PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF. docx
PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA
LANSIA
PEKERJA KONSTRUKSI
Latar belakang : Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan
kematian global disebabkan penyakit tidak menular. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara
global pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular 12%
diantaranya disebabkan oleh penyakit Paru Kronis (12%). Penulisan ini dibuat dalam bentuk
laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan kunjungan
rumah, Data sekunder didapatkan dari rekam medis terdahulu. Dan tinjauan kepustakaan
penilaian diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.
Tn. M, 61 tahun, seorang kepala keluarga yang berprofesi sebagai tukang aspal jalan, datang
dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Dahak tidak disertai
dengan darah. Keluhan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Lalu pasien dibawa
berobat ke RS karena sesak nafas. Pasien bekerja di bagian konstruksi memiliki riwayat
sebagai seorang perokok berat, Selain pasien, anaknya dirumah juga merokok. Di lingkungan
pekerjaan pun semua rekannya merokok, pasien sering terpapar debu, asap kendaraan, serta
asap pembakaran aspal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 120/70 mmHg,
frekuensi napas 24x/menit, suhu 36,8oC. Regio thorax : Barrel Chest, pelebaran sela iga,
pulmo ronkhi basah halus (+/+).Telah dilakukan penerapan pelayanan berbasis Evidence
Based Medicine pada pasien lansia dengan riwayat merokok dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta penatalaksanaan pasien
berdasarkan kerangka penyelesaian pasien.
Pendahuluan
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan kematian global
disebabkan penyakit tidak menular. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara global pada
tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular 12% diantaranya
disebabkan oleh penyakit Paru Kronis (12%), Kematian akibat Penyakit Tidak Menular
sekitar 29 % terdapat pada usia di bawah 60 tahun dan hampir 80% terjadi di negara
berkembang. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernafasan yang
progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2003). Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang
manusia setiap sepuluh detik. Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka
PPOK menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering dijumpai di
masa mendatang baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Jumlah penderita PPOK
di Amerika Serikat diperkirakan kira-kira 14 juta orang di Amerika Serikat menderita PPOK.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru
yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi
abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik
dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang
berbedaAkan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan
definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema
merupakan diagnosis patologi. Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di
Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan untuk
penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk
mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali
jauh dari jangkauan Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan
PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan
PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas
dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, Resti Lhutvia, S.Ked, Januari 2016,” Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis Pada Lansia Pekerja Konstruksi”. J Medula Unila.Volume 4, No. 4,
http://jukeunila.com/wpcontent/uploads/2016/02/RESTI_LHUTVIA_ANDANI_2016_02_09_13_27_30_860.pdf, 11
April 2016.
HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU
DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK
DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi kronis suatu
penyakit yang menyebabkan kecacatan dan kematian. Kualitas hidup penderita PPOK
merupakan ukuran penting yang dinilai karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan
menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status
fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.
Tujuan: Untuk mengetahui karakterisik dan hubungan derajat obstruksi paru terhadap kualitas
hidup penderita PPOK di Poliklinik Paru RSUD dr. Soedarso. Metodologi: Penelitian ini
menggunakan desain studi analitik observasional dengan pendekatan waktu cross-sectional.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 orang. Pengumpulan data diambil
dari hasil diagnosis, rekam medis, wawancara, kuesioner dan pemeriksaan spirometri. Data
dianalisis menggunakan uji Spearman. Hasil: Kelompok usia terbanyak adalah 51- 60 tahun
(41,2%), jenis kelamin laki – laki (92,2%), pensiunan (25,5%), SMA (33,3%), adanya riwayat
merokok (84,3%), 21 pasien (41,2%) mengalami derajat obstruksi paru berat dan 29 pasien
(56,9%) mengalami kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang bermakna antara
derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup (p = 0,000) dengan koefisien korelasi sedang (r
= 0,589). Kesimpulan: Derajat obstruksi paru yang berat secara bermakna positif
menyebabkan kualitas hidup yang buruk.
