IDENTIFIKASI SEBARAN LIMBAH SIANIDA PADA PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL DI DESA PRABU KABUPATEN LOMBOK TENGAH MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK IDENTIFICATION CYANIDE WASTE DISTRIBUTION AT TRADITIONAL GOLD MINING IN PRABU VILLAGE CENTRAL LOMBOK DISTRICT USING G

  

IDENTIFIKASI SEBARAN LIMBAH SIANIDA PADA PENAMBANGAN EMAS

TRADISIONAL DI DESA PRABU KABUPATEN LOMBOK TENGAH

MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

  

IDENTIFICATION CYANIDE WASTE DISTRIBUTION AT TRADITIONAL

GOLD MINING IN PRABU VILLAGE CENTRAL LOMBOK DISTRICT USING

GEOELICTRIC METHOD

  Sula Riskyka Wati, Suhayat Minardi, Alfina Taurida Alaydrus Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Mataram

  Jl. Majapahit No. 62, Mataram Email

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman dan arah sebaran limbah sianida di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah. Berdasarkan hasil dari uji sampel skala laboratorium diperoleh nilai resistivitas tanah yang telah terkontaminasi limbah sianida

  • relatif lebih rendah dari tanah yang tidak terkontaminasi yaitu dengan range nilai (22,83 1,96) Ωm. Pengambilan data lapangan dilakukan pada 6 lintasan dengan luas daerah

  2

  penelitian sekitar 60.000 m dan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi

  

Wenner dengan jarak antar elektroda 5 meter. Dari hasil interpretasi data dapat disimpulkan

  bahwa telah terjadi pencemaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah yang mengarah ke pemukiman penduduk dan telah menyebar lebih dari 50 meter ke arah timur dari tempat pembuangan 1 (TP1), 145 meter ke arah selatan dari tempat pembuangan 1 (TP1) dan telah menyebar hingga kedalaman 19,8 meter.

  Kata kunci : kedalaman, konfigurasi wenner, kontaminasi, resistivitas

ABSTRACT

  The purpose of this research are to know depth and direction of the distribution of cyanide waste in Prabu Village, Central Lombok District. Based on the result of laboratory scale sample test, soil resistivity value that has been contaminated by cyanide waste is lower than uncontaminated soil with range of value (22.83

  • – 1.96) Ωm. Field data was collected on 6

  2

  trajectories with a research area of approximately 60.000 m and using the Wenner configuration geoelectric resistivity method with electrodes between 5 meters spacing. Based interpretation data, can be concluded there has been pollution of cyanide waste subsurface of the Prabu Village, Central Lombok District, which leads to the settlement of the population and has spread over 50 meters to the east from the TP1, 145 meters to the south from the TP1 and has spread to a depth of 19.8 meters.

  Keywords : thickness,

wenner configuration, contamination, resistivity

1. PENDAHULUAN

  Pertambangan emas tanpa izin (PETI) kerap terjadi di Indonesia. Pada awal tahun 2008 tercatat ada sekitar 480 PETI yang tersebar di daerah - daerah yang berpotensi terdapat mineral emas (Aflah dan Mulkas), salah satunya di daerah Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Adanya ketersediaan batuan yang mengandung mineral emas di Desa Prabu menyebabkan maraknya masyarakat setempat untuk melakukan penambangan emas secara tradisional.

  Penambangan emas secara tradisional merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tercemarnya lingkungan bawah permukaan tanah oleh logam berat. Hal ini dikarenakan pada proses pengolahan digunakan zat-zat yang berbahaya seperti merkuri dan sianida untuk memisahkan emas dari endapan sedimen (lumpur, pasir dan air) (Oktaria, 2015).

  Sianida adalah senyawa kimia yang dapat larut dalam air yang termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) dan merupakan racun pembunuh yang paling ampuh untuk semua jenis makhluk hidup dan dapat mempengaruhi sistem saraf sehingga keberadaannya dalam (CN) sering digunakan dalam jumlah besar pada pertambangan, percetakan, dan industri kimia. Sebagai akibatnya, industri-industri tersebut menghasilkan limbah cair yang banyak mengandung sianida. Limbah sianida ini biasanya juga mengandung sejumlah logam berat seperti tembaga, nikel, seng, perak, dan besi (Hidayat, 2016).

