PERMASALAHAN TEKNIS INSTALASI PENGOLAHAN. pdf

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..

JAI Vol. 1 , No.1 2005

PERMASALAHAN TEKNIS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT
Studi Kasus IPAL Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT. KERTAJAYA
Oleh :
P. Nugro Rahardjo
Peneliti pada Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, di Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Lingkungan, Kedeputian TIEML, BPPT .
Abstract
Crude palm oil produced in Indonesia has already been known as the second largest in
Asia. Unfortunately tens of palm oil factories (CPOF) spread out in Indonesia have not
good wastewater treatment plants (WWTP) yet. PT. Kertajaya, as an example, which is
located in Regency Pandeglang, still has BOD contained in its final effluent of the
wastewater treatment plant more than 200 ppm. In fact the capacity and capability of
WWTP in PT. Kertajaya are much more than enough for only 288 m3 per day. Because of
improper operation and maintenance of the WWTP, the technical problems are
accumulated, such as, increasing the sediment, decreasing the retention time and
channelling of the wastewater being treated. The following affect is the treatment process

is not going well and the quality of effluent is getting worse. To solve the technical
problems, it is very important to remove the sediment periodically and give aeration in the
aerobic pond. A recommendation for the wastewater treatment system has been
proposed. The system has eight processes including oil separation or first sedimentation,
neutralization, equalization, anaerobic degradation, aerobic degradation,
final
sedimentation and sludge drying.
Katakunci : BOD, technical problem, wastewater, anaerobic. Aerobic process
I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Oil)
mempunyai
kelemahan
dalam

hal
penanganan limbahnya, baik terhadap limbah
padat ataupun limbah cairnya. Effluent (hasil
akhir yang dibuang ke alam) dari unit atau
instalasi pengolahan limbah cair dari pabrikpabrik CPO yang ada di Indonesia umumnya
masih belum memenuhi kriteria sesuai standar
peraturan yang berlaku, misalnya kadar BOD
hasil pengolahan limbah cairnya yang masih di
atas 100 ppm. Dengan demikian bila telah
diberlakukan secara konsisten tentang standar
internasional yang mensyaratkan harus adanya
ecolabelling, maka pabrik-pabrik CPO tersebut
tidak dapat menjual atau mengekspor CPO-nya
ke luar negeri. Karena itu sangat dibutuhkan
penyempurnaan sistem pengolahan limbah cair
untuk meningkatkan kualitas air buangan akhir
yang tidak mencemarkan lingkungan sekitar
pabrik CPO.
PKS PT. Kertajaya yang berlokasi di
Kabupaten Pandeglang telah beroperasi lebih

dari 15 tahun. Dalam memproduksi minyak
mentah kelapa sawit, pabrik ini telah mengalami
beberapa kali rehabilitasi dan pengembangan
kearah kesempurnaan, sehingga semakin lama
efisiensi
proses
produksinya
mengalami
peningkatan. Namun perbaikan unit-unit proses
dalam pabrik tersebut tetap saja belum optimal
dan jumlah kandungan minyak yang terdapat

Agroindustri saat ini merupakan subsektor
yang harus diandalkan oleh pemerintah dalam
memacu laju peningkatan komoditas eksport
untuk
mengatasi
krisis
ekonomi
yang

berkepanjangan melanda Indonesia. Memang
terbukti bahwa sesuai dengan kondisi alamnya,
yaitu iklim tropis dan potensi tanah yang subur,
maka Indonesia haruslah menjadikan sektor
pertanian sebagai tulang punggung dalam
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Kelapa
sawit telah menjadi salah satu unggulan untuk
dikembangkan sesuai dengan potensi yang
sangat besar dan tersebar di seluruh kawasan di
Indonesia.
Provinsi-provinsi
yang
telah
mengembangkan
potensi
kelapa
sawit
diantaranya adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten,
Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,

Kalimantan Selatan dan sebagian provinsi di
Sulawesi. Banyak provinsi lain yang akan segera
mulai untuk mengembangkan perkebunan dan
industri kelapa sawit.
Di lain pihak hampir semua pabrik kelapa
sawit (PKS), bahkan yang sudah mengeksport
minyak mentah kelapa sawit (CPO/Crude Palm
43

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..
dalam limbah cairnya masih juga menunjukkan
angka yang tinggi. Sementara itu dalam unit fatpit
(kolam limbah minyak) upaya pengutipan kembali
minyak yang terkandung dalam limbah cair juga
masih jauh dari sempurna, sehingga kualitas
limbah cair yang masuk ke dalam unit
pengolahan limbah cair masih mempunyai beban
BOD rata-rata lebih dari 20.000 ppm. Sistem
proses dalam IPAL PKS PT. Kertajaya juga
tergolong sangat tidak memenuhi syarat.

