BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Packaging (Kemasan) - Vionita Nur Aida BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Packaging (Kemasan)

  Pengemasan adalah kegiatan merancang dan memproduksi wadah- kemas atau pembungkus untuk suatu produk (Kotler & Amstrong, 1989).

  Menurut Cenadi (2000) ada tiga alasan utama untuk melakukan pembungkusan, yaitu:

  1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen.

  Produk-produk yang dikemas biasanya lebih bersih, menarik dan tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca.

  2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing. Kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya.

  3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan.

  Oleh karena itu perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang sangat menarik diharapkan dapat memikat dan menarik perhatian konsumen. Selain itu, kemasan juga dapat mengurangi kemungkinan kerusakan barang dan kemudahan dalam pengiriman.

  Hermawan Kartajaya (1996) dalam Cenadi (2000), seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah membuat packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Packaging protects what it sells (kemasan melindungi apa yang dijual).” Sekarang, “Packaging sells what it protects (k emasan menjual apa yang dilindungi).” Dengan kata lain, kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah tetapi harus dapat menjual produk yang dikemasnya. Banyak perusahaan melihat bahwa kemasan merupakan cara yang penting untuk mengkomunikasikan kepada konsumen dan menciptakan kesan merek pada suatu produk dalam benak mereka (Belch & Belch, 2003).

  Desain kemasan (packaging) merupakan salah satu strategi pemasaran yang menjadi andalan para pemasar. Di Jepang contohnya, kemasan permen memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen. Orang Jepang dikenal pintar membuat desain kemasan yang bagus. Bahkan permen Jepang seringkali lebih enak dilihat daripada rasanya. Hal ini membuat kemasan menjadi suatu cara untuk menarik perhatian konsumen. Kemasan sebagai salah satu ujung tombak pemasaran bukan sekedar bungkus, tetapi bagian dari consumer touching point yang mengkomunikasikan positioning dan diferensiasi produk serta mampu menciptakan impulse buying (Harminingtyas, 2013).

  Produk yang banyak dijual di pasar swalayan berbeda-beda dan memiliki citra tersendiri di mata para konsumen, walaupun sebenarnya produk tersebut mempunyai kesamaan. Setiap produk harusnya dapat menarik minat konsumen untuk membeli, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan inovasi dalam memodifikasi produk. Ketika pemasar ingin mengeluarkan produk baru, sebaiknya mereka merencanakan produk tersebut dengan kemasan yang baik, unik dan lain dari pada yang lain. Sehingga memiliki daya tarik bagi konsumen ketika produk tersebut akan di pajang pada rak yang sama dengan kategori produk yang sama. Menurut Fandy Tjiptono (2001) dalam Harminingtyas (2013), Kegunaan kemasan adalah : 1.

  Menggambarkan perhatian pada sebuah merk 2. Memisahkan merk dari kumpulan produk yang kompetitif pada point pembelian

  3. Menyesuaikan harga/nilai bagi konsumen 4.

  Menandakan/mengartikan berbagai fitur dan keuntungan merk 5. Memotivasi pilihan merk konsumen.

  Menurut Shimp (2003), agar kemasan berfungsi dengan baik dan mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen maka digunakan model

  VIEW, sebagai berikut:

  1. Visibility (Visibilitas) : Terkait dengan kemampuan suatu kemasan untuk menarikperhatian pada point-point pembelian. Tujuannnya untuk memiliki kemasan yang menonjol dari yang lain di atas rak, sehingga ia menolong citra merek.

  2. Information (Informasi): Berhubungan dengan instruksi pemanfaatan produk, berbagai keuntungan yang disebut slogan serta informasi tambahan yang dihadirkan pada atau di dalam kemasan (seperti resep masakan dan berbagai promosi penjualan).

  3. Emotional Appeal (Daya tarik emosional) : Kemampuan kemasan utnuk menimbulkan perasaan ingin atau suasana hati mendukung.

  Membangkitkan perasaan tertentu (elegan, prestise, keceriaan, senang, nostalgia, dll) melalui penggunaan warna, bentuk, material dan lainnya.

  4. Workability (Daya atau kemampuan untuk dikerjakan) : Beberapa masalah workability yang cukup menonjol: a.

  Apakah kemasan itu melindungi isi produk? b.

