ANALISA STRUKTUR KRISTAL DARI LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X
ANALISA STRUKTUR KRISTAL DARI LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Program Studi Fisika Oleh : Mika Fridawati NIM : 023214005 PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF ALUMINIUM (AL) THIN FILM WITH THE X-RAYS DIFFRACTION METODE SKRIPSI Precented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree In Physics By : Mika Fridawati NIM : 023214005 PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2008
“Mekarlah dimanapun Anda ditanam” (Veronica Ray) Tugas Akhir ini kupersembahkan kepada ; Bapak, Ibu, Windu, Vasco dan Dika tercinta atas inspirasi, kepercayaan serta doa restunya.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian skripsi orang lain kecuali yang telah dinyatakan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Maret 2008 Penulis
Mika Fridawati
ABSTRAK
ANALISA STRUKTUR KRISTAL LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X.
Teknik difraksi sinar-X (XRD) merupakan metode analisa struktur kristal berdasarkan pada informasi puncak-puncak sudut hamburan maupun intensitasnya. Dari informasi sudut hamburan dapat dihitung jarak antar bidang (d), bidang-bidang kristal (hkl) maupun parameter kisinya (a,b,c). Oleh karena setiap bahan berstruktur kristal tertentu, maka secara tidak langsung teknik difraksi sinar-X dapat dimanfaatkan untuk analisa jenis-jenis suatu unsur maupun senyawa.
Dalam penelitian ini telah dilakukan analisa struktur kristal lapisan tipis Aluminium (Al) yang dilapiskan pada substrat kaca untuk berbagai variasi ketebalan. Deposisi lapisan tipis Al pada substrat kaca untuk berbagai variasi ketebalan dilakukan dengan menggunakan peralatan “coating” jenis Edward
Vacuum Coater model E610 di PTAPB-BATAN, Yogyakarta. Sedang analisa
struktur kristal dilakukan menggunakan peralatan jenis X-Ray Diffraktometer Shimadzu E600 di Lab Fisika FMIPA UNS Surakarta.
Dari hasil analisa struktur kristal, diperoleh hasil bahwa untuk substrat kaca adalah tidak berstruktur (amorf), sedang untuk ketebalan lapisan tipis pada orde 57,558 nm, 76,744 nm dan 95,93 nm juga tidak berstruktur (amorf). Sedangkan pada ketebalan 115,117 nm dan 134,303 nm mulai terbentuk kristal, yang ditandai dengan munculnya puncak difraksi pada sudut hamburan 2 θ =
39,1750° dengan jarak antar bidang d = 2,2972 Å dan 2 θ = 39,200° dengan d =
2,2963 Å. Setelah dilakukan perhitungan dan dicocokkan pada Powder Diffraction Data dari Tabel JCPDS ( Joint Committee Powder On Diffraction
Standards ) ternyata pada kondisi tersebut data yang paling mendekati adalah
2 θ = 39,741° dengan bidang (111), yang bidang tersebut merupakan senyawa
Aluminium Silicon Oxide Nitride (Sil,8A10,201.2N1,8). Struktur kristal tersebut merupakan Orthorhombik dengan parameter kisi a = 5,500 Å, b = 8,904 Å dan c = 4,861 Å.
BSTRACT
CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF ALUMINIUM (AL) THIN
FILM WITH THE X-RAYS DIFFRACTION METHOD.
X-Rays Diffraction technique for analyzing of crystal structure is based on the scattering angle peaks and their intensities information. From the scattering angle information, it can be used to calculate the plane distance (d),
hkl plane, and their lattice parameters (a,b,c). Every material has a
characteristics (fix) crystal structure, so that indirectly, the X-rays diffraction technique can be used to analyze the kinds of elements or compounds.
In this research, it has been done crystal structure analysis of Aluminium thin film coated on glass substrate for various of film thickness.
Coating of thin film on glass substrate has been carried out using Edward Vacuum Coater model E610 at PTAPB-BATAN. While the crystal structure has been analyzed using X-Rays Diffractometer at Physics Department of FMIPA UNS Surakarta.
From XRD analysis, it’s observed that glass substrate, Al thin film with the thickness in order of 57,558 nm, 76,744 nm and 95,93 nm have no structure (amorphous). While the Al film with the thickness in order of 115,117 nm and 134,303 nm have amorphous and crystal structure. The formation of crystal structure is indicated by the appearance of diffraction peaks at the scattering angle of 2 θ = 39,1750° with the distance of adjacent planes d = 2,2972 Å and
2 θ = 39,200° with the distance of adjacent planes d = 2,2963 Å. From this data, it can be calculated, that the properly planes is (111). Matched with the JCPDS data, the closed data is 2
θ = 39,741° with the planes (111). This structure is a Orthorhombic with the lattice parameters a = 5,500 Å, b = 8,904 Å and c = 4,861 Å and this is a compound of Aluminium Silicon Oxide Nitride (Sil,8Ai0,201.2Ni,8).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kasih-NYA sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISA STRUKTUR KRISTAL LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (Al) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X (XRD). Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Jurusan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Gregorius Heliarko S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu. Ir. Sri Agustini Sulandari M.Si, selaku kaprodi Jurusan Fisika dan pembimbing dikampus yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Tjipto Sujitno, M.T, selaku pembimbing di PTAPB-BATAN yang selalu dengan sabar dan tanpa henti membantu mengarahkan dan menasehati penulis saat penulis dalam kesulitan, “akhirnya aku bisa pak”.
4. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si, yang telah bersedia menguji dalam ujian skripsi.
5. Bapak Dr. Edi Santosa, M.S, selaku pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama masa studi. xi
6. Segenap dosen Jurusan Fisika FST Universitas Sanata Dharma atas didikan dan ilmunya.
7. Seluruh staf karyawan FST Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya karyawan Lab Fisika, yang telah banyak membantu selama masa studi.
8. Bapak, Ibu dan Windu adikku yang telah memberikan dukungan dan yang selalu mengasihi, menyayangi penulis meski apapun keadaannya.
9. Dika yang selalu mensupportku dan menemaniku dengan cintanya.
10. Vasco atas dukungannya baik secara moriil maupun materiil (makasih ya laptopnya).
11. Teman-teman Fis’02 yang telah menjalani bersama susah senangnya selama masa studi. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa.
12. Danang, Anggar, Yoga, Andri thanks yo atas keceriaan kalian selama ini.
13. Jeng Manggar, buat tumpangannya klo mau kekampus dan bantuan lainnya, “ternyata masih ada ya temen kayak kamu”.
14. Teman-teman serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, makasih atas semuanya ya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun
Yogyakarta, Maret 2008 Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… ii HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………… iii . HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………....……. v HALAMAN MOTTO………………...………………………………………….. v HALAMAN PERNYATAAN………………………………………..………….. vi ABSTRAK…………………………………………………………………...….. vii
ABSTRACT ………………………………………………………………………. ix
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… xi DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….......... xvi DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xviii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………….………… 1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………. 3
1.3 Batasan Masalah …………………………………………………… 3
1.4 Tujuan Penelitian .……………………………………………….… 3
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 4 xiii
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………………… 5
2.1 Deposisi Lapisan Dengan Teknik Evaporasi……….………………. 5
2.1.1 Teknik Evaporasi…………….…………………….………… 5
2.1.2 Evaporasi Termal…………….…………………….………… 7
2.1.3 Sistem vakum…………….………………………………….. 9
2.2 Sinar-X………………………….…………………………………… 15
2.2.1 Penemuan Sinar-X…………………………………………… 15
2.2.2 Pembentukan Sinar-X……………………………………….. 16
2.2.3 Interaksi Sinar-X dengan Materi……………………………. 18
2.2.4 Difraksi Sinar-X…………………………………….……….. 20
2.3 Struktur Kristal……………………………………………………… 24
2.3.1 Kisi Kristal…………………………………………………… 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….…… 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………… 33
3.2 Bahan Penelitian……………………………………………………. 33
3.3 Alat Penelitian…………………………………………….………… 33
3.4 Diagram Alir penelitian ……………………….…………………… 34
3.5 Prosedur Penelitian………………………….……………………… 35 3.5.1 Persiapan……………………………………………………..
35
3.5.2 Proses Deposisi Lapisan Tipis Al…………………….….….. 35
3.6 Metode Karakterisasi……………………………………………….. 36
3.7 Metode Analisis Hasil………………...…………….………………. 36 xiv
3.7.1 Pengindeksan Pola Difraksi (Indexing Diffraction Patterns).. 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ….…………...…….…………………… 46
4.1 Hasil dan Pembahasan……………………..….………………….…. 46
4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis Al…………....…………….……… 46
4.1.2 Karakterisasi Struktur Kristal Lapisan Tipis Al Dengan Menggunakan Diffraksi Sinar-X (XRD..)………..…….…… 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………….……..…………… 56
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 56
5.2 Saran…………………………………………….……………………. 57
DAFTAR PUSTAKA ………………………………….……………………...…. 58
LAMPIRAN ……………………………………………………………………… 59
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari substrat kaca
Gambar 2. Spektrogram sudut hamburan (2 θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca,
dengan ketebalan lapisan tipis 57, 558nm
Gambar 3. Spektrogram sudut hamburan (2 θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca,
dengan ketebalan lapisan tipis 76,744nm
Gambar 4. Spektrogram sudut hamburan (2
θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 95,930nm
Gambar 5. Spektrogram sudut hamburan (2 θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca,
dengan ketebalan lapisan tipis 115,117nm
Gambar 6. Spektrogram sudut hamburan (2 θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca,
dengan ketebalan lapisan tipis 134,303nm
Gambar 2.1. Model peralatan coatingGambar 2.2. Prinsip kerja pompa rotariGambar 2.3. Penampang pompa difusiGambar 2.4. Skema pembangkitan Sinar-XSkema proses efek fotolistrik Gambar 2.5.
