BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar - Tri Wahyu Utomo Bab II

  7 BAB II KAJIAN TEORITIK A.

   Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar

  Menurut Desmita (2009) kemandirian adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan. Sedangkan menurut Jacob Utomo dikutip dari Basir (2009), kemandirian adalah mempunyai kecenderungan bebas berpendapat. Kemandirian diri sendiri merupakan suatu untuk menyelesaikan suatu masalah secara bebas, progresif, dan penuh dengan inisiatif. Pendapat ini dapat diartikan bahwa seseorang yang mempunyai kemandirian akan bertanggung jawab dan tidak bergantung pada orang lain.

  Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru dalam keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sardiman (2011) belajar adalah berubah, dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, sikap, yang menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Kemandirian belajar bukan berarti bukan belajar seorang diri, tetapi belajar dengan inisiatif sendiri, dengan bantuan orang lain ataupun tanpa bantuan orang lain. Menurut Moore (dalam Rusman, 2014) mengatakan bahwa kemandirian belajar peserta didik adalah sejauh mana dalam proses pembelajaran itu siswa dapat ikut menentukan tujuan, bahan dan pengalaman belajar, serta evaluasi pembelajarannya. Menurut Good (Slameto, 2010), kemandirian belajar adalah belajar yang dilakukan dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan dari pihak lain. Dalam pendapat ini kemandirian belajar siswa bertanggung jawab atas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan proses belajarnya dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya

  Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas belajar siswa yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dengan bantuan orang lain ataupun tanpa bantuan orang lain untuk menguasai kompetensi teratentu, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang dapat digunakan untuk memecahkan maslah serta mampu mempertanggung jawabkan.

  Menurut Desmita (2009) kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.

  Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa indikator kemandirian belajar adalah sebagai berikut : a. Memiliki kemampuan menentukan nasib sendiri

  b. Kreatif dan inisiatif

  c. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya

  d. Mampu menahan diri

  e. Membuat keputusan-keputusan sendiri f. Mampu mengatasi masalah yang dihadapi.

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

  Komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan penting dalam matematika sebab komunikasi matematis merupakan cara untuk berbagi ide dan dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide matematis dapat disampaikan dalam bentuk simbol, notasi, grafik, dan istilah. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakana baginya (Fachrurozi, 2011).

  Menurut NCTM (2000), komunikasi metematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan memperjelas suatu pemahaman.

  Komunikasi matematis adalah suatu proses penting untuk mempelajari matematika karena melalui komunikasi siswa dapat memperjelas, memperluas dan memahami ide-ide matematis (Ontario Ministry of Education, 2010). Menurut The Intended Learning Outcomes (dalam Husna, 2013) komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Komunikasi matematis terdiri dari komunikasi secara lisan dan tulisan. Dalam NCTM (2000), menyatakan bahwa standar komunikasi matematis adalah penekanan pengajaran matematika pada kemampuan dalam hal:

  a) Mengorganisasikan dan mengkonsilidasi berfikir matematis (mathematical thinking) mereka melalui komunikasi.

  b) Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren (tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain.

  c) Menganalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical ) dan strategi yang dipakai orang lain.

  thinking

  d) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.

  Menurut Sumarmo (Susanto, 2013), komunikasi matematis meliputi kemampuan: a) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika.

  b) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

  c) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

  d) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

  e) Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan yang relavan.

  f) Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan defenisi dan generalisasi.

  g) Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.

  Selain itu terdapat beragam bentuk komunikasi matematis menurut LACOE (Mahmudi, 2009) misalanya (1) merefleksi dan mengklarifikasi pemikiran tentang ide-ide matematika, (2) menghubungkan bahasa sehari-hari dengan bahasa matematika yang menggunakan simbol-simbol, (3) menggunakan keterampilan membaca, mendengarkan, mengenterpretasikan, dan mengevalusi ide-ide matematika, dan (4) menggunakan ide-ide matematika untuk membuat dugaan (conjecture) dan membuat argument yang meyakinkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam berkomunikasi matematika yang dituangkan dalam bentuk lisan dan tulisan yaitu meliputi kemampuan mengungkapkan ide-ide matematika melalui grafik atau gambar, diagram, ataupun dengan bahasa sehari-hari, dan membuat argumen yang meyakinkan. Namun, pada penelitian ini peneliti hanya meneliti kemampuan komunikasi matematis siswa secara tulisan saja.

