BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - BAB II SISCA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1. Kajian Pustaka

  Peneliti pada bagian ini akan memaparkan terlebih dahulu hasil penelitian orang lain yang ada relevansinya dengan penelitian peneliti, dengan tujuan agar dapat membandingkan perbedaan dan persamaan antara penelitian yang dilakukan peneliti dengan peneliti terdahulu, sehingga akan menggambarkan tingkat orginalitas yang peneliti lakukan atau tidak plagiat.

  Adapun penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Suryaman (2014)

  Berdasarkan hasil penjajagan awal Sekretariat Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Banjar menunjukan bahwa efektivitas kerja pegawainya rendah, hal ini antara lain diduga disebabkan oleh koordinasi yang belum berjalan secara efektif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yang menggambarkan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena, kelompok atau individu dan menentukan terjadinya suatu keadaan untuk meminimalisasi bias dan memaksimumkan reliabititas. Desain ini diharapkan dapat mengelompokkan fakta-fakta serta hubungannya dan informasi serta dapat menginterprestasikan ke dalam wujud yang nyata.

  Secara simultan koordinasi memberikan pengaruh cukup besar dan signifikan terhadap Efektivitas kerja pegawai Sekretariat Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Banjar. Hal ini mengandung makna bahwa koordinasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan efektivitas kerja pegawai pada Sekretariat Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Banjar. Hasil penelitian juga menemukan bahwa efektivitas kerja pegawai pada Sekretariat Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Banjar tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh koordinasi semata, tetapi juga dipengaruhi oleh variabel lain yang dalam metode penelitian disebut sebagai epsilon.

  Secara parsial koordinasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai Sekretariat Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Banjar. Artinya kordinasi yang dibangun oleh unsur unsur unit organisasi, sumber-sumber/potensi, kesatupaduan gerak kegiatan dan arah yang sama membrikan kontribusi terhadap peningkatan efektivitas kerja pegawai. Adapun unsur yang paling besar pengaruhnya terhadap efektivitas kerja pegawai adalah unsur gerak kegiatan. Sedangkan, unsur yang paling kecil pengaruhnya terhadap efektivitas kerja pegawai adalah unsur sumber-sumber/ potensi.

2. Penelitian Herdianto (2013)

  Masalah pokok dalam penelitian ini adalah efektivitas kerja pegawai di Kecamatan Banjar Kota Banjar rendah. Hal ini diduga oleh koordinasi internal di Kecamatan Banjar Kota Banjar belum dilaksanakan secara optimal. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan masing-masing variabel serta menguji kedua variabel dengan pendekatan kuantitatif (statistik) yang selanjutnya dianalisis dan dibandingkan dengan teori serta masalah yang ada untuk diambil kesimpulan.

  Hasil penelitian secara simultan koordinasi internal memberikan pengaruh kuat terhadap efektivitas kerja pegawai di lingkungan Kecamatan Banjar Kota Banjar sebesar 78,6%. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa koordinasi internal perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh Camat Kecamatan Banjar Kota Banjar dalam menentukan efektivitas kerja pegawai di lingkungan Kecamatan Banjar Kota Banjar. Hasil penelitian juga menemukan bahwa kinerja di lingkungan Kecamatan Banjar Kota Banjar ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh variabel koordinasi internal saja, tetapi ada faktor atau variabel lain () yang juga ikut mempengaruhi efektivitas kerja pegawai sebesar 21,4%.

  Secara parsial koordinasi internal yang memberikan pengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai di lingkungan Kecamatan Banjar Kota Banjar. Adapun faktor yang paling besar pengaruhnya adalah rencana dan penetapan tujuan (42,8%) diikuti oleh faktor aturan dan prosedur kerja (28,3%), sedangkan yang kecil pengaruhnya adalah faktor hirarki manajerial (7,5%). Artinya dalam konteks pelaksanaan koordinasi internal faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian di dalam pelaksanaannya agar efektivitas kerja pegawai di Kecamatan Banjar Kota Banjar meningkat.

  Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa koordinasi internal perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh oleh Camat Kecamatan Banjar Kota Banjar agar efektivitas kerja pegawai di lingkungan Kecamatan Banjar Kota Banjar dapat berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.

  Tabel 1.2 Relevansi Penelitian Terdahulu dengan Rencana Penelitian Peneliti

  No Nama Teori yang Digunakan Peneliti Terdahulu Teori yang Digunakan Peneliti Persamaan/ Perbedaan

  1. Suryaman Koordinasi (Suganda,2003), Efektivitas Kerja (Mangkunegara, 2003) Koordinasi

  (Sugandha,2003), Efektivitas Kerja (Steers dalam Jamin, 2000)

  Koordinasi sama, Efektivitas kerja sama teori berbeda, Lokus berbeda

  2. Herdianto Koordinasi Internal (Handoko,2003), Kinerja Pegawai( Mangkuneg ara,2003) Koordinasi

  (Sugandha,2003), Efektivitas Kerja (Steers dalam Jamin, 2000)

  Koordinasi berbeda, Efektivitas kerja tidak ada ,Lokus berbeda

  Sumber : Diolah Peneliti, 2015.