Gambar 2.6. Skema proses hamburan ComptonGambar 2.7. Lintasan berkas Sinar-X yang mengenai kristalGambar 2.8. Skema Diffraktometer sinar-XGambar 2.9. Struktur kubus sederhanaxvi
Gambar 2.10. Hubungan jari-jari ’r’ dengan sisi kubus ‘a’Gambar 2.11. Struktur kubus pusat badanGambar 2.12. Persinggungan atom-atom pada struktur BCCGambar 2.13. Struktur kubus pusat mukaGambar 2.14. Persinggungan atom-atom pada struktur FCCGambar 2.15. Hubungan jari-jari ‘r’ dengan sisi kubus ‘a’ pada struktur FCCGambar 2.16. Skematis kisi kristal jenis Hexagonal tumpukan padatGambar 2.17. Empatbelas kisi Bravaisxvii
DAFTAR TABEL
TABEL I. Hubungan jarak antar bidang (d hkl ) dengan bidang-bidang atom (hkl) untuk
masing-masing jenis kristal
TABEL II. Volume sel satuan untuk berbagai jenis kristal TABEL III. Hasil deposisi lapisan tipis TABEL IV. Nilai-nilai hkl pada sudut hamburan 2 θ.
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini mendorong pemahaman dan penggunaan sinar-X yang lebih mendetail. Pada tahun 1895 Wilhelm Roentgen menemukan sinar-X yang merupakan foton-foton berenergi tinggi dengan panjang gelombang
λ dalam orde Ǻ. Sejak penemuan itu, penelitian dan pemahaman mengenai sinar-X mulai berkembang terus sampai sekarang, salah satu aplikasi penerapannya dalam bidang kehidupan adalah Difraksi Sinar-X (XRD) yang kemudian banyak digunakan sebagai metode untuk menganalisa struktur kristal zat padat (Wiyatno, Yusman, 2003).
Sinar-X yang berinteraksi dengan materi akan mengalami fenomena optik seperti hamburan, difraksi, pantulan, maupun transmisi. Apabila materi berstruktur kristal, maka sinar-X yang mengenai bidang-bidang kristal akan didifraksikan atau dihamburkan pada sudut hamburan tertentu dan akan memberikan informasi langsung berupa sudut hamburan (2
θ), intensitas (I) dan jarak antar bidang atom (d ). Dengan telah diketahuinya jarak antar bidang atom, selanjutnya dapat hkl digunakan untuk menghitung nilai-nilai indeks miller (hkl) serta parameter kisinya.
Setiap materi di alam ini yang berstruktur kristal mempunyai struktur kristal tertentu, artinya mempunyai bidang-bidang, jarak antar bidang, maupun parameter kisi tertentu. Dengan demikian teknik difraksi sinar-X dapat dimanfaatkan untuk deteksi unsur atau senyawa yang terkandung dalam suatu senyawa. Struktur kristal suatu materi berhubungan erat dengan sifat- sifat materi tersebut, misalnya sifat optik, mekanik, elektrik, maupun termal. Dengan diketahuinya struktur kristal dari suatu materi, secara tidak langsung dapat pula diketahui sifat-sifat bahan sehingga teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang sangat penting untuk mengetahui jenis bahan beserta sifat-sifatnya.
Aluminium (Al) adalah logam yang mempunyai sifat lunak, mudah dibentuk, ringan, tahan karat dan memiliki daya hantar panas yang baik. Oleh karena sifatnya yang begitu efisien, Al menjadi salah satu jenis logam yang banyak digunakan sebagai produk (Achmad, Drs. Hiskia,1992). Dalam bidang optik khususnya, teleskop dan mikroskop membutuhkan cermin dalam penggunaannya, cermin ini bisa dibuat dengan mendeposisikan lapisan tipis logam misalnya Al pada substrat kaca.
Pendeposisian lapisan tipis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan teknik evaporasi, implantasi ion dan sputtering (percikan). Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangannya. Teknik yang paling sederhana yang merupakan proses thermal dalam pendeposisian lapisan tipis adalah teknik evaporasi. Proses evaporasi melalui dua tahap yaitu, penguapan dari material padat dengan cara pemanasan sampai mencapai suhu tinggi dan kemudian mengembunkannya diatas substrat. Evaporasi ini biasanya lebih efektif diterapkan pada material-material logam yang mempunyai titik leleh yang rendah.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membuat lapisan tipis Al pada substrat kaca menggunakan teknik evaporasi. Kemudian karakterisasi lapisan tipis difokuskan pada struktur kristalnya yang dianalisa menggunakan Difraksi Sinar-X (XRD).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1). Bagaimana menumbuhkan lapisan tipis Al pada substrat kaca dengan metode evaporasi? 2). Bagaimana mengetahui struktur kristal dari lapisan tipis Al pada substrat kaca yang telah terdeposisi untuk kondisi ketebalan yang berbeda? 3). Berapa nilai parameter kisi Al yang terdeposisi?