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang beracun atau berbahaya. PPOK merupakan kondisi kronis suatu penyakit yang
menyebabkan kecacatan dan kematian. Data dari World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan keempat sebagai penyebab
utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian
ketiga di seluruh dunia. Prevalensi PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%. Untuk Indonesia,
penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi
prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%.3 Merokok merupakan salah satu faktor resiko
terbesar PPOK. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyatakan prevalensi
penduduk Indonesia yang menjadi perokok saat ini adalah 29,2%. Kalimantan Barat termasuk
daerah yang memiliki prevalensi perokok yang cukup tinggi yaitu sebesar 27,2%.Kualitas
hidup menurut WHO adalah sebagai persepsi individu terhadap kedudukan mereka dalam
konteks kehidupan berupa budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan,
harapan, ukuran dan kepentingan mereka. Ini merupakan konsep yang luas yang
mempengaruhi secara kompleks dari kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat
kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan diri, dan hubungan mereka dengan lingkungan
sekitar.Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting yang dinilai karena
berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas,
makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga. Banyak penelitian yang menunjukkan
hubungan bermakna antara derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup. Data mengenai
hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita PPOK di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak belum tersedia. Hal tersebut menjadi alasan perlunya
melakukan penelitian “Hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita
PPOK di RSUD Dokter Soedarso Pontianak”.
DAFTAR PUSTAKA
Firdausi, Januari 2014,”HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU DENGAN
KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK”.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/viewFile/6336/6513, 12 April 2016.
TINGKAT DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI SISWA SMP KELAS VIII
TAHUN 2015DI SMP NEGERI 2 PAKEM SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Pendahuluan
Kegiatan dan pelaksanaan olahraga setiap individu mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Variasi dan tujuan tersebut berkaitan erat dengan motivasi yang muncul, antara lain berupa
tujuan untuk mencapai suatu prestasi dalam bidang tertentu, berolahraga untuk mengisi waktu
luang dan ada juga yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran
jasmani yang baik akan sangat berpengaruh terhadap semua aspek yang berhubungan dengan
aktivitas jasmani yang dilakukan. Banyak cabang olahraga yang dapat dijadikan aktivitas
untuk mencapai tujuan tersebut. Mulai dari olahraga permainan, senam, renang, dan lain
sebagainya. Di jenjang pendidikan SMP banyak kegiatan-kegiatan olahraga yang ditawarkan,
seperti :sepakbola, bolabasket, bolavoli, dan lain-lain. Istilah kebugaran kardiorespirasi sama
pengertiannya dengan beberapa istilah seperti daya tahan jantung-paru atau daya tahan
kardiovaskular (Sukadiyanto, 2005: 34). Menurut Rusli Lutan (2001: 46), secara teknis
pengertian kardio (jantung), vaskuler (pembuluh darah), respirasi (paru-paru dan ventilasi),
aerobik (bekerja dengan oksigen). Istilah ini berkaitan satu sama lain. Menurut Wahjoedi
(2000: 61) di antara ke empat komponen kebugaran jasmani (daya tahan kardiorespirasi, daya
tahan otot, kekuatan otot, dan fleksibilitas), daya tahan kardiorespirasi dianggap komponen
paling pokok dalam kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi sangat penting untuk
menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkan keseluruh jaringan otot
yang sedang aktif sehingga dapat digunakan untuk metabolisme. Daya tahan kardiorespirasi
berhubungan erat dengan VO2Maks, karena VO2Maks itu adalah tempo tercepat dimana
seseorang dapat menggunakan oksigen selama berolahraga Sudarno SP, (1992: 8). Jadi
seseorang yang mempunyai VO2Maks yang baik maka dalam penggunaan oksigen akan lebih
maksimal sehingga daya tahan kardiorespirasi menjadi lebih baik pula dan akan berpengaruh
terhadap kebugaran jamani seseorang. Seseorang yang memiliki kebugaran yang baik dia
tidak mudah lelah atau capek setelah melakukan aktifitas keseharian kalau terjadi kelelahan
dengan sedikit istirahat dapat mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala. Kebugaran
jasmani merupakan faktor yang sangat erat hubungannya dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Karena tingkat kebugaran jasmani seseorang menentukan kemampuan
fisiknya dalam aktivitas sehari-hari. Semakin tinggi tingkat kebugaran jasmani seseorang
semakin tinggi pula kemampuan atau keterampilan fisik untuk aktifitas yang dilakukannya.