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya, menunjukkan bahwa limbah sianida memiliki sifat konduktivitas yang tinggi atau nilai resistivitas yang rendah. Berdasarkan sifat inilah dapat dilakukan penelitian untuk mengetahui kedalaman dan arah sebaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di tempat penelitian dengan memanfaatkan nilai resistivitasnya. Nilai resistivitas bawah permukaan tanah dapat diketahui dengan menggunakan metode geolistrik.

  Penggunaan metode geolistrik untuk mengidentifikasi rembesan limbah pertambangan emas pernah dilakukan oleh Hendrawati (2013), dari hasil pengambilan data skala laboratorium diperoleh nilai resistivitas material soil yang tercemar limbah berkisar antara 53,3- 55,3 Ωm, sedangankan nilai resistivitas untuk material soil belum tercemar limbah berkisar anta ra 76,8 Ωm sampai dengan 81,4 Ωm. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai resistivitas material soil yang tercemar limbah lebih rendah dari pada material soil yang tidak tercemar limbah pertambangan emas.

  Metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan variasi nilai resistivitas untuk mencari sumber air tanah dan mendeteksi pencemaran bawah permukan tanah (Reynolds, 1997). Metode ini dilakukan dengan cara bumi menggunakan dua buah elektroda arus kemudian diukur beda potensialnya melalui dua buah elektroda potensial. Pada metode geolistrik tahanan jenis diasumsikan arus listrik yang diinjeksikan mengalir dalam medium homogen isotropis .

  Sumber titik arus listrik yang berada dipermukan bumi akan merambat kesegala arah secara radial yang berbentuk setengah permukaan bola dengan luas

  2πr

  2

  maka, tegangan (V) pada titik r dari sumber arus adalah : Berdasarkan letak (konfigurasi)

  I

   

1 V

  V

  atau   ( 2  r ) (1)   elektoda potensial dan elektroda arus,

  r

  2 

  I

    dikenal beberapa jenis konfigurasi metode geolistrik tahanan jenis, yaitu konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Wenner, konfigurasi Dipole-dipole, konfigurasi Pole-pole, dan kofigurasi Pole-dipole.

  Pengukuran dengan konfigurasi Wenner menggunakan 4 elektroda, masing-masing 2 elektroda arus (A dan B)

  Gambar 1. Dua elektroda arus dan dua dan 2 elektroda potensial (M dan N).

  elektroda potensial pada Konfigurasi Wenner ditunjukkan pada permukaan tanah homogen gambar 2 (Reynolds, 1997). isotropik dengan resistivitas  (Telford, 1990)

  Pada gambar 1, jarak ( r ) antar dua elektroda arus dibuat dengan jarak tertentu sehingga menyebabkan potensial dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus tersebut, maka beda

  Gambar 2. Susunan elektroda konfigurasi

  potensial ( V  ) yang ditimbulkan adalah : Wenner (modifikasi dari

   

  I  

  1 1  

  1 1   

  Reynolds, 1997) 

  V     (2)

        2  r r r r 1 2 3 4

        Berdasarkan gambar 2 dan persamaan 5,

  Pada kondisi sebenarnya, bumi terdiri faktor geometri untuk konfigurasi Wenner dari lapisan-lapisan tanah dengan nilai  dapat dirumuskan sebagai berikut : yang berbeda-beda. Potensial yang terukur

  a K = 2  (6)

  adalah nilai medan potensial oleh medium Jika persamaan 6 disubsitusikan ke berlapis. Dengan demikian, resistivitas persamaan 4 maka akan diperoleh yang terukur di permukaan bumi bukanlah persamaan resistivitas semu untuk nilai resistivitas yang sebenarnya konfigurasi Wenner adalah : melainkan resistivitas semu. Berdasarkan persamaan 2, diperoleh :

