MORFEM TERIKAT DI DALAM BAHASA SASAK DIALEK MENO-MENE DI KELURAHAN AMPENAN SELATAN KECAMATAN AMPENAN

  

MORFEM TERIKAT DI DALAM BAHASA SASAK

DIALEK MENO-MENE DI KELURAHAN

AMPENAN SELATAN KECAMATAN AMPENAN

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

OLEH

DIAN IRMAYATI

NIM: E1C109065

  

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIOSNAL UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

  Jalan Majapahit No. 62 Telpon (0370) 623873 Fax 634918 Mataram NTB

HALAMAN PERSETUJUAN

  

Skripsi Berjudul: MORFEM TERIKAT DI DALAM BAHASA SASAK DIALEK

MENO-MENE DI KELURAHAN AMPENAN SELATAN KECAMATAN AMPENAN

  Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui pada tanggal, 22 Agustus 2013 Pembimbing I Pembimbing II Ahmad Sirulhaq, M.A. Yuniar Nuri Nazir, S.S., M.Hum. NIP. 19800621 200501 1 003 NIP. 19731229 200604 2 001

  

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa,

Sastra Indonesia dan Daerah

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

  Jalan Majapahit No. 62 Telpon (0370) 623873 Fax 634918 Mataram NTB

HALAMAN PENGESAHAN

MORFEM TERIKAT DI DALAM BAHASA SASAK

  

DIALEK MENO-MENE DI KELURAHAN AMPENAN SELATAN

KECAMATAN AMPENAN

Oleh

DIAN IRMAYATI

E1C 109 065

  

Telah dipertahankan di depan dosen penguji dan dinyatakan lulus

Pada tanggal 5 September 2013

Dosen Penguji

Ketua

  

Ahmad Sirulhaq, M.A.

  

NIP. 19800621 200501 1 003

Anggota, Anggota,

Yuniar Nuri Nazir, S.S., M.Hum. Dr. H. Muhammad Sukri, M.Hum.

  NIP. 19731229 200604 2 001 NIP. 19751231 200212 1 001 Mengetahui, Pj. Dekan FKIP Universitas Mataram,

  

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO Allah tempatku bergantung dan meminta segala sesuatu Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah karena Dia mampu mengubah

segalanya PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil Alamin segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

nikmat serta limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini aku persembahkan untuk orang-orang yang sangat berharga dan sangat kusayangi:

   kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Arahap dan Ibunda Sapuri yang telah ikhlas

  mendoakan dan mengorbankan segalanya untukku. Kalian adalah orang tua terbaik yang

dianugrahkan oleh Allah SWT untukku, semoga aku dapat selalu membahagiakan kalian.

   Saudara-saudaraku yang sangat kusayangi (Adi, Nur, Ida, Iwan). Begitu terasa indah

  

persaudaraan ini karena adanya kalian sebagai saudara-saudara terbaik yang kumiliki

   Keponakan-keponakanku tersayang (Ziah, Lia, Eca, Fatur, Gahtan), raihlah cita-cita kalian dan jadilah anak-anak yang membanggakan.

   Semua kelurga besarku yang selalu memotivasi dan memompa semangatku. Aku akan selalu berusaha menjadi kebanggaan kalian.

   Orang-orang spesial yang telah banyak mewarnai kehidupanku, memberikan semangat,

  canda, dan tawa (Aitir, Usma, Lia, Miati). Begitu banyak kenangan indah bersama kalian, semoga kita selalu bersama.

   Sahabat-sahabat terbaikku di kampus putih (Nurul, Ros, Yeyet, Ica, Ita, Iin, Ila, Upi).

KATA PENGANTAR

  Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia- Nya, dan kerja keras peneliti sehingga skripsi yang berjudul “Morfem

  Terikat Di Dalam Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene Di Kelurahan Ampenan Selatan Kecamatan Ampenan

  ” selesai tepat pada waktunya. Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam.

  Skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph, D., selaku Rektor Universitas Mataram; 2.

  Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni; 3. Johan Mahyudi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra

  Indonesia dan Daerah; 4. Burhanuddin, S.Pd., M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik; 5.

