ETIKA PROFESI HAKIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI ANALISIS TERHADAP KODE ETIK PROFESI HAKIM) - Raden Intan Repository

  

ETIKA PROFESI HAKIM DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

(STUDI ANALISIS TERHADAP KODE ETIK PROFESI

HAKIM)

  Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

  Syarat-Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S.H.I dalam Ilmu Syariah

  Oleh : Nama : Sulistyo Adi Rukmono NPM : 1221020034 Jurusan : Jinayah Siyasah

FAKULTAS SYARI‟AH

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438H/2017M

  

ABSTRAK

  Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang

  • – Undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkannya. Etika sendiri merupakan landasan suatu profesi sehingga menjadi perhatian bersama. Karena seringnya terjadi gejala-gejala penyalahgunaan terhadap profesi dan mengabaikan nilai-nilai moralitas maka munculah wacana pemikiran tentang kode etik profesi hakim. Dan berangkat dari realitas para penegak hukum (khususnya hakim), meskipun para pelaku professional (hakim) sudah memiliki kode etik profesi hakim sebagai standar moral, ternyata belum memberikan dampak yang positif, terutama belum bisa merubah image masyarakat terhadap wajah peradilan untuk menjadi lebih baik.

  Ketika kode etik profesi hakim yang sudah ada belum memberikan nilai kepada terwujudnya tujuan hukum, maka perlu dikaji kembali atau direvisi untuk disesuaikan dengan perubahan situasi. Salah satu jalan untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan cara menegakkan etika, profesionalisme, dan disiplin, karena rendahnya etika dan moralitas hakim akan berdampak pada terlaksananya nilai-nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran serta pertanggungjawaban sebagai nilai yang harus ditegakkan oleh seorang hakim. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah Etika Profesi Hakim dalam ketentuan Hukum Islam dan Hukum Positif Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari Etika Profesi Hakim dalam Hukum Islam dan Hukum Positif .

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif dengan sifat penelitian deskriptif analtik. Teknik pengumpulan data library research (pustaka) yang menekankan sumber informasi dari buku-buku hukum, jurnal, makalah dan pendapat yang mempunyai hubungan relevan dengan permasalahan yang diteliti.

  Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah etika profesi hakim dalam hukum positif berkaitan dengan Undang- Undang serta asas yang berlaku di Indonesia, dalam Hukum

  

MOTTO

اَذِإَو اَهِلْهَأ َٰلَِإ ِتاَناَمَْلْا اوُّدَؤُ ت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َهَّللا َّنِإ ۚ

  اَّمِعِن َهَّللا َّنِإ ِلْدَعْلاِب اوُمُكَْتَ ْنَأ ِساَّنلا َْيَْ ب ْمُتْمَكَح ۗ ِهِب ْمُكُظِعَي

  اًيرِصَب اًعيَِسَ َناَك َهَّللا َّنِإ

  “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya All ah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”(Q.S An- Nissa ayat 58)

  

PERSEMBAHAN

  Dengan segala syukur kepada Allah yang Maha Esa dan atas doa dan dukungan akhirnya skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu skripsi ini kupersembahakan untuk :

1. Kepada kedua orang tuaku ayahanda Muhtarom dan ibunda

  Sugiarti, yang senantiasa dan tiada henti-hentinya memberikan do‟a, semangat, dukungan kepada penulis dan selalu mendidik dan membesarkanku dengan do‟a dan segenap jasa-jasanya yang tak terbilang demi keberhasilan cita-citaku.

  2. Kakak dan Adik kandungku tercinta, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan terhadap penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung.

  3. Kepada orang yang spesial Yunita tiara putri yang telah memberikan do‟a, semangat, dan dukungan demi keberhasilan menyelesaikan studi di Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung.

RIWAYAT HIDUP

  Sulistyo Adi Rukmono, seorang anak yang dilahirkan di bandar lampung tepatnya pada tanggal 17 september 1993 yang mereupakan anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Muhtarom dan Ibu Sugiarti.

  Pendidikan dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) YWK Bandar Lampung lulusan tahun 2000. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Sukajawa Bandar Lampung lulus pada tahun 2006. Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SMP Al- Azhar 3 Way Halim Bandar Lampung lulus pada tahun 2009.

  Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di SMA N 16 Bandar Lampung lulus pada tahun 2012. Tahun 2012 terdaftar sebagai mahasiswa di jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung.

KATA PENGANTAR

  Syukur Alhamdulilah dihaturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, taufiq dan hidayah-nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Hukum Islam pada jurusan Jinayah Siyasah di Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.

  Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para shabat, keluarga dan pengikutnya, dan semoga kita tergolong umatnya.

  Merupakan kewajiban penulis untuk menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu di sini, yang telah merasakan manfaat jasa-jasanya selama melakukan penyusunan skripsi, Sebagai rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada :

  1. Bapak Prof. Dr. H. M. Mukri, M.Ag selaku rector IAIN Raden Intan Lampung.

  2. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag.,M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung.

  3. Bapak Drs.Susiadi AS., M. Sos.I selaku ketua jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.

  4. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag.,M.Ag selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Henry Iwansyah, M.A selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memberi motivasi serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

  5. Kepada segenap keluarga besar civitas akademika, dosen dan karyawan Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, dengan penuh kesabaran dan izinnya untuk proses peminjaman buku demi terselesaikan skripsi ini.

  6. Petugas perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan petugas perpustakaan IAIN Raden Intan Lampung.

  7. Teman-teman seperjuanganku, Arief Munandar, Ahmad ferdian, Agung Ramadhani, Budi, Faiz, Sultan, Iqbal, Merli, Nanda, Nadia, Kinanti, Wahyu, dan rekan-rekan satu angkatan tahun 2012 jurusan Jinayah Siyasah yang tak dapat kusebut satu persatu yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama ini.

8. Almamater tercinta IAIN Raden Intan Lampung.

  Terakhir, penulis juga sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca di harapkan perbaikan dan kebaikan karya ilmiah ini semoga karya ilmiah yang berbentuk skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

  Bandar Lampung, Penulis

  Sulistyo Adi Rukmono

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum penulis menguraikan pembasahan lebih

  lanjut terlebih dahulu akan dijelaskan istilah dalam skripsi ini untuk menghindari kekeliruaan bagi pembaca maka perlu adanya penegasan judul. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan tersebut disini diperlukan adanya pembatasan terhadap arti kalimat dalam skripsi ini dengan harapan memperoleh gambaran yang jelas dari makna yang dimaksud. Adapun judul skripsi ini adalah:

  ”ETIKA PROFESI HAKIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM (STUDI

  Adapun istilah-istilah sebagai berikut:

  1) Etika

  Etika adalah sistem nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

  1

  2) Profesi

  Profesi adalah bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu.

  2

  3) Hakim

  Hakim adalah Pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkan kepadanya.

  3

  4) Perspektif Perspektif adalah sudut pandang atau pandangan.

  4 1 Wildan Suyuthi Mustofa.,KodeEtik Hakim, (Jakarta: Kencana, 2013),h.5. 2 Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Binapura Aksara, 2006), h.34. 3 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),h.3. 4

  5) Hukum Islam

  Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat

  5

  untuk semua yang beraga Islam. yang dimaksud di sini Hukum Islam adalah segala aturan yang terdapat di dalam Al-Quran, hadits, buku-buku fiqih, dan ensiklopedia hukum Islam. Hukum Islam juga berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim yang meliputi ilmu aqoid (keimanan), ilmu fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan allah) dan ilmu akhlaq

  6 (kesusilaan).

  Dari penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul di muka adalah suatu kajian tentang sistem nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi dasar pegangan bagi hakim bidang pekerjaannya dilihat dari perspektif hukum Islam dan hukum positif.

B. Alasan Memilih Judul

  Alasan penulis tertarik dalam memilih dan menentukan judul skripsi ini adalah:

  1. Alasan Objektif

  a) Semakin banyaknya kasus di televisi atau media sosial digital meupun cetak terhadap etika profesi hakim yang sering diabaikan oleh pejabat pengadilan itu sendiri. Sehingga penulis tertarik untuk mengkaji.

  b) Untuk persoalan etika profesi hakim dalam perspektif hukum Islam, penulis ingin mengetahui etika profesi hakim yang sesuai dengan Hukum Islam.