  

  V 1 a

   

  2  (7)  a

   

  1 1  

  1 1 

  V   

  I 2 (3)       a       r r r r 1 2 3 4 I Dari semua sifat fisika batuan dan

       

  mineral, resistivitas memperlihatkan Sehingga, resistivitas semu dirumuskan variasi harga yang sangat banyak. dengan :

  Berdasarkan harga resistivitas listriknya,

  V

  

  K batuan dan mineral dapat dikelompokkan   (4) a

  I

  menjadi tiga, yaitu (Telford, 1990): Dimana K merupakan faktor geometri :

  a. Konduktor : 10 < ≤ 1 Ωm

   1   

  1 1  

  1 1 

  b. Semikonduktor : 1 < ≤ 10 Ωm

  (5)

  K

  2            r r r r

  c. Isolator 1 2 3 4 : > 10 Ωm

       

  10

  geolistrik (Google Earth) Selain pengambilan data di lapangan menggunakan metode geolistrik, penelitian ini juga melakukan uji skala laboratorium dari sampel tanah permukaan dari lokasi penelitian. Uji skala laboratorium dilakukan untuk mendapatkan perbedaan nilai resistivitas tanah yang belum teremar dengan tanah yang tercemar limbah sianida. Pada penelitian ini digunakan 6 sampel tanah permukaan yang terdiri dari 3 sampel tanah yang tercemar limbah sianida yang diambil dari 3 lokasi pembuangan limbah pada daerah penelitian dan 3 sampel tanah diambil dari 3 lokasi yang tidak melakukan penambangan emas tradisional namun masih dalam satu formasi batuan dengan tempat penelitian.

  10 2 - 2x10 8 Batu Pasir 8 - 4x10 3 Shale 20 - 2x10 3 Batu Gamping 50 - 4x10 2 Lempung 1-100 Alluvium 1-800 Air Tanah

  10 2 - 2,5x10 8 Kwarsit

  10 3 - 10 6 Slate 6x10 2 - 4x10 7 Marble

  Material Resistivitas (Ωm) Basal

  Pengujian sampel ini digunakan sebagai data dukung dalam penentuan nilai resisistivitas limbah sianida pada hasil penampang 2D di daerah penelitian. Hasil uji sampel menunjukkan bahwa pada 3

  3. HASIL DAN DISKUSI 3.1. Uji Resistivitas Tanah Permukaan Skala Laboratorium

  Gambar 3. Desain lintasan pengukuran

  Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori- pori batuan. Tabel 1 memberikan nilai resistivitas (ρ) secara umum.

  dan MS Excel 2013. Pengambilan data geolistrik menggunakan konfigurasi Wenner yang terdiri dari 6 lintasan dengan jarak antar elektroda 5 m dan melintasi tempat pembuangan limbah sianida yaitu tempat pembuangan limbah 1 (TP1) hingga tempat pembuangan limbah 4 (TP4) yang dapat dilihat pada gambar 3.

  Software (Res2dinv dan Rockworks 15)

  Penelitian ini dilaksanakan di Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. yang berada pada koordinat 8°53'0.42" LS dan 116°15'42.55" BT. Instrumen utama yang digunakan di dalam penelitian metode geolistrik resistivitas ini adalah : satu unit alat soil resistivitymeter yang digunakan dalam uji sampel, Geolistrik G-Sound yang digunakan dalam mengukur arus dan beda potensial di daerah penelitian, satu buah Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi titik pengukuran dan beberapa perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data adalah

  2. METODELOGI PENELITIAN

  Sumber : Loke, 1997

   Tabel 1. Resistivitas Material Bumi

  • – 100 Air Laut 0,2
sampel tanah yang terkontaminasi memiliki nilai resistivitas yang berkisar 1,95 Ωm – 22,9 Ωm, sedangkan nilai resistivitas tanah yang tidak terkontaminasi yaitu 5,92 Ωm – 158 Ωm. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tanah yang terkontaminasi sianida memiliki nilai resistivitas yang relatif sangat rendah dari pada tanah yang tidak terkontaminasi. Hal ini disebabkan karena senyawa sianida mengandung larutan garam yang bersifat elektrolit. Larutan yang bersifat elektrolit dapat menghantarkan listrik, sehingga senyawa sianida akan bersifat konduktif yang mengakibatkan menurunnya nilai resistivitas tanah .