Selain itu kebugaran jasmani merupakan salah satu faktor penunjang seseorang dapat
melakukan berbagai macam aktifitas fisik, melakukan tugas sehari-hari secara efektif dan
efisien dalam waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebih. Tingkat kebugaran
jasmani yang baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Pencapaian
kebugaran jasmani tidak hanya dilakukan dalam aktifitas yang berada di ruang lingkup
pendidikan formal saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah Sadoso Sumosardjuno
(1992: 15). Kebugaran jasmani dapat dikatakan baik jika daya tahan kardiorespirasinya baik
pula, karena daya tahan kardiorespirasi (daya tahan jantung paru) merupakan unsur yang
sangat penting dalam kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi yang tinggi dapat
mempertahankan penampilan dalam jangka waktu relatif lama secara terus menerus. Melihat
betapa pentingnya kebugaran kardiorespirasi, maka kebugaran kardiorespirasi hendaknya
sudah diterapkan sejak usia dini, baik dalam kegiatan formal maupun non formal. Tingkat
kebugaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh beberapa komponen, salah satunya adalah
kebugaran kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya tahan paru jantung adalah
kapasitas sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal saat
melakukan aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa mengalami
kelelahan yang berarti (Wahjoedi, 2000: 59). Untuk meningkatkan kebugaran kardiorespirasi
dapat dilakukan dengan latihan. Latihan dapat dilakukan dengan olahraga, menurut Djoko
Pekik Irianto (2004: 12) latihan kebugaran diartikan sebagai proses sistematis menggunakan
gerakan bertujuan meningkatkan atau mempertahankan kualitas fungsi tubuh meliputi
kualitas daya tahan paru jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelentukan dan komposisi
tubuh. Kebugaran kardiorespirasi yang baik, siswa diharapkan dapat belajar yang baik,
sehingga pada saatnya nanti dapat meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik.
Pengertian kardiorespirasi itu sendiri adalah kemampuan sistem peredaran darah dan
pernapasan untuk membagikan oksigen serta makanan ke otot-otot yang bekerja sesuai
dengan kebutuhan untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja dan latihan fisik Rusli Lutan
(2002: 46). Ekstrakurikuler yang diadakan SMP Negeri 2 Pakem, terbagi menjadi dua
macam, yaitu ekstrakurikuler olahraga dan non olahraga. Latihan ekstrakurikuler olahraga,
misalnya bolavoli, sepakbola, dan bolabasket tidak berjalan efisien, karena jadwal hanya satu
kali dalam satu minggu. SMP Negeri 2 Pakem juga terletak di dataran tinggi yang bertempat
di Jalan Kaliurang km 20, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran penjas yang belum optimal, akan berpengaruh terhadap kemauan siswa untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Pada saat observasi dan penulis melakukan wawancara
singkat dengan guru olahraga tanggal 28 Maret 2015, kenyataan yang ada yaitu siswa kelas
VIII di SMP Negeri 2 Pakem saat mengikuti pembelajaran penjasorkes tidak bersemangat,
cepat merasa lelah, bahkan sempat ada siswa yang tidak sampai selesai mengikuti
pembelajaran penjasorkes karena sudah mengalami kelelahan. Guru Penjasorkses di SMP
Negeri 2 Pakem juga kurang kreatif pada saat mengajar, guru hanya menggunakan metode
yang konvensional sehingga siswa merasa bosan dan tidak berminat saat mengikuti
pembelajaran. Seharusnya melihat dari karakteristik dan seringnya siswa melakukan aktivitas
di luar sekolah, siswa mempunyai daya tahan yang baik. Selama ini juga di SMP Negeri 2
Pakem belum pernah dilakukan pengukuran tentang daya tahan kardiorespirasi siswanya.
Dengan adanya pengukuran kebugaran kardiorespirasi siswa, diharapkan guru dapat
mengetahui status kebugaran siswa, sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran yang
tepat dan sesuai. Dari pertimbangan uraian di atas, serta belum adanya penelitian tenatang
kebugaran kardiorespirasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Pakem, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Tingkat Daya Tahan Kardiorespirasi Siswa SMP kelas VIII
di SMP Negeri 2 Pakem Tahun Ajaran 2015”.