1.3 Batasan Masalah 1). Pendeposisian lapisan tipis Al menggunakan teknik evaporasi.
2). Mengamati dan menganalisa struktur kristal dari lapisan tipis Al yang terdeposisi pada substrat kaca dengan XRD.
1.4 Tujuan Penelitian 1). Membuat lapisan tipis Al pada substrat kaca dengan metode evaporasi.
2). Mempelajari metoda difraksi sinar-X untuk analisis struktur kristal Al.
3). Menganalisa dan mencari parameter kisinya.
1.5. Manfaat Penelitian
1). Memperluas wawasan peneliti dalam menumbuhkan lapisan tipis Al pada subtrat kaca dengan metode evaporasi dan karakterisasinya, terutama dalam mempelajari struktur kristal dengan XRD. 2). Memberi informasi kepada para pembaca bagaimana proses pembuatan lapisan tipis menggunakan teknik evaporasi dan teknik analisa menggunakan difraksi sinar-X pada alat XRD yang digunakan untuk menentukan struktur kristal suatu unsur terutama Al.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Deposisi Lapisan Tipis Dengan Teknik Evaporasi
2.1.1 Teknik evaporasi
Teknik evaporasi merupakan cara yang paling sederhana yang merupakan proses thermal dari pembentukan suatu lapisan tipis. Prosesnya melalui dua tahapan yaitu, penguapan dari material padat dengan cara pemanasan sampai mencapai suhu tinggi kemudian mengembunkan (condensing) di atas substrat. Evaporasi ini biasanya efektif dikenakan pada bahan-bahan logam yang mempunyai titik leleh yang rendah. Untuk material-material yang mempunyai titik leleh tinggi, metode evaporasi tidak dapat digunakan sehingga harus menggunakan metode deposisi yang lain.
Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis dari bahan organik, inorganik, metal maupun campuran metal-organik (organometalic) yang memiliki sifat-sifat konduktor, semikonduktor, superkonduktor maupun isolator. Pada umumnya lapisan tipis dibuat dengan cara deposisi atom-atom suatu bahan pada permukaan substrat dengan ketebalan sampai dengan orde mikro. Dengan melakukan beberapa variasi, misalnya variasi ketebalan lapisan yang dapat diperoleh dengan cara variasi waktu deposisi selama proses deposisi maupun modifikasi sifat-sifat lapisan tipis selama deposisi, dapat diperoleh suatu sifat-sifat khusus dari lapisan tipis tersebut.
Dalam penelitian ini, lapisan tipis diperoleh dengan teknik penguapan dalam ruang vakum. Untuk maksud tersebut digunakan peralatan “coating” merk Edward
Vacuum Coater model E610, yang secara skematis seperti yang disajikan pada
Gambar 2.1.c d a b e f g h i j
Keterangan gambar a.
Tabung hampa (bejana) b. Batang tembaga c. Tempat substrat (kaca) d. Substrat (kaca) e. Shutter
f. Material pelapis
g. Filamen (evaporation source)
h. Pompa difusi i. Pompa rotari j. Regulator
Gambar 2.1. Model peralatan coating2.1.2 Evaporasi Termal
Penguapan (evaporation) adalah perubahan keadaan zat cair menjadi uap pada suhu di bawah titik didih zat cair. Penguapan terjadi pada permukaan zat cair, beberapa molekul dengan energi kinetik yang paling besar melepaskan diri ke fase gas. Titik didih suatu bahan sangat tergantung pada tekanan di sekitarnya. Pada tekanan yang rendah titik didihnya lebih rendah (Giancoli, 1998).
Saat sebuah material bahan pelapis dipanaskan pada temperatur uapnya, pada tekanan rendah maka material tersebut akan menguap. Pada penelitian ini material bahan pelapis yang akan diuapkan adalah aluminium. Aluminium akan menguap apabila suhu filamen penguapnya sudah mencapai titik didih aluminium.
Agar bahan pelapis menempel pada substrat maka dilakukan pendinginan yaitu dengan cara menurunkan arus pemanasnya. Pendinginan ini dilakukan agar bahan pelapis yang sudah menguap akan mengembun dan menempel pada substrat. Pedinginan tersebut dilakukan kalau seluruh bahan pelapis sudah menguap.