  Hasil penelitian terdahulu di atas dapat memberikan atau menambah wawasan yang lebih luas dalam tatanan teoritik dan empirik. Adapun kelebihan penelitian yang peneliti Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung dikaitkan dengan peningkatan efektivitas kerja serta dengan mengunakan pendekatan metode penelitan yang berbeda. Disamping itu dapat dijelaskan bahwa antara penelitian terdahulu dengan rencana penelitian peneliti ada yang sama ada pula yang berbeda teorinya terlebih lagi obyek penelitiannya berbeda. Oleh karena itu judul penelitian peneliti mencerminkan originalitas dan tidak plagiat.

1.1.1. Konsep Administrasi Publik

  Perkembangan administrasi publik mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan kehidupan dan perkembangan kemajuan masyarakat yang dibarengi dengan perubahan paradigma berpikir. Kasim (1994:8) menyatakan bahwa :

  Perkembangan administrasi publik di suatu negara banyak dipengaruhi oleh dinamika masyarakatnya, di mana keinginan masyarakat tersalur melalui sistem politik, sehingga administrasi publik dapat merasakan tantangan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang selalu berubah.

  Administrasi publik (public administration) yang lebih dikenal di Indonesia dengan istilah administrasi negara, selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut administrasi publik, merupakan salah satu aspek dari kegiatan pemerintahan. Administrasi publik merupakan salah satu bagian dari ilmu administrasi yang erat kaitannya dengan proses politik, terutama kaitannya dengan perurnusan berbagai kebijakan negara, sehingga administrasi publik itu sudah dikenal sesuai dengan keberadaan sistem politik di suatu negara oleh karena itu Kasim (1994: 8) menyatakan :

  Administrasi publik sangatlah berpengaruh tidak hanya terhadap tingkat perumusan kebijakan, melainkan pula terhadap implementasi kebijakan, karena memang administrasi publik berfungsi untuk mencapai tujuan program yang telah ditentukan oleh para pembuat kebijakan politik.

  Pendapat di atas bahwa adminsitrasi publik berkaitan dengan kebijakan publik mulai dari perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Menurut Dimock dalam Suradinata (1993: 33) “proses administrasi sebagai bagian integral dari proses politik suatu bangsa (the

  

administration process is an integral part of political process of the nation)”. Hal ini bisa dipahami. karena berdasarkan perkembangan paradigma administrasi pada dasarnya adrministrasi publik itu berasal dari ilmu politik yang ditujukan agar proses kegiatan kenegaraan dapat berjalan sesai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya dalam konteks politik, administrasi publik sangat berperan perumusan kebijakan negara. Hal dikemukakan oleh Nigro dan Nigro dalam Suradinata (1993:33) yang menyebutkan bahwa :

  For the later of the twentieth century, the public bureaucraca has been the locus

  of public policy formulation and the major determinant of where this county is

  going. (Administrasi publik mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam

  perumusan kebijakan negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik). Administrasi publik telah dipandang sebagai bagian yang sama pentingnya dengan fungsi pelaksanaan kebijakan negara (public policy implementation). Birokrasi pemerintah telah menjadi wadah perumusan kebijakan negara dan penentu utama ke mana negara itu akan dituju. Pendapat tersebut didukung oleh Henry dalam Lontoh (1993:21-22) yang menyatakan :

  Birokrasi pemerintah semakin dituntut untuk menerapkan unsur-unsur efisiensi agar penggunaan sumber daya berlangsung secara optimal di sektor publik. Selain itu, dituntut adanya keahlian administratif sehingga dapat diwujudkan pemerintahan yang efisien atau dengari perkataan lain, pejabat dalam administrasi pemerintah dapat ditingkatkan menjadi lebih profesional. Berdasarkan pendapat di atas sebaiknya birokrasi pemerintah melakukan tindakan efisien dalam penggunaan perangkat lunak maupun perangkat keras dan juga menempatkan orang sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Menurut Henry dalam Lontoh (1993:6) menyatakan bahwa ciri dari :