  • – 105) m dengan kedalaman antara (3,75
  • – 6,78) m dan ketiga, pada jarak
  • – 250) m dengan kedalaman antara (3,75 – 12,8) m. Nilai resistivitas rendah ini diindikasikan sebagai daerah yang terkontaminasi karena pori-pori dari lapisan tersebut telah terisi oleh limbah sianida yang bersifat konduktif. Pencemaran di daerah pertama diduga disebabkan oleh air rembesan tempat pembuangan limbah sianida yaitu TP3 yang hanya berjarak sekitar 10 m dari lintasan pertama, sedangkan pencemaran di daerah kedua dan ketiga diduga disebabkan oleh air rembesan tempat pembuangan limbah sianida yaitu TP1 yang berjarak 50 m dari lintasan pertama.

3.2. Interpretasi Penampang 2D

  Pengambilan data lapangan menggunakan metode geolistrik di lakukan pada 6 lintasan dengan panjang 300 m untuk lintasan 1-3, 200 m untuk lintasan 4 dan 5, dan 130 m untuk lintasan

  6. Berdasarkan data pengukuran di lapangan yang telah dikorelasikan dengan data geologi, secara umum lintasan 1 s.d 6 tersusun atas lapisan clay (lempung), soil (tanah), sandy clay (lempung pasiran), dan limestone (batugamping).

  Lintasan pertama merupakan lintasan yang berarah Selatan – Utara pertama ini diambil selurus dengan tempat pembuangan limbah ketiga (TP3) pada arah selatan dan tempat pembuangan limbah pertama (TP1) pada arah utara yang dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil inversi pengolahan data pada lintasan pertama diperoleh kedalaman hingga 19,8 m dan dapat diinterpretasikan nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari (5,60

  Daerah yang terkontaminasi pada lintasan pertama ini didominasi oleh air limbah sianida yang merembes dari TP1 karena tempat pembuangan ini telah digunakan cukup lama dan banyaknya limbah sianida yang dibuang langsung ke permukaan tanah oleh masyarakat setempat. Sehingga menyebabkan air yang bercampur limbah sianida dapat masuk kedalam pori-pori tanah. Pada nilai resistivitas (8,12

  • – 49) Ωm dengan gradasi warna biru muda hingga orange yang memiliki porositas yang cukup baik namun kurang mampu meloloskan air. Sehingga menyebabkan air rembesan dari tempat pembuangan limbah mengendap di beberapa tempat dan tidak menyebar secara signifikan ke segala arah. Sedangakan nilai resistivitas (51,8
  • – 75,0) Ωm diinterpretasikan sebagai batu gamping (limestone) yang merupakan lapisan yang bersifat permeable sehingga dapat dilalui dengan mudah oleh air rembesan limbah sianida dan lapisan ini<>– 8,11) Ωm dengan gradasi warna biru terdapat di beberapa titik pengukuran. Pertama, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (30
  • – 55) m dengan kedalaman antara (6,38 – 11,6) m. Kedua, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (100
  • banyak terdapat di kedalaman (1,25 – 6,38) m.

