BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Tentang Peran Serta Masyarakat Di SMP Negeri 26 Semarang
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam Mulyasa,(2002) istilah manajemen memiliki
banyak
arti,
bergantung
pada
orang
yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali
disandingkan
dengan
istilah
administrasi
sekolah.
Berkaitan dengan itu ada tiga pandangan yang berbeda
; pertama mengartikan administrasi lebih luas daripada
manajemen
(manajemen
merupakan
inti
dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas
daripada administrasi; dan ketiga , pandangan yang
menganggap
bahwa
manajemen
administrasi.
Hal
menunjukkan
ini
identik
bahwa
dengan
istilah
manajemen bisa diartikan sesuai dengan apa yang
akan
kita
bicarakan,
bisa
diartikan
sebagai
administrasi atau inti administrasi bahkan lebih luas
lagi.
Manajemen
atau
pengelolaan
merupakan
komponen integral dan tidak bisa dipisahkan dari
proses
pendidikan
secara
keseluruhan.
Alasannya
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan
dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien.
Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efisien.
Dalam Mulyasa, (2002) istilah manajemen berbasis
sekolah merupakan terjemahan dari “ school based
management “ (MBS). MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
9
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar
sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana
dengan
prioritas
mengalokasikannya
kebutuhan,
serta
sesuai
lebih
dengan
tanggap
terhadapkebutuhan setempat. Ini dimaksudkan bahwa
MBS adalah suatu program dimana sekolah diberikan
kewenangan penuh dalam mengelola sumber-sumber
yang ada pada sekolah yang bersangkutan.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi
pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai
bagi
peserta
didik.
Otonomi
dalam
manajemen
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Dalam Hamid, (2000) MBS mempunyai tiga pilar
yang sangat terkenal yaitu:
2.1.1.Manajemen Sekolah
Manajemen
pendayagunaan
sekolah adalah
semua
komponen
segala
baik
proses
komponen
manusia maupun non manusia yang dimiliki sekolah
dalam rangka mencapai tujuan secara efisien. Ada
beberapa macam manajemen sekolah , diantaranya ;
manajemen
kesiswaan,
manajemen
kurikulum,
manajemen pembelajaran dan penilaian hasil belajar,
manajemen
pendidik
manajemen
sarana
dan
dan
tenaga
prasarana,
kependidikan,
manajemen
10
keuangan dan pembiayaan, manajemen budaya dan
ligkungan sekolah/madrasah dan manajemen peran
serta masyarakat.
2.1.2.
PAKEM
PAKEM merupakan inovasi pembelajaran yang
menekankan keaktifan siswa pada setiap kegiatan
pembelajaran. PAKEM singkatan dari Pembelajaran
Aktif,
Kreatif,Efektif,
dan
Menyenangkan).
Dengan
adanya inovasi pembelajaran ini, siswa diharapkan
untuk lebih aktif dan kreatif dalam setiap kegiatan
pembelajaran. Suasana pembelajaran PAKEM yang
menyenangkan, akan menciptakan kepercayaan diri
dari
siswa
dengan
pembelajaran
tidak
yang
merasa
berlangsung
tegang
tidak
dan
terasa
membosankan.
2.1.3.
Peran Serta Masyarakat (PSM)
Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya
seluruh
anggota
permasalahan
Dalam
masyarakat
permasalahan
Manajemen
Berbasis
dalam
memecahkan
masyarakat
Sekolah
masyarakat
berarti
partisipasi
masyarakat
dalam
memecahkan
tersebut.
peran
seluruh
serta
anggota
permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut.
2.2 Komite Sekolah
Dalam Sapari, (2003) Komite Sekolah adalah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan
efisiensi
pengelolaan
pendidikan
pendidikan,
prasekolah,
jalur
baik
pada
pendidikan
jalur
sekolah,
11
maupun
jalur
pendidikan
luar
sekolah.
Hal
itu
menunjukkan bahwa komite sekolah merupakan suatu
organisasi.
Nama Komite Sekolah disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan,
seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite
Pendidikan LuarSekolah, Dewan Pendidikan, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, Komite PAUD,
atau nama lain yang disepakati.
Komite Sekolah bersifat mandiri, tidak mempunyai
hubungan hirarkis dengan lembaga pemerintahan. Hal
itu selaras dengan pasal 56, ayat 3 UU N0.20 tahun
2003,
yang
berbunyi
Komite
Sekolah/Madrasah
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
dengan
memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan
Ada tiga dasar pembentukan Komite Sekolah:
(1)Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), (2) dijabarkan
dalam Kepmendiknas No.44/U/2002, dan (3) Lampiran
II Kepmendiknas No.033/U/2002. Adapun maksud dari
pembentukan Komite Sekolah adalah agar ada suatu
organisasi
masyarakat
komitmen
dan
sekolah
loyalitas
peningkatan
kualitas
pembentukan
Komite
yang
serta
peduli
pendidikan.
Sekolah
mempunyai
juga
terhadap
Selain
itu
dikembangkan
secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
12
ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang
dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.
Ada
beberapa
tujuan
dari
Komite
Sekolah
diantaranya ; mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa
masyarakat
operasional
dan
dalam
program
melahirkan
pendidikan
kebijakan
di
satuan
pendidikan, meningkatkan tanggung jawab dan peran
serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan
di satuan pendidikan, serta menciptakan suasana dan
kondisi pendidikan yang transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Menurut Sapari, (2003) peran dan Fungsi Komite
juga harus diperhatikan. Pembagian peran Komite
Sekolah harus sesuai dengan posisi dan otonomi yang
ada.
