BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang UMKM 2.1.1 Definisi UMKM - BAB II FEBRIANI AYUNIAR AKT'15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang UMKM

2.1.1 Definisi UMKM

  Ada beberapa definisi yang terkait dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berikut adalah definisi mengenai UMKM menurut Undang- Undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah:

  “Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Usaha Kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha bukan merupakan anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha kecil dan Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.” Sedangkan definisi UMKM menurut Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

  “Usaha Kecil adalah usaha produktif milik warga negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha atau perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berhukum seperti koperasi, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp200 juta per tahun, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki kriteria aset tetapnya dengan besarnya yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp200 juta

  • – Rp500 juta) dan non manufaktur (Rp200 juta – Rp600 juta

  ).”

  9 Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dikelompokan ke dalam tiga macam berdasarkan kriteria kekayaan hasil penjualan tahunan yaitu sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan dengan memiliki kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta (tiga ratus juta rupiah).

  2. Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria kekayaan lebih dari Rp 50 juta (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500 juta (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500 juta (dua milyar lima ratus juta rupiah).

  3. Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10 juta.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 2.500 juta (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50 juta.000 (lima puluh milyar rupiah).

  Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha ekonomi yang produktif yang dijalankan oleh orang perorangan, atau badan usaha namun adanya modal usaha yang terbatas dan pengembangan usahanya terbatas, serta bukan anak perusahaan atau dikuasai oleh perusahaan atau koperasi.

2.1.2 Penggolongan dan Ciri-ciri UMKM

  Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memberikan kriteria dan ciri-ciri tertentu sebagai dasar penggolongan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro Memiliki jumlah tenaga kerja tidak lebih dari 4 orang. Ciri-ciri usaha mikro diantaranya sebagai berikut: jenis barang/komoditi, usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti, tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat, belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai, tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah, umumnya belum akses pada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan nun bank. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

  2. Usaha Kecil Memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang. Ciri-ciri Usaha Kecil diantaranya: jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah, lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah, pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha, sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP, sumber daya manusia (pengusahanya) memiliki pengalaman berwirausaha, sebagian sudah mengakses ke perbankan dalam hal keperluan modal.

  3. Usaha Menengah Memiliki jumlah tenaga kerja 20-99 orang. Ciri-ciri Usaha Menengah adalah sebagai berikut: pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain: bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian produksi. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi yang teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, jamsostek, pemeliharaan kesehatan, dan lain- lain. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dan lain-lain, dan sudah memiliki akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan.

2.1.3 Kendala-Kendala yang Dihadapi UMKM

  UMKM seringkali menghadapi kendala-kendala tertentu dalam menjalankan usahanya. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya sebagai berikut:

  1. Kurangnya Modal Kurangnya modal, meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat, tapi karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana tidak banyak tahu dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana.

  2. Kemampuan Manajerial yang Rendah Kebanyakan usaha skala kecil dalam menjalankan usaha tanpa ada perencanaan, pengendalian maupun juga evaluasi kegiatan usaha.

  Kegiatan usaha yang tanpa memikirkan rencana seperti apa yang penting bisa jalan, tanpa mengantisipasi hambatan, ancaman yang akan terjadi dalam kegiatan usahanya tersebut dan juga dalam penggunaan dana.

  3. Peran Bank Dalam Mengupayakan Perkembangan UMKM Lembaga perbankan berperan untuk memenuhi kebutuhan modal atau dana untuk menunjang kegiatan usaha, juga mempunyai peranan penting bagi perusahaan, khususnya bagi perusahaan kecil atau usaha kecil. Usaha kecil mempunyai salah satu kelemahan kurang tertibnya dalam melakukan pencatatan dan lemah dalam manajemen. Kelemahan dapat membawa dampak terhadap penggunaan dana perusahaan tidak terkendali. Untuk menghindari pemborosan penggunaan dapat memanfaatkan untuk mengontrol penggunaan dana, yaitu dengan menyimpan uang ke bank. Setiap mendapatkan uang segera dimasukkan ke bank sebelum digunakan dengan demikian penggunaan uang dapat sedikit terkontrol dalam penggunaanya. Bank juga bisa menjalin kerjasama dengan intitusi lain, misalnya dengan lembaga pendidikan atau lembaga masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan terhadap UMKM.