Sumber evaporasi yang berisi bahan pelapis (metal) memperoleh kalor dari energi listrik sebesar (Yahya, 1995) 2 E = R
I t (2.1)
dengan R = Hambatan listrik (
Ω) I = Arus yang mengalir pada sumber evaporasi (A) t = waktu proses evaporasi Energi yang dibutuhkan untuk memisahkan atom-atom dari bahan asalnya disebut kalor penguapan (Q)
= Q m L (2.2)
dengan m = massa bahan pelapis L = kalor uap laten
Energi ini berupa kalor yang diberikan bahan tersebut untuk mengubah fase padat menjadi fase gas pada suhu titik didihnya (T d ) Dengan anggapan bahwa tidak ada energi yang hilang maka energi kinetik atom-atom yang meninggalkan sumber penguapan sama dengan : 2 1 2
= − =
(2.3)
E R kin I t Q m v 2
- 3
Karena berada dalam vakum yang cukup tinggi (< 10 Torr) maka dianggap bahwa atom-atom tersebut tidak bertumbukan dengan atom-atom dalam bejana, tetapi langsung menumbuk substrat di atasnya dengan kecepatan 2 2 ( R
I t − Q ) v =
(2.4)
m
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kecepatan tumbukan tergantung pada arus yang diberikan sumber penguapan, bila arus yang diberikan kecil maka kecepatan tumbukannya juga kecil sehingga tidak berbentuk lapisan. Kalaupun terbentuk lapisan pada substrat tersebut, lapisan tersebut tidak kuat atau kurang baik karena daya melekatnya rendah. Tetapi sebaliknya bila arus yang diberikan besar maka kecepatan tumbukannya juga besar sehingga atom-atom bahan pelapis menempel kuat pada substrat dan terbentuklah lapisan tipis yang baik.
2.1.3 Sistem Vakum
Pembuatan lapisan tipis dengan cara penguapan sebenarnya dapat dilakukan di ruang terbuka, tetapi pertumbuhan lapisan tipis yang dihasilkan tidak bagus, karena pada saat pembuatan banyak gas-gas atau molekul-molekul lain yang ikut andil didalamnya. Oleh karena itu untuk mengurangi molekul-molekul yang mempengaruhinya maka pembuatan lapisan tipis dilakukan dalam ruang vakum.
Keadaan vakum berarti adalah dimana suatu ruangan yang mempunyai kerapatan gas di dalamnya sangat rendah. Suatu keadaan vakum tidak dapat dilihat langsung dengan mata, karena pengisi ruangannya berupa gas. Untuk mengetahui tingkat kevakuman, biasanya dengan mengukur tekanannya. Dari teori kinetik gas ditunjukkan bahwa besar tekanan gas adalah (Yahya, 1995)
2 P = ½ n m v
(2.5) dimana : P = tekanan n = jumlah molekul gas persatuan volum m = massa satu molekul gas v = kecepatan rata-rata
Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa besarnya tekanan sebanding dengan banyaknya partikel atau molekul gas. Jadi semakin kecil tekanan, molekul gas juga semakin kecil, sehingga tingkat kevakuman semakin tinggi. Dalam satuan
2 internasional (SI) satuan tekanan dinyatakan dalam pascal (Pa) atau Newton/m .
Dalam teknologi vakum lebih banyak digunakan satuan Torr/mmHg dan mbar.
1. Tingkat Kevakuman
Keadaan vakum dapat membuat tekanan dalam suatu sistem menjadi jauh dibawah tekanan atmosfir, sehingga molekul-molekul gas letaknya saling berjauhan. Ini berarti jarak bebas rata-ratanya sangat panjang dan aliran gas tidak dipengaruhi lagi oleh kemungkinan tumbukan gas yang lain, tetapi dipengaruhi oleh kemungkinan terjadinya tumbukan-tumbukan molekul gas dengan dinding sistem vakum tersebut.
Kevakuman suatu sistem dapat diklasifikasikan menurut tingkat kevakumannya yaitu (Suprapto,1998) : a.
Vakum rendah mempunyai tekanan kira-kira sampai dengan 1 Torr.
- 3 b.
Torr. Vakum sedang mempunyai tekanan kira-kira 1 Torr sampai dengan 10
- 3 -7 c.
Torr sampai dengan 10 Torr. Vakum tinggi mempunyai tekanan lira-kira 10
- 7 - d.
Torr sampai dengan 10 Vakum sangat tinggi mempunyai tekanan kira-kira 10
16 Torr.
Berdasarkan cara menvakumkan sistem vakum (hampa), maka dapat dibedakan sebagai berikut : sistem vakum statis dan sistem dinamis. Sistem vakum statis yaitu suatu sistem vakum yang mana untuk mencapai kevakuman tertentu dengan menvakumkan sistem tersebut sampai kevakuman yang diinginkan kemudian ditutup/disumbat. Jadi sistem harus bebas dari kebocoran dan hal-hal yang menyebabkan penurunan kevakuman. Sebagai contoh sistem vakum statis adalah seperti thermos. Sedangkan sistem vakum dinamis yaitu suatu sistem vakum yang mana untuk mencapai kevakuman tertentu dengan menvakumkan sistem tersebut secara terus menerus untuk mempertahankan tingkat kevakuman yang telah dicapai. Sebagai contoh sistem vakum dinamis adalah : sistem coating, akselerator, spektrometer massa dan sebagainya.
