Analisis Bio Ekonomi Dan Strategi Pengel

ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA

I. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau,
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta
km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat
pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan
kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan
lingkungannya.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan
sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir
2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472
juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5
juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar;
(4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5)
penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta
orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala
yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1)

sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3)
mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh
kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang.
Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat
diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan
sosial.
Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai
nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan
pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,

1

dan

oseanik

(Decapterus

ruselli,


Decapteruss

macrosoma,

Selar

crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000
dalam PRPT, 2006).
Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan
membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan
dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan
dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi
tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan
penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan
antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena

permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama
dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di
perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic
yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap
yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan
tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui
teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.
Tujuan dalah penulisan paper ini adalah untuk meganalisis produksi
biologis Shaefer, bio-ekonomi Gordon-Schaefer, Menentukan jenis alat tangkap
yang efisien dan ramah lingkungan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di perairan Laut Jawa dan menentukan strategi pengelolaan sumberdaya
perikanan.

2

II. METODOLOGI
2.1. Produksi Biologis Schaefer
Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto,
1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat

produksi ikan (Q) sebagai berikut :

Q  aE  bE 2
Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan
dengan upaya penangkapan Emsy = a / 2b.

2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer
Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan
untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot,
1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model
fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan.
Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan.
Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat
keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang
dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat
kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3)
seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat
tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat
upaya penangkapan (Anderson, 1973 dalam Purwanto, et. al., 1988).
Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan

oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara
lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat
pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab
permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara
memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya
pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai “Model Statik
Gordon-Schaefer”.

3

π  TR - TC



 p aE - bE

2

  cE


Dimana :
µ
= Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya
TR
= Penerimaan total
TC
= Biaya total
E
= Upaya penangkapan
P
= Harga rata-rata ikan cakalang
c
= Biaya penangkapan ikan per satuan upaya
Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan
maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
E

*




a
c

2 .b
2 .b . p

dan Q

*



a2
c2

4 .b
4 .b . p

2


Q* juga disebut sebagai tingkat hasil ekonomi maksimum (Maximum
Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan,
bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ;
sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil
nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q*
dan E*.

Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun ,
yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada
tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan
perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya
penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa.
Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun

1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine.
Tahun
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983

Produksi (ton)
48.800
55.500
65.400
80.000
90.000
85.000
94.200
115.600


Effort (unit)
1.370
1.051
1.905
3.046
4.041
2.633
5.452
5,332

CPUE (ton/kapal)
35,620
52,807
34,331
26,264
22,272
32,283
17,278
21,680


Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 produksi ikan mengalami
kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami
penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983
(115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :
Catch

60

CPUE

110

50

90

40

70
30

50

20

30
10

CPUE (ton/kapal/tahun)

Total Catch (1000 ton/tahun)

130

10
1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

Tahun

Gambar 2. Fluktuasi produksi perikanan pelagis di perairan Laut Jawa periode
1976-1983.

5

Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung
meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE
tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun
1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan
upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai
CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga
dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan
perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun,
uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami
peningkatan (Gambar 3).

Fishing Effort (unit)

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

Tahun

Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di
perairan Laut Jawa periode 1976-1983

3.1. Produksi Biologis Schaefer
3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort
Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif,
yaitu semakin tinggi effort maka semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif
antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas perikanan
pelagis

akan

menurun

apabila

usaha

penangkapan

(effort)

mengalami

peningkatan. Dengan demikian nilai produktivitas (CPUE) perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa sebesar 48,443-0,0058E, hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan effort sebesar satuan E maka akan menurunkan CPUE sebesar
0,0058 ton kali satuan E dapat dilihat pada gambar 4.

6

CPUE (ton/kapal/tahun)

60.00

y = -0.0058x + 48.443
R2 = 0.785

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Fisihing effort (unit)

Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan
Laut Jawa periode 1976-1983
Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan
bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan
menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi
linear sebagai berikut:
Y = -0,0058 x + 48,443

3.1.2. Hubungan antara Effort dengan Catch.
Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai
pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan
meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan
mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY
diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSY sebesar 4.176 kapal.
Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan
pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap,
seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang
dioperasikan melebihi jumlah fishing effort yang seharusnya dioperasikan (EMSY =
4176 unit). Menurut Smith dan Marahuddin (1986) menyatakan hasil tangkapan
yang dapat dilestarikan bergantung pada tingkat populasi dan karena itu pula
bergantung pada banyaknya upaya penangkapan yang diterapkan. Dengan tingkat
upaya yang rendah, hasil tangkapan hanya sedikit sedangkan populasi
penambahan ikan dan kematian alami masing-masing akan meningkat. Untuk