  Ahmad Sirulhaq, M.A., selaku dosen pembimbing pertama; 6. Yuniar Nuri Nazir, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing kedua; 7. Dr. H. Muhammad Sukri, M.Hum., selaku dosen penguji netral; 8. Rekan-rekan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Reguler

  Sore Angkatan 2009;

  Skripsi ini disadari masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini pada masa mendatang.

  Mataram, September 2013 Peneliti

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………. ii

HALA MAN PENGESAHAN………………………………………………….. iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN………………………………... iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… vii

HALAMAN DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………….xi

ABSTRAK………………………………………………………………….…..xiii

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang……………….………………………………………….1

  1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 4

  1.3 Tujuan…………………………………………………………………...4

  1.3.1 Tujuan Umum……………………………………..…………………4

  1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………..……………...5

  1.4 Manfaat……………………………………………………………….....5

  1.4.1Manfaat Teoretis………..…………………………………………….5

  1.4.2 Manfaat praktis……………..………………………………………..6

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Penelitian yang Relevan………………………………………………...7

2.2.2 Morfem……..………………………………………………………14

  2.2.2.1 Morfem Bebas...…..…………………………………………..16

2.2.2.2 Morfem Terikat……….……………………………………….16

2.2.3 Kata….……………………………………………………………..18

BAB III METODE PENELITIAN

  3.6.3 Metode Introspeksi……………………..…………………………..25

  3.8 Metode dan Teknik Penyajia n Hasil Analisis Data……………………27

  3.7.2 Metode Agih/ Distribusional………..……………………………...26

  .……………………………………………………..26

  3.6.2 Metode Cakap…………………..…………………………………..24

  3.1 Pendekatan Deskriptif………………………………………………….20

  3.6.1 Metode Simak……..………………………………………………..23

  3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……………………………….23

  3.5.2 Sampel…………………………………………..………………….22

  3.5.1 Populasi.……………………………………………………………21

  3.5 Populasi dan Sampel…………………………………………………...21

  3.4 Lokasi Penelitian………………………………………………………21

  3.3 Data dan Sumber Data…………………………………………………21

  3.2 Jenis Penelitian………………………………………………………...20

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data……………………………………..25 3.7.1 Metode Padan.