  Administrasi publik tercermin dari definisi dan individu yang bertindak sesuai dengan peranan dan jabatan sehubungan dengan pelaksanaan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh lembaga legislatif, eksekutif dan peradilan. Pendapatan tersebut secara implisit menganggap bahwa administrasi publik terlibat dalam seluruh proses kebijakan publik. Terminologi tentang kebijakan publik (public policy) itu sendiri menurut para ahli administrasi, menggunakan istilah yang berbeda-beda, karena memanga ada yang menggunakan terminologi public policy dengan istilah kebijakan publik dan ada pula yang menggunakan istilah kebijaksanaan publik. Tetapi tampaknya para ahli lebih banyak yang menggunakan istilah Kebijakan publik. Istilah kebijakan mengarah kepada produk yang dikeluarkan oleh badan-badan publik yang bentuknya bisa berupa peraturan perundangan dan keputusan-keputusan, sedangkan kebijaksanaan lebih menitik beratkan kepada fleksibilitas sesuatu kebijakan. Adanya perbedaan pengertian tersebut sebenarnya karena munculnya dua konteks istilah yang berbeda, baik dalam konteks Indonesia maupun dalam konteks Inggris, sehingga mengembangkan pengertian dan makna yang berbeda dipahaminya.

  Walaupun mengandung makna yang berbeda antara istilah kebijakan publik dan kebijaksanaan publik, tetapi hakekat kedua istilah tersebut dengan hasil rumusan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh lembaga- lembaga kenegaraan sebagai hasil rumusan dari berbagai aspirasi yang diambil dari berbagai kelompok kepentingan di dalam masyarakat. Selanjutnya produk keputusan dimaksud dijadikan sebagai produk administrasi publik yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara sebagai kebijakan negara yang harus diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh.

  Gordon dalam Kasim (1994:12) menyatakan pemahaman mengenai peran administrasi publik sebagai berikut : Adminiatrasi publik mempunyai peranan yang lebih besar dan lebih banyak terlihat dalam perumusan kebijakan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Hal tersebut telah mempengaruhi perkembangan ilmu administrasi publik yang ruang lingkupnya mulai mencakup analisis dan perumusan kebijakan (policy

  analysis and formulation), pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan (policy implementation) serta pengawasan dan penilaian hasil kebijakan tersebut

  (policy evaluation). Administrasi publik pada dasarnya tercermin dari tindakan individu sesuai dengan peranan dan jabatan yang diimplementasikan melalui peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh lembaga negara baik legislatif, eksekutif dan peradilan negara yang berlaku pada suatu negara yang mengeluarkan peraturan dan perundangan tersebut.

  Selanjutnya Suradinata (1993:34) menyatakan bahwa : Perkembangan lebih lanjut dari suatu administrasi publik sangat berkaitan erat dengan struktur birokrasi pemerintah (the government's bureaucracy

  structure), yaitu sebagai pengaturan organisasi dan konsep-konsep dalam ilmu

  politik. Bahkan sekarang, seiring dengan terjadinya fenomena baru berupa perubahan-perubahan peran birokrasi ke arah paradigma baru, memandang birokrasi sebagai organisasi pemerintahan yang tidak lagi semata-mata hanya melakukan tugas-tugas pemenuhan akan barang-barang publik (public goods) tetapi juga melakukan dorongan dan motivator bagi tumbuh kembangnya peran serta masyarakat.

  Hakekatnya administrasi publik terlibat dalam seluruh proses kebijakan publik untuk dijadikan landasan dalam melakukan dan memberikan pelayanan pada masyarakat sebagai implementasi kebijakan publik. White dalam Handayaningrat (1997:2) menyatakan bahwa “Public adminitration consists of all those operations having for their

  

purpose the fullfilment and enforcement of public policy”. Administrasi publik terdiri atas

  semua kegiatan negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan negara. Pendapat tersebut memberikan pemaknaan bahwa administrasi publik tidak lain adalah untuk melaksanakan kebijakan negara. Menurut Atmosudirdjo (1999:9) memberikan definisi “administrasi publik sebagai organisasi dan administrasi dari unit- unit organisasi yang, mengejar tercapainya tujuan-tujuan kenegaraan”. Sedangkan Kristiadi (1994:3) menyebutkan :

  Tujuan kenegaraan sebagaimana dimaksud adalah upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan berbagai barang-barang publik

  

(public goods) dan memberikan pelayanan publik (public service).

  Pendapat di atas bahwa adminstrasi publik mempunyai fungsi pelayanan pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat menjadi sejahterta. Siagian (2000:8) memberikan pengertian bahwa “adminisirasi sebagai keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara”. Berdasarkan uraian di atas. jelaslah bahwa pendekatan administrasi publik Indonesia berhubungan dengan peranan birokrasi pemerintah. baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pengaruh perilaku aparatur dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan publik akan mewarnai budaya organisasi birokrasi yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat kinerja birokrasi dalam sistem administrasi publik secara keseluruhan.

  Pendekatan administrasi publik sebagaimana diuraikan di atas sangat berhubungan dengan aparatur pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik. Hal ini dinyatakan oleh Wahab (2001:41) yang menyebutkan bahwa :

  Pembuat kebijakan publik adalah para pejabat-pejabat Publik, termasuk para pegawai senior pemerintah (public bureaucrats) yang tugasnya tidak lain adalah untuk memikirkan dan memberikan pelayanan demi kebaikan umum (public good).