  2. Alasan Subjektif 5 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.9. 6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akamedika a) Karena judul tersebut relevan dengan disiplin ilmu pengetahuan yang peneliti pelajari di Jinayah Siyasah

  Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung.

  b) Tersedianya berbagai literatur yang memadai sehingga peneliti berkeyakinan bahwa penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

C. Latar Belakang Masalah

  Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili suatu perkara. Dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa hakim adalah penegak hukum dan keadilan yang wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

  7

  keadilan yang hidup di masyarakat. Hakim sebagai pejabat negara yang diangkat oleh kepala negara sebagai penegak hukum dan keadilan yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang telah diembannya menurut Undang-Undang yang berlaku. Karenanya, hakim merupakan profesi yang mulia karena hakim dituntut untuk menjalankan kode etika sebagai simbol profesionalisme. Namun dalam perkembangannya, menjadi sebuah keniscayaan akan menjadi gejala-gejala penyalahgunaan terhadap profesi hakim, yang seharusnya dengan penguasaan dan penerapan disiplin ilmu hukum dapat menyelenggarakan dan menegakkan keadilan di masyarakat.

  Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang sudah memiliki kode etik sebagai standar moral atau kaedah seperangkat hukum formal. Namun realitanya para kalangan profesi hakim belum menghayati dan melaksanakan kode etik profesi hukum dalam menghayati dan melaksanakan kode etik profesi dalam melaksanakan profesinya sehari-hari, terlihat dengan banyaknya yang mengabaikan kode etik profesi, sehingga profesi ini tidak lepas mendapat penilaian negatif dari masyarakat khusus berkenaan dengan pemutusan perkara di pengadilan yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan dan 7 Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman kebenaran. Profesi hakim merupakan bukti bahwa adanya penurunan kualitas hakim sangat wajar sehingga pergeseran pun terjadi sampai muncul istilh mafia peradilan. Kode etik tampaknya belum bisa dilaksanakan dan nilai-nilai yang terkandung belum bisa diaplikasikan oleh pengembannya sendiri.

  Profesi hakim sebagai salah satu bentuk dari profesi hukum sering digambarkan sebagai pemberi keadilan. Sebagaimana telah diketahui bahwa, “etika” berasal dari bahasa Yunani, ethos. Etika didefinisikan sebagai sikap, kebiasaan, dan sebagainya, dari seseorang atau kelompok orang yang bersifat khusus dan menjadi ciri pembeda antara seseorang atau suatu kelompok dengan seseorang atau kelompok yang lain. Dengan kata lain, etika merupakan sistem nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

  8 kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

  Kondisi hukum dan penegakannya saat ini adalah produk dari konfigurasi politik otoritarian yang belum seluruhnya berubah. Meskipun UUD 1945 telah merubahnya namun pemahaman atas hukum, cara menerapkan hukum terutama akademisi, legislator, dan penegak hukum belum banyak mengalami perubahan. Oleh sebab itu hukum di Indonesia saat ini masih memiliki watak konservatif. Kondisi hukum dan penegakan hukum di atas telah melahirkan cara penerapan hukum yang kehilangan sukma moral dan keadilan. Hukum berbelok menjadi semata-mata urusan formal prosedural, nilai- nilai etika, norma dan rasa keadilan seringkali diabaikan. Oleh karena itu lembaga peradilan sebagai perwujudan kekuasaan kehakiman (judicial power) hendaknya difungsikan sebagai katup penekan yaitu bahwa kewenanga yang diberikan oleh konstitusi dan Undang-Undang adalah untuk menekan setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum dengan cara

8 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim, (Jakarta: Kencana,

  menghukum setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun

  9 dan oleh pihak mana pun.

  Pada era reformasi sekarang ini yang disertai krisis multidimensi di segala bidang di antaranya dalam bidang hukum. Timbul keprihatinan publik akan kritik tajam sehubungan dengan carut marutnya penegakan hukum di Indonesia, dengan adanya penurunan kualitas hakim dan pengabaian terhadap kode etik, serta tidak adanya konsistensi arah dan orientasi dari penegak hukum itu sendiri. Hal ini menyebabkan tidak adanya ketidak pastian dan ketidak adilan hukum, dan pihak yang sering disalahkan adalah aarat penegak hukum itu sendiri, yang terdiri dari hakim, jaksa, pengacara dan polisi. Adanya hakim yang melakukan kolusi, korupsi dan

  10 nepotisme (KKN).