Pada metode evaporasi, untuk melakukan proses penguapan pada
- 5
coatingnya tingkat kevakumannya sudah di atur minimal 10 Torr. Jika tingkat
- 5
kevakumannya kurang dari 10 Torr, maka proses penguapan belum siap dilakukan karena masih ada partikel-partikel lain yang akan mengganggu. Semakin tinggi tingkat kevakumannya maka lapisan tipis yang dihasilkan akan semakin bagus.
- 5
Proses evaporasi bisa dilakukan pada tingkat kevakuman lebih tinggi dari 10 Torr, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama.
2. Pompa Vakum
Untuk membuat ruang vakum dipermukaan bumi, usaha yang dilakukan oleh manusia adalah dengan cara memompa keluar udara dari suatu ruangan tertutup dengan pompa vakum. Telah diketahui bahwa vakum merupakan sarana atau alat dalam melakukan suatu proses, oleh karena itu tingkat kevakuman yang dibuat juga sesuai dengan kebutuhan. Agar diperoleh kevakuman yang tinggi, maka diperlukan sistem vakum yang terdiri dari sebuah pompa rotari dan pompa difusi.
- 3
Tingkat kevakuman yang dicapai oleh pompa rotari sekitar 10 Torr dan pompa
- 8 difusi dapat mencapai tingkat kevakuman hingga 10 Torr.
a. Pompa rotari
Proses penghampaan tingkat tinggi tidak dapat dilakukan secara sekaligus, karena tidak ada pompa apapun yang dapat mencapai tingkat kehampaan yang tinggi secara langsung. Untuk mencapai tingkat kehampaan yang tinggi diperlukan pompa pendahuluan, dalam hal ini digunakan pompa rotari.
Jenis pompa rotari yang dipakai adalah jenis mekanik katub sorong. Bagian utama dari pompa rotari ini adalah stator dan rotor yang dapat diputar dengan menggunakan sebuah motor listrik. Katub sorong dilengkapi dengan sebuah pegas yang selalu menyinggung dinding stator dalam putarannya dan berfungsi sebagai skat antara kedua ruang dalam rongga stator. Bagian rotor akan menggerakkan dan menghisap udara keluar dari sistem yang akan divakumkan.
Prinsip kerja pompa rotari ini adalah sebagai berikut : mula-mula udara dihisap dari ruang yang akan divakumkan oleh katub sorong (Gambar 2.2.a) . Pegas dari rotor menekan katub sorong kedinding bejana (stator), sehingga merupakan penyekat antara ruang vakum dan udara yang akan dibuang (Gambar 2.2.b). Udara yang dihisap akan dikeluarkan melalui saluran keluar yang sempit. Karena tekanan udara yang akan dibuang semakin besar, maka katub saluran pembuang akan terbuka sehingga udara bisa keluar (Gambar 2.2.c).
Sistem vakum katub (a) (b) (c)
Gambar 2.2. Prinsip kerja pompa rotari : a) penghisapan udara.b) pemampatan udara.
c) pengeluaran udara Pompa rotari dapat dioperasikan mulai dari tekanan udara luar sampai
- 3
dengan vakum rendah sekitar 10 Torr. Sedangkan pada vakum tinggi pompa rotari berfungsi sebagai pompa depan, yaitu pompa yang membuat berfungsinya pompa utama (pompa difusi).
b. Pompa difusi
Pompa difusi untuk mencapai tingkat kehampaan yang tinggi, bekerja jika
- 2
telah dicapai keadaan vakum pendahuluan kurang lebih 10 Torr. Penampang pompa difusi ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pada pompa difusi ini minyak difusi ditempatkan di bagian bawah (bejana didih). Pada ujung cerobong atas ditutup dengan suatu bentuk payung dan membentuk celah yang disebut nozle.
Prinsip kerja pompa difusi dapat dijelaskan sebagai berikut : Minyak dalam bejana diuapkan dengan pemanasan filamen listrik. Minyak yang diuapkan oleh pemanas ini akan melalui cerobong dan dengan adanya celah yang sempit maka uap akan mempunyai kecepatan yang besar sehingga uap akan terpancar ketika keluar dari celah tersebut. Uap yang terpancar itu akan mengenai dinding yang didinginkan, karena pengaruh dari pendinginan uap yang terpancar ini akan mengembun dan mengalir kembali ke bejana didih. Bersamaan dengan terpancarnya uap dari celah ke dinding, molekul-molekul uap membawa serta molekul-molekul udara sehingga kekosongan molekul udara pada lintasan semprotan akan terisi oleh molekul-molekul udara di atas tabir uap. Molekul- molekul udara di bawah tabir uap akan terisap oleh pompa pravakum sehingga kedudukkannya digantikan oleh molekul-molekul udara yang berada di atas tabir uap. Proses ini berlangsung terus sehingga terjadi aliran molekul-molekul udara dari atas ke bawah melintasi tabir uap secara difusi.