      (6,81 – 8,5) Ωm dan dicitrakan dengan warna biru, berada pada jarak (90

    • – 105) m dengan kedalaman antara (1,25
    • – 2,0) m diindikasikan sebagai daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida karena pada jarak tersebut terdapat tumbukan limbah yang dibuang langsung ke permukaan tanah dan kedua pada jarak (105
    •   Lintasan kedua merupakan lintasan yang sejajar dengan lintasan pertama dan berarah Selatan – Utara (Gambar 4 (b)). Pada lintasan ini terdapat dua tempat yang terkontaminasi limbah sianida yang di tunjukkan oleh sebaran resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar (5,95

      • – 8,83) Ωm. Pertama, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (150 – 165) m dengan kedalaman antara (9,8
      • – 19,8) m dan kedua, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak
      • – 140) m dengan kedalaman antara (16,8
      • – 19,8) m merupakan daerah yang tidak terkontaminasi karena tidak terlihat kesinabungan secara horizontal dari aliran air yang bercampur limbah sianida dari tempat pertama sehingga pada tempat kedua ini diduga sebagai daerah resapan air bawah permukaan.
      • – 290) m dengan kedalaman antara (3,75
      • – 11,8) m dari permukaan tanah. Daerah yang terkontaminasi limbah sianida di tempat pertama dan kedua diduga disebabkan oleh air dari limbah sianida yang merembes dari tempat pembungan pertama (TP1) yang berjarak beberapa meter dari lintasan kedua.
      • – Timur sehigga memotong lintasan pertama sampai lintasan keempat secara horizontal. Berdasarkan hasil inversi pada lintasan kelima tidak terdapat daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida, hal ini diduga karena adanya lapisan yang memiliki porositas yang kecil dan kurang mampu untuk meloloskan air yang bercampur dengan limbah sianida, seperti clay (lempung).

        Lintasan ketiga merupakan lintasan yang sejajar dengan lintasan kedua. Berdasarkan hasil inversi pada gambar 4 (c) terdapat nilai resistivitas rendah (konduktif) dan dicitrakan oleh warna biru yang berkisar dari (4,62

        Lintasan kelima merupakan lintasan yang berarah dari Barat

      • – 7,02) Ωm berada pada jarak 80 m dan 130 m dengan kedalaman 15 m
      • – 19,8 m merupakan daerah yang tidak terkontaminasi oleh kesinabungan secara horizontal karena TP1 dan TP2 berada pada jarak 270 m.
      • >– Timur dan memotong lintasan pertama sampai utara dan lintasan keenam ini melintasi tempat pembuangan limbah sianida pada TP1. Pada penampang lintasan yang terakhir terdapat daerah yang dicitrakan dengan warna biru dengan nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari (8,01
      • – 9,0) Ωm diindikasikan sebagai daerah yang tercemar limbah sianida. Daerah tersebut berada pada jarak (65 – 75) m dengan kedalaman (7,5
      •   Lintasan keempat merupakan lintasan yang berarah dari Selatan – Utara. Lintasan ini berbeda dengan lintasan pertama, kedua, dan ketiga karena panjang lintasannya hanya 200 m dan lintasan ini juga melewati tumpukan limbah sianida dari hasil pengolahan emas milik salah satu warga di lokasi penelitian. Dari hasil inversi pada lintasan empat (Gambar 4 (d)), terlihat adanya nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari

          Lintasan keenam merupakan lintasan yang berarah dari Barat

        • – 12,4) m dan pada jarak (95
        • – 105) m dengan kedalaman (
        • – 9,26) m. Daerah yang terkontaminasi pada lintasan ini diduga
        karena rembesan dari air yang bercampur limbah sianida pada TP1.

          (f) Gambar 4. Hasil inversi penampang (a)

          bawah permukaan di Desa Prabu (a) Lintasan 1, (b) Lintasan 2, (c) Lintasan 3, (d) Lintasan 4, (e) Lintasan 5, (f) Lintasan 6

          Berdasarkan hasil interpretasi yang diperoleh, tanah yang terkontaminasi limbah sianida memiliki nilai resistivitas

          (b)

          rendah antara (5,95

        • – 9,0) Ωm. Dari hasil interpretasi tersebut dapat dilihat bahwa resistivitas yang terdeteksi pada lokasi penelitian cendrung pada material- material batuan lunak sehingga kecendrungan sianida untuk masuk dan mengendap pada lapisan-lapisan tersebut masih sangat besar. Hal ini dikarenakan air

          (c)

          yang bercampur dengan limbah sianida masih dapat menembus batuan-batuan tersebut. Limbah tersebut diduga tersebar pada lapisan tanah dengan struktur batuan sandy clay (lempung pasiran).