  Apakah kemasan memfasilitasi kemudahan penyimpanan barang bagi konsumen maupun pengecer? c.

  Apakah kemasan memudahkan kerja konsumen dalam mengakses dan menggunakan produk? d.

  Apakah kemasan melindungi para pengecer terhadap kerusakan tak disengaja atas jamahan konsumen dari pencurian? e. Apakah kemasan ramah lingkungan? untuk mengukur variabel

2.1.2 Bonus Pack (Bonus Dalam Kemasan)

  Menurut Kotler (2003) mendefinisikan bonus dalam kemasan adalah “reduce price pack is a single package sold a reduce price” artinya bonus dalam kemasan yang dijual pada pengurangan harga. Menurut Clow dan Baack (2009)

  “bonus packoffer an additional or extra number of item in a

  special package

  ” yang artinya bonus pack menawarkan sejumlah tambahan atau item ekstra dalam paket khusus. Bisa disimpulkan bahwa bonus pack atau bonus dalam kemasan merupakan penawaran suatu produk dalam kemasan spesial berupa tambahan ekstra tanpa penambahan biaya. Bonus dalam kemasan merupakan strategi promosi dari perusahaan untuk menarik konsumen membeli dalam jumlah yang banyak. Promosi ini biasa digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan pembelian impulsif (impulse buying) pada konsumen. Belch & Belch (2003) menyebutkan manfaat dari penggunaan strategi bonus pack ini, yaitu: a.

  Memberikan pemasar cara langsung untuk menyediakan nilai ekstra.

  b.

  Merupakan strategi bertahan yang efektif terhadap kemunculan promosi produk baru dari pesaing.

  c. Menghasilkan pesanan penjualan yang lebih besar.

  Bonus pack memiliki keuntungan, seperti yang disebutkan oleh Clow :

  dan Baack (2009) yaitu a.

  Mereka dapat menarik konsumen yang tidak loyal kepada merek tertentu yang akan membeli produk dari merek apapun.

  b. Bonus pack juga mendorong penggunaan yang lebih besar dari produk.

  Hal ini dapat mempengaruhi konsumen untuk mendahului konsumen dari membeli produk lain dari merek pesaing.

  c.

  Bonus pack dapat menarik individu yang sensitif terhadap harga, jika bonus yang ditawarkan cukup besar, hal ini membuat konsumen merasa dia bisa menghemat uang.

2.1.3 Price Discount (Potongan Harga)

  Menurut Kotler (2003) price discount, merupakan penghematan yang ditawarkan pada konsumen dari harga normal akan suatu produk, yang tertera di label atau kemasan produk tersebut. Menurut Belch & Belch (2003) promosi potongan harga memberikan beberapa keuntungan diantaranya: dapat memicu konsumen untuk membeli dalam jumlah yang banyak, mengantisipasi promosi pesaing, dan mendukung perdagangan dalam jumlah yang lebih besar. Potongan harga merupakan suatu kebijakan perusahaan. Pasar ritel di Indonesia banyak menerapkan potongan harga, biasanya perusahaan memberikan potongan harga besar-besaran menjelang libur akhir tahun atau hari besar keagamaan. Perusahaan juga kerap memberikan potongan harga khusus kepada konsumen yang telah menjadi member.

  Ada banyak alasan yang mendorong perusahaan untuk memberikan potongan harga, seperti kelebihan kapasitas atau stok produk, merosotnya pasar akibat persaingan yang ketat yang membuat perusahaan harus melakukan diskon besar-besaran, dan juga untuk mendapatkan keunggulan bersaing dengan cara menetapkan harga yang lebih rendah. Menurut Belch & Belch (2003) Pemasar menggunakan potongan harga untuk beberapa alasan, pertama karena potongan harga dikendalikan oleh produsen, hal itu dapat memastikan diskon promosi mencapai konsumen bukannya disimpan oleh perdagangan. Seperti halnya bonus pack, potongan harga menawarkan harga atau keuntungan yang jelas bagi pembeli, terutama ketika mereka mengetahui referensi harga untuk sebuah merek yang kemudian membuat mereka tahu, berapa nilai diskon yang ditawarkan.