BAB IV PEMBAHASAN

  4.2 Bentuk Morfem Terikat………………………………………………..28

  4.2.1 Morfem Terikat Secara Morfologis..……………………………….28

  4.2.1.1 Afiks...……………………………………………………….29

  4.2.1.2 Morfem Prakategorial……………………...……...………...46

  4.2.2 Morfem Terikat Secara Sin taktis………………..………………….49

  4.2.2.1 Morfem Unik…………...……………………………………50

  4.2.2.2 Morfem Prakategorial……………………………...………..51

  4.3 Proses Morfofonemik……………………………….…………………52

  4.3.1 Proses Morfofonemik Afiks……………...……………..………….52

  4.3.1.1 Proses Morfofonemik Prefiks……………...…...……………52

  4.3.1.2 Proses Morfofonemik Konfiks…………......………………..74

  4.3.1.3 Proses Morfofonemik Simulfiks………….………...……….76

  4.3.2 Proses Morfofonemik Morfem Prakategorial………...……..……...83

  4.4 Makna Morfem Terikat………………………………………………...88

  4.4.1 Makna Afik s………..………………………………………………88

  4.4.1.1 Makna Prefiks {b ə-}…………………...……………………89

  4.4.1.2 Makna Prefiks { -}……………………………..…………..90

  4.4.1.3 Makna Prefiks {p ə-}…………………………...……………91

  4.4.1.4 Makna Prefiks {p ə -}………………………………...…….92

  4.4.1.5 Makna Prefiks {k ə-}……………………..…………………94

  4.4.1.6 Makna Prefiks {t ə-}……..…………………………………..95

  4.4.1.9 Makna Sufiks {- an}…………….............................................96

  4.4.1.10 Makna Konfiks {p ə-an}…………………...……………….97

  4.4.1.11 Makna Konfiks {k ə-an}…………………...……………….98

  4.4.1.12 Makna Konfiks {k ə -an}…………………………….…….98

  4.4.1.13 Makna Simulfiks {b ə-}+{-an}…………...………………...99

  4.4.1.14 Makna Simulfiks { -}+{-an}………………………...…….99

  4.4.1.15 Makna Simulfiks {p ə-}+{-an}………...…..……………….99

  4.4.1.16 Makna Simulfiks {p -}+{-an}……………………..……100 ə

  4.4.1.17 Makna Simulfiks {k ə-}+{-an}…...…….………...……….101

  4.4.1.18 Makna Simulfiks {k ə -}+{-an}…...……...………...…….101

  4.4.1.19 Makna Simulfiks {t ə-}+{-an}…...………..……...……….101

  4.4.1.20 Makna Simulfiks {s ə-}+{-an}…...………..……...……….102

  4.4.2 Makna Morfem Prakategorial ……..……………………………..102

  4.4.3 Makna Morfem Unik….……..……………………………………102

  BAB V PENUTUP

  5.1 Simpulan……………………………………………………………104

  5.2 Saran………………………………………………………………...106

  

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….108

LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

  BSDM : Bahasa Sasak dialek Meno-Mene : Mengapit makna

  „ „ / / : Mengapit satuan fonemis { } : Mengapit satuan morfem

  : Bentuk yang menyatakan gabungan + // // : Mengapit frase # # : Mengapit kalimat

  : Bentuk yang menyatakan hasil dari gejala perpaduan : Tanda asteris, digunakan untuk menunjukkan bentuk satuan * lingual yang tidak gramatikal

    : Melambangkan bunyi hambat glottal

  u : Bunyi vokal belakang, atas, dan bundar

  , seperti pada kata /pute /

  : Bunyi vokal belakang, atas bawah, bundar , seperti pada kata /samb

   t/

  e : Bunyi vokal depan, tengah atas, takbundar , seperti pada kata /kode

  /

  : Bunyi vokal depan, tengah bawah, takbundar , seperti pada kata

   /

  nta/

  , seperti pada kata /god ə/

  : Bunyi vokal pusat, tengah, takbundar ə

  

o : Bunyi vokal belakang, tengah atas, dan bundar , seperti pada kata

  

  : Bunyi vokal belakang, tengah bawah, dan bundar , seperti pada kata

  /g ck/

i : Bunyi vokal depan, atas, takbundar , seperti pada kata /i

  əs/  : Bunyi vokal depan, atas bawah, takbundar, seperti pada kata

  /bal k/ 

  : Bunyi nasal velar, seperti pada kata /gal / ñ : Bunyi nasal palatal, seperti pada kata /ñus

  k/

  

MORFEM TERIKAT DI DALAM BAHASA SASAK

DIALEK MENO-MENE DI KELURAHAN AMPENAN SELATAN

KECAMATAN AMPENAN

Dian Irmayati

  Universitas Mataram

  

ABSTRAK

  Morfem terikat merupakan hal yang menarik diteliti karena penggunaannya memiliki frekuensi pemakaian yang tinggi di dalam berkomunikasi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk morfem terikat; (2) mendeskripsikan proses morfofonemik; dan (3) mendeskripsikan makna gramatikal morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan, kecamatan Ampenan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan teori linguistik struktural. Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode simak, cakap, dan introspeksi, sedangkan penganalisisan datanya menggunakan metode padan dan distribusional. Selanjutnya, data disajikan menggunakan metode informal dan formal. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan dua bentuk morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan selatan, yaitu morfem terikat secara morfologis dan morfem terikat secara sintaktis. Morfem terikat secara morfologis meliputi afiks dan morfem prakategorial, sedangkan morfem terikat secara sintaktis meliputi morfem unik dan beberapa morfem prakategorial. Proses morfofonemik bergantung pada fonem awal bentuk dasar yang dilekatinya. Makna yang ditimbulkan oleh morfem terikat merupakan makna gramatikal. Dengan demikian, morfem terikat hanya dapat muncul sebagai unsur suatu kalimat jika telah melekat pada morfem lain.

  Kata kunci: morfem terikat, afiks, morfem prakategorial, morfem unik

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Bahasa merupakan objek linguistik yang berfungsi sebagai alat komunikasi. Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan, perbedaan, serta keunikan tersendiri antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta keunikannya masing-masing merupakan fenomena yang sangat menarik diteliti oleh para ahli bahasa. Hal tersebut dapat memperkaya khazanah ilmu kebahasaan itu sendiri.