Ada beberapa peran dari Komite Sekolah yaitu : (1)
Sebagai
lembaga
pemberi
pertimbangan
(advisory
agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.(2) Sebagai lembaga
pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial,
pemikiran,
maupun
tenaga
dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.(3)
Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam
rangka ransparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.(4)
Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara
pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
13
Sedangkan fungsi dari Komite Sekolah adalah
menjalankan
Sebagai
dari
semua
lembaga
peran
Komite
Sekolah.
pertimbangan
Komite
Sekolah
memberikan pertimbangan, masukan, dan rekomendasi
mengenai kebijakan dan program pendidikan, Rencana
Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS),
kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga
pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan dan hal-hal
lain yang terkait dengan pendidikan.
Sebagai
mendorong
lembaga
pendukung,
tumbuhnya
perhatian
Komite
dan
Sekolah
komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu,
juga
melakukan
kerjasama
dengan
masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha dan
dunia
industri
(DUDI).
Kemudian
menampung
danmenganalisa aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Sebagai
melakukan
lembaga
evaluasi
pengontrol,
dan
Komite
pengawasan
Sekolah
terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan.
Sebagai
lembaga
mediator,
Komite
Sekolah
mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan
pendidikan.
mutu
pendidikan
Menggalang
dana
dan
pemerataan
masyarakat
dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
14
2.3. Evaluasi dan Evaluasi Program
Evaluasi merupakan
salah
satu
rangkaian
kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau
produktifitas
suatu
programnya.
lembaga
Fokus
dalam
evaluasi
melaksanakan
adalah
individu,
yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas.
Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa
yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai.
Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan
suatu program.
Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang
ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai
fenomena
ilmu
pengetahuan
pengetahuan
dalam
dan
penerapan
aplikasi
ilmu
ilmu
pengetahuan
dalam praktik profesi. Menurut Daniel L. Stufflebeam
dan Anthony J.Shinkfield dalam Wirawan
(2012;30 )
teori evaluasi program mempunyai enam ciri, yaitu :
pertalian menyeluruh; konsep-konsep inti; hipotesishipotesis teruji mengenai bagaimana prosedur-prosedur
evaluasi
menghasilkan
keluaran
yang
diharapkan;
prosedur-prosedur yang dapat diterapkan; persyaratanpersyaratan
mengarahkan
etikal;
dan
praktik
kerangka
evaluasi
umum
program
untuk
dan
melaksanakan penelitian mengenai evaluasi program.
Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi program sangat
berhubungan
dengan
prosedur-prosedur
dan
persyaratan-persyaratan dalam suatu penelitian.
Evaluasi menurut Griffin & Nix dalam Wirawan
(2012) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi
dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu
15
didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.
Menurut Tyler juga dalam Wirawan (2012), evaluasi
adalah
proses
penentuan
sejauh
mana
tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi
definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu
memuat
masalah
informasi
dan
kebijakan,
yaitu
informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu
program
yang
selanjutnya
digunakan
untuk
menentukan kebijakan berikutnya.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan
sebagai
proses
mengumpulkan
informasi
untuk
mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Hasil
evaluasi
diharapkan
mendorong guru untuk
mengajar
dapat
lebih
baik
dan
mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi,
evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program
pembelajaran
mungkin.
harus
memiliki
Evaluasi
pada
kesalahan
sekecil
dasarnya
adalah
melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka
kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus
sekecil mungkin.
Jadi evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses
pengumpulan
informasi
untuk
mengetahui
sejauh
mana perkembangan tentang hal yang diteliti itu sudah
berjalan. Apakah hal yang diteliti itu mengalami
kemajuan atau adakah hal-hal yang menghambatnya.
Sehingga
akan
mudah
mendapatkan
solusi-sulusi
apabila diperlukan.
16
Evaluasi Program
Suharsimi dan Cepi (2004). evaluasi program
adalah
“upaya
untuk
mengetahui
tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara
mengetahui
efektivitas
masing-masing
komponennya.” Hal itu dimaksudkan apabila efektivitas
masing-masing komponen dapat kita ketahui dengan
lebih baik maka kita dapat dengan cermat mengetahui
keterlaksanaan sesuai dengan tingkatannya.
Setiap hasil evaluasi diperlukan kriteria penilaian
yang akan diperlukan untuk pelaksanaan analisis data.
Pendapat lain dikemukakan oleh Brinkerhoff dalam
Suharsimi dan Cepi (2004) yaitu “…the criteria to be
used for the assessment of a specific object must be
determined within the specific of the object and the
function of its evaluation.”
Jadi yang dimaksud dengan evaluasi program
adalah
upaya
untuk
mengetahui
tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara
mengetahui
efektivitas
masing-masing
komponennya dan setiap hasil evaluasi diperlukan
kriteria
penilaian
yang
akan
diperlukan
untuk
pelaksanaan analisis data.
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan dapat
dibedakan
menjadi
dua
macam,
yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
Secara umum, tujuan evaluasi adalah:
1. Untuk menghimpun data dan informasi yang akan
dijadikan
sebagai
bukti
mengenai
taraf
17
perkembangan atau kemajuan yang dialami peserta
didik
setelah
mereka
mengikuti
proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan
kata lain, tujuan umum evaluasi adalah untuk
memperoleh data pembuktian yang akan menjadi
petunjuk
sampai
dimana
kemajuan
peserta
didik
tingkat
terhadap
pencapaian
tujuan
atau
kompetensi yang telah ditetapkan setelah mereka
menempuh
proses
pembelajaran
dalam
jangka
efektifitas
proses
waktu tertentu.
2. Untuk
mengetahui
tingkat
pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan
peserta didik.
3. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam
menempuh
program
pendidikan.
Tanpa
ada
evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan
atau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
prestasinya
masing-masing.
4.
U
ntuk
mencari
penyebab
dan
keberhasilan
menemukan factor-faktor
dan
ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan,
sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.
