12 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

  Dalam teori keagenan disebutkan bahwa terdapat pendelegasian wewenang dari pemilik perusahaan (principal) kepada manajemen perusahaan (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Pembuatan keputusan oleh manajer perusahaaan (agent) harus bisa diterima sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomi dengan segala konsekuensinya.

  Dalam teori keagenan, manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer sebagai pengelola berkewajiban memberikan informasi tentang kondisi perusahaan kepada pemilik, namun demikian informasi yang diberikan kadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (Arsanto Teguh Utomo: 2014).

  Berkaitan dengan masalah keagenan, mekanisme corporate governance berfungsi sebagai alat dalam mendisplinkan pengelola sehingga dengan adanya mekanisme tata kelola yang baik yang dilandasi prinsip-prinsip corporate

  governance ini diharapkan dapat mengurangi masalah keagenan dalam perusahaan yang kemudian dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Daniel Felimanto Hartono dan Yeterina Widi Nugrahanti : 2014)

2.2 Good Corporate Governance (GCG)

  2.2.1 Pengertian GCG

  Menurut Sukrisno Agoes (2006) mendifinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

  Corporate Governance didefiniskan oleh IICG (Indonesian Institute of Corporate Governance ) sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam

  menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.

   2.2.2 Prinsip – Prinsip GCG

  Prinsip-prinsip OECD (Organization for Economic Coorperation and Development) dalam (sukrisno agoes: 2006) mencakup 5 bidang utama, yaitu hak- hak pemegang saham (stakeholders) dan perlindungannya, peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, pengungkapan

  (disclosure) yang akurat dan tepat waktu, transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, serta tanggung jawab dewan (maksudnya dewan komisaris dan direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dana pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara ringkas, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :

  1. transparansi, 2. akuntabilitas, 3. keterbukaan, dan 4. bertanggung jawab (Fairness).

  Selanjutnya, Nasional Committe on Governance (NCG, 2006) memublikasikan “kode Indonesia tentang tata kelola perusahaan yang baik (Ind onesia’s code of good corporate governance)” pada tanggal 17 oktober 2006. Sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh menteri koordinator bidang perekonomian, Dr.boediono, walaupun kode Indonesia tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan, tetapi dapat menjadi pedoman dasarbagi seluruh perusahaan di Indonesia dalammenjalankan usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalamkoridor etika bisnis yang pantas.dalam kode GCG ini, GCG mengemukakan lima prinsip GCG yaitu :

  1. Transparansi (transparency),.

  2. Akuntabilitas (accountability) 3. responsibilitas (responsibility).

  5. Kesetaraan (fairness).

  Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan oleh menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing-masing prinsip yang telah dikemukan dapat diberikan sebagai berikut :

  1. Transparancy (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

  2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

  3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

  Prinsip-prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini mempunyai lima demensi, yaitu: ekonomi,moral,social, dan spiritual yang dijelakan sebagai berikut :

  1. Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengeloladiwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan.

  2. Dimensi hukum, artinya tanggung jawab pengelola diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yangberlaku; sejauh mana tindakanmanajemen telah susuai dengan hukum dan peraturan yangberlaku.

  3. Demensi moral, artinya sejauh mana wujud anggung jawab tindakan menajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepentingan.

  4. Dimensi social artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan vorporate social responsibility (CSR) sebagai wujud kepeduian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam dilingkungan perusahaan.

  5. Dimensi spiritual artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

  4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan- undangan yang berlaku dan korporasi yang sehat.

  5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku (Sukrisno Agoes: 2014).

2.2.3 Manfaat GCG

  Menurut Like Monisa Wati (2012), manfaat yang diberikan dari penerapan GCG pada perusahaan adalah sebagai berikut :

  1. Perusahaan dapat membenahi faktor-faktor internal organisasinya yang belum

  sesuai dan belum mendukung terwujudnya GCG berdasarkan hasil temuan selama survei CGPI berlangsung.