7

menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang
tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan
lestari adalah maksimum.
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh
pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik
antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5.
Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap
penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil
tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi
penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan
sumberdaya.
120000

4176, 101151

Catch (ton/tahun)

100000
80000
60000
40000
20000
0
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

Effort (unit)

Gambar 5. Hubungan Catch dan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut
Jawa pada tahun 1976-1983

3.1.3. Hubungan antara biomass dengan effort, laju pertumbuhan
Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil
penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut
sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan
sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun
persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut :

8

X = 66.617 – 7,97 E
Persamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x
dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai
x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r
yang telah diestimasi (Tabel 2).
Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h
masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY
dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4) = EMSY, dengan MSY =
6,225525 x 64542,35.
Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikan
pelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse
seine.
Tahun
K
q
r

Produksi (ton)
64542.35
0.000751
6.225525

Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa
mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort
menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6).
Estimate

70000

Observed

50

60000
50000

40

Biomass (ton)

Catch per unit effort (1000
ton/kapal/tahun)

60

30
20
10

40000
30000
20000
10000
0

0
0

2000

4000

6000

Fishing Effort (unit)

8000

10000

-10000 0

2000

4000

6000

8000

Fishing effort (unit)

Gambar 6. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort, dan biomass ikan
pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa
pada tahun 1976-1983

9

10000

Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat
maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok
(x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan
daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K
(tabel 2). Pada nilai x = 66.617 – 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami
peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan

120000

120

100000

100

Catch (1000 ton/tahun)

biomas laju pertumbuhan
(ton/tahun)

stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7.

80000
60000
40000
20000

80
60
40
20

0

0

0

10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

Fishing Effort (unit)

Biomass (ton)

Gambar 7. Hubungan antara biomass Laju pertumbuhan dengan biomass, dan cath
ikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut
Jawa pada tahun 1976-1983
Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok
sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut :
F (X) = r X ( 1 – X / K)

G (X) = 6.225525 X (1 – X / 64542.35)
3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis
Tingkat produksi optimal pada usaha penangkapan ikan dicapai pada saat
terjadi keseimbangan antara permintaan akan ikan dan biaya marinal untuk
menghasilkannya (Coples, 190 dalam Purwanto, 1988) atau harga produksi setara
dengan biaya marjinal untuk menghasilkannya. Produksi optimal ini disebut
ekonomi maksimum ((Maimum Economic Yield = MEY) sebab pada tingkat
keluaran ini harga yang ingin dibayarkan oleh pembeli untuk unit terakhir hasil

10

8000

perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986
dalam Purwanto, 1988).
Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY
sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSY sebesar 4176 unit (Gambar 8).
200000000

TR

TC

Profit
TC = c.E

150000000

MSY

Tr, TC & Profit (rupiah/ton/tahun)

MEY
100000000

TR = p.Y (E)
p =TR-TC

50000000

EMSY
0
0

1000

2000

3000

EOA

EMSY
4000

5000

6000

7000

8000

9000

-50000000
-100000000
-150000000
-200000000
Fishing effort (unit)

Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan
maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai

Q* sebesar 91.923

ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp.
50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438
699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan
bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus
mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya
perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan
biologis telah berlebih.

11

3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 %
Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20
% sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9.
Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya
untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar
terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya
jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik
akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan
dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi
meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996,
sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi
tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada
tahun 1996.
Effort awal

7000

Effort pas ca k e n ai k an te k n ol ogi 20%

Fishing effirt (unit)

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

Tahun

Gambar 9. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upaya
pemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada
tahun 1976-1983

12

C atch awal

170

C atch pas ca k e n ai k an te k n ol ogi 20%

60.00

C PUE
C PUE pas ca k e n ai k an te k n ol ogi 20%

150

50.00

110

40.00

90
30.00

70

CPUe (ton/kapal/tahun)

Total Catch (1000 ton/tahun)

130

50
20.00
30
10

10.00
1976

1977

1978

1979
1980
Tahun

1981

1982

1983

Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologi
penangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdaya
ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan
akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya
kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per
satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE
dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat
diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10).
Estimate awal

Catch per unit effort (ton/kapal/tahun)

60

Estimate pasca kenaikan teknologi 20%
50

40

30

20

10

0
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000 11000

Fishing Effort (unit)

Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan
teknologi penangkapan sebesar 20 %.