  Dalam hal ini, siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dan mampu menyajikan data dalam bentuk gambar atau grafik.

  Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi matematis secara tertulis yaitu sebagai berikut: a) Menghubungkan ide-ide matematika ke dalam gambar atau grafik.

  Contoh soal: Diketahui dua buah garis yaitu garis k dengan persamaan y = 2x

  • – 4 dan garis h dengan persamaan 2x
  • – y = 1. Gambar kedua garis k dan h pada koordinat cartesius dan tenentukan gradien garis k dan h?

  b) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Siswa diharapkan dapat menyatakan suatu permasalahan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan matematika ke dalam bentuk bahasa atau kalimat matematika.

  Contoh soal: Seorang peneliti mengukur suhu dengan menggunakan termometer Fahrenheit dan termometer Reamur. Grafik di bawah ini memperlihatkan antara suhu dalam Fahrenheit dan Reamur. Titik potong terhadap sumbu y adalah 32, yang menunjukkan air membeku. Pada suhu R setara dengan

  F. Reamur menunjukkan sumbu x dan Fahrenheit menunjukkan sumbu y.

  F R

  Tentukan gradien garis tersebut dengan titik (0, 32) yang menunjukkan titik beku diberi nama titik A dan titik (40, 122) menunjukkan suhu yang setara Reamur dan Fahrenheit. Bila gradiennya sudah didapat dan titik (0, 32) yang menunjukkan titik beku, tentukan persamaan garisnya.

  c) Merespon suatu pertanyaan dalam bentuk argument tertulis yang meyakinkan. Siswa diharapkan dapat memberikan penjelasan dari suatu pertanyaan permasalahan matematika.

  Contoh soal: Diketahui garis g melalui titik (-1,5) dan titik (2,-4) dan garis h melalui titik (3,-2) dan (6,-1). Selidiki apakah garis g tegak lurus garis

h. Berikan penjelasanmu! 3.

   Problem Based Learning (PBL)

  Pengertian Problem Based Learnig (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas MC Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai suatu upaya menemukan solusi dalam diagnosis degan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Menurut Tan (dalam Rusman, 2014) Problem Based Learning (PBL) merupakan inovasi dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul- betul dimaksimalkan melalui proses kerja bersama atau kerja kelompok, yang nantinya siswa mampu mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara terus menerus.

  Menurut Arends (dalam Trianto, 2014) model Problem Based

  

Learning merupakan suatu model yang didasarkan dengan adanya

  permasalahan yang harus membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan nyata juga. Pada model Problem Based Learning (PBL), kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu permasalahan yang sudah disepakati oleh guru dan siswa. Seringkali siswa berfikir kritis, berusaha dengan kemampuannya, keterampilannya, prosedur pemecahan masalah saat guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswanya.

  Menurut Kunandar (2009) ciri-ciri pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: a) Mengajukan pertanyaan atau masalah

  PBL bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu. Pembelajaran ini,mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara social penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana dan memungkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

  b) Berfokus pada keterkaitan antara disiplin ilmu Meskipun pengaharan PBL mungkin berpusat pada pembelajaran tertentu, masalah yang telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa bisa meninjau dari banyak mata pelajaran.

  c) Penyelidikan autentik Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang ersifat nyata. Siswa menganilisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.

  d) Menghasilkan hasil karya dan memamerkannya Pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video.

  Berdasarkan pendapat Arends (dalam Trianto, 2014), pada dasarnya Problem Based Learnig (PBL) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

  a) Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi.

  b) Berpusat pada siswa dalam jangka waktu yang lama.

  c) Menciptakan pembelajaran interdisiplin.

  d) Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis.

  e) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.

  f) Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapakan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang.

  g) Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).

  h) Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing. i) Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran. j) Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah. k) Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.