  2. Peningkatan kepercayaan investor dan publik terhadap perusahaan karena

  adanya hasil publikasi IICG tentang pelaksanaan konsep CG yang dilakukan oleh perusahaan.

  3. Peningkatan kesadaran bersama dikalangan internal perusahaan dan stakeholder terhadap pentingnya GCG dalam pengelolaan perusahaan kearah pertumbuhan yang berkelanjutan.

  4. Pemetaan masalahmasalah strategis yang terjadi di perusahaan dalam

  penerapan GCG sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan yang diperlukan. Kelima, CGPI dapat dijadikan sebagai indikator atau standar mutu yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk pengakuan dari masyarakat terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG.

  5. Perwujudan komitmen dan tanggung jawab bersama serta upaya yang mendorong seluruh anggota organisasi perusahaan untuk menerapkan GCG.

2.2.4 Tujuan Penerapan GCG

  Menurut Arsanto Teguh Utomo (2014), Tujuan penerapan Good Corporate

  Governance adalah: 1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.

  2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.

  3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.

  4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan.

  5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

2.3 Mekanisme GCG

  Mekanisme good corporate governance terbagi menjadi dua yaitu mekanisme eksternal dan internal perusahaan diantaranya :

  a. Mekanisme Eksternal

  Mekanisme eksternal dipengaruhi oleh faktor eksternal perusahaan yang meliputi investor, akuntan publik, pemberi pinjaman dan lembaga yang mengesahkan legalitas.

  b. Mekanisme Internal

  Mekanisme internal dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris independen, dewan direksi dan komite audit, yang secara lengkap akan dijelaskan pada uraian berikut ini:

1. Dewan Komisaris Independen

  Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik kepentingan. Komisaris independen didefinisikan sebagai seseorang yang tidak teralifiasi dalam segala hal dalam pemegang saham pengendali, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direksi atau dengan dewan komisaris serta tidak menjabat sebagai direktur pada suatu perusahaaan yang terkait dengan perusahaan pemilik.

  Komisaris Independen bertujuan untuk penyeimbang pengambilan keputusan dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan nomor

  IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang kurangnya

  30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris (Salsabila Sarafina Muhammad Saifi: 2017).

  Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait, sehingga keberadaaan komite audit dan komisaris independen pada suatu perusahaaan dapat meningkatkan integritas laporan keuangan. Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ Tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara profesional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan controlling shareholders ).

2. Komite Audit

  Arsanto Teguh Utomo (2014), Komite audit yang beranggotakan sedikit cenderung bertindak efisien, namun juga memiliki kelemahan, yaitu minimnya ragam pengalaman anggota, sehingga anggota audit seharusnya memiliki pemahaman memadai tentang pembuatan laporan keuangan dan prinsip-prinsip pengawasan internal. Kualifikasi terpenting dari anggota komite audit terletak pada common sense, kecerdasan dan pandangan independen.

  Dengan adanya komite audit maka akan memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu:

  1. Berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat

  2. Berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat; 3. Berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan illegal.

3. Dewan Direksi

  Dewan direksi (board of directors) adalah pimpinan perusahaan yang dipilih oleh para pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka dalam mengelola perusahaan. Sedangkan Board size atau ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan, semakin banyak dewan dalam perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang semakin lebih baik, dengan kinerja perusahaan yang baik dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan dapat meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai perusahaan pun juga akan ikut meningkat (Nur Hisamuddin dan Yayang Tirta: 2011).

  Di Indonesia pengaturan terhadap direksi terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menjabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial.

  a. Kepengurusan, mencakup tugas penyusunan visi dan misi perusahaan; serta penyusunan program jangka pendek dan jangka panjang.

  b. Manajemen risiko, mencakup tugas penyusunan dan pelaksanaan sistem manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan.

  c. Pengendalian internal, mencakup penyusunan dan pelaksanaan system pengendalian internal perusahaan dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.

  d. Komunikasi, mencakup tugas yang memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi sekretaris perusahaan.

  e. Tanggung jawab sosial, mencakup perencanaan tertulis yang jelas dan terfokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

  Dewan direksi merupakan salah satu indikator vital dalam pelaksanaan

corporate governance yang bertanggung jawab dalam manajemen perusahaan.