2.2 Pengertian Informasi

  Informasi pada dasarnya adalah suatu fakta, data, pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain, yang menambah pengetahuan. Informasi pada dasarnya adalah suatu fakta, data, pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain, yang menambah pengetahuan. Informasi sangat diperlukan oleh manusia untuk mengurangi ketiakpastian dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan selalu menyangkut masa yang akan datang, yang mengandung ketidakpastian dan selalu menyangkut pemilihan suatu alternatif yang tersedia. Oleh karena itu, pengambilan keputusan selalu berusaha mengumpulkan informasi untuk mengurangi ketidakpastian yang dihadapinya dalam memilih alternatif tindakan tersebut (Wulandari, 2014).

  Baridwan, 2009 dalam Wulandari (2014) mengungkapkan bahwa dalam suatu sistem perlu dibedakan antara definisi data dan informasi perbedaannya yaitu: a. Data merupakan fakta-fakta dan kumpulan karakteristik atau yang jumlahnya merupakan masukan (input) dari sistem informasi. Biasanya data belum dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

  b. Informasi merupakan keluaran (output) dari suatu pengolahan data.

  Output biasanya tersusun dengan baik dan memiliki arti bagi

  penerimanya sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh manajemen.

2.3 Pengertian Akuntansi

  Akuntansi sebagai salah satu ilmu yang lama telah dipelajari dan dilakukan, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan dalam dunia usaha, khususnya bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan sehari-hari pengelolaan dalam suatu usaha. Menurut Khoririh (2005) dalam Wulandari, (2014), terdapat berbagai macam pengertian akuntansi, yaitu sebagai berikut:

  1. Akuntansi Sebagai Ideologi Akuntansi dianggap tidak bebas nilai dan telah dijadikan sebagai suatu alat untuk mendukung ideologi kapitalis materialis atau penguasa organisasi. Manusia yang membentuk organisasi, misi dan tujuan organisasi itu sesuai dengan sikap hidup dan filosofinya. Oleh karena itu, ideologi seseorang berbeda dengan ideologi yang melahirkan akuntansi konvensional, yaitu kapitalisme maka seharusnya konsep akuntansinya juga beda.

  2. Akuntansi Sebagai Bahasa Akuntansi adalah bahasa perusahaan yang dapat berbicara tentang suatu perusahaan atau organisasi yang dilaporkannya.

  3. Akuntansi Sebagai Sistem Informasi Akuntansi merupakan teknik menggambarkan proses yang menghubungkan sumber data melalui channel komunikasi dengan penerima akuntansi. Akuntansi memiliki siklus yang disebut accounting

  

cycle, yang memprediksi bukti transaksi menjadi bentuk-bentuk

  informasi yang kita kenal dengan laporan keuangan yang dapat digunakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

  Definisi akuntansi juga dilihat dari dua sudut pandang, yaitu definisi dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses kegiatannya (Yusup, 2000 dalam Wulandari, 2014). Keduanya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Ditinjau dari sudut pemakainnya, akuntansi merupakan penyedia informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu organisasi.

  b. Ditinjau dari proses kegiatannya, akuntansi merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisis- an data keuangan suatu organisasi. Definisi ini menunjukan bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut macam-macam kegiatan.

2.4 Pengertian Informasi Akuntansi

  Salah satu informasi yang handal dan dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan adalah informasi akuntansi. Informasi akuntansi didefinisikan sebagai sistem informasi yang bisa diukur dan mengkomunikasikan informasi keuangan tentang kegiatan ekonomi.

  Informasi akuntansi yang dihasilkan berguna dalam laporan keuangan dalam rangka menyusun berbagai proyeksi, misalnya proyeksi kebutuhan kas (Widiastuti, 2012).

  Informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan perusahaan. Informasi ini digunakan dalam pengambilan keputusan intern organisasi, yaitu manajemen dan juga untuk pengambilan keputusan oleh pihak ekstern organisasi, yaitu investor dan kreditor. Informasi akuntansi juga diperlukan untuk membuat perencanaan yang efektif, pengawasan dan pengambilan keputusan oleh manajemen: bentuk pertanggungjawaban organisasi kepada para investor, kreditur, badan pemerintah dan sebagainya (Yusup, 2000, dalam Wulandari, 2014).

  Agar data keuangan dapat dimanfaatkan oleh pihak internal dan eksternal perusahaan, maka data tersebut harus disusun dengan baik.