2.4
Model-Model Evaluasi Program
Dalam Wirawan, (2011,80) ada bermacam-macam
jenis model evaluasi program, yaitu :
2.4.1 Model Evaluasi Program Berbasis Tujuan
18
Model evaluasi berbasis tujuan (goal based
evaluation
model)
merupakan
model
evaluasi
tertua dan dikembangkan oleh Raiph W.Tyler
dalam
Wirawan,
(2011)
yang
mendefinisikan
bahwa evaluasi merupakan
proses menentukan
sampai
tujuan
seberapa
tinggi
pendidikan
sesungguhnya yang dapat dicapai. Konsep evaluasi
yang dikemukakan oleh Tyler sangat berpengaruh
terhadap evaluasi pendidikan di Amerika Serikat
untuk beberapa dekade.
Menurut
Scriven
Model
Evaluasi
Berbasis
Tujuan adalah setiap jenis evaluasi berdasarkan
pengetahuan dan direferensikan kepada tujuantujuan
program,
orang
atau
produk.
Model
Evaluasi Berbasis Tujuan secara umum mengukur
apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan
program, programatau proyek dapat dicapai atau
tidak.
Model evaluasi ini memfokuskan pada
mengumpulkan
informasi
yang
bertujuan
mengukur pencapaian tujuan kebijakan , program
dan
proyek
untuk
pertanggungjawaban
dan
pengambilan keputusan.
2.4.2 Model Evaluasi Bebas Tujuan
Model
Evaluasi
Bebas
Tujuan
(Goal
Free
Evaluation Model) dikemukakan oleh Michael
Scriven dalam Wirawan, (2011). Menurut Scriven
model evaluasi ini merupakan evaluasi mengenai
pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin
19
dicapai oleh program. Ia mengemukakan bahwa
evaluator seharusnya tidak mengetahui tujuan
program sebelum melakukan evaluasi.
2.4.3 Model Evaluasi Formatif dan Sumatif
Model
Evaluasi
formatif
dan
Sumatif
mulai
dilakukan ketika kebijakan , program atau proyek
mulai dilaksanakan
(Evaluasi Formatif) dan
sampai akhir pelaksanaan program (Evaluasi
Sumatif ).
Evaluasi
Formatif
;
istilah
evaluasi
formatif
pertama kali diperkenalkan oleh Michael Scriven
pada tahun 1967 yang awalnya ia menggunakan
istilah outcame evaluation of an intermediate stage
in
development
of
the
teaching
instrument.
Menurut Scriven evaluasi formatif merupakan
loop
balikan
dalam
memperbaiki
produk.
Evaluasi formatif didefinisikan sebagai suatu
evaluasi yang di desain dan dipakai untuk
memperbaiki suatu objek, terutama ketika objek
tersebut sedang dikembangkan.
Evaluasi
Sumatif;
dilaksanakan
pada
akhir
pelaksanaan program. Evaluasi ini mengukur
kinerja akhir objek evaluasi.
2.4.4 Model Evaluasi Program CIPP
Model evaluasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah model evaluasi CIPP .
Menurut Endang Mulyatiningsih (2013; 120 )
CIPP merupakan singkatan dari Context, Input,
Process and Product yang dikembangkan oleh
20
Stuflebeam pada tahun 1960an. Tujuan dari CIPP
adalah
untuk
membantu
evaluator
dalam
mengevaluasi program, projek, atau institusi. Hal
ini berarti CIPP merupakan model evaluasi yang
dilakukan secara komprehensif untuk memahami
aktivitas-aktivitas program mulai dari munculnya
ide program sampai pada hasilyang dicapai
setelah program dilaksanakan.
Adapun komponen-komponen dari evaluasi
CIPP adalah sebagai berikut :
1.
Context
evaluation
(Evaluasi
terhadap
Konteks)
Evaluasi konteks adalah
upaya untuk
menggambarkan terhadap kebutuhan, tujuan
pernenuhan dan karakteristik individu yang
menangani. Seorang evaluator harus sanggup
menentukan prioritas kebutuhan dan memilih
tujuan
yang
paling
menunjang
kesuksesan
proyek/program.
2.
Input evaluation (Evaluasi terhadap
Masukan)
Evaluasi
kemampuan
dimiliki
oleh
masukan
awal
atau
institusi
mempertimbangkan
kondisi
untuk
awal
yang
melaksanakan
sebuah program.
3.
Process evaluation (Evaluasi terhadap
Proses)
Evaluasi proses menunjuk pada apa, siapa dan
kapan
serta
diarahkan
pada
sejauh
mana
21
program dilakukan dan sudah terlaksana sesuai
dengan rencana.
4.
Product evaluation (Evaluasi terhadap
Hasil)
Ini merupakan tahap akhir
dari serangkaian
evaluasi
akan
program
dan
diketahui
ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan
pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan
yang diberikan, serta dampak dari program.
Evaluasi merupakan bagian dari fungsi
manajemen yakni pemantauan/monitoring dan
evaluasi
(monev).Evaluasi
menghindari
bermanfaat
organisasi/lembaga
untuk
mengulangi
kesalahan yang pernah dilaksanakan karena
evaluasi sebagai umpan balik perbaikan.
2.5. Penelitian yang Relevan
Penelitian
mengenai
evaluasi
kinerja
Komite
Sekolah sebelumnya telah dilakukan oleh I Nengah
Gelgel Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan,
IKIP Negeri Singaraja dengan judul “
Evaluasi Kinerja Komite Sekolah Jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng Tahun
2005 “
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
Kinerja Komite Sekolah jenjang SMP di kabupaten
Buleleng dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
Hasil penelitian ini adalah bahwa SDM dan
fasilitas organisasi Komite Sekolah banyak yang belum
digunakan secara rutin atau belum optimal. Secara
22
umum terdapat perbedaaan
Komite
Sekolah
dari
rerata indeks Kinerja
aspek
organisasi. Kepala Sekolah
SDM
dan
fasilitas
memberikan penilaian
kurang berhasil, sedangkan Pengurus Komite Sekolah
memberikan
penilaian
sudah
berhasil.