  Dewan direksi diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan yang lebih baik. Dewan direksi memiliki tugas untuk menentukan arah kebijakan dan strategi sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam UU Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa dewan direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan.

4. Kepemilikan Institusional

  Adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistic yang dilakukan oleh para manajer. Dari sudut pandang perusahaan, kepemilikan institusional dapat mengurangi konflik keagenan karena mampu mengontrol dan mengarahkan manajer untuk membuat kebijakan utang dan deviden yang berpihak pada kepentingan pemegang saham institusional. Investor institusional dapat menerapkan kemampuan manajerial, pengetahuan profesional dan hak suara mereka untuk mempengaruhi manajer dalam meningkatkan efisiensi perusahaan. Investor institusional juga dapat membantu perusahaan dalam membuat keputusan bisnis. Ketika perusahaan membutuhkan tambahan dana, investor institusional dapat menyediakan dana tambahan atau menggunakan jaringan mereka untuk membantu perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan (Selly Anggraeni Haryono, Fitriany, Eliza Fatima: 2017).

5. Kepemilikan Manajerial

  Menurut giska noorizkie (2013), kepemilikan saham manajerial dapat menyatukan kepentingan manajemen dan pemegang saham. Melalui kepemilikan saham manajerial, manajer diharapkan lebih bertindak untuk kepentingan pemegang saham setelah memiliki porsi saham tertentu didalam perusahaan karena manajer memiliki resiko keuangan yang sama dengan stakeholders sehingga menuntut manajer memiliki kinerja lebih baik.

  Kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai pemilik.

2.4 Kinerja Keuangan

  2.4.1 Pengertian Kinerja Keuangan

  Kinerja keuangan merupakan patokan utama untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja perusahaan, hal tersebut dapat dilihat dari laporan keuangannya. Mengukur kinerja keuangan perusahaan dapat diketahui melalui dua sisi yaitu: sisi internal perusahaan dengan melihat laporan keuangan dan sisi eksternal perusahaan yaitu nilai perusahaan dengan cara menghitung kinerja keuangan perusahaan. Indikator yang sering digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah melalui rasio keuangan. Rasio yang umum menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas. Perusahaan yang nilainya tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang baik (Salsabila Sarafina dan Muhammad Saifi 2017).

  Menurut Daniel Felimanto Hartono dan Yeterina Widi Nugrahanti (2014) Kinerja Keuangan perusahaan adalah suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.

  2.4.2 Faktor-faktor Kinerja Keuangan

  Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja keuangan perusahaan menurut Hastuti dan Mulyati dalam penelitian Fessy Febriyani (2017) antara lain sebagai berikut:

  1. Terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan.

  2. Manipulasi Laba Manipulasi laba merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan yang bertujuan menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya.

  3. Pengungkapan Laporan Keuangan (Disclosure)

  Disclosure sebagai salah-satu aspek Good Corporate Governance

  diharapkan dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja perusahaan. Hal ini kontradiktif dengan perilaku oportunitis.

2.4.3 Penilaian Kinerja Keuangan

  Bagi investor, informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Apabila kinerja perusahaan baik maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan terjadi kenaikan harga saham. Atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan.

  Sedangkan bagi perusahan, informasi kinerja keuangan perusahaan dapat dimamfaatkan untuk hal-hal sabagai berikut :

  1. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.

  2. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.

  3. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang.

  4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.

  5. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

2.4.4 Tahap-tahap Menganalisis Kinerja Keuangan

  Setiap perusahaan dalam melakukan penilaian kinerja berbeda-beda karena tergantung dari jenis dan ruang lingkup bisnis yang dijalankannya. Menurut Fahmi dalam penelitian Fessy Febriyani (2017) menyebutkan ada lima tahap dalam menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum, yaitu:

  1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan.