13

Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu
berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di
Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit
menjadi 3.720 unit (Gambar11).
Catch awal

140

Catch pasca kenaikan teknologi 20%

Catch (1000 ton/tahun)

120
100
80
60
40
20
0
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000 10000 11000

Fishing Effort (unit)

Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan
teknologi penangkapan sebesar 20 %.
Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada
meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ;
120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya overfishing yang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari
perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi
eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan
jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan
91.923 ton/tahun.
Gambar 13 dan 14 menunukkan perubahan pada MSY, MEY antara pada
awal kondisi unit penangkapan dengan kondisi pasca peningkatan teknologi
penangkapan sebesar 20%.. Profit (keuntungan) yang dihasilkan sebelum
kenaikan teknologi sebesar Rp. 50.059.659.000,- dan setelah kenaikan teknologi
menjadi Rp. 59.649.365.309,- jika dilihat dari sudut pandang keuntungan,
peningkatan

teknologi

penangkapan

memang

sangat

menjanjikan

bagi

kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, nilai MSY menunjukkan bahwa dengan
14

kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa
tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap.
Purwanto, et. al., (1988) menjelaskan bahwa secara umum usaha
penangkapan ikan berbeda dari usaha dari manufaktur. Kapal dengan sejumlah
masukan hanya dapat secara langsung mengendalikan upayanya, sedangkan
besarnya hasil tangkapan sulit untuk dikendalikan secara langsung. Hal ini
disebabkan karena jumlah hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya
penangkapan dan besarnya populasi ikan itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas
penangkapan. Pada usaha manufaktur, pengusaha mampu secara langsung
mengendalikan tingkat keluarannya melalui pengaturan masukan,karena tingkat
keluaran pada usaha tersebut berhubungan langsung dengan tingkat masukan.
Agar sumberdaya ikan pelagis dapat dimanfaatkan secara menguntungkan dalam
kurun waktu relatif tak terbatas, maka intensitas penangkapan perlu dikendalikan
hingga suatu tingkat populasi yang secara ekonomis menguntungkan.

15

200000000

TR

TC

250000000000

Profit
TC = c.E
MSY

Tr, TC & Profit (rupiah/ton/tahun)

MEY
100000000
TR = p.Y (E)

p =TR-TC

50000000
EMSY

0
0

1000

2000

3000

EOA

EMSY

4000

5000

6000

7000

8000

9000

-50000000
-100000000

TC

Profit

200000000000
TR, TC & Profit (rupiah/ton/tahun)

150000000

TR

TC = c.E
MSY

150000000000

MEY

100000000000
50000000000
EMSY

0
-50000000000

TR = p.Y (E)

p =TR-TC

0

EMSY

EOA

1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

-100000000000
-150000000000
-200000000000

-150000000

-250000000000
-200000000

Fishing effort (unit)
Fishing effort (unit)

Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca
kenaikan teknologi 20 %

16

3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis
Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa
digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut dan Purse seine.
3.4.1. Pancing tonda
Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh
perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena
pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas
menyambarnya.
a. Alat Tangkap
Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata
pancing

tanpa

pemberat.

Pancing

ini

umumnya

menggunakan

umpan

tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain
berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya
(misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain).
Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel,
pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda
terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu:
Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar
150 m.
Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai
dari 15 cm – 225 cm
Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing
Umpan palsu dari bahan kain sutera
Pelampung yang terbuat dari bahan gabus
Kili-kili dari bahan timah
Konstruksi alat sebagai berikut:

17

Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
b. Kapal
Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering
digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3
m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 – 5 GT. Bahan
untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah
motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya
1 – 2 orang saja.

Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode Penangkapan Ikan
Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan
yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat
(lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko,
seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum

18

melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin
motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi.
Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang
pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama
operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17.

Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda
(sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang
mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan
dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada outrigger
dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu
meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati
gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal
diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan
dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing
yang disediakan.
Berdasarkan kebiasaan dan pengalaman nelayan, metode penangkapan
dengan pancing tonda umumnya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ada
sinar matahari (jam 05.00 – 07.00), kecepatan perahu rata-rata 4-5 knot. Pada jam
07.00 – 09.00 kecepatan rata-rata 7-8 knot dan pada siang hari dengan kecepatan
rata-rata 7-8 knot dengan lokasi menonda semakin jauh.

19

3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net)
Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk
persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh
jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata
lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size
pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring
dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom
gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net.
Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya
jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu
pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal,
gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring.
Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi
keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada
bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.
Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan,
dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas.
Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring
bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap
arus dapat diabaikan.
a. Alat tangkap
Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring 3 inci
Pelampung utama (bahan sendal karet)
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg)
Tali ris atas dan bawah (bahan nylon)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu tanpa motor jenis jukung dengan
menggunakan seperti terlihat pada gambar 18, dengan ukuran sebagai berikut :

20

Panjang (L) = 9 m
Lebar (B)

= 0,8 m

Tinggi (D) = 1 m
Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang.

Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode penangkapan ikan
Setelah tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan (sebaiknya
bukan daerah pelayaran) maka yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda
dan jangkar, selanjutnya dilakukan penurunan jaring (setting). Setelah semua
jaring telah diturunkan dan telah terentang dengan sempurna, maka dalam jangka
waktu tertentu, biasanya 2-5 jam dilakukan penarikan jaring (hauling). Pada saat
melakukan hauling, jaring diatur dengan baik seperti semula sehingga
memudahkan untuk operasi berikutnya. Pengoperasin jaring insang hanyut
umumnya dilakukan pada malam hari, tetapi pada pagi hari juga dilakukan
pengoperasian. Faktor utama pada pengoperasian jaring insang hanyut adalah
penggunaan warna jaring yang pada saat di dalam perairan tidak tampak oleh
ikan, dengan demikian nelayan menggunakan warna jaring yang relatif sama
dengan warna perairan.

21

3.4.3. Pukat cincin (purse seine)
a. Alat tangkap
Satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu,
echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seine terdiri dari
kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat,
tali penarik, tali cincin dan lower salvage. Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci
dan pada bagian sayap 1,25 inci.
Pelampung bahan plastik
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan
menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 – 10 GT, seperti
terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:
Panjang (L)

= 15 m

Lebar (B)

= 2,5 m

Tinggi (D)

=2m

Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang.

Gambar 19. Contoh Kapal purse seine (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

22

c. Metode penangkapan ikan
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan
ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20).

Gambar 20. Ilustrasi pengoperasian purse seine (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Penangkapan cakalang dengan purse seine dioperasikan pada malam hari.
Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu
yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah :
Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung.
Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air.
Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan
arahnya rumpon yang telah dilepaskan.
Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon.
Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup
maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali
pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas
khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi
semula.
Penarikan tubuh jaring, float line. Ini ditarik jika bagian bawah jaring telah
tertutup, dengan demikian semua pemberat telah berada di atas kapal.
Tubuh jaring dan float line diatur kembali di atas kapal seperti semula.

23

Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian
kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal.
3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan
Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah
lingkungan yaitu:
1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu
meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.
Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan
pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang
berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,.
Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih
banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan
purse seine efektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol.
Purse seine dan jaring insang hanyut jika dibandingkan dengan pancing
tonda lebih unggul atau lebih ramah lingkungan. Menurut Sultan (2004) jenis alat
tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut,
pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut
dan purse seine. Berdasarkan prinsip pengoperasian yang melingkari tujuan
penangkapan, mengkerucutkan bagian bawah jaring hingga membentuk kantong,
maka cakalang yang telah berada pada catchable area akan sulit untuk lolos. Jika

24

dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang
renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan
dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan
diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau
kemampuan menangkap cakalang juga berbeda.
Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini
yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan
(environmentally

friendly

fishing

technology)

dengan

harapan

dapat

memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan,
tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang
dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data
dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan.
Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu
teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis,
mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.

25

6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.

V. KESIMPULAN
Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut
jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun.
Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan
Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil
tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23
ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun
dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang
sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap
pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.
Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk
diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbanganpertimbangan

yang

akan

digunakan

dalam

pemilihan

teknologi

dapat

dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu
dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan.