  Informasi akuntansi digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut (Sitoresmi dan Fuad, 2013):

  a. Informasi Akuntansi Operasional Dalam informasi ini menyediakan data mentah bagi informasi akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen. Informasi operasi pada perusahaan manufaktur adalah informasi yang pembelian dan pemakaian bahan baku, informasi produksi, informasi penggajian, informasi penjualan, dan lain-lain. Informasi operasi ini merupakan bahan baku untuk mengelola tipe informasi akuntansi yang lain yaitu informasi akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen.

  b. Informasi Akuntansi Manajemen Dalam informasi akuntansi manajemen ditunjukan kepada pihak internal perusahaannya, dan merupakan informasi saat ini dan masa yang akan datang yang tidak memiliki historikal. Informasi ini juga digunakan untuk tiga fungsi manajemen yaitu: perencanaan, implementasi, dan pengendalian.

  c. Informasi Akuntansi Keuangan Informasi akuntansi keuangan dapat digunakan oleh manajer maupun pihak eksternal dari perusahaan, dengan tujuan untuk menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan keuangan satu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai dalam pengambilan keputusan. Wujud nyata dari informasi akuntansi adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan ekuitas laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Maka informasi ini bersifat historikal dan harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan (SAK).

2.5 Kebutuhan Informasi Akuntansi dalam Perkembangan Usaha

  Informasi akuntansi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) sangat diperlukan sebab dengan adanya pelaporan keuangan pemilik/manajer dapat mengetahui tingkat pendapatan, penjualan, pembelian, persediaan barang dan hutang maupun piutang. Tujuan pokok dari akuntansi adalah menyediakan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang berguna bagi pimpinan perusahaan, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi- informasi tersebut, baik dari dalam perusahaan (intern) maupun dari luar perusahaan (extern).

  Akuntansi juga menyediakan cara-cara untuk mengumpulkan dan melaporkan data ekonomis kepada bermacam-macam pihak yang membutuhkan. Pemilik dan calon pemilik dapat mengetahui bagaimana posisi keuangan dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Pihak bank atau pemberian kredit dapat menilai kemampuan perusahaan dalam beroperasi yang pada gilirannya mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi sebelum dalam kaitannya dengan peraturan pemerintah, misalnya perpajakan (Masnila, 2008, dalam Auliyah, 2012).

  Akuntansi juga menyediakan cara-cara untuk mengumpulkan dan melaporkan data ekonomis kepada bermacam-macam pihak yang membutuhkan. Pemilik dan calon pemilik dapat mengetahui bagaimana posisi keuangan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Pihak Bank atau pemberi kredit dapat menilai kemampuan perusahaan dalam beroperasi yang pada gilirannya mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi sebelum memberi pinjaman. Badan pemerintah berkepentingan terhadap kegiatan perusahaan dalam kaitannya dengan penyusunan peraturan pemerintah, misalnya peraturan perpajakan. Bahkan karyawan berkepentingan terhadap jalannya operasi perusahaan untuk mempertimbang- kan stabilitas usaha perusahaan dan keuntungan yang mungkin dapat dinikmati oleh karyawan tersebut (Masnila, 2008, dalam Auliyah, 2012).

  Kebutuhan informasi akuntansi bagian yang terpenting sebab dengan adanya sistem informasi akuntansi pelaku usaha dapat mengetahui seberapa pesatnya perkembangan usaha yang dijalaninya misalnya melalui penerapan akuntansi agar mengetahui berapa keuntungan yang diperoleh dari periode tertentu, berapa kerugian yang dialami selama menjalankan usaha serta melihat struktur modal usaha yang akan terus berkembang seiring waktu dalam proses usaha. Dengan adanya catatan-catatan akuntansi diharapkan bagi para pelaku usaha dapat membandingkan pendapatan usaha dari periode tertentu dengan periode sekarang maupun akan datang. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi akuntansi posisi keuangan kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi akuntansi (Auliyah, 2012).