          Batuan lempung merupakan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak mampu mengalirkan (air terjebak) karena memiliki nilai porositas yang

           (d)

          cukup tinggi 45% namun daya ikat antara batuan sangat lemah dan nilai permeabilitasnya sangat kecil (0,0004 m/hari), sedangkan batu pasir memiliki nilai porositas 15%, nilai permeabilitas (4,1 m/hari) dan merupakan batuan yang berfungsi sebagai lapisan penyerap dan

          (e) dapat menyimpan air. Dalam penelitian ini

          diketahui bahwa tidak semua lapisan terdapat endapan sianida. Karena pada lapisan tertentu tersusun atas batuan yang memiliki porositas kecil dan permeabilitas yang rendah, sehingga kemungkinan air untuk menembus batuan tersebut sangat kecil. Oleh karena itu, limbah sianida akan mengendap pada lapisan terakhir yang dapat ditembus oleh air.

        3.3. Interpretasi Visualisasi 3D

          Tahap akhir pada interpretasi data yaitu menentukan arah rembesan limbah sianida dengan menggunakan software RockWork 15. Dengan mengetahui nilai resistivitas dan litologi pada hasil penampang 2D dari lintasan pertama sampai keenam, data tersebut digunakan sebgai input dalam memperoleh hasil model 3D untuk tiap lapisan batuan. Tujuan utama dari visualisasi 3D pada penelitian ini adalah untuk memperkirakan arah sebaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah. Hasil penampang 3D ditunjukkan pada Gambar 5.

          (a) (b)

          Gambar 5. Hasil visualisasi 3D (a) solid

          model 3D tampak arah barat- selatan, (b) hasil slicing vertikal dari solid model 3D tampak arah utara-barat

          Dilihat dari hasil slicing vertikal Gambar 5 (b) maka dapat diketahui bahwa daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida di tandai dengan garis putus-putus dan dicitrakan dengan warna ungu menyebar dari arah utara menuju kearah selatan, karena kecendrungan nilai resistivitas sebelah selatan menuju ke arah utara semakin menurun karena adanya rembesan limbah sianida dari tempat pembuangan pertama (TP1) yang berada di arah utara dan sangat dimungkinkan telah menyebar lebih dari 50 m ke arah timur dan 145 m kearah selatan dari TP1 dengan kedalaman lebih dari 15,9 m karena TP1 telah cukup lama dijadikan tempat pembuangan limbah.

          4. KESIMPULAN

          Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pengukuran geolistrik resistivitas pada area penelitian seluas 60.000 m

          2

          , dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Telah terjadi pencemaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah hingga kedalaman 19,8 m.

          b. Terdapat penyebaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah yang mengarah ke pemukiman penduduk dan telah menyebar lebih dari 50 meter ke arah timur dan 145 meter ke arah selatan dari tempat pembuangan 1 (TP1).

          DAFTAR PUSTAKA Aflah, Nurul dan Muchlis. 2015.

          Identifikasi Penyebaran Limbah Merkuri Pada Pertambangan Emas Tanpa Izin Dengan Metode Geolistrik. Jurnal Universitas

          Syiah Kuala. Diunduh Hari Senin 1 Mei 2017 Pukul 12.02 WITA. Hendrawati, Alfiana. 2013. Identifikasi

          Intrusi Limbah Pertambangan Emas Liar dengan Menggunakan Metode Geolistrik 3D Studi Kasus Desa Jendi Kecamatan Selogiri

          Semarang : Universitas Negeri Semarang. Hidayat, Nur. 2016. Bio Proses Limbah Cair . Yogyakarta : Andi. Reynold, J. M. 1997. An Introduction to

          Applied and Enviromental Geophysics . New York : John

          Willey and Sons ltd. Telford, W.M., L.P. Geldart, and R.E.

          Sheriff, 1990, Applied Geophysics. New York : Cambridge University Press.s