  Pernyataan tersebut tidak lain bahwa pembuat kebijakan publik mempunyai fungsi memberikan kebaikan dalam pelayanan umum. Selanjutnya Wahab (2001:48) yang mengutip dari Fisterbuch membagi kebijakan publik ke dalam lima unsur sebagai berikut :

  1. Keamanan (security).

  2. Hukum dan ketertiban umum (law and order).

  3. Keadilan (justice).

  4. Kebebasan (liberty).

  5. Kesejahteraan (welfare).

  Penyelenggaraan berbagai kegiatan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan administrasi publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah. Adanya kesejajaran fungsi antara politik dan administrasi dalam praktek kenegaraan, menjadikan politik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan administrasi telah membantah pendapat yang mendikotomikan antara politik dan administrasi sebagaimana dinyatakan Goodnow dalam Islamy (2001:3) bahwa :

  Pemerintah mempunyai dua fungsi yang berbeda (two distinct functions of

  government), yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik ada

  kaitannya dengan pembuatan kebijakan atau perumusan pernyataan keinginan negara (has to do with policies or expressions of the state will), sedangkan fungsi administrasi adalah yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan- kebijakan tersebut (has to do with the execution of the policies).

  Pendapat yang lain tidak sedikit yang menyatakan bahwa pada kenyataannya pakar administrasi menyetujui adanya dikotomi antara politik dan administrasi sebagaimana dikemukakan Goodnow. Karena pada dasarnya peranan birokrasi pemerintahan bukan saja melaksanakan kebijakan negara. tetapi juga berperan pula dalam merumuskan kebijakan. Peranan kembar yang dimainkan oleh birokrasi pemerintah tersebut. memberikan gambaran tentang pentingnya administrasi publik dalam proses politik.

  Konteks di atas, secara praktis menyatakan bahwa tugas birokrasi pemerintah Indonesia merupakan sebagian saja dari fungsi administrasi publik. karena lebih banyak sebagai pelaksana (the execution or implementation) alas kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan-badan politik melalui mekanisme dan proses politik dalam sistem Demokrasi Pancasila yang telah dianut selama kurun waktu setengah abad. Dalam konteks perumusan kebijakan, maka peran administrasi publik sebagaimana dikemukakan Presthus dalam Kristiadi (1994:24) bahwa : Public administration involves the

  

implementation of Public policy which has been determined by representative political

bodies. Administrasi publik menyangkut implementasi kebijakan publik yang telah

  ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.

  Pernyataan Presthus di alas mengindikasikan bahwa administrasi bukan sekedar melaksanakan kebijakan negara (public policy) melainkan juga terlibat dalam proses perumusan kebijakan negara dan penentuan tujuan serta cara-cara pencapaian tujuan negara tersebut. Dalam konteks ini, maka administrasi publik tidak hanya berkaitan dengan badan- badan eksekutif melainkan pula seluruh lembaga-lembaga negara dan gabungan antar

  

policy) yang semula merupakan fungsi politik telah menjadi fungsi administrasi publik.

  Uraian di atas, menunjukkan bahwa administrasi publik yang dalam tingkat operasional dilakukan oleh birokrasi pemerintah memiliki peranan yang lebih besar karena banyak terlibat tidak hanya dalam tingkat implementasi kebijakan (policy implementation), tetapi terlibat pula dalam tingkat perumusan kebijakan (policy formulation) dan evaluasi kebijakan (public policy evaluation).

  Peranan administrasi publik dalam proses politiktelah semakin dominan. yaitu terlibat dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan negara. Dengan kata lain, administrasi publik tidak hanya memainkan peranan instrumental (instrumental role) saja melainkan juga aktif dalam peranan politik. Dengan demikian Perumusan kebijakan negara merupakan hal yang sangat penting dalam administrasi publik. Menurut White dalam Silalahi (2003:17) menyebutkan bahwa : Public administration consists of all those

operations having for their purpose the fulfil or enforcement of public policy.

  Administrasi publik terdiri dari semua kegiatan untuk mencapai tujuan atau melaksanakan kebijakan.

  Pendapat di atas dimaksudkan bahwa administrasi publik itu bertugas dalam rangka melaksanakan kebijakan publik. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Piftner dan Presthus dalam Silalahi (2003:18) yang menyebutkan bahwa : Public administration may be

defined as the coordination of individuals and group efforts to carry out public policy.