Berdasarkan informasi dari pemerintah daerah
kualitas hasil pengolahan limbah cairnya masih
melampaui nilai ambang batas yang telah diatur
dalam peraturan pemerintah. Dengan demikian
dibutuhkan langkah identifikasi permasalahan
yang
mampu
melihat
segala
macam
permasalahan yang ada pada IPAL PKS PT.
Kertajaya.
1.2

III.
3.1

HASIL KAJIAN
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara
Umum


Proses pengolahan buah kelapa sawit
untuk menghasilkan minyak mentah sawit (CPO)
sebenarnya hanyalah proses yang berdasarkan
prinsip secara fisik saja. Bagian buah sawit yang
mengandung kadar minyak tinggi adalah justru
pada bagian sabut buah sawitnya, sehingga
proses
yang
dilakukan
adalah
dengan
penekanan (pressing) sabut sawit dengan
temperatur tertentu. Dengan proses pengolahan
bahan baku nabati yang merupakan sumber dari
senyawa-senyawa organik rantai panjang, maka
bahan-bahan pencemar dalam air buangan dari
pabrik CPO juga akan didominasi senyawasenyawa organik, khususnya bahan minyak
nabati.
Beban BOD dari limbah cair PKS pada

umumnya rata-rata sekitar 30.000 sampai 40.000
ppm, sementara itu beban COD sekitar 35.000
sampai 46.000 ppm. Jadi beban BOD mencapai
85% (atau bahkan lebih) dari jumlah bahan
pencemar yang ada dalam limbah cair tersebut.
Berdasarkan kandungan senyawa organik yang
tinggi dalam limbah cair pabrik CPO
(perbandingan BOD dan COD yang jauh lebih
besar dari 30%), maka sistem pengolahan limbah
cair pabrik CPO didominasi oleh pengolahan
secara biologis. Dalam pengolahan limbah cair
secara biologis dikenal dua macam proses, yaitu
aerobik dan anaerobik. Proses aerobik
membutuhkan oksigen yang dilakukan dengan
suplai udara ke dalam unit proses pengolahan,
sementara proses anaerobik tidak membutuhkan
suplai oksigen dan menghasilkan gas methane.
Pengolahan limbah cair PKS umumnya
diawali dengan proses anaerobik, karena
kemampuan proses ini dalam menurunkan BOD

atau mendegradasi bahan organik, jauh lebih
tinggi dari proses aerobik. Karena itu, dengan
proses anaerobik BOD dapat diturunkan hingga
mencapai sekitar 2000 ppm. Baru kemudian
proses aerobik dapat menurunkan BOD lagi
sampai di bawah 75 ppm.

Tujuan

Tujuan
penelitian
ini
adalah
mengindentifikasi permasalahan teknis dari
Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Kelapa
Sawit P.T. KERTAJAYA yang telah menimbulkan
pencemaran
lingkungan
dan
sekaligus

memberikan masukkan kepada pemerintah
daerah tentang sistem teknologi pengolahan
limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang
sesuai dan dapat memenuhi syarat standar
lingkungan (baku mutu) air buangan.
II.