  Review yang dimaksud dalam hal ini, dilakukan dengan tujuan agar

  laporan keuangan yang telah dibuat sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam dunia akuntansi dan dapat dipertanggungjawabkan.

  2. Melakukan perhitungan.

  Review yang dimaksud dalam hal ini, dilakukan dengan tujuan agar

  laporan keuangan yang telah dibuat sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam dunia akuntansi dan dapat dipertanggungjawabkan Metode perhitungan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.

  3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh.

  Hasil hitungan yang sudah diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya. Metode umum yang digunakan untuk melakukan perbandingan, antara lain:

  a. Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atau antar periode, dengan tujuan itu hasilnya akan terlihat secara grafik. b. Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan hasil perhitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya dalam lingkup yang sejenis dan dilakukan secara bersamaan.

2.4.5 Pengukuran Kinerja Keuangan

3.4.5.1 Rasio Profitabilitas

  Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Yang termasuk dalam ratio ini adalah :

  1. Gross Profit Margin ( GPM) Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan

  Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.

  Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

  2. Net Profit Margin (NPM)

  Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio keuangan yang mengukur

  kemampuan perusahaan dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasional pokok perusahaan. Net Profit Margin (NPM) berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut total penjualannya. Profit margin dihitung dengan rumus sebagai berikut : 3.

   Return On Investmen (ROI)

  Tujuan perhitungan rasio ini adalah untuk mengetahui sampai seberapa jauh aset yang digunakan dapat menghasilkan laba. Laba usaha berarti laba dari kegiatan utama perusahaan. Aktiva operasi adalah aktiva yang dipakai untuk menghasilkan laba usaha tersebut. Dengan kata lain, aset yang dihitung disini hanya aset yang memberikan konstribusi terhadap pencapaian laba usaha. Penyertaan yang biasanya menghasilkan pendapatan lain (di luar laba usaha) tidak dihitung. Demikian halnya dengan aktiva lain-lain. Aktiva lain-lain ada yang berupa aktiva belum selesai atau aktiva tidak operasional. Oleh karena itu juga tidak diikutsertakan dalam pengertian aktiva operasi. Rumus perhitungannya adalah :

  4. Return On Equity (ROA) Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan Fahmi (2011) dalam penelitiannya andhitya (2017). Untuk memperoleh nilai ROA dapat dihitung dengan rumus :

  5. Return On Equity (ROE) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Rasio ini berguna untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang diperoleh dari penanam modal. Pengertian modal disini adalah semua modal yang tertanam di perusahaan, termasuk di dalamnya saldo laba (laba ditahan). Rumus yang

2.4.5.2 Rasio Likuiditas

  Menurut Nurul dan darwinto (2013) Rasio likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansialnya. Kewajiban tersebut merupakan kewajiban jangka pendek atau jangka panjang yang sudah segera jatuh tempo. rasio likuiditas merupakan rasio yang menghubungkan kas dan aktiva lancar lainya dengan kewajiban lancar.

  1. Rasio lancar (current ratio) Rasio lancar atau current ratio (CR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Perbandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek (hutang lancar). Rumus yang digunakan :

  Aktiva lancar meliputi : kas, surat berharga, piutang, dan persediaan. Utang lancar meliputi : utang pajak, utang bunga, uang wesel, utang gaji,dan utang jangka pendek lainnnya.

  Semakin besar jumlah aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar prosentase yang terdapat di perusahaan tersebut, sehingga kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya semakin besar. Demikian juga sebaliknya, jika jumlah hutang lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, maka semakin kecil prosentase yang terdapat di perusahaan tersebut maka kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya akan semakin kecil.

  2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid . Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu :

  3. Rasio Kas (cash ratio) Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan diBank. Cash Ratio dapat dihitung dengan Rumus yaitu :

2.4.5.3 Rasio Solvabilitas

  Rasio Solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio yang biasa digunakan yaitu: 1.

   Total Debt to total assets ratio(DR)

  Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya, cenderung semakin besar resiko keuangannya bagi kreditur maupun pemegang saham. Selain itu, Merupakan rasio yang menghitung persentase total dana yang disediakan kreditur. Rumus yang digunakan adalah :

  Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva, semakin kecil rasionya semakin aman (solvable).