  Indikasi tersebut menunjukkan hal yang sering dalam penegakan standar profesi hukum di Indonesia. Kode etik tampaknya belum bisa dilaksanakan dan nilai-nilai yang terkandung belum bisa diaplikasikan oleh pengembannya sendiri. Dasar pemikiran di atas maka sewajarnya bila muncul harapan dan tuntutan terhadap pelaksanaan profesi baik ciri, semangat, maupun cara kerja yang didasarkan pada nilai moralitas umum (common morality), seperti nilai kemanusiaan

  

(humanity) nilai keadilan (justice) dan kepastian hukum

(gerechtigheid). Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat mengarah

  kepada perilaku anggota profesi hakim, sehingga perlu adanya dan ditegaskan dalam bentuk yang konkret. Sehingga dengan adanya nilai-nilai dalam kode etik tersebut, pelaksanaan profesional akan dapat diminimalisir dari gejala-gejala penyalahgunaan keahlian dan keterampilan profesional dalam masyarakat sebagai klien atau subjek pelayan, hal ini penting karena nilai-nilai tersebut tidak akan berguna bagi profesional

  9 Hoesin Zainal Arifin, Koefisien Kehakiman di Indonesia, (Jakarta: Imperium, 2013), h.21. 10 Suhrawardi Lubis, Mafia Peradilan adalah Konspirasi-konspirasi saja melainkan bagi kepentingan dan kesejahteraan

  11 masyarakat.

  Kode etik sendiri merupakan penjabaran tingkah laku atau aturan hakim baik di dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun pergaulan dalam masyarakat. Yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum. Islam pun menjelaskan bahwa hakim adalah seseorang yang diberi amanah untuk menegakkan keadilan dengan nama Tuhan atas sumpah yang telah diucapkan, dalam pandangan Islam adalah kalimat tauhid adalah amalan yang harus diwujudkan dalam bentuk satu kata dan satu perbuatan dengan niat lillahi

  12 ta‟ala.

  Dalam Islam putusan hakim harus benar-benar

  13

  mengandung keadilan dan kebenaran, Allah swt berfirman:

                             

  Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik- baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

  14 mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisa: 58). 11 Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-norma Bagi Penegak Hukum, (Jakarta: Kanisius, 2005), h.31. 12 Bismar Siregar, Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan, Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 18. 13 Al- 14 Qur‟an surat An-Nisa ayat 58 dan terjemahnya. Melalui profesi inilah hakim mempunyai posisi istimewa. Karena hakim merupakan konkritisasi hukum dan keadilan yang bersifat abstrak, dan digambarkan bahwa hakim sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hakim satu-satunya penegak hukum yang berani mengatasnamakan Tuhan pada setiap putusannya. Setiap keputusan hakim benar- benar berorientasi kepada penegakan nilai-nilai kebenaran dan keadilan daripada sekedar mengejar kepastian hukum sebagaimana yang diharapkan dalam kode etik profesi hakim.

  Sudah seharusnya hakim menjadi

  “uswatun hasanah” (model

  hakim yang benar, adil dan mandiri) seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dengan demikian citra Pengadilan dan wibawa hakim dapat diperbaiki, kepastian hukum dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan negara tetap berjalan

  15 di atas dasar hukum bukan di atas dasar kekuasaan.

  D. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan sebagiai berikut:

  1. Bagaimanakah etika profesi hakim dalam ketentuan hukum positif?

  2. Bagaimanakah etika profesi hakim dalam ketentuan hukum Islam?

  E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.

  Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai ialah: a.

  Ingin mengkaji dan menganalisa menurut hukum positif dan hukum Islam tentang etika profesi hakim.

  b.

  Ingin mengetahui persamaan dan perbedaan konseptual tentang etika profesi hakim menurut hukum positif dan hukum Islam.

  2. Kegunaan Penelitian 15 Al Wisnubroto,Hakimdan Peradilan di Indonesia.,(Yogyakarta:

  Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.

  Kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang mempunyai signifikasi akademis (academic significance) bagi peneliti selanjutnya dan juga dapat memperkaya khasanah perpustakaan tentang permasalahan etika profesi hakim.

  b.