  Salah satu objek penelitian bahasa yang menarik adalah pembentukan kata, karena hal itu pasti terjadi di dalam suatu bahasa dan disebut proses morfologis. Apabila kita berbicara tentang proses morfologis, maka tataran morfologi yang kita bicarakan. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri atas satu atau beberapa morfem sehingga di dalam pembentukan kata, kita pasti akan banyak menjumpai adanya morfem terikat. Oleh karena itu, morfem terikat menjadi hal yang menarik diteliti, karena tiap-tiap bahasa pasti memiliki variasi morfem terikat yang berbeda.

  Di dalam penelitian ini akan dibicarakan morfem terikat bahasa Sasak. Bahasa Sasak adalah salah satu bahasa daerah yang terdapat di kawasan Nusa Tenggaara Barat. Bahasa Sasak merupakan bahasa utama yang dipakai sebagai sehari-hari, masyarakat suku Sasak menggunakan bahasa Sasak sebagai alat berinteraksi satu sama lain.

  Objek penelitian kali ini adalah bahasa Sasak dialek Meno-Mene. Bahasa Sasak dialek Meno-Mene pada umumnya dipakai secara lisan di dalam percakapan sehari-hari oleh masyarakat suku Sasak. Sedangkan di dalam bentuk tulisan sangat jarang digunakan, baik di dalam surat keluarga, buku-buku, maupun media cetak lainnya sehingga penggunaan bahasa Sasak dialek Meno-Mene ini tampaknya kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar pengguna bahasa Sasak dialek Meno-Mene terpengaruhi oleh bahasa nasional, bahasa daerah lain, atau bahasa Sasak dialek lainnya. Hal inilah yang menarik minat peneliti mengangkat kembali bahasa Sasak dialek Meno-Mene di dalam kegiatan penelitian, yaitu mengenai morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno- Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan. Kelurahan Ampenan Selatan merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di kecamatan Ampenan.

  Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pedagang, petani, nelayan, tukang, dan pegawai. Di dalam komunikasi sehari-hari, masyarakat Ampenan lebih sering menggunakan bahasa Sasak daripada bahasa Indonesia.

  Morfem terikat merupakan hal yang menarik diteliti karena penggunaannya memiliki frekuensi pemakaian yang tinggi di dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh manusia sebagai pemilik bahasa itu penuh dengan berbagai kegiatan dan salah satu alat untuk menampakkan bentuk kegiatan Contohnya: morfem terikat {bə-} + {kəlambi} „baju‟  /bəkəlambi/ „memakai baju‟

  Salah satu keunikan morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno- Mene adalah terdapatnya morfem-morfem unik yang tidak memiliki padanan di dalam bahasa Indonesia, misalnya morfem unik /enta

  / yang melekat pada morfem / rs/ „seret‟ menjadi //rs enta//. Di dalam bahasa Indonesia, morfem

  /seret/ tidak memiliki morfem unik yang melekatinya. Demikian juga morfem unik /gal / yang melekat pada morfem /təari/ „siang‟ menjadi //təari gal//. Di dalam bahasa Indonesia morfem /siya / juga tidak memiliki morfem unik yang melekatinya.

  Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan bahasa Sasak memang sudah banyak dan sering dilakukan, tetapi berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan, ternyata belum ada yang meneliti morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan.

  Dengan demikian, hal tersebut sangat menarik diteliti agar diperoleh gambaran yang jelas tentang morfem terikat di dalam bahasa Sasak, khususnya bahasa Sasak dialek Meno-Mene. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa daerah dalam rangka melestarikan bahasa Sasak dan menambah khazanah penelitian bahasa Sasak.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di dalam bagian sebelumnya, masalah yang diangkat oleh peneliti di dalam penelitian ini diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. 1)

  Bagaimanakah bentuk-bentuk morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan?

  2) Bagaimanakah proses morfofonemik di dalam bahasa Sasak dialek Meno-

  Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan? 3)

  Bagaimanakah makna gramatikal morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan?