2. Debt to equity ratio(DER)

  Rasio hutang dengan modal sendiri ( debt to equity rasio ) adalah Perbandingan antara hutang – hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi keseluruhan kewajibannya. Rumus yang digunakan : 3.

   Long-term debt to equity (LTDE)

  Digunakan untuk menghitung seberapa besar modal sendiri yang digunakan untuk menjamin utang jangka panjang. Rumus yang digunakan :

2.4.5.4 Rasio Aktivitas

  Menurut Nurul dan darwinto (2013) Digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktiva.

  1. Rasio Perputaran Persediaan (inventory turnoverratio) Rasio perputaran persediaan mengukur berapa kali persediaan perusahaan telah dijual selama periode tertentu, misalnya selama tahun tertentu. Angka ini mengukur efisiensi pengelolaan persediaan dalam

  2. Rasio Perputaran Piutang (receivables turnoverratio) Perputaran piutang menunjukkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam mengumpulkan piutang. Semakin cepat perputaran piutang, maka current ratio dan quik ratio semakin bagus dalam analisis keuangan. Rumus yang digunakan:

3. Working Capital Turn Over(WCTO)

  Digunakan untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam modal kerja perusahaan dalam satu tahun. Makin cepat perputaran modal kerja maka current ratio dan quick ratio yang dimiliki akan semakin bagus. Rumus yang digunakan :

  4. Perputaran Aktiva Tetap Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektifitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Rasio ini mengukur efektifitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan. rasio ini menggunakan rumus :

  5. Perputaran Total Aktiva Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan berdasarkan Total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik.

2.4.5.5 Rasio Pasar

  Menghubungkan harga saham perusahaan dengan laba dan nilai buku per saham. Rasio pasar tersebut memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospeknya di masa mendatang. Rasio ini adalah :

  1. Earnings Per Share(EPS) Earning per share (EPS) yaitu laba bersih dibagi jumlah saham yang

  beredar. Rasio ini menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Earning Per Share (EPS) secara matematis dirumuskan sebagai berikut: 2.

   Dividend Payout Ratio (DPR)

  Rasio ini melihat bagian pendapatan yang dibayarkan sebagai deviden kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan (Hanafi: 2004). Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasiopembayaran deviden yang rendah. Sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhan rendah akan mempunyai rasio yang tinggi.

  Pembayaran deviden juga merupakan kebijakan deviden perusahaan. Semakin besar rasio Dividend Payout Ratio (DPR)maka semakin lambat atau kecil partum uhan pendapatan perusahaan. Rumus perhitungan yang digunakan untuk menentukan Dividend Payout Ratio adalah: 3.

   Price Earnings Ratio(PER)

  Price Earning Ratio (PER) adalah perbandingan antara harga pasar

  per lembar saham dengan laba per lembar saham. Rumus perhitungan

  Price earnings ratio adalah: 4.

   Deviden Yield (DY) Deviden Yield (DY) merupakan sebagian dari total return yang akan

  diperoleh investor. Perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividend yield yang rendah. Karena deviden sebagian besar akan diinvestasikan kembali. Kemudian karena perusahaan dengan prospek yang tinggi akan mempunyai harga per saham yang tinggi, yang berarti pembagiannya tinggi. Rumus perhitungan

  dividend yield adalah: 5.

   Price to Book Value Ratio (PBV) Price to Book Value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio)

  yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Price to Book Value (PBV) ditunjukkan dengan perbandingan antara harga saham terhadap nilai buku dihitung sebagai hasil dari ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar.

  Secara matematis Price to Book Value dapat dirumuskan sebagai berikut :

2.5 Penelitian Terdahulu

  Menurut (Salsabila Sarafina dan Muhammad Saifi: 2017) penelitian tantang pengaruh good Corporate governance Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Perusahaan (Studi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2015.