  Kegunaan praktis, sebagai penambah wawasan bagi penulis dan pembaca tentang etika profesi hakim dalam perspektif hukum Islam (studi analisis terhadap kode etik profesi hakim.

F. Metode Penelitian

  Agar penelitian berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang dapat dipertanggung jawabkan,maka penelitian ini memerlukan suatu metode tertentu. Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.

  Jenis dan Sifat Penelitian a.

  Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan library research yaitu

  “Penelitian yang dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah, dan mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan, kemudian disaring dan dituangkan dalam

  16 Library kerangka pemikiran secara teoritis”. research (kepustakaan) maksudnya adalah penelitian

  yang dilakukan dengan cara membaca dan menelaah serta mencatat bahan dari berbagai literatur-literatur, kitab-kitab dan Undang-Undang yang berkaitan dan relevan dengan objek kajian yaitu tentang etika profesi hakim dalam perspektif hukum Islam (studi analisis terhadap kode etik hakim).

  b. 16 Sifat Penelitian

  Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial,

  Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yakni penyusun menguraikan secara sistematis pendangan tentang etika profesi hakim, dari dua pandangan yaitu hukum positid dan hukum Islam.

  2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yakni sebagai berikut: a.

  Sumber Data Primer Sumber data primer merupakan sumber pokok dalam penulisan skripsi ini.Data primer merupakan jenis data yang didapatkan untuk kepentingan

  17

  penelitian, dan merupakan data utama.Sumber yang diperoleh peneliti secara langsung yang berasal dari Al-

  Qur‟an, hadits, pendapat-pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan berhubungan dengan kajian tentang etika profesi hakim dalam perspektif hukum Islam.

  b.

  Data Sekunder Sumber tidak diperoleh peneliti secara langsung antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, referensi berupa buku-buku atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian etika profesi hakim dan hukum islam dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, dan artikel-artikel yang dapat membantu penelitian ini.

  3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan yaitu:

  “Penelitian kepustakaan yang dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah, dan mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan,

17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Jogjakarta:

  kemudian disaring dan dituangkan dalam kerangka

  18 pemikiran secara teoritis”.

  Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka pengumpulan data yang digunakan dalam pencarian data dalam penelitian ini adalah studi pustaka antara lain dengan pengkajian literatur-literatur primer yaituAl- Qur‟an dan terjemahnya, serta dilengkapi pula dengan literatur dan bahan sekunder yang berkaitan dan relevan untuk menunjang penyelesaian pokok permasalahan.

  4. Metode Pengolahan Data Data yang terkumpul kemudian diolah dengan benar- benar memilih secara hati-hati data yang relevan tepat, dan berkaitan dengan masalah yang tengah diteliti yaitu mengenai etika profesi hakim dalam perspektif hukum Islam (studi analisis terhadap kode etik profesi hakim). Kemudian data digolongkan dan disusun menurut aturan tertentu secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami, serta membandingkan persamaan dan perbedaan fakta-fakta dan sifat-sifat objek yangditeliti berdarkan kerangka pemikiran tertentu, menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu.

  5. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa kualitatif, yang artinya “Menggunakan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang sistematis, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga mudah untuk

  19 diinterpretasi data pemahaman hasil analisa”.

  Di dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode komparatif yaitu cara berpikir dengan membandingkan 18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 114. 19 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,

  data-data dari hasil penelitian tentang perbedaan pendapat antara hukum positif dan hukum Islam mengenai etika profesi hakim.Tujuannya sebagaimana ditegaskan oleh Dra, Aswarani Sujud, bahwa: “Penelitian komparatif akan daoat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda- benda, tentang orang, tentang prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan orang, peristiwa atau terhadap ide- ide.” Dalam metode ini dibandingkan persamaan dan perbedaannya antara hukum positif dan hukum Islam mengenai etika profesi hakim.

BAB II PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG ETIKA PROFESI HAKIM A. Pengertian Kode Etik Profesi Hakim Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus

  dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim. Kode etik adalah tingkah laku yang baik dan terpuji yang harus dilaksanakan seoarang Qadi dalam berinteraksi sesama manusia dan menjalankan tugasnya. berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa kode etik adalah perbuatan yang patut dilaksanakan oleh seorang hakim baik dalam Mahkamah maupun di luar Mahkamah. Di luar Mahkamah seorang hakim tidak seharusnya bergaul bebas dengan masyarakat di sekelilingnya atau berjalan-jalan dengan

  20 mereka melainkan hanya sekedar perlunya saja.