  Menurut Kotler (2003) ada empat bentuk diskon, yaitu : 1. Diskon Kuantitas

  Merupakan potongan harga yang diberikan guna mendorong konsumen agar membeli jumlah yang lebih banyak, sehingga meningkatkan volume penjualan secara keseluruhan. Selain itu juga dapat memberikan manfaat berupa penurunan unit cost sebagai akibat pesanan dan produk dalam jumlah besar. Diskon kuantitas ada dua jenis, yaitu : a.

  Diskon Kuantitas Kumulatif Diskon yang diberikan kepada konsumen yang membeli barang selama periode tertentu, misalnya terus-menerus selama satu tahun. Adanya diskon ini menyebabkan konsumen akan terikat pada penjual selama periode tersebut apabila mengharapkan potongan.

  b.

  Diskon Kuantitas Non Kumulatif Diskon ini didasarkan pada pesanan pembelian secara individual.

  Potongan ini menekankan usaha untuk merangsang pembelian dalam jumlah besar pada satu kali pembelian.

  2. Diskon Musiman Adalah potongan harga yang diberikan hanya pada masa-masa tertentu saja. Diskon musiman digunakan untuk mendorong konsumen agar membeli barang-barang yang sebenarnya baru akan dibutuhkan beberapa waktu mendatang. Dengan demikian, diskon musiman berpengaruh pada pola pembelian konsumen, sehingga fungsi persediaan atau penyimpanan bergeser ke tangan konsumen. Bagi konsumen, diskon musiman memberikan manfaat, antara lain : a.

  Harga produknya murah.

  b.

  Mereka bisa belanja dengan lebih leluasa dan terhindar dari antri panjang yang biasa terjadi apabila mereka berbelanja pada musim ramai. c.

  Biasanya pada hari menjelang “hari H” konsumen telah berbelanja jauh-jauh hari sebelumnya, maka ia akan terhindar dari situasi itu.

3. Diskon Kas (Cash Discount)

  Melalui cara ini pembeli memperoleh manfaat berupa lebih singkatnya jangka waktu perputaran dana. Tetapi ini memberatkan para penjual karena dananya terikat pada piutang dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, penjual akan berusaha mengurangi jumlah kredit. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan jalan menawarkan cash discount, yang merupakan potongan yang diberikan apabila pembeli membayar tunai barang-barang yang dibelinya atau membayarnya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan penjualan transaksi (termin penjualan / sales term)

  4. Trade (functional) Discount

  

Trade discount diberikan oleh produsen kepada penyalur (wholesaler and

retailer ) yang terlibat dalam pendistribusian barang dan pelaksanaan

  fungsi-fungsi tertentu, seperti penjualan, penyimpanann, dan record keeping .

  Ada bentuk jenis-jenis allowance yang biasa digunakan, yaitu : a.

  Trade-in Allowance Mendapatkan potongan harga yang diberikan dalam sistem tukar- tambah. b.

  Promotional Allowance Diberikan kepada setiap penjual dalam jaringan distribusi perusahaan yang melakukan aktivitas periklanan atau penjualan tertetu yang dapat mempromosikan produk produsen.

  c.

  Product Allowance Adalah potongan harga yang diberikan kepada para pembeli yang bersedia membeli barang dalam kondisi tidak normal.

2.1.4 Impulse Buying (Pembelian Tidak Terencana)

  Kacen dan Lee (2002) dalam Putra (2014) menyimpulkan: “Impulse

  buying adalah pembelian yang tidak direncanakan, hasil dari rangsangan

  stimulus, dan diputuskan saat itu juga ditempat. Setelah melakukan pembelian, konsumen merasakan reaksi yang cognitive dan emosional.”

  Pendapat tersebut menunjukkan bahwa impulse buying timbul karena adanya rangsangan dan dibeli seketika meskipun tidak ada rencana pembelian sebelumnya. Huang dan Ming (2005) dalam Putra (2014) menjelaskan

  impulse buying sebagai suatu hal yang lebih membangkitkan, yang tidak

  diinginkan, kurang disengaja dan lebih tak tertahankan perilaku untuk membeli dibandingkan untuk perilaku pembelian yang direncanakan, dengan makin tingginya impulse buying maka akan lebih besar kemungkinannya menjadi tidak efektif, emosional tertarik untuk objek berkeinginan segera terpuaskan. Gutierrez (2004) dalam Putra (2014) menjelaskan bahwa impulse

  buying sebagai pembelian langsung dimana konsumen tidak aktif dalam mencari produk dan sebelumnya tidak memiliki rencana untuk membeli.