  1.3 Tujuan

  Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh penelitian ini. Tujuan penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

  Secara umum, penelitian “Morfem Terikat Di Dalam Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene D i Kelurahan Ampenan Selatan Kecamatan Ampenan” bertujuan selain memasyarakatkan bahasa Sasak dialek Meno-Mene, juga penelitian ini bertujuan memperkaya khazanah budaya daerah dan nasional.

1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

  1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan.

  2) Mendeskripsikan proses morfofonemik di dalam bahasa Sasak dialek Meno- Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan.

  3) Mendeskripsikan makna morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno- Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan.

1.4 Manfaat

  Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bukan hanya terhadap peneliti sendiri, tetapi juga terhadap semua pihak. Manfaat yang diharapkan oleh peneliti tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

  Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan tambahan pemahaman terhadap peneliti secara pribadi di dalam memahami konsep-konsep teori linguistik yang ada, khususnya morfologi yang berkaitan dengan morfem terikat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman para peneliti pemula sehingga termotivasi melakukan penelitian yang lebih sempurna, menjadi bahan inventarisasi di dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Sasak.

1.4.2 Manfaat praktis

  Selain manfaat teoretis, peneliti juga akan menjabarkan manfaat praktis penelitian ini. Adapun manfaat praktis penelitian ini, yaitu 1) sebagai bahan perbandingan penelitian berikutnya; 2) menambah koleksi perpustakaan; 3) membandingkan antara bahasa daerah yang satu dan bahasa daerah yang lainnya;

  4) sebagai sarana pengembangan budaya daerah, terutama pada aspek bahasanya; dan

  5) menambah khazanah kebudayaan lokal, khususnya tentang morfem terikat di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene di kelurahan Ampenan Selatan kecamatan Ampenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

  Seperti halnya bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa daerah yang lain, bahasa Sasak juga dijadikan objek penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak, pada umumya oleh pihak akademisi. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang terkait dengan keberadaan bahasa Sasak, khususnya yang menyangkut bidang morfologi sebagai berikut. 1)

  Pembentukan Nomina Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene (Husnaini, 2004) yang membahas bentuk nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene, proses pembentukan nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene, fungsi afiksasi di dalam pembentukan nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene, dan makna pembentukan nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene. Hasil penelitian ini adalah nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene dapat dibagi menjadi nomina dasar dan nomina turunan. Nomina turunan ini merupakan proses pembentukan nomina. Afiks yang berfungsi membentuk nomina, yaitu (1) prefiks /p

  -/, /p

  m-/, /b-/, /s-/, /d-/, /j-/, (2) infiks /-m-/, /-b-/, /-d-/, /-j-/, (3) sufiks /-an/, dan di dalam bahasa Sasak juga terdapat konfiks (gabungan antara prefiks dan sufiks), yaitu /p

  -an/, /pr-an/, /pn-an/. Sedangkan leksem/ kata Meno-Mene dapat juga dibentuk melalui proses pengulangan (reduplikasi) dan proses pemajemukan (komposisi). Kemudian, makna nomina bahasa Sasak dialek Meno-Mene akan berbeda-beda sesuai dengan bentuk dan kedudukannya. Hal ini disebabkan oleh bentuk nomina yang berupa bentuk dasar dan turunan. 2)

  Morfofonemik Bahasa Sasak Sedau (Husna, 2004) yang membahas proses perubahan fonem di dalam bahasa Sasak Sedau, proses penambahan fonem di dalam bahasa Sasak Sedau, dan proses penghilangan fonem di dalam bahasa Sasak Sedau. Hasil penelitian ini, yaitu di dalam bahasa Sasak Sedau ditemukan tiga proses perubahan fonem. Ketiga perubahan fonem itu, yaitu (1) bila prefiks /N-/ melekat pada morfem-morfem yang memiliki fonem awal /t, p, k, s, dan c/ sehingga fonem awal morfem tersebut berubah menjadi alofonnya, yaitu /n, m,

  , dan ñ/, (2) proses perubahan {N-} menjadi salah satu alofonnya, yaitu [ ] jika {N-} melekat pada morfem-morfem yang memiliki fonem awal vokal /a, i, u, e, dan o/, (3) perubahan fonem yang ketiga, jika morfem /sala / dan /bla/ dilekati sufiks /-an/ atau konfiks /t-an/. Proses tersebut mengakibatkan /