JAI Vol. 1 , No.1 2005

METODOLOGI

Untuk dapat menguraikan permasalahan
dalam pengelolaan limbah cair suatu PKS, paling
tidak dibutuhkan literatur-literatur tentang proses
pengolahan dalam memproduksi minyak mentah
kelapa sawit. Pustaka tentang beberapa sistem
pengolahan limbah cair PKS yang sudah ada di
Indonesia juga tetap dibutuhkan sebagai bahan
perbandingan. Setelah diperoleh bahan yang
cukup tentang segala proses pengolahan limbah

cair PKS, baru dilakukan survey lapangan, yaitu
melihat langsung bagaimana kondisi terkini IPAL
PKS PT. Kertajaya. Dalam survey tersebut juga
dilakukan pengambilan contoh air limbah yang
dihasilkan oleh PKS PT. Kertajaya dan contoh air
hasil pengolahan unit IPAL PKS PT. Kertajaya.
Contoh-contoh air limbah tersebut kemudian
dianalisa di laboratorium. Dengan data-data yang
diperoleh dari hasil analisa laboratorium dan dari
pengamatan
langsung
jalannya
operasi
pengolahan limbah, maka dapat diungkap dan
dibahas permasalahan apa saja yang ada dalam
IPAL. Setelah diketahui permasalahannya, baru
dicari solusi atau alternatif-alternatif yang dapat
dan mungkin dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut.

3.2

Survey Lapangan

Pabrik CPO dari PT (Persero) Perkebunan
Nusantara VIII, Kertajaya, di Pandeglang,
Propinsi Banten, mempunyai kapasitas produksi
maksimum sebesar 30 ton TBS (tandan buah
segar) per jam. Pabrik ini beroperasi secara tidak
tetap, artinya bila permintaan CPO banyak dan
harganya bagus maka pabrik dioperasikan
secara maksimum selama 24 jam. Namun
kenyataannya pabrik ini sering beroperasi
selama 16 jam atau 2 shift. Proses produksi CPO
diawali dengan proses sterilisasi dan dilanjutkan
44

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..

JAI Vol. 1 , No.1 2005

yang dihasilkan secara langsung, tetapi
dalam pencucian atau pembersihan unit ini
tentu saja air bekas pencuciannya juga
merupakan
limbah
yang
banyak
mengandung minyak dan serat atau debu
halus.

dengan perontokan buah. Setelah itu buah yang
telah terpisah dilumatkan dan kemudian diperas
dengan
penekanan
(pressing).
Setelah
pengepresan, cairan minyak yang masih kotor
diakomodasikan dalam unit klarifikasi. Proses
klarifikasi sebenarnya terdiri dari tiga proses,
yaitu penyaringan (filtrasi), pengendapan dan
penguapan. Dari unit pengendapan, minyak yang
terdapat pada lapisan atas dialirkan ke dalam
proses pemurnian. Setelah pemurnian kemudian
dilakukan pengurangan kadar air dan setelah
mencapai standar tertentu CPO disimpan dalam
tangki timbun. Dari unit-unit proses produksi
tersebut banyak yang menghasilkan limbah cair.
Sudah
pasti
dalam
setiap
penghentian
pengoperasian suatu pabrik selalu dilakukan
perawatan unit-unit produksi dengan pencucian.
Air yang digunakan untuk proses pencucian ini
tentu saja merupakan limbah cair dengan jumlah
yang besar.

c) Proses Ekstraksi
Butiran buah sawit yang berasal dari thresher
masuk ke dalam digester yang dilengkapi
dengan
pengaduk.
Kemudian
buah
dilumatkan secara berkelanjutan atau
kontinyu, sehingga terjadi pelepasan perikarp
dari biji serta terjadi pemecahan kantongkantong minyak. Produk yang keluar berupa
campuran minyak, air dan padatan yang
kemudian dimasukkan secara gravitasi ke
dalam screw press. Campuran ini mengalami
pengepresan sehingga minyaknya terperas.
Pada proses pemerasan ini disemprotkan
pula air panas sebagai pengencer yang
dimasukkan dari bagian atas. Pada proses
pelumatan dan pengepresan ini sebenarnya
juga tidak dihasilkan limbah cair secara
langsung, namun pada pembersihan dan
pencucian unit ini tentu saja dihasilkan air
bekas pencucian yang merupakan air limbah.
Dari proses ini sebenarnya lebih banyak
dihasilkan limbah yang berupa padatan.