  Perilaku pembelian yang tidak direncanakan (impulse buying) merupakan sesuatu yang menarik bagi produsen maupun pengecer, karena merupakan pangsa pasar terbesar dalam pasar modern. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan impulse buying diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada pada diri seseorang yaitu pada suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah di dorong sifat hedonis atau tidak. Menurut Rook dalam Putri dan Edwar (2015), pembelian impulsif terdiri dari karakteristik berikut: 1.

  Spontanity (spontanitas), pembelian impulsif terjadi secara tidak terduga dan memotivasi konsumen untuk membeli saat juga, seringkali karena respon terhadap stimuli visual point-of-sale.

  2. Power, compulsion, andintensity, adanya motivasi untuk mengesampingkan hal-hal lain dan bertindak secepatnya.

  3. Excitementand simulation, yaitu keinginan membeli secara tiba-tiba yang seringkali diikuti oleh emosi seperti exciting, thrilling, atau wild.

  4. Disregard for consequences, keinginan untuk membeli dapat menjadi tidak dapat ditolak sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi diabaikan.

  Loudon dan Bitta (1993) dalam Putri dan Edwar (2015), menyebutkan empat tipe pembelian impulsif (impulse buying) sebagai berikut:

  1. Pure impulse, sebuah pembelian yang berlawanan dengan tipe pembelian normal.

  2. Suggestion impulse, seorang pembeli tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya tentang sebuah produk, melihatnya untuk pertama kali, dan merasakan kebutuhan akan produk tersebut.

  3. Reminder impulse, seorang pembeli melihat sebuah produk dan teringat bahwa persediaan produk tersebut di rumah sudah berkurang, atau mengingat sebuah iklan atau informasi lain tentang sebuah produk dan keputusan pembelian terdahulu.

  4. Planned impulse, seorang pembeli memasuki toko dengan ekspektasi dan tujuan untuk melakukan pembelian berdasarkan adanya harga spesial, kupon, dan sejenisnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying. Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini. Secara ringkas, hasil penelitian di atas dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No Penelitian Variabel

  Penelitian Hasil Penelitian

  1. Putri dan Edwar (2015)

  Promosi,

  Bonus Pack Price Discount Impulse Buying

  Bonus pack dan price discountsecara

  simultan mempengaruhi variabel

  impulse buying . Sedangkan variabel price discount berpengaruh secara

  individual dan signifikan terhadap impulse buying .

  • Desain Grafis - Struktur Desain - Informasi Produk Desain kemasan (desain grafis, struktur desain, informasi produk) berpengaruh secara simultan untuk memprediksi perubahan impulsive

  terhadap

  Store planning , merchandising, visual communication , emosi positif, personal selling skill dan in store promotion secara bersama sama

  Personal Selling Skill In-Store Promotion

  Emosi Positif

  Store Planning Merchandising Visual Communica- tion

  4. Rahmasari (2010)

  shopping terhadap impulse buying bernilai positif dan signifikan.

  signifikan. Pengaruh emotional

  atmosphere terhadap emotional shopping bernilai positif dan

  dan signifikan. Pengaruh store

  emotional shopping bernilai positif

  discount

  2. Christy dan Ellyawati

  Pengaruhprice

  atmosphere terhadap impulse buying bernilai positif dan signifikan.

  signifikan. Pengaruh store

  impulse buying bernilai positif dan

  Pengaruh price discount terhadap

  Price Discount Store Atmosphere Emotional Shopping Impulse Buying

  (2016)

  3. Gumilang dan Nurcahya

  buying dan berpengaruh tinggi terhadap pembelian tanpa rencana.

  (2014) Desain Kemasan :

  memberikan pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying.

  5. Tanjung (2015) Kepercayaan Hanya variabel persepsi kualitas Merek yang berpengaruh secara parsial Persepsi terhadap pembelian tidak terencana Kualitas produk private label Indomaret.