  / pada /sala/ dan /bla/ berubah menjadi /h/. Perubahan ini tidak berlaku pada morfem lain yang juga memiliki fonem akhir /

  /. Di dalam bahasa Sasak Sedau ditemukan tiga proses penambahan fonem, yaitu (1) bila prefiks /b -/ melekat pada morfem-morfem yang memiliki fonem morfem /tali / dan /bani/ yang mengakibatkan penambahan fonem / / pada akhir kata, dan proses ini hanya terjadi pada morfem /tali/ dan /bani/. Proses penghilangan fonem di dalam bahasa Sasak Sedau terjadi bila prefiks /t

  -/ melekat pada morfem yang memiliki fonem awal vokal /a, i, u, e, dan o/.

  3) Afiksasi Verba Bahasa Sasak Di Desa Teros Lombok Timur (Hendarmin,

  2004) yang membicarakan bentuk afiksasi verba yang terdapat di dalam bahasa Sasak Teros dan makna afiksasi verba bahasa Sasak Teros. Hasil penelitian ini, yaitu bentuk dan makna afiksasi verba di dalam bahasa Sasak Teros terdiri atas dua macam, yaitu a) prefiks verba yang berupa prefiks {N-} dengan alomorf /n-/, /m-/, /

  -/, /ñ-/; prefiks {ta-}; prefiks {p-}; dan prefiks {b-}; b) konfiks verba yang berupa konfiks { -a}, konfiks {b-an}, dan konfiks {p-}.

  Variasi bentuk afiks verba tersebut dapat melekat pada bentuk dasar yang berkategori verba, adjektiva, nomina, dan numeralia. Makna afiksasi verba di dalam bahasa Sasak Teros bervariasi bergantung pada bentuk dasar yang dilekatinya.

  4) Afiksasi Verba Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene: Sebuah Kajian Morfologi

  Transformasi Generatif (Adawiyah, 2007) yang membicarakan proses pembentukan kata, khususnya verba bahasa Sasak dialek Meno-Mene melalui afiksasi dan fungsi afiks-afiks tersebut di dalam pembentukan verba setelah dilekatkan pada bentuk dasar bahasa Sasak dialek Meno-Mene. Hasil analisis data di dalam penelitian ini, yaitu (1) proses pembentukan verba di dalam verba, yaitu {b

  əN-} dan {N-}. Kedua bentuk afiks ini masing-masing memiliki

  alomorf /b

  -/, /ə- ə-/ dan /bər-/, sedangkan {N-} memiliki lima alomorf, yaitu /

  /, /n- /, /ñ-/, dan /m-/; (2) fungsi yang dibentuk oleh afiks verba di dalam bahasa Sasak dialek Meno-Mene bersifat derivasional, artinya bila afiks-afiks tersebut setelah dilekatkan pada bentuk dasar, maka ia memiliki kemampuan mengubah kategori atau kelas kata menjadi verba; (3) makna-makna yang ditimbulkan oleh afiks-afiks pembentuk verba {b

  əN-} dan {N-} ini menyatakan

  makna, yaitu (a) membuat; (b) mengendarai; (c) memakai atau mengenakan; (d) mengandung seperti tersebut pada bentuk dasar; (e) memiliki atau menderita penyakit; (f) mengeluarkan; (g) menjadi seperti tersebut pada bentuk dasar; (h) menuju seperti tersebut pada bentuk dasar; (i) memiliki atau mempunyai; (j) melakukan kegiatan seperti tersebut pada bentuk dasar; (k) melakukan kegiatan (bermain); (l) melakukan pekerjaan atau kegiatan seperti tersebut pada bentuk dasar; (m) menghirup; (n) meminum; (o) memasang; (p) menanam; (q) membaca seperti tersebut pada bentuk dasar; (r) menderita atau mengalami seperti tersebut pada bentuk dasar; dan (s) memperingati atau mengingat. 5)

  Proses Sufiksasi Bahasa Sasak Dialek Ngeno-Ngene: Kajian Berdasarkan Morfologi Generatif (Kurnia, 2011) yang membicarakan wujud sufiks di dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene, fungsi sufiks-sufiks di dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene, dan makna yang ditimbulkan sufiks-sufiks di dalam