VI. SARAN
Untuk

mengusahakan

agar

sumberdaya

perikanan

pelagis

dapat

dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas
maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Indukinduk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk
berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang
cukup untuk kelestarian.
Adanya peraturan yang jelas terhadap usaha pemanfaatan sumberdaya ikan
yang ada, peningkatan teknologi penangkapan yang efisisien serta penyediaan

26

industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan
Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

[PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok Ikan
Indonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. Kebijakan
Pembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasi
elokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap
DKP Jakarta.
Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production and
Maximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and Effort
Time Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23.
Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands.
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif (28 Desember 2006).
Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to
Fisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food and
Agricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p
Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan
Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama
P3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal.
Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol.
XIII, No. 2 : 63-72.
Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi Ekonomi
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan Jawa
Tengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567.
Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman
Nasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174.
Widodo, J. Dan Suadi, 2006. Pengelolaan Suberdaya Perikanan Laut. Gadjah
Mada University Pres. 252 hal.

27

Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
Pearson Correlation

CPUE
Effort
CPUE
Effort
CPUE
Effort

Sig. (1-tailed)
N

CPUE
1.000
-.886
.
.002

Effort
-.886
1.000
.002
.

8
8

8
8

Model Summary

b

Change Statistics
Model
1

R

R Square
a

.886
.785
a. Predictors: (Constant), Effort

Adjusted
R Square
.749

Std. Error of
the Estimate

R Square
Change

5.60669

.785

F Change
21.907

df1

df2
1

Sig. F Change
6

.003

b. Dependent Variable: CPUE

a
Coefficients

Model
1
(Constant)
Effort

Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
48.443
4.347
-.006
.001
-.886

t
11.144
-4.681

95% Confidence Interval for B
Correlations
Sig.
Lower Bound Upper Bound Zero-order
Partial
.000
37.806
59.079
.003
-.009
-.003
-.886
-.886

Part
-.886

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1.000

1.000

a. Dependent Variable: CPUE

28

Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
E maks
E msy
MSY
E*
Q*
Effort
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4176
4500
5000
5500
6000
6500
7000
7500
8000
8350

= a/b
= a/ 2b
= a2/4b
= a/2b – c/2bp
= a2/4b – c2/4bp2
Estimate catch
0
22771
42643
59614
73686
84857
93128
98500
100971
101151
100542
97214
90985
81857
69828
54899
37071
16342
0

8352
4176
101151
2915
91923
TR
0
28464233
53303466
74517699
92106932
106071165
116410398
123124631
126213865
126438699
125678098
121517331
113731564
102320797
87285030
68624263
46338496
20427729
0

TC
0
9145000
18290000
27435000
36580000
45725000
54870000
64015000
73160000
76379040
82305000
91450000
100595000
109740000
118885000
128030000
137175000
146320000
152721500

Profit
0.00
19319233.07
35013466.14
47082699.21
55526932.28
60346165.35
61540398.42
59109631.49
53053864.55
50059658.59
43373097.62
30067330.69
13136563.76
-7419203.17
-31599970.10
-59405737.03
-90836503.96
-125892270.89
-152721500.00

29

Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data Pasca kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
Pearson Correlation

CPUE
Effort
CPUE
Effort
CPUE
Effort

Sig. (1-tailed)
N

CPUE
1.000

Effort
-.886

-.886
.
.002
8

1.000
.002
.
8

8

8

Model Summary

b

Change Statistics
Model
1

R
.886

a

R Square
.785

Adjusted
R Square
.749

Std. Error of
the Estimate
5.60652

R Square
Change
.785

F Change
21.909

df1

df2
1

6

Sig. F Change
.003

a. Predictors: (Constant), Effort
b. Dependent Variable: CPUE

a
Coefficients

Model
1

(Constant)
Effort

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
48.443
4.347
-.005
.001

Standardized
Coefficients
Beta
-.886

t
11.144
-4.681

Sig.
.000
.003

95% Confidence Interval for B
Correlations
Lower Bound Upper Bound Zero-order
Partial
37.807
59.080
-.007
-.002
-.886
-.886

Part
-.886

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1.000

1.000

a. Dependent Variable: CPUE

30

Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %)
E maks
E msy
MSY
E*
Q*
E
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
2,400
2,600
2,800
3,000
3,200