B. Dasar Hukum dan Rukun Qodo

1. Dasar Hukum

  Islam merupakan agama yang sempurna sebagai rahmat bagi semesta alam. Dalam Islam segala aspek kehidupan diatur secara jelas dan utuh. Islam mengatur kehidupan manusia dari bangun tidur hingga manusia tersebut tidur kembali. Tidak hanya mengatur tentang ketauhidan saja, Islam memberikan 20 Muhammad Bin Ahmad al-Qarati, Qawanin Al-Ahkam as- penjelasan mengenai atuan-aturan hidup yang harus dilakukan oleh manusia sebagai hamba.

  Di dalam menjalankan kehiduan sehari-hari, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Dalam berinteraksi, manusia yang satu dengan manusia yang lain terkadang memiliki persepsi yang berbeda sehingga memunculkan konflik antar-keduanya. Konflik yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik namun juga bisa menjadi masalah yang rumit dan berlarut-larut sehingga menimbulkan permusuhan.

  Peristiwa tersebut tentu membutuhkan pihak ketiga agar masalah keduanya dapat diselesaikan dengan adil tanpa adanya pihak yang rugi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah orang yang bisa menengahi masalah kedua belah pihak sehingga terciptanya keadilan. Perlu adaya suatu hukum supaya ketika terjadi suatu konflik terdapat pedoman untuk menyelesaikan masalah tersebut.

  Islam tidak mengenal adanya pemisahan masalah agama maupun yang berkaitan dengan hukum. Dalam kehidupan perlu diciptakan hukum karena pada dasarnya setiap manusia memiliki cara berpikir yang berbeda. Terkadang pula manusia mengutamakan keinginannya sendiri, meskipun membuat manusia lain tidak nyaman dengannya. Diciptakanya hukum memungkinkan adanya peraturan-peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan. Adanya hukum dapat memberikan batasan-batasan seseorang untuk bertindak, sehingga dapat tercipta kehidupan yang kondusif.

  Hukum merupakan objek yang dapat berguna atau pun tidak. Hukum dapat berfungsi apabila terdapat subjek yang mematuhinya. Perlu adanya seseorang yang dapat dipercaya untuk menegakkan hukum dan memutus dengan adil bagi orang yang bersengketa Maka dari itu diperlukan seseorang hakim yang dapat memegang amanah dan menegakkan keadilan.

  Allah telah memerintahkan kepada Nabi Daud AS untuk menjadi seorang hakim yang melakukan tugas menegakkan hukum dan keadilan di tengah-tengah manusia. Sebagaimana

                   

   

         

    Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

  21 Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan

  Daud sebagai khalifah di muka bumi ini supaya menghukumi di antara manusia dengan benar. Manusia harus sesuai dengan dengan apa yang telah dianjurkan oleh Allah dan orang yang menghukumi tersebut adalah hakim.. menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang yang beriman Setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya sertadilarang mengikuti hawa nafsu dan menyelewengkan kebenaran.

  Dalam ayat lain di sebutkan :

  21

                         

             

  Artinya: “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah

  22 orang- orang yang fasik.”

  Di dalam Al-Quran Allah memberikan amanat kepada manusia untuk menetapkan hukum di antara manusia, supaya tercipta kehidupan yang adil. Allah berfirman:

                             

  Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak 22 menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

  menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi

23 Maha melihat.

  Pada dasarnya Allah menekankan kepada kaumnya untuk selalu berbuat adil, menegakkan kebenaran dan selalu mengerjakan kebaikan. Allah SWT berfirman:

                                

            Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata- kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang

  24 kamu kerjakan.

  Dalam ayat lain, Allah juga menegaskan akan kaharusan berbuat adil dan selalu menegakkan kebenaran, sebagaimana firman Allah sebagai berikut: 23 24 Al-Quran surat An-Nisa ayat 58

                               

   Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang

  25 kamu kerjakan.