Dengan
demikian, Kinerja Komite Sekolah Jenjang SMP untuk
se-kabupaten
kurang
Buleleng
berhasil,
tetapi
menurut
Kepala
Sekolah
Pengurus
Komite
Sekolah
menilainya sudah berhasil.
Rufaidah,
(2011)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul “Implementasi Peranan Komite Sekolah dalam
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah
Dasar
Standar
menyatakan
Nasional
adanya
Kecamatan
fenomena
Lumajang
keberadaan
“
komite
sekolah yang diharapkan mampu berperan aktif dan
strategis
dalam
pelaksanaan
Manajemen
Berbasis
Sekolah di Sekolah Dasar Standar Nasional Kecamatan
Lumajang dan adanya kesenjangan yang terjadi didunia
pendidikan serta lahirnya Undang Undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
selanjutnya disempurnakan dengan lahirnya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010
Bab XIV pasal 186 tentang penyelenggaraan pendidikan
diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan
yang terjadi. Sehingga harapan untuk menjadikan
komite
sekolah
penyelenggaraan
menjadi
salah
pendidikan
di
satu
pilar
dalam
Indonesia
dapat
terwujudkan.
23
Hal ini menunjukkan bahwa Komite Sekolah
diharapkan
menjadi
salah
satu
pilar
dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Utami, DSP, (2012) dalam penelitian tesisnya yang
berjudul
“Peran
Komite
Sekolah
Dalam
penyelenggaraan Pendidikan di SMA N 1 Temon.”
menyatakan peran komite sekolah sebagai: 1) badan
pertimbangan,
2)
badan
pendukung,
3)
badan
pengontrol, dan 4) badan penghubung . Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keberadaan komite sekolah di
SMA Negeri 1 Temon: 1) Sebagai badan pertimbangan:
memberikan
pertimbangan
terhadap:
penyusunan
RKAS bersama dengan sekolah, tenaga pendidik yang
dapat diperbantukan, bantuan sarana dan prasarana
serta anggaran sekolah, tetapi komite sekolah belum
memberikan
pertimbangan
pembelajaran.
Proses
sepenuhnya
terhadap
terhadap
pembelajaran
guru.
2)
proses
diserahkan
Sebagai
badan
pendukung meliputi: memantau sarana dan prasarana
sekolah melalui laporan kepala sekolah pada saat
rapat, namun komite sekolah tidak memantau tenaga
pendidikan di sekolah dan dalam hal dana masih
berasal dari bantuan orang tua siswa melalui iuran
komite
sekolah.
Komite
sekolah
belum
berhasil
mendapatkan dana dari masyarakat sekitar seperti dari
dunia usaha atau dunia industri. 3) Sebagai badan
pengontrol meliputi: memantau organisasi sekolah
melalui laporan dari kepala sekolah pada saat rapat,
memantau
anggaran
pendidikan
yang
dilakukan
selama 3 kali dalam setahun (awal tahun untuk
24
memantau perencanaan anggaran, pertengahan tahun
untuk memantau jumlah anggaran yang masuk dan
yang telah digunakan, dan akhir tahun untuk evaluasi
anggaran sekolah) dan memantau output pendidikan
melalui jumlah angka partisipasi siswa, angka bertahan
siswa dan hasil ujian sekolah. 4) Sebagai badan
penghubung meliputi: menghubungkan sekolah dengan
masyarakat
dan
lembaga
lain,
menyosialisasikan
program sekolah kepada orang tua siswa melalui rapat
sekolah dan surat edaran.
Hal itu menunjukkan bahwa peran komite sekolah
sebagai: 1) badan pertimbangan, 2) badan pendukung,
3) badan pengontrol, dan 4) badan penghubung sudah
terwujud.
Ramadhan, (2014), dalam jurnal yang berjudul “
Pelaksanaan Fungsi Komite Sekolah pada Sekolah
Menengah
Pertama
Negeri
se-Kecamatan
Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan. “ menyatakan fungsi Komite
Sekolah dalam memberikan masukan, pertimbangan dan
rekomendasi
Menengah
kepada
Pertama
satuan
Negeri
pendidikan
Se-
di
Sekolah
Kecamatan
Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan telah terlaksana dengan cukup
baik. Fungsi Komite Sekolah dalam mendorong orang tua
murid dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri Se- Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan telah terlaksana dengan cukup
baik. Fungsi Komite Sekolah dalam menggalang dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan
di
Sekolah
Kecamatan
Bayang
Menengah
Kabupaten
Pertama
Pesisir
Negeri
Selatan
Setelah
terlaksana dengan cukup baik. Fungsi Komite Sekolah
dalam
melakukan
evaluasi
dan
pengawasan
terhadap
25
kebijakan,
program,
penyelenggaraan
dan
keluaran
pendidikan di satuan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri Se- Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan telah terlaksana dengan cukup baik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi
Komite Sekolah dalam memberikan masukan, pertimbangan
dan
rekomendasi,
masyarakat
mendorong
berpartisipasi
orang
dalam
tua
murid
pendidikan,
dan
dalam
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan, dalam melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan terlaksana
dengan baik.
2.6 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah dari
diawali dengan latar belakang masalah yang ada
kemudian adanya fenomena yang terjadi di lapangan,
maka peneliti ingi mengevaluasi program menurut
konteksnya yaitu tentang perlunya peranan dari komite
sekolah, inputnya tentang bagaimana program-program
dan
sarana
prasarana
yang
pelaksanaan dari proram-program
ada
dan
proses
Komite Sekolah
SMP Negeri 26.
26
Kerangka berpikir dapat digambarkan dengan
diagram sebagai berikut :
Latar belakang masalah
Fenomena yang ada
EVALUASI PROGRAM
Contex : perlukah
peran serta masy
dan KS
Input : adakah
program, sarpras
Proses : bagaimana
pelaksanaan program
BAB III
27
KAJIAN TEORI
2.1. Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam Mulyasa,(2002) istilah manajemen memiliki
banyak
arti,
bergantung
pada
orang
yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali
disandingkan
dengan
istilah
administrasi
sekolah.