  Pеnеlitian ini mеrupakan pеnеlitian pеnjеlasan (еxplanatory rеsеarch) dеngan pеndеkatan kuantitatif. Pеnеlitian ini di situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.com. Didapat 10 sampel. Berdasarkan kesimpulan analisis yaitu : 1) terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit terhadap

  

Return On Assets. 2) terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari

  variabel Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit terhadap

  Tobins’Q. 3)

  terdapat empat variabel berpengaruh signifikan secara parsial yaitu Dewan Komisaris Independen terhadap ROA, Komite Audit terhadap ROA, Dewan Komisaris Independen terhadap Tobins’Q, dan Komite Audit terhadap Tobins’Q.

  4) Komite Audit berpengaruh paling dominan terhadap ROA paling besar yaitu 2,398, dibandingkan dengan Dewan Komisaris Independen. menunjukkan bahwa Dewan Komisaris Independen yaitu sebesar 2,044. 5) Dewan Komisaris Independen berpengaruh paling dominan terhadap

  Tobins’Q dengan dihitung paling besar yaitu Dewan Komisaris Independen sebesar 2,610 dan Komite Audit sebesar 2,148.

  Dian Prasinta (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penerapan good corporate gov-ernance terhadap kinerja keuangan. Pengambilan sampel menggunakan teknik pur-posive sampling yaitu pemilihan sampel dengan kriteria tertentu, sehingga didapat sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 perusahaan. Penerapan good corporate governance diukur dengan skor CGPI. Kinerja keuangan diukur dengan return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan

  Tobin’s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

  positif antara good corporate governance dengan return on as-sets, namun terdapat hubungan positif antara good corporate governance dengan return on

  

equity, dan tidak terdapat hubungan positif antara good corporate governance

  dengan T

  obin’s Q. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi good corporate

governance berpengaruh terhadap kinerja operasional, namun pencapaian laba

  perusahaan dan respon pasar atas implementasi good corporate governance masih kurang. Simpulan dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah hasil penelitian menunjukkan bahwa Good Corporate Governance yang diproksikan skor CGPI tidak berpengaruh terhadap ROA, skor CGPI berpengaruh positif terhadap ROE, dan skor CGPI tidak berpengaruh terhadap

  Tobin’s Q.

  Menurut penelitian Like Monisa Wati (2012), Penerapan untuk tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governnce) dapat diartikan sebagai suatu proses yang digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas kinerja keuangan perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh

  

Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROE dan

NPM) di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini tergolong penelitian kausatif.

  Sampel penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling dan periode penelitian selama 2008-2010 sehingga diperoleh sampel sebanyak 13 perusahaan.

  Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id dan The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).

  Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Untuk pengujian hipotesis menggunakan uji t statistik. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (ROE dan NPM).

  Depa Susanti dan M. Rasuli dan Errin Yani Wijaya (2016), Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan yang Terdaftar pada Corporate Governance Perception Index, Perusahaan yang diambil untuk menjadi objek penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2008-2012, terdaftar dalam pemeringkatan CGPI Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh 9 perusahaan yang mewakili populasi dan memenuhi kriteria. Dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1). dengan menggunakan uji t maka dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Good Corporate Governance terhadap Return On Equity pada perusahaan dalam pemeringkatan CGPI yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai 2012. 2). tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Good Corporate Governance terhadap Return On Investment pada perusahaan dalam pemeringkatan CGPI yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai 2012. 3). tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel

  

Good Corporate Governance terhadap Earning Per Share pada perusahaan dalam

  pemeringkatan CGPI yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai 2012.

  Febi Mulyasari dan Abd. Kodir Djaelani dan M. Agus Salim ( 2016), dengan penelitian tentang Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Food and Beverages Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015). Analisis Statiska Deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik variabel yang diteliti misalnya seperti mengetahui nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah dalam memahami variabel- variabel yang digunakan. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1). kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja tahun 2013-2015. 2). kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015. 3). komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015. 4). komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015. 5). Terdapat pengaruh yang signifikan antara good corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015.