  Administrasi publik kiranya dapat dirumuskan sebagai sarana koordinasi dari individu- individu dan kelompok dalam melaksanakan kebijakan negara. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa tampak hubungan antara kebijakan admnistrasi publik dan kebijakan negara yang pada unsurnya dapat dilihat dari fungsinya. Menurut Silalahi (2003:21) tingkat perumusan haluan negara meliputi :

  1. Tingkat kelembagaannya, sedangkan perumusan adalah mencanangkan dan menetapkan lembaga yang berperan sebagai perumusan kebijakan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

  a. Mempunyai wewenang untuk menetapkan atau menentukan kebijakan yang harus diikuti oleh pemerintah; b. Mempunyai wewenang untuk menyatakan kehendak publik dalam bentuk hukum; c. Secara penuh memegang political authority.

  2. Tingkat pelaksanaan haluan negara dalam pengertian administrasi negara mencakup tingkat pelaksanaan haluan negara dan sering disebut sebagai tingkat administrasi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas sangatlah jelas bahwa terdapat hubungan antara kebijakan negara dengan administrasi publik dan keduanya berkaitan dengan politik karena memang setiap kehendak politik masuk dalam kebijakan negara yang digariskan Sedangkan di lain pihak tingkat pelaksanaan kebijakan, yaitu birokrasi sebagai bagian dari administrasi publik juga aspirasinya masuk ke dalam penyusunan kebijakan negara.

  Saat ini, para ahli administrasi publik tidak hanya secara tradisional mengartikan “public administration" semata-mata hanya bersifat kelembagaan seperti halnya negara.

  Tetapi telah meluas dalam dimensi hubungan antara lembaga dalam arti negara dengan kepentingan publik (public interest). Dengan demikian dalam konsep demokrasi modern, menurut pemahaman Islamy (2001:10) dikatakan sebagai berikut :

  Kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion) juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan (tercermin) dalam kebijakan-kebijakan negara. Oleh karena itulah, maka kebijakan negara harus selalu berorientasi kepada kepentingan publik. Berdasarkan uraian-uraian di atas. tampak bahwa politik administrasi publik dan perumusan kebijakan negara masing-masing memiliki peran sendiri, tetapi satu sama lain sangat erat berkaitan dengan masalah-masalah kenegaraan.

1.1.2. Konsep Kebijakan Publik

  Hasil penelititan memerlukan suatu anggapan dasar atau kerangka pemikiran yang berupa teori, dalil dan pendapat dari para ahli yang tidak dapat diragukan lagi keberadaannya, publik berdasarkan asumsi dan kerangka berfikir yang diungkapkan oleh Dye dalam Mangkunegara (2003:13) bahwa :

  Kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan apa yang dillakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai suatu masalah, apa yang dapat menyebabkan atau yang dapat mempengaruhinya, dan apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut. Pendapat tersebut di atas mengandung makna bahwa pemerintah memiliki kewenangan dalam proses pengambilan keputusan publik baik berupa tindakan yang harus dilakukan maupun yang tidak dilakukan untuk mengatasi suatu masalah publik yang timbul oleh suatu penyebab tertentu dan dampak yang ditimbulkannya kepada publik atau masyarakat. Jones dalam Tjiptono (1995 : 47) mengemukakan bahwa “Kebijakan adalah merupakan Keputusan yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut”. Pada tingkat implementasi, keputusan pemerintah tersebut dapat dilakukan sendiri maupun melalui kesepakatan kerja sama dengan pihak lain di luar unsur kepemerintahan. Dalam hal ini Dye dalam Mengkunegara (2003:3) mengemukakan bahwa :

  Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diformalkan sebagai hubungan cara dan tujuan yaitu cara pandangan, cara penilaian, pemikiran yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, kemudian diputuskan melalui aturan-aturan yang tepat.

  Suksesnya suatu implementasi kebijakan dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan sebagai konsekuensi hasil daripada implementasi kebijakan. Pada sisi lain keberhasilan implementasi kebijakan bergantung kepada penempatan orang yang memiliki kemampuan serta penempatan orang yang memiliki rasa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut di atas menunjukkan implementasi suatu kebijakan akan berpengaruh terhadap optimalisasi hasil daripada kebijakan yang telah dirumuskan dan hal tersebut dapat pula disejajarkan dengan proses konveersi dalam mekanisme suatu sistem

  Implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan biasanya dalam bentuk Undang-Undang, keputusan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden, Pressman dan Wildavsky dalam Wahab (2001:65) menyatakan :

  Bahwa sebuah kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan. Sehingga bagi kedua pelopor studi ini implementasi ini maka proses untuk melaksanakan kebijaksanaan perlu mendapatkan perhatian yang seksama, dan oleh sebab itu adalah keliru kalau kita menganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan berlangsung mulus. Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada sekedar pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkutpaut dengan mekanisme penjabaran berbagai keputusan politik, kedalam mekanisme prosedur secara rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan juga menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2001:65) merumuskan proses implementasi ini sebagai berikut : “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan”.