Untuk mengoperasikan pompa difusi diperlukan pompa pravakum yaitu pompa rotari yang dihubungkan dengan saluran keluar. Pompa rotari ini berfungsi sebagai pompa depan, yaitu mengeluarkan gas dari pompa difusi. Tanpa pompa depan ini, pompa difusi tidak dapat berfungsi karena tidak dapat mengeluarkan gas yang telah terdifusi. Pompa rotari inilah yang membuat berfungsinya pompa utama (pompa difusi). Agar kevakuman akhir yang dapat dicapai oleh pompa difusi bisa lebih tinggi, maka pompa difusi biasanya dibuat bertingkat, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2-3.b. sistem vakum payung sistem vakum celah keluaran ke pompa rotari nozzle celah keluaran ke nozzle pendingin pompa rotari pendingin payung uap minyak filamen filamen reservoir minyak minyak
(a) (b)
Gambar 2.3. Penampang pompa difusi :
a) penampamg pompa difusi tidak bertingkat
b) penampang pompa difusi bertingkat
2.2 Sinar-X
2.2.1 Penemuan Sinar-X
Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Roentgen (1845-1923) pada tahun 1895 yang kemudian biasa disebut sebagai sinar Roentgen sesuai dengan nama penemunya. Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukannya, Roentgen menganggap bahwa sinar-X itu adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang
- 10
gelombang yang ordenya sebesar 10 m(1 Ǻ) (Wiyatmo,Yusman.2003).
Pada waktu itu juga muncul ide-ide baru bahwa dalam sebuah benda padat, kristal atom-atomnya disusun dalam sebuah pola berulang secara teratur dengan sebuah jarak antara atom-atom yang berdekatan. Max von Laue (1879-1960) pada tahun 1912 menggabungkan kedua pemikiran tersebut diatas dan mengusulkan bahwa sebuah kristal dapat berperan sebagai kisi difraksi tiga dimensi untuk sinar- X, yakni seberkas sinar-X dapat dihamburkan (diserap dan dipancarkan kembali) oleh atom-atom individu dalam kristal dan gelombang-gelombang yang dihamburkan tersebut berinterferensi menyerupai gelombang-gelombang dari sebuah kisi difraksi.
Eksperimen ini membuktikan bahwa sinar-X adalah suatu bentuk gelombang atau bersifat menyerupai gelombang dan atom-atom didalam sebuah kristal disusun dalam sebuah pola yang teratur. Sejak saat itu difraksi sinar-X telah terbukti sebagai sebuah alat penelitian yang sangat penting untuk mempelajari struktur kristal (Beiser,Arthur.1986).
2.2.2 Pembentukan Sinar-X
Sinar-X terjadi apabila satu berkas elektron bebas berenergi tinggi mengenai atau menumbuk logam dalam tabung vakum, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Katoda Sinar-X Anoda Gambar 2.4. Skema Pembangkitan Sinar-X.
Katoda yang dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan tinggi dipanaskan dengan menggunakan filament agar lebih mudah memancarkan elektron. Anoda dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi pada kutub positif, dengan beda potensial yang tinggi menyebabkan elektron yang dipancarkan oleh katoda memiliki energi kinetik yang sangat besar sesampainya di anoda. Elektron- elektron tersebut akan menumbuk logam pada anoda dan menimbulkan pancaran sinar-X dengan daya tembus yang besar (Wiyatmo,Yusman.2003).
Fungsi tabung dalam keadaan vakum dengan katoda dan anoda didalamnya dimaksudkan agar elektron yang mengalir dari katoda ke anoda tidak mendapat gangguan dari lingkungan.
2.1.3 Interaksi Sinar-X Dengan Materi
Interaksi sinar-X dengan materi pada prinsipnya dapat melalui dua proses yaitu : 1). Efek fotolistrik
Efek fotolistrik adalah interaksi sinar-X dengan elektron yang terikat kuat dalam atom, yaitu elektron yang berada pada kulit bagian dalam dari suatu atom, biasanya kulit K atau L. Sinar-X akan menumbuk elektron tersebut dan karena elektron itu terikat kuat maka energi sinar-X akan diserap seluruhnya oleh elektron.
Kemudian elektron akan dipancarkan keluar dari atom dengan energi kinetik sebesar selisih energi sinar-X dan energi ikat elektron.
(2.6) dengan energi kenetik elektron, = energi kinetik sinar-X dan = energi ikat elektron
Secara skematis proses efek fotolistrik dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5.