Berkaitan dengan itu ada tiga pandangan yang berbeda
; pertama mengartikan administrasi lebih luas daripada
manajemen
(manajemen
merupakan
inti
dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas
daripada administrasi; dan ketiga , pandangan yang
menganggap
bahwa
manajemen
administrasi.
Hal
menunjukkan
ini
identik
bahwa
dengan
istilah
manajemen bisa diartikan sesuai dengan apa yang
akan
kita
bicarakan,
bisa
diartikan
sebagai
administrasi atau inti administrasi bahkan lebih luas
lagi.
Manajemen
atau
pengelolaan
merupakan
komponen integral dan tidak bisa dipisahkan dari
proses
pendidikan
secara
keseluruhan.
Alasannya
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan
dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien.
Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efisien.
Dalam Mulyasa, (2002) istilah manajemen berbasis
sekolah merupakan terjemahan dari “ school based
management “ (MBS). MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
9
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar
sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana
dengan
prioritas
mengalokasikannya
kebutuhan,
serta
sesuai
lebih
dengan
tanggap
terhadapkebutuhan setempat. Ini dimaksudkan bahwa
MBS adalah suatu program dimana sekolah diberikan
kewenangan penuh dalam mengelola sumber-sumber
yang ada pada sekolah yang bersangkutan.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi
pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai
bagi
peserta
didik.
Otonomi
dalam
manajemen
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Dalam Hamid, (2000) MBS mempunyai tiga pilar
yang sangat terkenal yaitu:
2.1.1.Manajemen Sekolah
Manajemen
pendayagunaan
sekolah adalah
semua
komponen
segala
baik
proses
komponen
manusia maupun non manusia yang dimiliki sekolah
dalam rangka mencapai tujuan secara efisien. Ada
beberapa macam manajemen sekolah , diantaranya ;
manajemen
kesiswaan,
manajemen
kurikulum,
manajemen pembelajaran dan penilaian hasil belajar,
manajemen
pendidik
manajemen
sarana
dan
dan
tenaga
prasarana,
kependidikan,
manajemen
10
keuangan dan pembiayaan, manajemen budaya dan
ligkungan sekolah/madrasah dan manajemen peran
serta masyarakat.
2.1.2.
PAKEM
PAKEM merupakan inovasi pembelajaran yang
menekankan keaktifan siswa pada setiap kegiatan
pembelajaran. PAKEM singkatan dari Pembelajaran
Aktif,
Kreatif,Efektif,
dan
Menyenangkan).
Dengan
adanya inovasi pembelajaran ini, siswa diharapkan
untuk lebih aktif dan kreatif dalam setiap kegiatan
pembelajaran. Suasana pembelajaran PAKEM yang
menyenangkan, akan menciptakan kepercayaan diri
dari
siswa
dengan
pembelajaran
tidak
yang
merasa
berlangsung
tegang
tidak
dan
terasa
membosankan.
2.1.3.
Peran Serta Masyarakat (PSM)
Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya
seluruh
anggota
permasalahan
Dalam
masyarakat
permasalahan
Manajemen
Berbasis
dalam
memecahkan
masyarakat
Sekolah
masyarakat
berarti
partisipasi
masyarakat
dalam
memecahkan
tersebut.
peran
seluruh
serta
anggota
permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut.
2.2 Komite Sekolah
Dalam Sapari, (2003) Komite Sekolah adalah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan
efisiensi
pengelolaan
pendidikan
pendidikan,
prasekolah,
jalur
baik
pada
pendidikan
jalur
sekolah,
11
maupun
jalur
pendidikan
luar
sekolah.
Hal
itu
menunjukkan bahwa komite sekolah merupakan suatu
organisasi.
Nama Komite Sekolah disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan,
seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite
Pendidikan LuarSekolah, Dewan Pendidikan, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, Komite PAUD,
atau nama lain yang disepakati.
Komite Sekolah bersifat mandiri, tidak mempunyai
hubungan hirarkis dengan lembaga pemerintahan. Hal
itu selaras dengan pasal 56, ayat 3 UU N0.20 tahun
2003,
yang
berbunyi
Komite
Sekolah/Madrasah
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
dengan
memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan
Ada tiga dasar pembentukan Komite Sekolah:
(1)Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), (2) dijabarkan
dalam Kepmendiknas No.44/U/2002, dan (3) Lampiran
II Kepmendiknas No.033/U/2002. Adapun maksud dari
pembentukan Komite Sekolah adalah agar ada suatu
organisasi
masyarakat
komitmen
dan
sekolah
loyalitas
peningkatan
kualitas
pembentukan
Komite
yang
serta
peduli
pendidikan.
Sekolah
mempunyai
juga
terhadap
Selain
itu
dikembangkan
secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
12
ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang
dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.
Ada
beberapa
tujuan
dari
Komite
Sekolah
diantaranya ; mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa
masyarakat
operasional
dan
dalam
program
melahirkan
pendidikan
kebijakan
di
satuan
pendidikan, meningkatkan tanggung jawab dan peran
serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan
di satuan pendidikan, serta menciptakan suasana dan
kondisi pendidikan yang transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Menurut Sapari, (2003) peran dan Fungsi Komite
juga harus diperhatikan. Pembagian peran Komite
Sekolah harus sesuai dengan posisi dan otonomi yang
ada.