  Adapun kelebihan dan kekurangan dari Problem Based Learning (PBL) yaitu : 1) Kelebihan Problem Based Learning (PBL)

  a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

  b) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

  c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.

  e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sifat social yang positif di antara siswa. f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. 2) Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

  a) Manakala siswa tidak memiliki memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasakan enggan untuk mencoba.

  b) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learning ini membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

  c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

  Menurut Kunandar (2009) tujuan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:

  a) Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.

  b) Membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan entelektual.

  c) Pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata.

  d) Menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.

  Menurut Kunandar (2009) pembelajran Problem Based

  Learning (PBL) mempunyai lima tahap utama yang dimulai dengan

  guru memperkenalkan siswa dengan situasi maslah yang diakhiri dengan penyajian dan analisa hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran PBL

  Tahapan Kegiatan Guru Tahap 1: Orientasi siswa kepada masalah

  Guru menjelaskan tujuan pembelajran, menjelaskan perangkat yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas penyelesaian masalah yang dipilihnya. Tahap 2: Mengorganisir siswa untuk belajar

  Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisirkan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

  Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan serta pemecahan maslahnya. Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Guru membantu siswa untuk merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang digunakan.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

  Penyajian pembelajaran kooperatif yang banyak digunakan salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) atau pembelajaran kooperatif dengan dua tinggal dua tamu. Tipe belajar mengajar dua tinggal dua tamu (TS-TS) ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (dalam Huda, 2013). Menurut Huda (2013) bahwa model pembelajran ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur. Pembelajran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) memungkinkan setiap kelompok untukberbagi informasi dengan kelompok lain.

  Menurut Huda (2013), langkah-langkah melakukan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) adalah sebagai berikut. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap kelompok terdiri 4 orang). Pengelompokan bersifat heterogen. Kelompok heterogen memperhatikan keanekaragaman gender, agama, sosial-ekonomi, dan kemampuan akademis. Siswa bekerja dalam kelompok seperti biasa untuk menyelesaikan tugas yang ada. Setelah selesai, dua orang dari masing- masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke dua kelompok yang lain yang disebut sebagai tamu. Dua orang yang tinggal dalam kelompok disebut tuan rumah bertugas memaparkan hasil kerja kelompok dan informasi yang mereka miliki kepada tamu. Tamu memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan hasil kelompok mereka kepada tuan rumah. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

  Menurut Lie (2010) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe

  

Two Stay Two Stray (TS-TS) sebagai berikut: 1) Siswa bekerjasama dalam

  kelompok berempat seperti biasa; 2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu ke dua anggota kelompok yang lain; 3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; 4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; 5) Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

  Menurut Suprijono (2012) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS). Pembelajaran kooperatif tipe ini di awali dengan pembagian kelompok. Setelah terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke dua kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok.

  Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Jika mereka telah selesai menyelesaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.

5. Problem Based Learning (PBL) Dengan Setting Kooperatif Tipe Two

  Stay Two Stray (TS-TS)

  PBL (Problem Based Learning) dengan setting kooperatif tipe TS- TS ( Two Stay Two Stray). Pembelajaran menggunakan sintak Problem

  

Based Learning, dan pada saat membimbing kelompok dalam

  1. Guru menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran

  7. Guru meminta siswa untuk mempelajari dan mengamati permasalhan yang ada di LKK 8. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanya hal-hal yang belum

dipahami.

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok dengan

  6. Guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK)

  5. Guru menjelaskan langkah-langkah kooperatif TS-TS yang akan digunakan

  4. Guru membagi siswa ke dalam beberapa

kelompok

  3. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah Mengorganisasikan siswa untuk belajar

  2. Guru menyampaikan model / strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran

  Orientasi siswa pada masalah

  menyelesaikan masalah menggunakan setting kooperatif tipe Two Stay

  Stay Two Stray Tahapan Kegitan Guru

Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning dengan setting Two

  

Problem Based Learning (PBL) dengan setting kooperatif tipe Two Stay

Two Stray (TS-TS) yang disajikan dalam tabel:

  (TS-TS) siswa dapat lebih aktif bertanya kepada teman sendiri dan kepada guru dan bertukar informasi sesama temannya. Sehingga didapat sintaks