3.2.1 Proses Produksi CPO dan Sumber
Limbah Cair
Dalam proses perolehan minyak mentah
kelapa sawit dari tandan buah segar kelapa
sawit,
terdapat
unit-unit
proses
yang
menghasilkan limbah cair dengan jumlah yang
berarti, yaitu :
a) Proses Sterilisasi.

d) Proses Klarifikasi Minyak
Proses ini lebih dikenal dengan istilah
perebusan. Proses ini mempunyai 5 tujuan,
yaitu menghentikan aktivitas enzim lipase
dan oksidasi yang dapat menyebabkan
meningkatnya kadar asam lemak bebas
dalam TBS, melepaskan buah dari spiklet,
untuk
mempercepat
proses
ekstraksi
pengutipan
minyak
dari
inti
sawit,
menurunkan kadar air buah dan inti untuk
mempermudah
proses
pengempaan,
pemecahan emulsi dan melepaskan serat
dan biji serta membantu proses pelepasan
inti dari cangkang. Air kondensat dari proses
sterilisasi ini menghasilkan limbah cair
dengan BOD paling tinggi, yaitu maksimum
dapat mencapai 90.000 ppm. Jumlah limbah
cair yang dihasilkan pada unit proses ini kirakira sebesar 10% dari TBS (Tandan Buah
Segar).

Minyak yang dihasilkan dari proses
pengepresan masih keruh dan banyak
mengandung air, sehingga masih harus
dimurnikan supaya tidak terjadi hidrolisa dan
oksidasi. Unsur-unsur Fe dan Cu yang
terkandung dalam NOS (non oil solid) dapat
berperan sebagai katalisator proses oksidasi.
Pemurnian minyak dilakukan dengan cara
filtrasi, pengendapan dan penguapan.
Minyak dari pemerasan di tampung dalam
suatu tangki yang dilengkapi dengan
pemanas agar proses klarifikasi minyak lebih
sempurna. Tangki penampung ini juga
menerima reclaim oil dari tangki penampung
pengutipan minyak (recovered oil). Minyak
dari tangki penampung dipompa ke tangki
pengendap kontinyu untuk memisahkan
minyak dari air dan padatan. Seperti juga
tangki penampung minyak, pada proses
pengendapan ini juga dilengkapi dengan
pemanasan
yang
dilakukan
dengan
mengalirkan uap air panas (steam) dalam
jaringan pipa pemanas. Minyak yang berada
pada lapisan atas dialirkan ke dalam suatu
tangki penampung, sementara lumpur
endapannya dialirkan ke fatpit (kolam limbah
minyak). Kemudian minyak dimurnikan lagi,
yaitu dibersihkan dari kotoran/padatan yang

b) Proses Perontokan Buah
Perontokan buah sawit dilakukan dengan
mesin yang disebut thresher yang berputar.
Di dalam unit ini akan terjadi perontokan
sehingga buah akan terpisah dari tandannya
dan buah yang telah terlepas ini ditransfer
oleh bucket conveyer ke digester feeder. Dari
proses ini sebenarnya tidak ada limbah cair
45

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..
masih ada. Viskositas minyak dipertahankan
rendah supaya efisiensi pemisahan NOS dan
air dari minyak dapat berjalan dengan
sempurna. Hasil akhir pemurnian minyak ini
dialirkan ke dalam vacuum drier, sedangkan
sludge (lumpur) yang keluar dari filter
dialirkan ke fatpit. Dalam unit pengeringan
vakum, temperatur dijaga rendah agar
minyak tidak rusak. Minyak yang sudah
dikeringkan di tampung dalam tangki CPO.
Dalam tangki CPO pun temperaturnya harus
dijaga dengan cara pemanasan tetap. Dari
proses pemurnian minyak ini dihasilkan
banyak sekali limbah cair. Limbah ini bahkan
banyak yang berupa lumpur dan semuanya
ditampung pada kolam limbah minyak
(fatpit).