  Mengenai konsep implementasi Mazmanian dan Sabatier (1983:65), mengemukakan : Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disyahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada msyarakat atau kejadian-kejadian.

  Berdasarkan pendapat di atas, bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, berbentuk Undang-Undang, pemerintah/keputusan-keputusan eksekutif yang terpenting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut dapat mengidentifikasi masalah yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkannya. pasti akan mempengaruhi perilaku birokrat/pejabat-pejabat lapangan (street level

  

burreaucrats) dalam rangka memberikan pelayanan atau jasa tertentu kepada masyarakat atau

  mengatur perilaku dari satu atau lebih kelompok sasaran. Dengan kata lain, dalam implementasi program khususnya yang melibatkan banyak organisasi/instansi pemerintah atau berbagai tingkatan struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang, yakni : 1) Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijaksanaan (the center atau pusat); 2) Faktor perorangan diluar badan-badan pemerintahan kepada siapapun program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group); 3) Pejabat-pejabat pelaksana di lapangan.

  Kemudian Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2001:78) menyatakan bahwa : Pendekatan yang menghubungkan antara kebijaksanaan dengan implementasi yang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi. Secara garis besar pengertian implementasi kebijakan ini mengandung makna suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran yang akan dicapai adalah merupakan hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan pemerintah atau eksekutif. Kekurangan atau kesalahan suatu kebijakan biasanya akan diketahui setelah kebijakan itu dilaksanakan, begitu juga suksesnya pelaksanaan kebijakan dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan sebagai hasil pelaksanaan suatu kebijakan. Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, Meter dan Horn dalam Wahab (2001:79) menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja sebagai berikut :

  1. Ukuran dan tujuan kebijakan

  2. Sumber-sumber kebijakan

  3. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana

  4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

  5. Sikap para pelaksana 6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Studi implementasi kebijakan publik pada prinsipnya berusaha memahami apa yang kegiatan yang terjadi setelah kebijakan negara, baik menyangkut usaha-usaha mengadministrasikan maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintah mempunyai peran yang sangat besar terutama menentukan hal yang prinsip yang menyangkut kepentingan umum, menurut Dunn (1999:109) menyatakan :

  Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan-badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan dalam bidang- bidang isu sejak pertahanan, energi dan kesehatan sampai ke pendidikan, kesejahteraan, pada salah satu bidang tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat. Isu kebijakan yang ada biasanya merupakan hasil konflik definisi mengenai masalah kebijakan. Berdasarkan pendapat di atas, maka kebijakan publik merupakan serentetan aturan yang dibuat oleh badan/pemerintah, yang berusaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang ada biasanya tergantung dari implementasinya, agar pelaksanaan kegiatan berjalan efektif, maka setiap orang yang terkait dan bertanggung jawab, harus mempunyai dan menjabarkan hasil kebijakan. Maka, ketentuan-ketentuan pelaksanaan kegiatan harus dikomunikasikan kepada pelaksana-pelaksana terkait secara jelas, akurat dan konsisten sebagaimana diungkapkan Islamy (2001:107) menyatakan bahwa :

  Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota masyarakat. Pada sisi lain, keberhasilan implementasi kebijakan tergantung kepada orang-orang yang memiliki kemampuan atau keahlian melaksanakan program-program yang telah disusun, sehingga ia mampu mengukur seberapa besar keberhasilan program yang dilaksanakan. Hal ini menunjukkan hasil dari apa kebijakan akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil dari pada kebijakan yang telah dirumuskan dan hal itu dapat disejajarkan dengan proses kofersi dalam mekanisme sistem, sehingga output yang dihasilkan sesuai dengan target atau cita-cita yang hendak dicapai melalui perumusan kebijakan.

  Kebijakan selalu terkait dengan organisasi. Organisasi adalah sarana untuk mencapai tujuan, karenanya organisasi terdiri dari unsur manusia yang selalu aktif bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Sugandha (2002:10), organisasi dapat didefinisikan sebagai berikut : Organisasi adalah kelompok orang yang terkait oleh suatu formalitas tertentu sehingga masing-masing mereka memiliki kedudukan, tugas dan wewenang tertentu untuk melakukan interaksi melalui cara-cara tertentu dalam usahanya dalam mencapai tujuan atau tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan sumber- sumber yang ada secara efisien. Organisai selain dipandang sebagai wadah kegiatan orang juga dipandang sebagai proses, yaitu menyoroti interaksi diantara orang-orang yang menjadi anggota organisasi.