  Selain di dalam Al- Qura‟an, dalam hadits juga terdapat dasar hukum mengenai hakim, sebagaimana sabda Rasulullah

  SAW sebagai berikut:

  : ِهْيَلَ ُاا ىَّلَص ِهَّللَا ُلوُسَر َلاَ َلاَ ُهْنَ ُاا َ ِ َر يٍّ ِلَ ْ َ َو , ,

  ِلَّوَْ ِل ِ ْ َ ت َ َ َّتََّح ِن َ ُ َر َ ْيَلِإ ىَ اَ َ ت اَذِإ َمَّلَسَو

. ,

  ٌّ ِلَ َلاَ ِضْ َ ت َفْيَك يِرْدَت َفْوَ َ ِرَ ْ َا َم َ َك َ َمْ َت , , ُِّييِدَمْلَا ُ ْبِا ُااَّوَ َو ُهَنَّ َحَو ُّيِ ِمْر تلَاَوُدْعَ ب اًيِ اَ ُ ْلِز اَمَ

  

) ى مرتو دوادوبا دحما و ااور ( 25 َناَّبِح ُ ْبِا ُهَحَّحَصَو Artinya: Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada dua orang meminta keputusan hukum kepadamu, maka janganlah engkau memutuskan untuk orang yang pertama sebelum engkau mendengar keterangan orang kedua agar engkau mengetahui bagaimana harus memutuskan hukum." Ali berkata: Setelah itu aku selalu menjadi hakim yang baik. (H.R Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)

  26 Hakim tidak lain adalah wakil Allah di bumi

  untukmenegakkan hukum dan keadilan-Nya

  27

  yang sebenarnya ini menjadi tugaskepala negara/khalifah. Oleh sebab itu, kedudukan hakim merupakan kedudukanyang sangat tinggi karena hakim mempunyai tanggung jawab yang amat besartidak hanya tanggung jawab kepada sesama manusia tetapi juga kepada Allah.Bahkan Nabi sendiri mengatakan tentang tanggung jawab hakim ini, bahwamenerima jabatan hakim itu sama halnya dengan menerima untuk disembelihtanpa menggunakan pisau.

  28 ٍْيْ كَس ِْيرَغِب َحِبُذ ْدَ َ ِساَّنلا َْيَْ ب اًيِ اَ َلِعُ ْوَأ َءاَضَ ْلا َِلَِو ْ َم ( ى مترلا ااور )

  Artinya: “Barang siapa menjabat sebagai hakim atau dijadikansebagai hakim di tengah manusia, maka sungguh dia telah disembelihtanpa menggunakan pisau”. (H.R. At- Tirmidzi)

  29

  2. Rukun Qodo

  Unsur-unsur peradilan Islam disebut juga dengan rukun qodo‟.Secara bahasa, rukun yaitu bagian yang kuat, yang 26 Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar al-Asqalany, bulughul maram min

  adillatil ahkaam (tasikmalaya:pu staka al-hidayah, 2008), h 27 Haidar, Durar al-Hukkam, h. 516 28 Al-Syiradzi, Muhazzab, h. 406 29 berfungsi menahan sesuatu.Secara istilah, rukun berarti bagian tertentu yang mesti dari sesuatu, karena terwujudnya sesuatu itu mesti dengan adanya bagian itu.

  Jadi, rukun qodo‟ (unsur-unsur peradilan) yaitu apa yang menunjukkan eksistensi peradilan itu, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Di antara unsur-unsur

  30

  peradilan yaitu: 1)

  Hakim (qodo) Yakni orang yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan dan perselisihan, dikarenakan penguasa tidak bisa melaksanakan

  

31

  sendiri tugas-tugas peradilan . Sebagaimana yang dilakukan nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya. Beliau mengangkat qadli-qadli untuk bertugas menyelesaikan sengketa di antara manusia di tempat yang jauh. 2)

  Hukum Hukum yaitu putusan hakim yang di tetapkan untuk menyelesaikan suatu perkara. Hukum ini adakalanya dengan jalan ilzam, seperti hakim berkata, “saya menghukum engkau dengan membayar sejumlah uang”. Ada yang berpendapat bahwa putusan ilzam ini ialah menetapkan sesuatu dengan dasar yang menyakinkan seperti berhaknya seseorang anggota serikat untuk mengajukan hak syuf‟ah, sedang qodo istiqaq ialah menetapkan sesuatu dengan hukum yang diperoleh dari ijtihad, seperti seorang tetangga