  Persepsi Harga Pembelian Tidak Terencana

  6. Harminingtyas Visibility, Variabel visibility, information, (2013) Information, emotional appeal dan workability

  Emotional secara parsial dan simultan Appeal berpengaruh signifikan terhadap

  keputusan pembelian konsumen.

  Workability Sumber : Putri dan Edwar (2015), Christy dan Ellyawati (2014), Gumilang dan

  Nurcahya (2016), Rahmasari (2010), Tanjung (2015), dan Harminingtyas (2013).

  Berdasarkan penelitian

  • – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat perbedaan dan persamaan. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan dengan beberapa penelitian terdahulu adalah variable pembelian yang tidak direncanakan atau impulse buying. Hal yang spesifik pada penelitian ini adalah obyeknya yaitu pada pasar swalayan Rita Pasaraya, yang merupakan pasar swalayan besar di Purwokerto. Sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu impulse buying, dan variabel independen yaitu, packaging, bonus pack, dan price discount. Sedangkan perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah : 1.

  Putri dan Edwar (2015), perbedaannya terletak pada variabel penelitian, dimana pada variabel independen, Putri dan Edwar menggunakan tiga variabel yaitu promosi, bonus pack dan price discount, sedangkan penelitian ini mengganti variabel promosi dengan variabel packaging.

  2. Christy dan Ellyawati (2014), perbedaannya adalah pada variabel penelitian dimana pada penelitian Christy dan Ellyawati hanya ada desain kemasan yang terdiri dari desain grafis, struktur desain dan informasi desain, sedangkan penelitian ini terdapat tiga variabel independen yaitu

  packaging, bonus pack dan price discount.

  3. Gumilang dan Nurcahya (2016), perbedaan terdapat pada penggunaan variabel endogen yaitu variabel emotional shopping dan variabel impulse

  

buying . Sedangkan variabel eksogen menggunakan variabel price discount

  dan store atmosphere. Penelitian Gumilang dan Nurcahya menggunakan analisis SEM (Structural Equation Modelling) sedangkan pada penelitian ini menggunakan analisis regresi.

4. Rahmasari (2010), perbedaannya terletak pada variabel dependen. Dimana

  Rahmasari meneliti tentang faktor-faktor untuk menciptakan impulse

  

buying antara lain, store planning, merchandising, visual communication,

  emosi positif, personal selling skill, dan in store promotion, sedangkan penelitian ini menggunakan packaging, bonus pack dan price discount sebagai variable independen.

  5. Tanjung (2015), perbedaannya terdapat pada variabel independen yang terdiri dari variabel kepercayaan merek, persepsi kualitas, dan persepsi harga, sedangkan pada penelitian ini variable independen yang digunakan adalah packaging, bonus pack dan price discount. Penelitian Tanjung menganalisis objek penelitian berupa produk private label dari Indomaret.

  6. Harminingtyas (2013), penelitian Harminingtiyas memiliki perbedaan pada variabel dependen, yaitu keputusan pembelian, sedangkan pada penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah impulse buying. Dalam penelitiannya, Harminingtyas menggunakan model VIEW sebagai variabel independen. Sedangkan dalam penelitian ini model VIEW digunakan sebagai indikator dalam pembuatan angket atau kuesioner.

2.3 Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan telaah pustaka di atas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.3.1 Pengaruh Packaging terhadap Impulse Buying.

  Pengemasan adalah kegiatan merancang dan memproduksi wadah- kemas atau pembungkus untuk suatu produk (Kotler dan Amstrong, 1989).

  Seiring dengan berkembangnya jaman dan meningkatnya persaingan, fungsi kemasan yang dulunya hanya sebagai wadah atau pelindung, kini berubah menjadi alat jual yang mengandung nilai estetika kepada produk yang dijualnya. Kemasan atau packaging merupakan salah satu solusi untuk menarik perhatian konsumen, karena berhadapan langsung dengan konsumen. Kemasan produk yang baik dan menarik akan menambah atau meningkatkan citra suatu produk (Christy dan Ellyawati, 2014). Pemasar harus sekreatif mungkin dalam penciptaan desain kemasan, karena desain kemasan yang menarik dan unik dapat memacu perilaku impulse buying. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Christy dan Ellyawati (2014) yang menyatakan bahwa konsumen dengan karakteristik personal yang berbeda memiliki tingkat pembelian tanpa rencana yang sama tingginya yang disebabkan karena desain kemasan yang menarik.