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi pengaruh Good Corporate

  

Governance dilihat dari berbagai sisi, baik itu dewan komisaris, komite audit,

  Dewan direksi, dan Kepemilikan Institusional. Untuk membantu pemahaman pembaca mengenai hal-hal yang berpengaruh dalam kinerja keuangan, maka perlu dibuat skema kerangka pemikiran. Adapun skema kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

  Mekanisme Corporate Governance Dewan Komisaris Independen (X1)

  H1 Komite Audit ( X2)

  H2 Dewan direksi (X3)

  H3 Kinerja Keuangan (Y)

  H4 Kepemilikan Institusional (X4) H5

  Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Dewan direksi, Kepemilikan Institusional (X5)

2.6 Pengembangan Hipotesis

  

2.6.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

  Komisaris Independen adalah anggota komisaris yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan anggota komisaris lainnya, anggota dewan direksi, dan pemegang saham pengendali. Komisaris independen berjumlah proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh non-pemegang saham pengendali.

  Ketentuannya adalah jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya harus 30% dari seluruh anggota komisaris.

  Salsabila Sarafina dan Muhammad Saifi (2017) penelitian tentang Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Perusahaan.

  Berdasarkan hasil uji T statistik pada model regresi diperoleh hasil nilai koefisien

  X1. sebesar 0,402 sehingga penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dewan komisaris independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROA. Dapat disimpulkan bahwa Return On Assets dapat dipengaruhi oleh Dewan Komisaris Independen. Berdasarkan pada analisis deskriptif menunjukkan nilai mean Dewan Komisaris Independen sebesar 0,43475 hal tersebut sesuai dengan peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Berdasarkan nilai mean tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa DKI sudah memenuhi kriteria yang diterapkan. Hal ini dapat dijelaskan, semakin besar proporsi dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan dengan keahlian dan pengalaman yang beragam akan memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  

H1: Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Kinerja

Keuangan Perusahaan.

2.6.2 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan

  Sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM Kep-29/PM/2004 yang tertuang dalam Peraturan Nomor IX.I.5, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen guna mengatasi masalah pengendalian ataupun kemungkinan timbulnya masalah agensi.

  Komite Audit memiliki tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Karena tugas komite audit adalah membatu dewan komisaris maka dengan semakin banyaknya anggota komite audit, maka pengawasan yang dilakukan semakin baik dan diharapkan dapat memperkecil upaya manajemen untuk memanipulasi masalah data-data yang berkaitan dengan keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga kinerja keuangan perusahaan pun akan semakin meningkat (Andhitya dan Brady Rikumahu dan Vaya Juliana: 2017).

  Menurut penelitiannya febi mulyasari (2016) tentang pengaruh mekanisme Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil nilai koefisien variabel Komite Audit sebesar 2,244. Nilai signifikansi untuk Komite Audit sebesar 0,029 lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H04 ditolak dan Ha4 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Komite Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan.

  Maria Franciska Widyanti (2013) Komite audit bertugas membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan.

  Jumlah komite audit yang semakin banyak akan memberikan kontrol yang lebih baik terhadap proses akuntansi dan keuangan perusahaan yang pada akhirnya akan

  Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  

H2: Komite Audit berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan.

2.3.3 Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan

  Dewan direksi merupakan salah satu indikator dalam pelaksanaan corporate

  

governance yang bertugas dan bertanggungjawab untuk menjalankan manajemen

  perusahaan. Dewan Direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Maka dari itu Semakin banyak anggota dewan direksi, akan semakin jelas pembagian tugas dari masing-masing anggota, yang tentunya akan berdampak positif bagi para stakeholder. Selain itu, semakin banyak anggota dewan direksi, akan membuat network dengan pihak luar perusahaan akan menjadi lebih baik hal tersebut akan membuat kinerja keuangan perusahaan akan semakin membaik (Andhitya dan Brady Rikumahu dan Vaya Juliana: 2017).

  Andhitya dan Brady Rikumahu dan Vaya Juliana (2017), dalam penelitian Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komite Audit dan Corporate Social