Ada beberapa peran dari Komite Sekolah yaitu : (1)
Sebagai
lembaga
pemberi
pertimbangan
(advisory
agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.(2) Sebagai lembaga
pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial,
pemikiran,
maupun
tenaga
dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.(3)
Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam
rangka ransparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.(4)
Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara
pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
13
Sedangkan fungsi dari Komite Sekolah adalah
menjalankan
Sebagai
dari
semua
lembaga
peran
Komite
Sekolah.
pertimbangan
Komite
Sekolah
memberikan pertimbangan, masukan, dan rekomendasi
mengenai kebijakan dan program pendidikan, Rencana
Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS),
kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga
pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan dan hal-hal
lain yang terkait dengan pendidikan.
Sebagai
mendorong
lembaga
pendukung,
tumbuhnya
perhatian
Komite
dan
Sekolah
komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu,
juga
melakukan
kerjasama
dengan
masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha dan
dunia
industri
(DUDI).
Kemudian
menampung
danmenganalisa aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Sebagai
melakukan
lembaga
evaluasi
pengontrol,
dan
Komite
pengawasan
Sekolah
terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan.
Sebagai
lembaga
mediator,
Komite
Sekolah
mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan
pendidikan.
mutu
pendidikan
Menggalang
dana
dan
pemerataan
masyarakat
dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
14
2.3. Evaluasi dan Evaluasi Program
Evaluasi merupakan
salah
satu
rangkaian
kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau
produktifitas
suatu
programnya.
lembaga
Fokus
dalam
evaluasi
melaksanakan
adalah
individu,
yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas.
Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa
yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai.
Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan
suatu program.
Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang
ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai
fenomena
ilmu
pengetahuan
pengetahuan
dalam
dan
penerapan
aplikasi
ilmu
ilmu
pengetahuan
dalam praktik profesi. Menurut Daniel L. Stufflebeam
dan Anthony J.Shinkfield dalam Wirawan
(2012;30 )
teori evaluasi program mempunyai enam ciri, yaitu :
pertalian menyeluruh; konsep-konsep inti; hipotesishipotesis teruji mengenai bagaimana prosedur-prosedur
evaluasi
menghasilkan
keluaran
yang
diharapkan;
prosedur-prosedur yang dapat diterapkan; persyaratanpersyaratan
mengarahkan
etikal;
dan
praktik
kerangka
evaluasi
umum
program
untuk
dan
melaksanakan penelitian mengenai evaluasi program.
Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi program sangat
berhubungan
dengan
prosedur-prosedur
dan
persyaratan-persyaratan dalam suatu penelitian.
Evaluasi menurut Griffin & Nix dalam Wirawan
(2012) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi
dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu
15
didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.
Menurut Tyler juga dalam Wirawan (2012), evaluasi
adalah
proses
penentuan
sejauh
mana
tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi
definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu
memuat
masalah
informasi
dan
kebijakan,
yaitu
informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu
program
yang
selanjutnya
digunakan
untuk
menentukan kebijakan berikutnya.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan
sebagai
proses
mengumpulkan
informasi
untuk
mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Hasil
evaluasi
diharapkan
mendorong guru untuk
mengajar
dapat
lebih
baik
dan
mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi,
evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program
pembelajaran
mungkin.
harus
memiliki
Evaluasi
pada
kesalahan
sekecil
dasarnya
adalah
melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka
kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus
sekecil mungkin.
Jadi evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses
pengumpulan
informasi
untuk
mengetahui
sejauh
mana perkembangan tentang hal yang diteliti itu sudah
berjalan. Apakah hal yang diteliti itu mengalami
kemajuan atau adakah hal-hal yang menghambatnya.
Sehingga
akan
mudah
mendapatkan
solusi-sulusi
apabila diperlukan.
16
Evaluasi Program
Suharsimi dan Cepi (2004). evaluasi program
adalah
“upaya
untuk
mengetahui
tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara
mengetahui
efektivitas
masing-masing
komponennya.” Hal itu dimaksudkan apabila efektivitas
masing-masing komponen dapat kita ketahui dengan
lebih baik maka kita dapat dengan cermat mengetahui
keterlaksanaan sesuai dengan tingkatannya.
Setiap hasil evaluasi diperlukan kriteria penilaian
yang akan diperlukan untuk pelaksanaan analisis data.
Pendapat lain dikemukakan oleh Brinkerhoff dalam
Suharsimi dan Cepi (2004) yaitu “…the criteria to be
used for the assessment of a specific object must be
determined within the specific of the object and the
function of its evaluation.”
Jadi yang dimaksud dengan evaluasi program
adalah
upaya
untuk
mengetahui
tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara
mengetahui
efektivitas
masing-masing
komponennya dan setiap hasil evaluasi diperlukan
kriteria
penilaian
yang
akan
diperlukan
untuk
pelaksanaan analisis data.
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan dapat
dibedakan
menjadi
dua
macam,
yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
Secara umum, tujuan evaluasi adalah:
1. Untuk menghimpun data dan informasi yang akan
dijadikan
sebagai
bukti
mengenai
taraf
17
perkembangan atau kemajuan yang dialami peserta
didik
setelah
mereka
mengikuti
proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan
kata lain, tujuan umum evaluasi adalah untuk
memperoleh data pembuktian yang akan menjadi
petunjuk
sampai
dimana
kemajuan
peserta
didik
tingkat
terhadap
pencapaian
tujuan
atau
kompetensi yang telah ditetapkan setelah mereka
menempuh
proses
pembelajaran
dalam
jangka
efektifitas
proses
waktu tertentu.
2. Untuk
mengetahui
tingkat
pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan
peserta didik.
3. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam
menempuh
program
pendidikan.
Tanpa
ada
evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan
atau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
prestasinya
masing-masing.
4.
U
ntuk
mencari
penyebab
dan
keberhasilan
menemukan factor-faktor
dan
ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan,
sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.