Daftar Pustaka
Karmin,Alwi Syahrul, Juni 2015,” TINGKAT DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI SISWA
SMP KELAS VIII TAHUN 2015DI SMP NEGERI 2 PAKEM SLEMAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA”. http://eprints.uny.ac.id/26455/1/SKRIPSI%20ALWI.pdf, 12
April 2016
LANSIA
PEKERJA KONSTRUKSI
Latar belakang : Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan
kematian global disebabkan penyakit tidak menular. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara
global pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular 12%
diantaranya disebabkan oleh penyakit Paru Kronis (12%). Penulisan ini dibuat dalam bentuk
laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan kunjungan
rumah, Data sekunder didapatkan dari rekam medis terdahulu. Dan tinjauan kepustakaan
penilaian diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.
Tn. M, 61 tahun, seorang kepala keluarga yang berprofesi sebagai tukang aspal jalan, datang
dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Dahak tidak disertai
dengan darah. Keluhan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Lalu pasien dibawa
berobat ke RS karena sesak nafas. Pasien bekerja di bagian konstruksi memiliki riwayat
sebagai seorang perokok berat, Selain pasien, anaknya dirumah juga merokok. Di lingkungan
pekerjaan pun semua rekannya merokok, pasien sering terpapar debu, asap kendaraan, serta
asap pembakaran aspal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 120/70 mmHg,
frekuensi napas 24x/menit, suhu 36,8oC. Regio thorax : Barrel Chest, pelebaran sela iga,
pulmo ronkhi basah halus (+/+).Telah dilakukan penerapan pelayanan berbasis Evidence
Based Medicine pada pasien lansia dengan riwayat merokok dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta penatalaksanaan pasien
berdasarkan kerangka penyelesaian pasien.
Pendahuluan
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan kematian global
disebabkan penyakit tidak menular. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara global pada
tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular 12% diantaranya
disebabkan oleh penyakit Paru Kronis (12%), Kematian akibat Penyakit Tidak Menular
sekitar 29 % terdapat pada usia di bawah 60 tahun dan hampir 80% terjadi di negara
berkembang. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernafasan yang
progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2003). Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang
manusia setiap sepuluh detik. Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka
PPOK menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering dijumpai di
masa mendatang baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Jumlah penderita PPOK
di Amerika Serikat diperkirakan kira-kira 14 juta orang di Amerika Serikat menderita PPOK.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru
yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi
abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik
dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang
berbedaAkan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan
definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema
merupakan diagnosis patologi. Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di
Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan untuk
penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk
mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali
jauh dari jangkauan Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan
PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan
PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas
dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, Resti Lhutvia, S.Ked, Januari 2016,” Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis Pada Lansia Pekerja Konstruksi”. J Medula Unila.Volume 4, No. 4,
http://jukeunila.com/wpcontent/uploads/2016/02/RESTI_LHUTVIA_ANDANI_2016_02_09_13_27_30_860.pdf, 11
April 2016.
HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU
DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK
DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi kronis suatu
penyakit yang menyebabkan kecacatan dan kematian. Kualitas hidup penderita PPOK
merupakan ukuran penting yang dinilai karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan
menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status
fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.
Tujuan: Untuk mengetahui karakterisik dan hubungan derajat obstruksi paru terhadap kualitas
hidup penderita PPOK di Poliklinik Paru RSUD dr. Soedarso. Metodologi: Penelitian ini
menggunakan desain studi analitik observasional dengan pendekatan waktu cross-sectional.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 orang. Pengumpulan data diambil
dari hasil diagnosis, rekam medis, wawancara, kuesioner dan pemeriksaan spirometri. Data
dianalisis menggunakan uji Spearman. Hasil: Kelompok usia terbanyak adalah 51- 60 tahun
(41,2%), jenis kelamin laki – laki (92,2%), pensiunan (25,5%), SMA (33,3%), adanya riwayat
merokok (84,3%), 21 pasien (41,2%) mengalami derajat obstruksi paru berat dan 29 pasien
(56,9%) mengalami kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang bermakna antara
derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup (p = 0,000) dengan koefisien korelasi sedang (r
= 0,589). Kesimpulan: Derajat obstruksi paru yang berat secara bermakna positif
menyebabkan kualitas hidup yang buruk.