Jumlah limbah cair dari suatu pabrik
bergantung dari kapasitasnya. Pabrik CPO di PT
Perkebunan
Nasional
VIII,
Pandeglang,
mempunyai kapasitas sebesar 30 ton TBS per
jam. Jumlah limbah cair yang dihasilkan rata-rata
sekitar 60% dari kapasitas pabrik. Jadi bila
kapasitas pabrik CPO = 30 ton TBS/jam, maka
jumlah limbah cairnya sekitar 18 ton per jam.
Proses produksi berjalan dua shift, yaitu 16
jam/hari. Jadi jumlah limbah cair adalah 288
m3/hari.
Mengenai kualitas limbah cair PKS,
beberapa PKS di kawasan Sumatra mempunyai
beban BOD maksimum rata-rata 30.000 – 40.000
ppm. Berdasarkan hasil analisa laboratorium
terhadap limbah cair PKS PT. Kertajaya
diperoleh karakteristik air limbahnya (setelah
fatpit dan pengendapan awal) sebagai berikut :
o
• Temperatur : 60 – 80 C
• pH
: 3,6 – 5
• Total Solid : 3.000 – 5.000 mg / l
• BOD
: 23.000 – 32.000 mg / l
• COD
: 25.000 – 36.000 mg / l
• TOC
: 10.000 - 13.000 mg / l
• VFA
: ± 2.500 mg / l
• Fat & Oil
: ± 900 mg / l

e) Proses Pemisahan Lumpur
Pada proses pemisahan lumpur atau fatpit
(Sludge Separator) dihasilkan cukup banyak
limbah cair. Lumpur yang dihasilkan kira-kira
sejumlah 50% dari TBS.
f)

JAI Vol. 1 , No.1 2005

Proses Pencucian Hydrocyclone.
Proses pencucian pada unit ini adalah untuk
pencucian biji buah sawit. Jumlah limbah cair
yang dihasilkan pada unit ini tidak begitu
besar.

3.2.3 Proses Pengolahan Limbah Cair
1. Seluruh limbah cair (kecuali limbah dari
demineralisasi) dialirkan ke bak Fatpit.
Limbah dalam Fatpit dipanaskan dengan
menggunakan steam pada temperatur 85 –
o
95 C. Pada temperatur tersebut minyak
yang masih terkandung dalam air limbah
akan mudah lepas. Minyak yang dapat
diambil kembali (oil recovery) dari unit ini
sebesar 0,8 – 1,2 %. Waktu tinggal
(Detention Time) Td = 16 Jam. Dimensi unit
ini adalah luas 6 x 40 m2 dan kedalaman 0,8
m (bila dihitung dari data waktu tinggal dan
debit Q sebesar 18 ton/jam). BOD dari Fatpit
ini adalah 30.000 – 40.000 ppm dengan pH
sekitar 4 – 5.
2. Proses kedua adalah anaerobik yang
diakomodasikan dalam bak berjumlah 4 buah
dan dioperasikan secara berurutan. Waktu
tinggal (total) Td = 40 hari (bila dihitung dari
pembagian volume dengan debit, diperoleh
Td = 38,4 hari), dengan dimensi untuk setiap
baknya adalah luas 20 x 40 m2
dan
kedalaman sekitar 3 – 4 meter. Kualitas BOD
dari air limbah yang keluar dari proses
anaerobik ini sekitar 3000 ppm dengan pH
antara 5 – 6. Bak anaerobik ini merupakan
bak terbuka dan dikatakan berproses
anaerobik karena kedalaman baknya yang
sampai 4 meter.
3. Proses terakhir adalah aerobik yang
diakomodasikan dalam 4 buah bak (pond).

g) Proses Demineralisasi.
Proses demineralisasi dibutuhkan untuk
keperluan unit Boiler, dimana air yang
diuapkan harus mempunyai kualitas yang
bebas dari unsur-sunsur mineral, supaya
tidak terjadi pengerakan pada ketel
boilernya. Dari proses demineralisasi ini
dihasilkan jumlah limbah cair yang sangat
sedikit dibandingkan dengan unit-unit lain
sumber limbah cair. Jadi sebenarnya unit
demineralisasi tidak membebani jumlah
limbah cair dari suatu pabrik CPO.
h) Proses Pencucian.
Proses pencucian dalam suatu pabrik adalah
suatu proses yang rutin dilakukan untuk
kebersihan dan pemeliharaan sistem dalam
lokasi pabrik dan dilakukan setiap suatu
perioda tertentu. Pencucian dilakukan
terhadap unit-unit perangkat proses, lokasi
sekitar unit pemroses dan di beberapa
bagian penunjang, seperti bengkel, power
house, pump house dan lain sebagainya.
Jumlah limbah cair dari pencucian ini tidak
begitu banyak.
3.2.2 Jumlah Dan Kualitas Limbah Cair
46