  Untuk memahami hakikat organisasi, Parsons dalam Etzioni dalam Suryatim (1982:3) menyatakan bahwa “Organisasi adalah unit sosial (atau pengelompokan manusia) yang sengaja dibentuk kembali dengan penuh petimbangan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu”. Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa organisasi mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas sumber daya manusi yang saling berinteraksi dan mengembangkan organisasi yang bersangkutan. Dalam kaitan ini pada hakikatnya perilaku manusia dalam organisasi, menurut Indrawijaya (1989:196) adalah sebagai berikut “Perilaku organisasi adalah menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau kelompok tertentu yang meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia”.

1.1.3. Konsep Koordinasi

  Koordinasi sebagai salah satu fungsi administrasi dan manajemen dalam organisasi yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli melalui teorinya, seperti mengenai organisasi dengan pelaksanaan koordinasi untuk mencapai efektivitas organisasi. Menurut Robbins dalam Udaya (1995 : 4) mengatakan bahwa :

  Organisasi adalah satu kesatuan/social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan yang bekerja atas dasar relaitf terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pendapat di atas memberikan arti bahwa organisasi merupakan sebauah wadah tempat manusia berkumpul untuk menjcapi tujuan bersama. Lebih jauh Robbins dalam Hadiana dan Molan (2001:6) yang menyatakan organisasi adalah “as a pattern of contrain imposed on a

  

field of interacting element, sehingga organisasi telah menjadi bagian hidup setiap manusia

  dalam mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan hidupnya”. Organisasi sebagai struktur dan jaringan interaksi dari berbagai komponen, berupaya mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Farland dalam Handayaningrat (1997:274) mendefinisikan organisasi sebagai berikut : “Organizations is best defined as the

  

structure or network of relationship among individuals and position in a work setting and

processes by which the structure is created, maintained and used”.

  Robbins dalam Udaya (1995:4-5) menjelaskan bahwa : Perkataan kesatuan sosial diartikan sebagai kelompok orang untuk bekerja sama, kata sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, mengandung arti sebagai satu kesatuan yang memiliki ikatan keanggotanya dan bentuk yang relatif tidak berubah dalam kurun waktu tertentu, sedangkan kata dikoordinasikan secara sadar merujuk kepada diperlukannya fungsi manajemen dalam pengelolaan sebuah organisasi.

  Pengertian tersebut memiliki dua aspek dalam organisasi yaitu struktur dan proses. Struktur menyoroti organisasi pengkoordinasian sebagai wadah atau sarana serta jaringan hubungan kerja yang sifatnya formal dalam wadah tersebut. Proses menyoroti organisasi tersebut dibentuk. Proses ini sifatnya terus menerus serta akan selalu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan. Fungsi manajemen yang pertama adalah penyusunan rencana; apa yang harus dihasilkan oleh organisasi. Selain itu, perencanaan dalam prosesnya harus juga diperhatikan fungsi yang lainnya, yaitu organizing, actuating, controlling, untuk dapat melaksanakan rencana tersebut, selanjutnya perlu disusun organisasi, yaitu penyusunan struktur dan jaringan kerja serta prosedur dari berbagai sumber daya yang dibutuhkan dalam proses pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Semua sumber berfokus pada pencapaian tujuan. Adapun dalam menjaga konsistensi dari ketiga fungsi tersebut maka proses pengendalian harus dijalankan, yaitu untuk memastikan bahwa tindakan para organisasi telah sesuai bahwa organisasi ke arah tujuan yang telah ditetapkan.

  Sejalan dengan hal tersebut, Stoner dan Wankel dalam Wasistiono (2001:5) mengemukakan rumusan bahwa : Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, upaya anggota organisasi dan proses penggunaan berbagai sumberdaya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi sebagaimana yang telah ditetapkan. Manajemen merupakan proses pengendalian terhadap tujuan organisasi agar dapat tercapai secara efektif sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Stoner dan Wankel dalam Wasistiono (2001:24) mengatakan bahwa “praktek proses manajemen tidak hanya menyangkut empat rangkaian kegiatan yang terpisah satu sama lain, melainkan merupakan serangkaian fungsi yang saling terkait dengan sangat eratnya”. Stoner dan Freeman (1994:232) mengemukakan pula tentang pengertian koordinasi sebagai berikut : “The

  

process of integrating the objectives and activities of separate work unit (departments or

functional areas) in order to realize the organizations’s goals effectively”. Pendapat lain

  dikemukakan oleh Sugandha (2002:12-13) sebagai berikut : Koordinasi sebagai upaya menyatupadukan gerak dari seluruh potensi dan unit- unit atau organisasi yang berbeda-beda fungsi agar benar-benar terarah pada sasarannya yang sama guna memudahkan pencapaian secara efektif dan efisien, walaupun ada perbedaan dalam memahami koordinasi dan hubungannya dengan manajemen. Koordinasi dianggap sebagai hasil dari penerapan semua fungsi manajemen, dalam hal ini planning, organizing, actuating dan controlling yang efektif. Pelaksanaannya fungsi manajemem yang baik dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang baik pula diantara fungsi dan bagian atau unit yang berhubungan dalam proses manajemen tersebut, akan menghasilkan satu usaha yang terintregrasi, dan berarti koordinasi telah berjalan dengan baik pula. Koordinasi dilihat dari berbagai pendapat tersebut di atas, walaupun ada perbedaan pemahaman dan penempatan urutan koordinasi, bertujuan terhadap adanya koordinasi dapat diterima dan berperan sebagai alat salah satu fungsi manajemen. Melihat pentingnya fungsi koordinasi bagi sebuah organisasi maka Stoner dan Freeman dalam Nitisemito (1996 : 14) mengemukakan :