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang beracun atau berbahaya. PPOK merupakan kondisi kronis suatu penyakit yang
menyebabkan kecacatan dan kematian. Data dari World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan keempat sebagai penyebab
utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian
ketiga di seluruh dunia. Prevalensi PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%. Untuk Indonesia,
penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi
prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%.3 Merokok merupakan salah satu faktor resiko
terbesar PPOK. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyatakan prevalensi
penduduk Indonesia yang menjadi perokok saat ini adalah 29,2%. Kalimantan Barat termasuk
daerah yang memiliki prevalensi perokok yang cukup tinggi yaitu sebesar 27,2%.Kualitas
hidup menurut WHO adalah sebagai persepsi individu terhadap kedudukan mereka dalam
konteks kehidupan berupa budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan,
harapan, ukuran dan kepentingan mereka. Ini merupakan konsep yang luas yang
mempengaruhi secara kompleks dari kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat
kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan diri, dan hubungan mereka dengan lingkungan
sekitar.Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting yang dinilai karena
berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas,
makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga. Banyak penelitian yang menunjukkan
hubungan bermakna antara derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup. Data mengenai
hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita PPOK di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak belum tersedia. Hal tersebut menjadi alasan perlunya
melakukan penelitian “Hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita
PPOK di RSUD Dokter Soedarso Pontianak”.
DAFTAR PUSTAKA
Firdausi, Januari 2014,”HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU DENGAN
KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK”.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/viewFile/6336/6513, 12 April 2016.
TINGKAT DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI SISWA SMP KELAS VIII
TAHUN 2015DI SMP NEGERI 2 PAKEM SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Pendahuluan
Kegiatan dan pelaksanaan olahraga setiap individu mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Variasi dan tujuan tersebut berkaitan erat dengan motivasi yang muncul, antara lain berupa
tujuan untuk mencapai suatu prestasi dalam bidang tertentu, berolahraga untuk mengisi waktu
luang dan ada juga yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran
jasmani yang baik akan sangat berpengaruh terhadap semua aspek yang berhubungan dengan
aktivitas jasmani yang dilakukan. Banyak cabang olahraga yang dapat dijadikan aktivitas
untuk mencapai tujuan tersebut. Mulai dari olahraga permainan, senam, renang, dan lain
sebagainya. Di jenjang pendidikan SMP banyak kegiatan-kegiatan olahraga yang ditawarkan,
seperti :sepakbola, bolabasket, bolavoli, dan lain-lain. Istilah kebugaran kardiorespirasi sama
pengertiannya dengan beberapa istilah seperti daya tahan jantung-paru atau daya tahan
kardiovaskular (Sukadiyanto, 2005: 34). Menurut Rusli Lutan (2001: 46), secara teknis
pengertian kardio (jantung), vaskuler (pembuluh darah), respirasi (paru-paru dan ventilasi),
aerobik (bekerja dengan oksigen). Istilah ini berkaitan satu sama lain. Menurut Wahjoedi
(2000: 61) di antara ke empat komponen kebugaran jasmani (daya tahan kardiorespirasi, daya
tahan otot, kekuatan otot, dan fleksibilitas), daya tahan kardiorespirasi dianggap komponen
paling pokok dalam kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi sangat penting untuk
menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkan keseluruh jaringan otot
yang sedang aktif sehingga dapat digunakan untuk metabolisme. Daya tahan kardiorespirasi
berhubungan erat dengan VO2Maks, karena VO2Maks itu adalah tempo tercepat dimana
seseorang dapat menggunakan oksigen selama berolahraga Sudarno SP, (1992: 8). Jadi
seseorang yang mempunyai VO2Maks yang baik maka dalam penggunaan oksigen akan lebih
maksimal sehingga daya tahan kardiorespirasi menjadi lebih baik pula dan akan berpengaruh
terhadap kebugaran jamani seseorang. Seseorang yang memiliki kebugaran yang baik dia
tidak mudah lelah atau capek setelah melakukan aktifitas keseharian kalau terjadi kelelahan
dengan sedikit istirahat dapat mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala. Kebugaran
jasmani merupakan faktor yang sangat erat hubungannya dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Karena tingkat kebugaran jasmani seseorang menentukan kemampuan
fisiknya dalam aktivitas sehari-hari. Semakin tinggi tingkat kebugaran jasmani seseorang
semakin tinggi pula kemampuan atau keterampilan fisik untuk aktifitas yang dilakukannya.