2.4
Model-Model Evaluasi Program
Dalam Wirawan, (2011,80) ada bermacam-macam
jenis model evaluasi program, yaitu :
2.4.1 Model Evaluasi Program Berbasis Tujuan
18
Model evaluasi berbasis tujuan (goal based
evaluation
model)
merupakan
model
evaluasi
tertua dan dikembangkan oleh Raiph W.Tyler
dalam
Wirawan,
(2011)
yang
mendefinisikan
bahwa evaluasi merupakan
proses menentukan
sampai
tujuan
seberapa
tinggi
pendidikan
sesungguhnya yang dapat dicapai. Konsep evaluasi
yang dikemukakan oleh Tyler sangat berpengaruh
terhadap evaluasi pendidikan di Amerika Serikat
untuk beberapa dekade.
Menurut
Scriven
Model
Evaluasi
Berbasis
Tujuan adalah setiap jenis evaluasi berdasarkan
pengetahuan dan direferensikan kepada tujuantujuan
program,
orang
atau
produk.
Model
Evaluasi Berbasis Tujuan secara umum mengukur
apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan
program, programatau proyek dapat dicapai atau
tidak.
Model evaluasi ini memfokuskan pada
mengumpulkan
informasi
yang
bertujuan
mengukur pencapaian tujuan kebijakan , program
dan
proyek
untuk
pertanggungjawaban
dan
pengambilan keputusan.
2.4.2 Model Evaluasi Bebas Tujuan
Model
Evaluasi
Bebas
Tujuan
(Goal
Free
Evaluation Model) dikemukakan oleh Michael
Scriven dalam Wirawan, (2011). Menurut Scriven
model evaluasi ini merupakan evaluasi mengenai
pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin
19
dicapai oleh program. Ia mengemukakan bahwa
evaluator seharusnya tidak mengetahui tujuan
program sebelum melakukan evaluasi.
2.4.3 Model Evaluasi Formatif dan Sumatif
Model
Evaluasi
formatif
dan
Sumatif
mulai
dilakukan ketika kebijakan , program atau proyek
mulai dilaksanakan
(Evaluasi Formatif) dan
sampai akhir pelaksanaan program (Evaluasi
Sumatif ).
Evaluasi
Formatif
;
istilah
evaluasi
formatif
pertama kali diperkenalkan oleh Michael Scriven
pada tahun 1967 yang awalnya ia menggunakan
istilah outcame evaluation of an intermediate stage
in
development
of
the
teaching
instrument.
Menurut Scriven evaluasi formatif merupakan
loop
balikan
dalam
memperbaiki
produk.
Evaluasi formatif didefinisikan sebagai suatu
evaluasi yang di desain dan dipakai untuk
memperbaiki suatu objek, terutama ketika objek
tersebut sedang dikembangkan.
Evaluasi
Sumatif;
dilaksanakan
pada
akhir
pelaksanaan program. Evaluasi ini mengukur
kinerja akhir objek evaluasi.
2.4.4 Model Evaluasi Program CIPP
Model evaluasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah model evaluasi CIPP .
Menurut Endang Mulyatiningsih (2013; 120 )
CIPP merupakan singkatan dari Context, Input,
Process and Product yang dikembangkan oleh
20
Stuflebeam pada tahun 1960an. Tujuan dari CIPP
adalah
untuk
membantu
evaluator
dalam
mengevaluasi program, projek, atau institusi. Hal
ini berarti CIPP merupakan model evaluasi yang
dilakukan secara komprehensif untuk memahami
aktivitas-aktivitas program mulai dari munculnya
ide program sampai pada hasilyang dicapai
setelah program dilaksanakan.
Adapun komponen-komponen dari evaluasi
CIPP adalah sebagai berikut :
1.
Context
evaluation
(Evaluasi
terhadap
Konteks)
Evaluasi konteks adalah
upaya untuk
menggambarkan terhadap kebutuhan, tujuan
pernenuhan dan karakteristik individu yang
menangani. Seorang evaluator harus sanggup
menentukan prioritas kebutuhan dan memilih
tujuan
yang
paling
menunjang
kesuksesan
proyek/program.
2.
Input evaluation (Evaluasi terhadap
Masukan)
Evaluasi
kemampuan
dimiliki
oleh
masukan
awal
atau
institusi
mempertimbangkan
kondisi
untuk
awal
yang
melaksanakan
sebuah program.
3.
Process evaluation (Evaluasi terhadap
Proses)
Evaluasi proses menunjuk pada apa, siapa dan
kapan
serta
diarahkan
pada
sejauh
mana
21
program dilakukan dan sudah terlaksana sesuai
dengan rencana.
4.
Product evaluation (Evaluasi terhadap
Hasil)
Ini merupakan tahap akhir
dari serangkaian
evaluasi
akan
program
dan
diketahui
ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan
pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan
yang diberikan, serta dampak dari program.
Evaluasi merupakan bagian dari fungsi
manajemen yakni pemantauan/monitoring dan
evaluasi
(monev).Evaluasi
menghindari
bermanfaat
organisasi/lembaga
untuk
mengulangi
kesalahan yang pernah dilaksanakan karena
evaluasi sebagai umpan balik perbaikan.
2.5. Penelitian yang Relevan
Penelitian
mengenai
evaluasi
kinerja
Komite
Sekolah sebelumnya telah dilakukan oleh I Nengah
Gelgel Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan,
IKIP Negeri Singaraja dengan judul “
Evaluasi Kinerja Komite Sekolah Jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng Tahun
2005 “
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
Kinerja Komite Sekolah jenjang SMP di kabupaten
Buleleng dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
Hasil penelitian ini adalah bahwa SDM dan
fasilitas organisasi Komite Sekolah banyak yang belum
digunakan secara rutin atau belum optimal. Secara
22
umum terdapat perbedaaan
Komite
Sekolah
dari
rerata indeks Kinerja
aspek
organisasi. Kepala Sekolah
SDM
dan
fasilitas
memberikan penilaian
kurang berhasil, sedangkan Pengurus Komite Sekolah
memberikan
penilaian
sudah
berhasil.