  Hipotesis 1 : Packaging berpengaruh secara parsial terhadap impulse buying.

  2.3.2 Pengaruh Bonus Pack terhadap Impulse Buying

  Penawaran bonus pack merupakan tambahan ekstra pada suatu produk dengan harga jual yang normal. Penawaran bonus pack memberikan peluang kepada konsumen untuk membeli lebih banyak produk dengan harga yang lebih murah. Promosi seperti ini mendorong konsumen untuk melakukan

  impulse buying . Teori ini didukung oleh Putri dan Edwar (2015) yang

  menyatakan bahwa bonus pack berpengaruh secara individual dan signifikan terhadap impulse buying.

  Hipotesis 2 : Bonus pack berpengaruh secara parsial terhadap impulse buying.

  2.3.3 Pengaruh Price Discount terhadap Impulse Buying Price discount merupakan bentuk penghematan yang ditawarkan pada

  konsumen dalam bentuk potongan harga. Potongan harga ini diberikan pada konsumen dari harga normal. Price discount memberikan keuntungan pada konsumen dan juga perusahaan. Dengan adanya potongan harga, konsumen bisa mendapat keuntungan dari produk yang dibeli, dengan harga yang jauh lebih murah dari harga normal. Promosi ini dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian tidak terencana atau impulse buying. Teori ini didukung oleh Putri dan Edwar (2015) yang menyatakan bahwa price

  discount berpengaruh secara individual dan signifikan terhadap impulse buying .

  Hipotesis 3 : Price Discount berpengaruh secara parsial terhadap impulse buying .

2.3.4 Pengaruh Packaging, Bonus Pack dan Price Discount terhadap

  Impulse Buying

  Menurut Kotler dan Amstrong, (1989) pengemasan adalah kegiatan merancang dan memproduksi wadah-kemas atau pembungkus untuk suatu produk. Menurut Clow dan Baack (2009) bonus pack menawarkan sejumlah tambahan atau item ekstra dalam paket khusus. Menurut Kotler (2003) price

  discount , merupakan penghematan yang ditawarkan pada konsumen dari

  harga normal akan suatu produk, yang tertera di label atau kemasan produk tersebut. Ketiga variabel independen diatas memiliki pengaruh secara langsung terhadap impulse buying. Teori ini di dukung oleh Putri dan Edwar dalam penelitiannya tahun 2015, menyatakan bahwa t erdapat pengaruh secara simultan antara bonus pack dan price discount terhadap impulse

  buying. Dan dalam Christy dan Ellyawati (2014) desain kemasan secara simultan mampu memprediksi perubahan impulse buying.

  Hipotesis 4 : Packaging, bonus pack dan price discount berpengaruh secara simultan terhadap impulse buying.

  Berdsarkan teori yang dikemukakan di atas maka dapat dibuat kerangka pemikiran teoritis yang ditunjukan pada gambar 2.1 sebagai berikut:

  

Sumber : Putri dan Edwar (2015), Christy dan Ellyawati (2014), Gumilang

  dan Nurcahya (2016), Rahmasari (2010), Tanjung (2015), dan Harminingtyas (2013).

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pengaruh Packaging, Bonus Pack dan Price Discount terhadap Impulse Buying.

  Packaging (Desain Kemasan)

  Bonus Pack (Kemasan Bonus)

  Price Discount (Potongan Harga)

  Impulse Buying (Pembelian Tak Terencana)

  

H1+

H2+ H3+ H4+

2.4 Hipotesis

  Hipotesis 1 : Packaging secara parsial berpengaruh positif terhadap impulse buying.

  Hipotesis 2 : Bonus pack secara parsial berpengaruh positif terhadap impulse buying.

  Hipotesis 3 : Price discount secara parsial berpengaruh positif terhadap impulse buying .

  Hipotesis 4 : Packaging, bonus pack dan price discount secara simultan berpengaruh positif terhadap impulse buying.