  

based learning (PBL) dengan setting kooperatif tipe two stay two stray

  permasalahan dalam kelompok, selanjutnya aktif sebagai tamu dan tuan rumah untuk menyampaikan informasi antar kelompok. Melalui problem

  

Two Stray . Dengan adanya setting kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two

Stray ), memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mendiskusikan

  9. Guru mengarahkan kepada siswa untuk menalar dan mencoba menyelesaikan LKK setting kooperatif tipe

  10. Guru membimbing kelompok dalam TS-TS menyelesaikan masalah dengan setting kooperatif tipe TS-TS:

  a. Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah b. Guru menginformasikan dua anggota bertamu ke dua kelompok lain

  c. Guru menginformasikan dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagi hasil kerja dan menyajikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka

  d. Guru menginformasikan dua anggota yang menjadi tamu kembali ke kelompok semula dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain Mengembangkan dan

  11. Guru meminta salah satu perwakilan menyajikan hasil karya kelompok untuk menyajikan hasil diskusi di depan kelas Menganalisa dan

  12. Guru memberi kesempatan kepada mengevaluasi proses kelompok lain untuk menganalisis,

pemecahan masalah menambah atau menanggapi jawaban

  13. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap langkah penyelesaian yang digunakan oleh siswa

14. Guru bersama dengan siswa

  menyimpulkan materi yang telah dipelajari 6.

   Materi Pembelajaran

  Penelitian ini dilakasanakan pada semester ganjil kelas XI tahun ajaran 2015/2016 pada materi persamaan garis lurus. Materi yang digunakan merujuk pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu:

  3.10 Menganalisis sifat dua garis sejajar dan saling tegak lurus dan menerapkannya dalam menyelesaikan masalah

  4.7 Menganalisis kurva-kurva yang melalui beberapa titik untuk menyimpulkan berupa garis lurus, garis-garis sejajar, atau garis-garis tegak lurus. Kompetensi dasar tersebut digunkan dalam 3 siklus yang mana tiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Berdasarkan kompetensi dasar yang ada, maka indikator-indikator pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Indikator Pembelajaran

  Siklus Pertemuan Indikator

  3.10.1 Mendefenisikan pengertian persamaan garis lurus dan gradien dengan menghubungkan gambar atau grafik ke dalam ide-ide

matematika

4.7.1 Menggambar grafik persamaan garis lurus

  1

  dengan menghubungkan gambar atau grafik ke dalam ide-ide matematika.

  4.7.2 Menentukan gradien persamaan garis lurus dengan menyatakan peristiwa sehari-hari

  1 dalam bahasa atau simbol matematika.

  4.7.3 Menentukan gradien dari garis lurus yang melalui dua titik dengan merespon terhadap suatu

  2

  pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis yang meyakinkan

  3.10.2 Menemukan konsep gradien garis-garis yang sejajar dengan menghubungkan gambar atau grafik ke dalam ide-ide matematika

  1

  4.7.4 Menentukan gradien garis-garis yang sejajar dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

  2

  3.10.3 Menemukan konsep gradien garis-garis yang saling tegak lurus dengan menghubungkan gambar atau grafik ke dalam ide-ide

  2 matematika

  4.7.5 Menentukan gradien garis-garis yang saling tegak lurus dengan merespon terhadap suatu pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis yang meyakinkan.

  3

  1

  3.10.4 Menemukan konsep persamaan garis lurus melalui sembarang titik (x,y) dan bergradien m dengan menhubungkan gambar atau grafik kedalam ide-ide matematika

  4.7.6 Menentukan persamaan garis lurus melalui sembarang titik (x,y) dan bergradien m dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

  2

  4.7.7 Menentukan persamaan garis lurus melalui dua titik dengan merespon terhadap suatu pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis yang meyakinkan

B. Penelitian Yang Relavan

  Ada beberapa penelitian yang relevan dengan peneleitian ini yaitu sebagai berikut: Penelitian Astuti (2014), dalam peneltiannya diperoleh hasil bahwa

  

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemandirian belajar

  dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Yogyakarta. Shalikhah (2013), dalam peneltiannya diperoleh hasil bahwa pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat meningkat kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Suyatmi (2008), dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika pada kelas VII F SMP Negeri 1 Binangun.