  Without Coordination individual and department would lose sight of their roles within the organization” diakui bahwa tanpa koordinasi, individu atau bagian

  akan kehilangan pedoman (pegangan) kerja tentang peranan apa yang harus dilaksanakan dalam organisasi, sehubungan dengan itu diperlukan adanya koordinasi perencanaan, koordinasi pengorganisasian, koordinasi penggerakkan, dan koordinasi pengendalian sebagai dasar dari keseluruhan organisasi yang diharapkan dapat memaksimalkan sumber daya guna pencapaian tujuan organisasi.

  Pendapat para pakar tersebut mencirikan bahwa koordinasi itu sebagai suatu pengaturan dan sebagai suatu proses dalam mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur dalam menciptakan kesatuan tindakan. Selanjutnya Farland (1979:186) menetapkan ciri-ciri koordinasi sebagai berikut:

  Pertama, bahwa tanggung jawab daripada koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah merupakan tugas dari pimpinan. Kedua, adanya proses (continues process). Sebab koordinasi adalah pekerjaan

  daripada pimpinan yang bersifat kesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.

  Ketiga, pengaturan secara teratur daripada usaha kelompok. Oleh karena

  koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah daripada individu yang bekerjasama, dimana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih (overlapping), kekaburan (confusion) dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi.

  Keempat, kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti daripada koordinasi.

  Kesatuan daripada usaha, berarti bahwa pimpinan harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha daripada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian didalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini merupakan suatu kewajiban daripada pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik. Dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

  Kelima, tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan

  daripada usaha untuk meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok, dimana mereka bekerja. Pembagian pekerjaan melalui koordinasi dari berbagai orang atau unit kerja dapat tersusun menjadi satu kebulatan yang terintegrasi dengan cara yang seefektif mungkin.

  Sebagaimana dikemukakan oleh Hasibuan (1995:86) bahwa : “Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi”. Ndraha (2001:530) mendefinisikan bahwa :

  Koordinasi sebagai suatu proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain supaya keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan kegiatan lain. Mencapai tujuan organisasi, baik organisasi poemerintah maupun organisasi swasta, seringkali dibagi menjadi unit-unit yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda, sehingga perbedaan tersebut menimbulkan spesialisasi dalam pekerjaan. Namun agar tujuan utama dari organisasi tetap dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka diperlukan koordinasi. Sugandha (2002:25) mengatakan bahwa ada enam jenis koordinasi sesuai dengan lingkup dan arah jalurnya yaitu : a. Menurut lingkupnya, terdapat :

  1) Koordinasi Intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu organisasi. 2) Koordinasi Ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisai atau antar organisasi.

  b. Menurut arahnya terdapat : 1) Koordinasi Horisontal yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit yang mempunyai tingkat hirarkhi yang sama dalam suatu organisasi, dan antar pejabat dari organisasi-oraganisasi yang sederajat atau antar organisasi yang setingkat.

  2) Koordinasi Vertikal yaitu koordinasi antara pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat atasannya atau unit tingkat atasnya langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi induknya. 3) Koordinasi Diagonal yaitu koordinasi antar pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkatan hirarkhinya. 4) Koordinasi Fungsional, adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.

  c. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.6 tahun 1988 :

  1) Koordinasi Fungsional, antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat. 2) Koordinasi Instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan. 3) Koordinasi Teritorial, terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu.

  Jenis-jenis koordinasi yang dimaksudkan adalah sebagai suatu proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan. Sedangkan Kaloh (1995:38) mengatakan bahwa beda koordinasi intern dan koordinasi fungsional adalah sebagai berikut : a. Koordinasi Intern, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh atasannya langsung.

  Dalam koordinasi ini kepala/manager wajib mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan daripada bawahannya, apakah bawahannya telah melakukan tugas pekerjaannya sesuai dengan kebijaksanaan atau tugas pokoknya.

  b. Koordinasi Fungsional, yaitu koordinasi yang dilakukan secara horizontal. Hal ini disebabkan karena sebuah unit organisasi tidak mungkin dapat melakukan sendiri tanpa bantuan organisasi lainnya.