Ephoton Fotoelektron K
L Inti atom M
Gambar 2.5. Skema proses efek fotolistrik Atom yang terionisasi akibat efek fotolistrik akan mengubah atom menjadi tidak stabil. Kekosongan elektron yang ditimbulkan akan diisi oleh elektron dari kulit yang lebih luar dan terjadi demikian untuk seterusnya. Peristiwa tersebut diatas akan mengakibatkan pancaran sinar-X dengan energi tertentu.2). Hamburan Compton Hamburan Compton adalah interaksi sinar-X dengan elektron yang terikat paling lemah yaitu elektron pada kulit paling luar dari suatu atom. Saat sinar-X menumbuk elektron, elektron akan menyerap sebagian energi sinar-X dan kemudian sinar-X akan terhambur keluar dengan sudut
θ terhadap arah gerak sinar- X mula-mula. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.
Elektron Compton E c
Ex θ s
Ex K L M
Gambar 2.6. Skema proses hamburan Compton Elektron yang dilepaskan dinamakan elektron Compton, sedangkan energi sinar-X yang terhambur adalah merupakan fungsi energi sinar-X mula-mula dan sudut hamburan.2 1 − [1+(E/mc )(1-Cos (2.7)
θ)]
dengan : = energi sinar-X = energi sinar-X mula-mula m = massa diam elektron c = kecepatan cahaya dalam hampa
= sudut hamburan θ Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi elektron Compton ( ) adalah selisih antara energi sinar-X mula-mula ( ) dan energi sinar-X yang terhambur ( ).
(2.8)
2.2.4 Difraksi Sinar-X
Apabila sinar-X monokromatis mengenai material kristal, maka setiap bidang kristal akan memantulkan atau menghamburkan sinar-X ke segala arah.
Interferensi terjadi hanya antara sinar-sinar pantul sefase sehingga hanya terdapat sinar-X pantulan tertentu saja. Interferensi saling memperkuat terjadi apabila sinar- X yang sefase mempunyai selisih lintasan kelipatan bulat panjang gelombang ( λ). Pernyataan ini dinamakan Hukum Bragg untuk difraksi kristal (Cullity, 1978). Secara matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan : .
n (2.9)
λ = 2d sinθ
dengan : n = bilangan bulat 1,2,3,4….
= panjang gelombang λ d = jarak antar bidang kisi
= sudut difraksi atau sudut pantulan θ untuk memudahkan pemahaman persamaan diatas, dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.7
Gambar 2.7. Lintasan berkas sinar-X yang mengenai kristalKristal merupakan tumpukan bidang kisi, dimana dengan menganggap bidang kisi sebagai cermin yang dapat memantulkan setiap radiasi yang datang. Pada gambar 2.7 terlihat bahwa jarak antar atom adalah d, dan setiap sinar yang datang dan mengenai atom pada kristal akan dipantulkan dengan sudut sebesar
θ sehingga untuk kedua sinar pada
gambar memiliki selisih panjang jalan sebesar 2dsin
θ. Apabila gelombang yang
dipantulkan sefase dan berinterferensi, maka selisih panjang jalannya merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang sehingga pola terang yang akan dihasilkan dari pantulannya.
Alat difraksi sinar-X juga sering disebut difraktometer, yang digunakan untuk mendeteksi spektrum difraksi, secara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Skema difraktometer sinar-XSinar-X yang dihasilkan dari tabung sinar-X mempunyai panjang gelombang λ tertentu. Prinsip kerja dari alat ini adalah sinar-X ditembakkan pada sampel dan akan mengakibatkan terjadinya hamburan sinar-X. Selanjutnya hamburan sinar-X akan ditangkap oleh detektor Si(Li) dan dari detektor tersebut akan diperoleh informasi langsung berupa grafik antara sudut hamburan (2
θ) dan intensitas (I).
Untuk panjang gelombang yang telah diketahui, nilai sudut hamburan (2 θ) dari hasil karakterisasi XRD dapat digunakan untuk mencari jarak antar bidang atom d hkl dengan menggunakan persamaan (2.9) untuk orde difraksi n = 1. Dari data perhitungan jarak antar bidang d hkl ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung bidang-bidang kristal (hkl) maupun parameter kisi serta jenis kristalnya.
2.3 Struktur Kristal
2.3.1 Kisi Kristal
Pada dasarnya, jika dilihat dari strukturnya kebanyakan zat padat dalam alam semesta ini bisa dibagi 2 (dua) yaitu berstruktur kristal dan tidak berstruktur (amorf). Disebut kristal apabila atom-atom penyusunnya tertata secara teratur dalam pola tiga dimensi yang berulang secara kontinu dan disebut amorf bila atom- atom penyusunnya tidak memiliki pola susunan tertentu seperti pada kristal. Kristal zat padat tiap atomnya terletak pada tiap titik dalam ruang pada jarak yang tertentu, susunan yang tak terbatas dari titik-titik atom ini disebut kisi ruang. Dalam suatu kisi ruang, semua titik kisi akan membentuk pasangan bidang-bidang kisi. Bidang inilah yang menentukan arah permukaan suatu kristal (Suwitra.MS, Drs.N, 1989).
Struktur kristal dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu kubik, monoklinik, triklinik, tetragonal, orthorhombik, trigonal, dan hexagonal.