  Penelitian di atas relevan untuk dijadikan bahan informasi dalam penelitian ini. Dalam peneltian ini peneliti menggunakan Problem Based Learning dengan setting kooperatif tipe Two Stay Two Stray untuk meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematis.

C. Kerangka Pikir

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan bahwa kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi siswa kelas XI APHPP 1 SMK N 1 Kalibagor masih kurang. Pembelajran yang diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematis adalah problem based learning dengan setting kooperatif tipe two stay two

  

stray. Problem based learning dengan setting kooperatif tipe two stay two

stray terdiri dari:

  Tahap I adalah mengorentasikan siswa pada masalah. Pada tahap ini berisi kegiatan untuk mengenalkan topik pembelajaran, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan mengingat kembali materi yang telah dipelajari sehingga melatih siswa untuk siap dalam mengahadapi materi pelajaran baru yang berkaitan dengan materi sebelumnya, dengan demikian siswa akan terbiasa bertanggung jawab untuk selalu mengingat/ mempelajari kembali materi yang telah dibahas di sekolah, guru juga memotivasi siswa umtuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang disajikan. Pada tahap ini, dapat menumbuhkan kemampuan menentukan nasib sendiri yaitu siswa memperhatikan penjelasan guru, menyiapkan peralatan yang dibutuhkan dan membawa sumber lain untuk membantu dalam belajar matematika.

  Tahap II adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada tahap ini, dilakukan pembentukan kelompok kecil dan pembagian LKK. Siswa diharapkan dapat bersikap tanggung jawab dalam kelompok yang telah ditentukan, serta siap menerima tantangan baru berupa permasalahan dalam LKK dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mengamati permasalahan di LKK dan menanya hal-hal yang belum dipahami, sehingga siswa akan saling merespon pertanyaan dalam membentuk argumen yang menyakinkan.

  Tahap III adalah membimbing penyelidikan individu dan kelompok menggunakan setting kooperatif tipe TS-TS. Pada tahap ini, dapat menumbuhkan membuat keputusan-keputusan sendiri yaitu siswa bekerjasama dalam kelompok mendiskusikan terlebih dahulu dengan teman sekelompoknya tanpa langsung bertanya kepada guru dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas kelompok. Pada tahap ini, guru hanya membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan menyelesaikan LKK yang berisi permasalahan, sehingga siswa dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Semua siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada anggota kelompok dan memcahkan permasalahan yang ada dengan keterlibatannya dalam berdiskusi dan memberi perhatian selama diskusi berlangsung, sehingga bersama-sama akan dapat menghubungkan gambar atau grafik ke dalam ide-ide matematika. Setelah itu, siswa mampu menahan diri yaitu bersikap tenang dan tidak gaduh pada saat siswa menjelaskan hasil diskusi kepada tamu, dan menghargai berbagai pendapat teman saat mencocokan hasil diskusi yang diperoleh dari hasil bertamu.

  Tahap IV adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Melalui tahap ini siswa dapat dilatih berani menerima tantangan untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas, mempertahankan pendapat, mampu menerima kekeliruan, kritik, dan sanggahan dari teman, berani mengajukan pertanyaan/ sanggahan dihadapan orang banyak dan tidak mudah putus asa saat menjawab berbagai pertanyaan dari teman.

  Tahap V adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan maslah. Proses hasil diskusi diskusi dianalisis dan dievaluasi untuk mempengaruhi sejauh mana siswa mampu menyelesaikan masalah dengan proses yang benar. Tahap ini dapat membangun kemampuan berpikir siswa dalam menyimpulkan inti dari materi yang telah dipelajari, apa saja yang sudah mereka pahami dan apa yang masih perlu ditanyakan pada guru, dan menerima kekliruan yang dilakukan pada saat menyelesaikan masalah. Pada tahap ini, dapat menumbuhkan kreatif dan inisiatif yaitu siswa mencatat kesimpulan materi yang telah dipelajari tanpa disuruh oleh guru.

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah Problem Based Learning (PBL) dengan setting koperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dapat meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematis (tertulis) siswa kelas XI APHPP SMK Negeri 1 Kalibagor.