Dengan
demikian, Kinerja Komite Sekolah Jenjang SMP untuk
se-kabupaten
kurang
Buleleng
berhasil,
tetapi
menurut
Kepala
Sekolah
Pengurus
Komite
Sekolah
menilainya sudah berhasil.
Rufaidah,
(2011)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul “Implementasi Peranan Komite Sekolah dalam
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah
Dasar
Standar
menyatakan
Nasional
adanya
Kecamatan
fenomena
Lumajang
keberadaan
“
komite
sekolah yang diharapkan mampu berperan aktif dan
strategis
dalam
pelaksanaan
Manajemen
Berbasis
Sekolah di Sekolah Dasar Standar Nasional Kecamatan
Lumajang dan adanya kesenjangan yang terjadi didunia
pendidikan serta lahirnya Undang Undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
selanjutnya disempurnakan dengan lahirnya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010
Bab XIV pasal 186 tentang penyelenggaraan pendidikan
diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan
yang terjadi. Sehingga harapan untuk menjadikan
komite
sekolah
penyelenggaraan
menjadi
salah
pendidikan
di
satu
pilar
dalam
Indonesia
dapat
terwujudkan.
23
Hal ini menunjukkan bahwa Komite Sekolah
diharapkan
menjadi
salah
satu
pilar
dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Utami, DSP, (2012) dalam penelitian tesisnya yang
berjudul
“Peran
Komite
Sekolah
Dalam
penyelenggaraan Pendidikan di SMA N 1 Temon.”
menyatakan peran komite sekolah sebagai: 1) badan
pertimbangan,
2)
badan
pendukung,
3)
badan
pengontrol, dan 4) badan penghubung . Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keberadaan komite sekolah di
SMA Negeri 1 Temon: 1) Sebagai badan pertimbangan:
memberikan
pertimbangan
terhadap:
penyusunan
RKAS bersama dengan sekolah, tenaga pendidik yang
dapat diperbantukan, bantuan sarana dan prasarana
serta anggaran sekolah, tetapi komite sekolah belum
memberikan
pertimbangan
pembelajaran.
Proses
sepenuhnya
terhadap
terhadap
pembelajaran
guru.
2)
proses
diserahkan
Sebagai
badan
pendukung meliputi: memantau sarana dan prasarana
sekolah melalui laporan kepala sekolah pada saat
rapat, namun komite sekolah tidak memantau tenaga
pendidikan di sekolah dan dalam hal dana masih
berasal dari bantuan orang tua siswa melalui iuran
komite
sekolah.
Komite
sekolah
belum
berhasil
mendapatkan dana dari masyarakat sekitar seperti dari
dunia usaha atau dunia industri. 3) Sebagai badan
pengontrol meliputi: memantau organisasi sekolah
melalui laporan dari kepala sekolah pada saat rapat,
memantau
anggaran
pendidikan
yang
dilakukan
selama 3 kali dalam setahun (awal tahun untuk
24
memantau perencanaan anggaran, pertengahan tahun
untuk memantau jumlah anggaran yang masuk dan
yang telah digunakan, dan akhir tahun untuk evaluasi
anggaran sekolah) dan memantau output pendidikan
melalui jumlah angka partisipasi siswa, angka bertahan
siswa dan hasil ujian sekolah. 4) Sebagai badan
penghubung meliputi: menghubungkan sekolah dengan
masyarakat
dan
lembaga
lain,
menyosialisasikan
program sekolah kepada orang tua siswa melalui rapat
sekolah dan surat edaran.
Hal itu menunjukkan bahwa peran komite sekolah
sebagai: 1) badan pertimbangan, 2) badan pendukung,
3) badan pengontrol, dan 4) badan penghubung sudah
terwujud.
Ramadhan, (2014), dalam jurnal yang berjudul “
Pelaksanaan Fungsi Komite Sekolah pada Sekolah
Menengah
Pertama
Negeri
se-Kecamatan
Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan. “ menyatakan fungsi Komite
Sekolah dalam memberikan masukan, pertimbangan dan
rekomendasi
Menengah
kepada
Pertama
satuan
Negeri
pendidikan
Se-
di
Sekolah
Kecamatan
Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan telah terlaksana dengan cukup
baik. Fungsi Komite Sekolah dalam mendorong orang tua
murid dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri Se- Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan telah terlaksana dengan cukup
baik. Fungsi Komite Sekolah dalam menggalang dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan
di
Sekolah
Kecamatan
Bayang
Menengah
Kabupaten
Pertama
Pesisir
Negeri
Selatan
Setelah
terlaksana dengan cukup baik. Fungsi Komite Sekolah
dalam
melakukan
evaluasi
dan
pengawasan
terhadap
25
kebijakan,
program,
penyelenggaraan
dan
keluaran
pendidikan di satuan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri Se- Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan telah terlaksana dengan cukup baik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi
Komite Sekolah dalam memberikan masukan, pertimbangan
dan
rekomendasi,
masyarakat
mendorong
berpartisipasi
orang
dalam
tua
murid
pendidikan,
dan
dalam
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan, dalam melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan terlaksana
dengan baik.
2.6 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah dari
diawali dengan latar belakang masalah yang ada
kemudian adanya fenomena yang terjadi di lapangan,
maka peneliti ingi mengevaluasi program menurut
konteksnya yaitu tentang perlunya peranan dari komite
sekolah, inputnya tentang bagaimana program-program
dan
sarana
prasarana
yang
pelaksanaan dari proram-program
ada
dan
proses
Komite Sekolah
SMP Negeri 26.
26
Kerangka berpikir dapat digambarkan dengan
diagram sebagai berikut :
Latar belakang masalah
Fenomena yang ada
EVALUASI PROGRAM
Contex : perlukah
peran serta masy
dan KS
Input : adakah
program, sarpras
Proses : bagaimana
pelaksanaan program
BAB III
27