  /-a /. Sufiks di dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene memiliki fungsi mengubah kategori kata (afiks derivasi) dan mengubah bentuk kata (afiks infleksi). Sedangkan makna yang ditimbulkan di antaranya adalah

  „menyatakan kumpulan atau hasil ‟, „menyatakan lebih dari sebelumnya/ yang lain dan membuat jadi lebih dari yang sebelumnya sesuai yang tersebut pada bentuk dasar

  ‟, „memberikan/ melakukan sesuatu terhadap orang lain‟, „melakukan pekerjaan untuk orang lain ‟, „menambahkan/ memakaikan seperti tersebut pada bentuk dasar dan mengacu/ berdasarkan pada seperti tersebut pada bentuk dasar ‟. 6)

  Afiks Derivasi Dalam Pembentukan Kata Bahasa Sasak Dialek [a-e] Di Desa Pengembur Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah (Hasyanti, 2011) yang membicarakan wujud afiks derivasi bahasa Sasak dialek [a-e], makna afiks derivasi di dalam pembentukan kata bahasa Sasak dialek [a-e], dan fungsi afiks di dalam pembentukan kata bahasa Sasak dialek [a-e]. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan afiks derivasi di dalam pembentukan kata bahasa Sasak dialek /a-e/ di desa Pengembur, kecamatan Pujut, kabupaten Lombok Tengah sebanyak enam afiks derivasi, yaitu (1) prefiks /be-/, (2) prefiks /N-/, (3) prefiks /pe-/, (4) prefiks /te-/, (5) sufiks /-an/, dan (6) konfiks /be-an/.

  Makna yang terkandung pada semua bentuk afiks derivasi, yaitu menyatakan makna „membuat‟, „mengendarai‟, „mempunyai‟, „mengeluarkan‟, „melakukan kegiatan

  ‟, „bermain‟, „bekerja‟, „menerangkan‟, „mengandung‟, „mengenakan‟,

  „berbalasan‟, sedangkan fungsi yang dihasilkan oleh semua afiks derivasi adalah dapat membentuk kata verbal dan nominal.

  Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, penelitian yang berjudul “Morfem Terikat Di Dalam Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene Di Kelurahan Ampenan Selatan Kecamatan Ampenan

  ” belum diteliti secara detail. Oleh karena itu, judul ini perlu diteliti agar bisa dijadikan bahan perbandingan antara kajian morfologi bahasa Sasak dengan bahasa Sumbawa atau bahasa-bahasa yang lain.

2.2 Landasan Teori

  Penelitian ini menggunakan teori linguistik struktural. Teori linguistik struktural mula-mula dikembangkan oleh Ferdinand De Saussure (1916). Ia dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Selanjutnya, teori tersebut dikembangkan oleh para pengikutnya. Teori ini berpendapat bahwa bahasa terdiri atas beberapa perangkat. Beberapa perangkat yang dimaksud dimulai dari unit bahasa yang terkecil, yaitu bunyi bahasa sampai tingkatan yang paling besar, yaitu kalimat yang tersusun di dalam sebuah wacana. Masing-masing perangkat itu memiliki sistem tersendiri yang mempunyai kaitan di dalam sistem tatatingkatan yang lebih tinggi. Pengkajian bahasa berdasarkan struktur bahasa ini dikenal dengan istilah linguistik struktural yang menekankan analisisnya berdasarkan ciri- ciri formal yang ada.

2.2.1 Morfologi

  Morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dengan kata lain, morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21). Contohnya kata sepeda, bersepeda, jalan, dan rumah. Golongan kata

  

sepeda termasuk golongan kata nominal, sedangkan golongan kata bersepeda

  termasuk golongan kata verbal. Demikian pula dengan golongan kata rumah dan

  

jalan keduanya merupakan golongan kata nominal, tetapi keduanya berubah

  golongan katanya menjadi golongan kata verbal setelah dimasuki unsur /br-/ menjadi berumah dan berjalan. Di sini /br-/ merupakan afiks dan berfungsi mengubah golongan kata nominal menjadi golongan kata verbal. Lebih lanjut,

  Ramlan membagi proses morfologi menjadi tiga bagian, yaitu (1) proses pembubuhan afiks (afiksasi), (2) proses pengulangan (reduplikasi), (3) proses pemajemukan (komposisi).