  Dilihat dari segi kebutuhan informasi dan perkembangan usaha sangat berkaitan sekali sebab dengan adanya sistem informasi akuntansi pengusaha bisa melihat hasil perolehan omset maupun laba yang diraih setiap harinya. Adanya penerapan sistem dalam sebuah usaha diharapkan dapat membantu dalam menjalankan usahanya sesuai dengan bidang dan tugas masing- masing. Segala usaha yang dipimpin oleh pemilik/manajer dengan cara sistematis akan mudah memecahkan suatu masalah yang terjadi dalam usaha tersebut. Pemerintah mempunyai program dalam pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah diarahkan pelaksanaannya untuk menumbuh kembangkan kegiatan usaha ekonomi skala kecil yang produktif, serta untuk mendukung perluasan kesempatan kerja dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Pertumbuhan UKM di Indonesia membawa dampak bagi perkembangan ekonomi. Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah rasio kredit bermasalah, dikarenakan dalam mengakses permodalan saat ini instansi perbankan atau non perbankan menuntut pada para pelaku UMKM agar bisa menyajikan laporan keuangan dan pertumbuhan usaha dari tahun sebelumnya ke tahun yang mendatang. Selain itu, UKM juga mampu meningkatkan pendapatan negara. Selain bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia UKM juga mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di masyarakat.

2.6 Perkembangan Usaha

  Perkembangan usaha merupakan suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik menuju kesuksesan. Perkembangan usaha dilakukan oleh usaha yang sudah mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi.

  Perkembangan usaha pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pengembangan usaha. Menurut Afuah (2004, dalam Putri, 2014), pengembangan usaha merupakan sekumpulan aktifitas yang dilakukan untuk menciptakan sesuatu dengan cara mengembangkan dan mentransformasi berbagai sumber daya menjadi barang/jasa yang diinginkan konsumen. Pengembangan merupakan proses persiapan analitis tentang peluang pertumbuhan potensial dengan memanfaatkan keahlian, teknologi, kekayaan intelektual dan arahan pihak luar untuk meningkatkan kualitas sebagai upaya yang bertujuan memperluas usaha.

2.7 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha 1. Pendidikan Pemilik/Manajer

  Peran pemilik atau manajer perrusahaan sangatlah dominan dalam menjalankan usaha. Pemilik usaha yang pernah mengenyam pendidikan formal dengan jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi) akan memiliki pemahaman, keahlian, dan keterampilan yang berbeda dalam mengelola usaha, dibandingkan dengan pemilik yang mengenyam pendidikan dengan jenjang yang lebih rendah (dari pendidikan SD sampai SMA).

  Pemilik atau manajer perusahaan yang memiliki tingkat pendidikan formal yang tinggi akan lebih mampu dalam mempersiapkan dan menggunakan informasi akuntansi dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih rendah (Nurmala, 2014)

2. Pelatihan

  Pelatihan manajemen usaha akan memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan kepada pelaku UMKM, sehingga diharapkan usaha yang dijalankan dapat semakin berkembang. Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2000: 197), pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, dan ability.

  knowledge, 3.

   Umur Usaha

  Penyediaan informasi akuntansi dipengaruhi oleh usia usaha (lamanya usaha sejak berdiri mulai dari awal beroperasi hingga saat ini).

  Biasanya usaha yang lebih lama berdiri cenderung lebih berkembang karena sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalankan usahanya.

  Menurut Munizu (2010) pengalaman/lama berusaha pada bidang usaha sejenis merupakan kekuatan utama bagi pengusaha. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Mogollón and Vaquero (2004) dan Marques dan Ferreira (2009) menemukan pengaruh umur dan pengalaman manajer-pemilik usaha sebagai variabel determinan terhadap perilaku inovasi perusahaan (dalam Kurniati, 2014).

  4. Skala Usaha

  Skala usaha merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola usahanya dengan melihat berapa jumlah tenaga kerja dan berapa besar pendapatan yang diperoleh dalam satu periode akuntansi (Kristian, 2010 dalam Handayani, 2011). Jumlah karyawan dapat menunjukan seberapa kapasitas perusahaan dalam mengoperasionalkan usahanya. Semakin bertambahnya jumlah tenaga kerja menjadi cermin dari semakin berkembangnya usaha.

  5. Modal Usaha

  Modal usaha merupakan modal saat suatu usaha tersebut dijalankan. Perusahaan yang masih terus berkembang akan cenderung membutuhkan modal usaha, sehingga perusahaan akan berusaha mengakses sumber-sumber modal.