Selain itu kebugaran jasmani merupakan salah satu faktor penunjang seseorang dapat
melakukan berbagai macam aktifitas fisik, melakukan tugas sehari-hari secara efektif dan
efisien dalam waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebih. Tingkat kebugaran
jasmani yang baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Pencapaian
kebugaran jasmani tidak hanya dilakukan dalam aktifitas yang berada di ruang lingkup
pendidikan formal saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah Sadoso Sumosardjuno
(1992: 15). Kebugaran jasmani dapat dikatakan baik jika daya tahan kardiorespirasinya baik
pula, karena daya tahan kardiorespirasi (daya tahan jantung paru) merupakan unsur yang
sangat penting dalam kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi yang tinggi dapat
mempertahankan penampilan dalam jangka waktu relatif lama secara terus menerus. Melihat
betapa pentingnya kebugaran kardiorespirasi, maka kebugaran kardiorespirasi hendaknya
sudah diterapkan sejak usia dini, baik dalam kegiatan formal maupun non formal. Tingkat
kebugaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh beberapa komponen, salah satunya adalah
kebugaran kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya tahan paru jantung adalah
kapasitas sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal saat
melakukan aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa mengalami
kelelahan yang berarti (Wahjoedi, 2000: 59). Untuk meningkatkan kebugaran kardiorespirasi
dapat dilakukan dengan latihan. Latihan dapat dilakukan dengan olahraga, menurut Djoko
Pekik Irianto (2004: 12) latihan kebugaran diartikan sebagai proses sistematis menggunakan
gerakan bertujuan meningkatkan atau mempertahankan kualitas fungsi tubuh meliputi
kualitas daya tahan paru jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelentukan dan komposisi
tubuh. Kebugaran kardiorespirasi yang baik, siswa diharapkan dapat belajar yang baik,
sehingga pada saatnya nanti dapat meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik.
Pengertian kardiorespirasi itu sendiri adalah kemampuan sistem peredaran darah dan
pernapasan untuk membagikan oksigen serta makanan ke otot-otot yang bekerja sesuai
dengan kebutuhan untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja dan latihan fisik Rusli Lutan
(2002: 46). Ekstrakurikuler yang diadakan SMP Negeri 2 Pakem, terbagi menjadi dua
macam, yaitu ekstrakurikuler olahraga dan non olahraga. Latihan ekstrakurikuler olahraga,
misalnya bolavoli, sepakbola, dan bolabasket tidak berjalan efisien, karena jadwal hanya satu
kali dalam satu minggu. SMP Negeri 2 Pakem juga terletak di dataran tinggi yang bertempat
di Jalan Kaliurang km 20, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran penjas yang belum optimal, akan berpengaruh terhadap kemauan siswa untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Pada saat observasi dan penulis melakukan wawancara
singkat dengan guru olahraga tanggal 28 Maret 2015, kenyataan yang ada yaitu siswa kelas
VIII di SMP Negeri 2 Pakem saat mengikuti pembelajaran penjasorkes tidak bersemangat,
cepat merasa lelah, bahkan sempat ada siswa yang tidak sampai selesai mengikuti
pembelajaran penjasorkes karena sudah mengalami kelelahan. Guru Penjasorkses di SMP
Negeri 2 Pakem juga kurang kreatif pada saat mengajar, guru hanya menggunakan metode
yang konvensional sehingga siswa merasa bosan dan tidak berminat saat mengikuti
pembelajaran. Seharusnya melihat dari karakteristik dan seringnya siswa melakukan aktivitas
di luar sekolah, siswa mempunyai daya tahan yang baik. Selama ini juga di SMP Negeri 2
Pakem belum pernah dilakukan pengukuran tentang daya tahan kardiorespirasi siswanya.
Dengan adanya pengukuran kebugaran kardiorespirasi siswa, diharapkan guru dapat
mengetahui status kebugaran siswa, sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran yang
tepat dan sesuai. Dari pertimbangan uraian di atas, serta belum adanya penelitian tenatang
kebugaran kardiorespirasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Pakem, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Tingkat Daya Tahan Kardiorespirasi Siswa SMP kelas VIII
di SMP Negeri 2 Pakem Tahun Ajaran 2015”.
Daftar Pustaka
Karmin,Alwi Syahrul, Juni 2015,” TINGKAT DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI SISWA
SMP KELAS VIII TAHUN 2015DI SMP NEGERI 2 PAKEM SLEMAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA”. http://eprints.uny.ac.id/26455/1/SKRIPSI%20ALWI.pdf, 12
April 2016