  Menurut Sukri (2008: 3-4), morfologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang berhubungan dengan struktur internal kata serta korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis, sedangkan menurut Verhaar (2004: 97), morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan- satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Sulchan Yasin juga memberikan definisinya tentang morfologi, yaitu ilmu yang mempelajari hal-hal yang

  Berdasarkan uraian di atas, ditemukan dua hal pokok, yaitu

  a) morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa; b) morfologi mempelajari seluk beluk morfem dan kata.

2.2.2 Morfem

  Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil; satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Telah banyak definisi morfem yang diberikan oleh para pakar bahasa, baik pakar bahasa dalam negeri maupun pakar bahasa luar negeri. Beberapa di antaranya dikemukakan di sini.

  Tjiptadi, dkk. (dalam Muhammad Sukri, 2008: 18) mengatakan bahwa morfem adalah bentuk terkecil yang bermakna dan tidak dapat diperkecil lagi, sedangkan menurut Keraf (1984: 52), morfem merupakan kesatuan yang ikut serta di dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya. Keraf juga menekankan bahwa sebuah morfem sebelum memiliki arti haruslah morfem itu terlibat di dalam proses pembentukan kata. Di pihak lain, Kridalaksana mengatakan morfem adalah satuan bahasa yang terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian makna yang lebih kecil. Tampak jelas Kridalaksana mengklaim bahwa morfem memang betul memiliki makna. Akan tetapi, makna yang dimiliki morfem itu relatif stabil. Definisi lain dikemukakan oleh Ramlan (1987: 32), morfem adalah bentuk tunggal, baik bebas maupun terikat. Definisi versi Ramlan lebih mengkhusus daripada Tjiptadi, karena satuan bahasa yang terkecil, baik bebas maupun terikat yang mengandung arti atau yang mempunyai fungsi. Dapat pula dirumuskan dengan bentuk yang lebih singkat: morfem adalah bentuk lingustik yang terkecil (Nazir Thoir dalam “Morfologi”: Sebuah Pengantar Ringkas, 1989: 26).

  Masih mengenai definisi morfem, Verhaar (dalam Muhammad Sukri, 2008: 19) membagi morfem ke dalam dua jenis, yakni morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas di dalam pengertian ini sama dengan kata dan secara morfemis dapat dipisahkan dari bentuk bebas lainnya, baik di depan maupun di belakangnya. Sedangkan morfem terikat dijelaskan sebagai morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan hanya melekatkan diri pada morfem lain.

  Abdul Chaer (2003: 151) mengatakan bahwa morfem-morfem setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan lima kriteria, yaitu morfem bebas dan morfem terikat, morfem utuh dan morfem terbagi, morfem segmental dan suprasegmental, morfem beralomorf zero, morfem bermakna leksikal, dan morfem tidak bermakna leksikal.

  Berdasarkan beberapa definisi morfem di atas, pada prinsipnya memang sama, tetapi mungkin cara penyampaiannya serta sudut pandang yang digunakan berbeda. Semuanya sependapat bahwa morfem merupakan bentuk linguistik terkecil atau unsur bahasa yang terkecil yang mempunyai arti. Morfem bisa berwujud bebas dan bisa berwujud terikat. Jadi, batasan-batasan tersebut di atas saling melengkapi satu dengan yang lain.

  2.2.2.1 Morfem Bebas

  Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan di dalam pertuturan. Misalnya, morfem pulang /pula

  /, merah /merah/, dan pergi /prgi/. Morfem bebas ini tentunya berupa

  morfem dasar (Chaer, 2008: 16). Menurut Yasin (1988: 23), morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, sedangkan menurut Nazir Thoir dan Simpen (1989: 26), morfem bebas adalah morfem yang dapat muncul sendiri dengan arti atau dengan fungsi sebagai unsur suatu kalimat. Yohanes juga memberikan definisinya tentang morfem bebas, yaitu satuan bentuk bahasa yang terkecil, yang bermakna, dan berdiri sendiri di dalam pemakaiannya (1991: 21).

  2.2.2.2 Morfem Terikat