara umum.

  9 Syaikh Hasan Ayyub, “Penerjemah: M. Abdul Ghoffar”, Fikih Keluarga, ,(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 29 10 Shalih Bin Gahanim As-Sadlan, “Penerjemah: Nurul Mukhlisin”, Intisari Fiqih

  Sedangkan Undang-undang Perkawinan menyebutkan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah

  11 Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.

  Al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia (pria) secara naluriah di samping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta, kekayaan, dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Dengan demikian juga sebaliknya wanita mempunyai keinginan yang sama. Untuk memberikan jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis itu,

  12 Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui yaitu perkawinan.

  Perkawinan merupakan naluri manusia sejak adanya manusia itu sendiri untuk memenuhi hajat kehidupannya dalam melakukan hubungan biologis dalam berkeluarga. Tentu saja dalam pernikahan itu menyangkut sedikitnya hubungan antar dua pihak, yang dalam istilah hukum disebut hubungan hukum,

  11 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 7 12 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, di mana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban, maka timbul hukum objektif yang mengaturnya yang disebut hukum perkawinan.

  Bagi para pemeluk agama, perikatan perkawinan bukan dianggap perikatan biasa, tetapi bersifat sakral yang mengandung ajaran-ajaran agama bagi pemeluknya, tentu saja mereka tidak dapat melepaskan diri pada ketentuan-ketentuan hukum objektif yang diatur dalam agama masing-masing.

  Islam menjadikan pernikahan sebagai salah satu pilar sosial dan menyatakannya sebagai jalan kaum pilihan yang menempuh jalan kedamaian untuk manusia dan merumuskan tarapi kebajikan dan kesalehan. Allah SWT

  13

  berfirman :

            

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan

Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.”

  Dari keterangan ayat di atas sudah jelas bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan manusia untuk menikah dan memperbanyak keturunan, karena dengan pernikahan maka eksistensi manusia di bumi akan tetap berlanjut. Sebagimana sabda Rasul :

  ﻲﻨﻣ ﺲﯾﻠﻓ جﻮزﺘﯾ مﻠ ﻢﺛ جﻮزﺘﯾ نﻷاﺮﺳ ﻮﻣ ﻦ ﺎﻜ ن ﻤ

  13

  “Barang siapa yang sangat mampu untuk menikah kemudian ia tidak

  14 menikah maka ia bukan termasuk golonganku .”

  Hukum Perkawinan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, Oleh karena itu peraturan-peraturan tentang perkawinan ini diatur dan diterangkan dengan jelas dan terperinci. Hukum Perkawinan Islam pada dasarnya tidak hanya mengatur tatacara pelaksanaan perkawinan saja, melainkan juga segala persoalan yang erat hubungannya dengan perkawinan, misalnya, hak-hak dan kewajiban suami istri, pengaturan harta kekayaan dalam perkawinan, cara-cara untuk memutuskan perkawinan, biaya hidup yang harus diadakan sesudah putusnya perkawinan, Pemeliharaan anak, nafkah anak, pembagian harta perkawinan dan lain-lain.

  Dalam suatu perkawinan diharapkan terdapat dan terciptanya asas-asas atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

  Asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:

  1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

  Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.

  14

  2. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

  3. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan megizinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

  4. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih di bawah umur. Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka Undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.

  5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan.

  6. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah-tangga maupun dalampergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga

  15 dapat dituangkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.

  Dalam perspektif yang lain, Musdah Mulia menjelaskan bahwa prinsip

  16 perkawinan tersebut ada empat yang didasarkan pada ayat-ayat al-qur’an.

  a. Prinsip Kebebasan dalam memilih jodoh Prinsip ini sebenarnya kritik terhadap tradisi bangsa Arab yang menempatkan perempuan pada posisi yang lemah, sehingga untuk dirinya 15 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

  1996), hlm.56-57 16 Amiur Nurudin dan Azhari Akhmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

  sendiri saja tidak memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik pada dirinya. Oleh sebab itu kebebasan memilih jodoh adalah hak dan kebebasan bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

  b. Prinsip mawaddah wa rahmah Prinsip ini didasarkan pada firman Allah Q.S. al-ruum: 21

               

         

  Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

  17 kaum yang berfikir.”

  Mawaddah wa rahmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Jika binatang melakukan hubungan seksual semata-mata untuk kebutuhan seks itu sendiri juga dimaksudkan untuk berkembang biak. Sedangkan perkawinan manusia bertujuan untuk mencapai ridha Allah di samping tujuan yang bersifat biologis c. Prinsip saling melengkapi dan melindungi

  Prinsip ini didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat pada Q.S al-baqarah: 187 17

                  

  Artinya : .

  

Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka

Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu

  18 Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu.

  Perkawinan laki-laki dan perempuan dimaksudkan untuk saling membantu dan melengkapi, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena itulah dalam sebuah keluarga harus saling memahami hak dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing suami ataupun istri.

  d. Prinsip mu’asarah bi al-ma’ruf Prinsip ini didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam surat al- nisa’ : 19 yang memerintahkan kepada setiap laki-laki untuk memperlakukan istrinya dengan cara yang ma’ruf

                           