= a/b
= a/ 2b
= a2/4b
= a/2b – c/2bp
= a2/4b – c2/4bp2
Estimate catch
0
9,494
18,599
27,314
35,640
43,576
51,123
58,281
65,050
71,429
77,419
83,019
88,230
93,051
97,484
101,527
105,180

TR
0
11,867,491,174
23,248,276,017
34,142,354,529
44,549,726,711
54,470,392,561
63,904,352,080
72,851,605,268
81,312,152,125
89,285,992,651
96,773,126,846
103,773,554,711
110,287,276,244
116,314,291,446
121,854,600,317
126,908,202,857
131,475,099,066

9953
4977
120543
3473
109546
TC
0
3,658,000,000
7,316,000,000
10,974,000,000
14,632,000,000
18,290,000,000
21,948,000,000
25,606,000,000
29,264,000,000
32,922,000,000
36,580,000,000
40,238,000,000
43,896,000,000
47,554,000,000
51,212,000,000
54,870,000,000
58,528,000,000

Profit
0
8,209,491,174
15,932,276,017
23,168,354,529
29,917,726,711
36,180,392,561
41,956,352,080
47,245,605,268
52,048,152,125
56,363,992,651
60,193,126,846
63,535,554,711
66,391,276,244
68,760,291,446
70,642,600,317
72,038,202,857
72,947,099,066

31

Lanjutan Lampiran 4.
E
Estimate catch
3,400
108,444
3,600
111,319
3,800
113,804
4,000
115,900
4,200
117,607
4,400
118,925
4,600
119,852
4,800
120,391
4,977
120,543
5,000
120,540
5,200
120,300
5,400
119,671
5,600
118,652
5,800
117,244
6,000
115,446
6,200
113,259
6,400
110,683
6,600
107,717
6,800
104,362
7,000
100,618
7,200
96,484
7,400
91,961
7,600
87,048

TR
135,555,288,944
139,148,772,491
142,255,549,707
144,875,620,593
147,008,985,147
148,655,643,370
149,815,595,262
150,488,840,823
150,678,695,310
150,675,380,053
150,375,212,952
149,588,339,520
148,314,759,757
146,554,473,663
144,307,481,238
141,573,782,482
138,353,377,395
134,646,265,977
130,452,448,228
125,771,924,148
120,604,693,737
114,950,756,996
108,810,113,923

TC
62,186,000,000
65,844,000,000
69,502,000,000
73,160,000,000
76,818,000,000
80,476,000,000
84,134,000,000
87,792,000,000
91,029,330,000
91,450,000,000
95,108,000,000
98,766,000,000
102,424,000,000
106,082,000,000
109,740,000,000
113,398,000,000
117,056,000,000
120,714,000,000
124,372,000,000
128,030,000,000
131,688,000,000
135,346,000,000
139,004,000,000

Profit
73,369,288,944
73,304,772,491
72,753,549,707
71,715,620,593
70,190,985,147
68,179,643,370
65,681,595,262
62,696,840,823
59,649,365,310
59,225,380,053
55,267,212,952
50,822,339,520
45,890,759,757
40,472,473,663
34,567,481,238
28,175,782,482
21,297,377,395
13,932,265,977
6,080,448,228
-2,258,075,852
-11,083,306,263
-20,395,243,004
-30,193,886,077

32

Lanjutan lampiran 4.
E
Estimate catch
7,800
81,746
8,000
76,055
8,200
69,974
8,400
63,504
8,600
56,645
8,800
49,396
9,000
41,758
9,200
33,731
9,400
25,314
9,600
16,508
9,953
15
10,000
0

TR
102,182,764,519
95,068,708,784
87,467,946,718
79,380,478,321
70,806,303,593
61,745,422,534
52,197,835,144
42,163,541,423
31,642,541,371
20,634,834,988
18,615,020
0

TC
142,662,000,000
146,320,000,000
149,978,000,000
153,636,000,000
157,294,000,000
160,952,000,000
164,610,000,000
168,268,000,000
171,926,000,000
175,584,000,000
182,040,370,000
182,900,000,000

Profit
-40,479,235,481
-51,251,291,216
-62,510,053,282
-74,255,521,679
-86,487,696,407
-99,206,577,466
-112,412,164,856
-126,104,458,577
-140,283,458,629
-154,949,165,012
-182,021,754,980
-182,900,000,000

33

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24

Integrated Food Therapy Minuman Fungsional Nutrafosin Pada Penyandang Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Dan Dislipidemia

5 149 3