  Modal merupakan aspek yang sangat penting dalam aktivitas usaha. Riyanto (2001, dalam Putri, dkk, 2014), menyatakan bahwa faktor usaha yang harus tersedia sebelum melakukan kegiatan bisnis adalah modal. Besar kecilnya modal akan berpengaruh terhadap perkembangan usaha dalam pencapaian. Beberapa modal yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnis, antara lain tekad, pengalaman, keberanian, pengetahuan, networking, serta modal berupa uang, namun kebanyakan orang terhambat memulai usaha karena mereka sulit untuk mendapatkan modal berupa uang.

2.8 Kerangka Pemikiran

  Perkembangan ekonomi baik secara rasional maupun regional tidak dapat terlepas dari peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Di Indonesia sendiri UMKM merupakan salah satu penggerak perekonomian rakyat yang tangguh. Munizu (2010) menyatakan bahwa pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini selain karena usaha tersebut merupakan tulang punggung system ekonomi kerakyatan yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antargolongan pendapatan dan antar pelaku usaha, ataupun pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.

  UMKM dapat berkembang apabila kondisi internal dan eksternalnya bersifat mendukung atau kondusif. Studi yang dilakukan oleh Maupa (2004, dalam Munizu, 2010) menunjukkan: (1) Karakteristik individu manajer/ pemilik, karakteristik perusahaan, lingkungan eksternal bisnis, dan dampak kebijakan ekonomi dan sosial mempunyai pengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap strategi bisnis dan pertumbuhan usaha. Pendapat senada diungkapkan oleh Crijns dan Ooghi (2000, dalam Munizu, 2010) mengungkapkan bahwa setiap tahap pertumbuhan perusahaan merupakan hasil dari dua lingkungan dimana perusahaan melakukan bisnisnya, yakni lingkungan internal dan eksternal. Demikian pula Putri, dkk (2014) yang mengutip jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No. 1 tahun 2006, menyebutkan bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan usaha diperlukan adanya upaya pengembangan oleh pelaku usaha itu sendiri baik dari dalam maupun dari luar. Jadi jelas bahwa perkembangan usaha pada UMKM membutuhkan dukungan dari berbagai macam faktor, termasuk faktor yang berasal dari diri pelaku UMKM itu sendiri berupa kondisi atau karakteristik yang dimiliki.

  Karakteristik pemilik atau manajer UMKM dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti tingkat pendidikan, pelatihan yang diikuti, dan umur usaha. Aspek-aspek tersebut dapat memberikan kontribusi dalam mendukung perkembangan usaha. Terkait dengan pendidikan, hasil penelitian McCommick et.al (1997, dalam Munizu, 2010) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan pertumbuhan perusahaan. Sementara menyangkut pelatihan, hasil penelitian Marques dan Ferreira (2009, dalam Kurniati, 2014) menemukan bahwa umur perusahaan dan level pelatihan berpengaruh terhadap kapasitas inovasi perusahaan. Hasil yang sama juga dibuktikan dari hasil penelitian Alhempi dan Harianto (2013) bahwa pelatihan dan pembinaan secara serentak atau simultan maupun secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha kecil pada usaha kecil mitra binaan Community Development Centre (CDC) PT Telkom Cabang Pekanbaru.

  Perkembangan usaha pada UMKM dapat didukung oleh informasi akuntansi, antara lain berupa modal dan skala usaha. Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian Purwanti (2012) menunjukan bahwa modal usaha berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha. Demikian pula dengan hasil penelitian Putri, dkk (2014) bahwa ada pengaruh modal usaha terhadap pengembangan usaha, artinya semakin baik pengusaha mengelola modal usaha yang dimiliki, maka semakin baik pula pengembangan usaha yang dilakukan. Modal usaha mempengaruhi pengembangan usaha sebesar 45,7%. Sementara peranan skala usaha dalam mendukung perkembangan usaha dbuktikan melalui penelitian Marques dan Ferreira (2009, dalam Kurniati, 2014) skala usaha berpengaruh terhadap kapasitas inovasi perusahaan.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka penelitian ini sebagai berikut:

  

UMKM sebagai penggerak

perekonomian rakyat

Dukungan Berbagai Faktor terhadap

Perkembangan UMKM

  

Karakteristik Pelaku UMKM Informasi Akuntansi

Tingkat Pelatihan Umur Skala Modal Manajemen Usaha

  Pendidikan Usaha Usaha Perkembangan Usaha