  32 .

  mengajukan hak syuf‟ah 3)

  Al-mahkum bih (hak) Di dalam qodo ilzam dan qodo istiqaq yang diharuskan oleh qadhi si tergugat harus memenuhinya. Dan didalam qodo tarki ialah menolak gugatan. Karena demikian maka dapat disimpulkan bahwa mahkum bihi itu adalah suatu hak. 30 Erfaniah Zuriah, Peradilan Agama Indonesia, (Yogyakarta: UIN-

  Malang Press, 2009), cet. Ke- II. H. 9-10 31 Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 13 32

  4) Al-mahkum „alaih

  Yaitu orang yang dijatuhi putusan atasnya. Mahkum „alaih yaitu orang yang dikenai putusan untuk diambil haknya, baik ia mudda‟a alaih (tergugat) atau mudda‟i (penggugat).

  5) Al-mahkum lahu

  Yaitu orang yang menggugat suatu hak.Baik hak itu yang murni baginya atau terdapat dua hak tetapi haknya lebih kuat. 6)

  Alat Bukti Dipandang dari segi pihak-pihak yang berpekara

  (pencari keadilan), alat bukti artinya adalah alat atau upaya yang bisa di pergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyakinkan hakim di muka pengadilan.Di pandang dari segi pengadilan yang memeriksa perkara, alat bukti artinya adalah alat atau upaya yang bisa di pergunakan oleh hakim untuk memutus perkara.

  Jadi alat bukti tersebut di pergunakan oleh hakim untuk memutus perkara.Alat bukti tersebut di perlukan oleh pencari keadilan maupun pengadilan.Suatu persengketaan atau perkara tidak bisa di selesaikan tanpa adanya alat bukti, artinya kalau gugatan penggugat tidak berdasarkan bukti maka perkara tersebut akan di putus juga oleh hakim tetapi dengan menolak

  33 gugatan karena tidak terbukti.

C. Etika Profesi Hakim dalam Hukum Islam 1.

  Dalam Hadits

  a) Hr. Abu Daud

  “Hakim-hakim itu ada tiga golongan, dua golongan di neraka dan satu golongan di surga, orang yang mengetahui yang benar lalu memutus dengannya, maka dia di surga. Orang yang memberikan keputusan kepada orang-orang atas kebodohan, maka dia itu di neraka dan orang yang mengetahui yang benar lalu dia menyeleweng dalam 33 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: PT

  memberi keputusan, maka dia di neraka.”(HR. Abu Dawud)

  34

  b) HR. Bukhari

  “Telah mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Al-Musanna dari Yahya dari Ismail dari Qais dari Ibnu Mas‟ud ra. Telah mendengar bahwa Nabi SAW bersabda : Tidak boleh dengki kecuali pada dua orang, pada seorang laki-laki yang dianugerahkan Allah harta, lalu dia curahkan sampai habis untuk membela kebenaran, pada seorang laki-laki yang dianugerahi Allah kebijaksanaan lalu ia memutus perkara dan bersama den gan bijaksana”(HR. Bukhari)

  35 2.

  Adil Keadilan atau keseimbangan (equiblirium) menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan hubungan antara alam semesta. Sifat keadilan atau keseimbangan bukan hanya karakteristik alami,melainkan merupakan karakteristik dinamis yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim dalam kehidupannya.

36 Kata keadilan dalam Alquran menggunakan kata

  „adl

  dan

  qist. „adl mengandung pengertian yang identik dengan samiyyah

  berarti penyamarataan (equalizing), dan kesamaan (leveling). Penyamarataan dan kesamaan ini berlawanan dengan zulm dan jaur (kejahatan dan penindasan).

  37 Alquran memiliki banyak keterangan tentang dalil keadilan

  yang meliputi perintah penegakkan keadilan baik melalui perkataan, tindakan, sikap; baik hati ataupun pikiran, disamping perintah penegakkan keadilan dalam kode etik yang mempunyai unsur nilai, obyek dan tujuan dari keadilan sendiri. 34 Ibid, hlm 243 35 Abu Abdullah al-Bukhary, Sahih Al-Bukhari jus 2 (Beirut: Dar al- Fikr, 1410H/1990M) hlm 108 36 Muhammad, dkk, Visi Alquran tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h.12. 37 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Agung