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..
Luas total unit aerobik ini adalah 75 x 40 m2
dengan kedalaman 1,5 meter. Waktu Tinggal
Td = 60 hari (bila dihitung dari pembagian
volume dengan debit, diperoleh Td = 62,5
hari). Proses aerobik dianggap dapat
terlaksana hanya dengan kontak udara di
permukaan kolam, tanpa aerator mekanik
atau blower. BOD limbah yang keluar dari
unit ini sekitar 200 - 230 ppm dengan pH
sekitar 7.
4. Dalam
pengoperasiannya
direncanakan
sebagian dari air limbah yang keluar dari unit
anaerobik dipergunakan untuk menyiram
tanam-tanaman. Cara pemanfaatan limbah
cair dengan cara ini dikenal dengan nama
Land Application. Namun sesungguhnya
penggunaan limbah cair kelapa sawit untuk
penyuburan areal kelapa sawit belum
diperoleh rekomendasi yang kuat dari
Bapedalda, maupun dari Kementerian
Lingkungan Hidup.





JAI Vol. 1 , No.1 2005

terlalu cepat, sehingga masih banyak
pengotor
yang
belum
sempat
mengendap. Demikian pula dengan
proses pemisahan minyak yang tidak
dapat optimal, karena waktu tinggal
yang nyata jauh di bawah 16 jam. Jadi
masih banyak minyak yang teremulsi
pada lapisan bawah dan akan ikut
terbuang ke penggelontoran menuju
kolam anaerobik.
Berkurangnya waktu tinggal terjadi
karena banyaknya endapan lumpur
yang mengeras pada bagian bawah
fatpit,
sehingga
kedalamannya
berkurang sampai 50 cm lebih. Hal itu
menyebabkan volume ruang efektif
menjadi berkurang secara berarti dan
proses pengendapan tidak dapat
berlangsung sempurna. Kenyataan itu
menunjukkan bahwa perawatan unit
fatpit tidak dilakukan dengan benar.
Pembersihan unit ini dari endapan
lumpur
yang
mengeras
harus
dilakukan secara berkala.
Demikian
pula
dengan
sistem
pemanasan yang juga berjalan tidak
sempurna, karena pada jaringan
perpipaan pipa pemanas juga sudah
berkerak cukup tebal (lebih dari 2
mm).
Ini
mengakibatkan
pula
banyaknya panas yang terbuang.

B. Unit Anaerobik
Gambar 1 : Diagram Alir Proses Pengolahan
Limbah di PKS PT. Kertajaya.

Bila dilihat dari kapasitas yang tersedia,
sebenarnya dengan waktu tinggal sekitar 38 hari
seharusnya proses pengolahan anaerobik ini
sudah jauh dari cukup. Berdasarkan teori waktu
tinggal uintuk proses anaerobik paling sedikit
sekitar 5 hari. Jadi apabila keempat kolam
anaerobik berfungsi dengan sempurna, maka
setiap kolam mempunyai waktu tinggal sebesar 8
hari. Hitungan itu pun bila kedalaman kolam
hanya 3 meter. Bila kedalaman kolam sebesar 4
meter maka waktu tinggalnya tentu lebih besar
lagi. Dengan empat kolam yang dioperasikan
berurutan, niscaya beban BOD dapat berkurang
dari sekitar 30,000 ppm menjadi lebih kecil dari
1000 ppm. Jadi beban BOD sebesar itu
merupakan umpan yang mudah dan sangat baik
untuk unit pengolahan berikutnya, yaitu unit
aerobik.
Namun yang terjadi sekarang ini adalah
keempat kolam anaerobik yang ada sudah
dipenuhi oleh lumpur endapan. Bahkan lumpur
endapan pada bagian permukaan sudah
mengeras dan berwarna hitam. Di setiap kolam,
pada kedalaman dan bagian tertentu terdapat
alur-alur yang terbentuk secara alamiah dan aluralur ini merupakan saluran limbah cair dari kolam

3.2.4 Permasalahan Teknis IPAL PKS
PT. Kertajaya
A. Unit Fat Pit
Unit Fat Pit yang dimiliki oleh PKS PT.
Kertajaya sebenarnya sudah sangat sempurna.
Dengan waktu tinggal sekitar 16 jam dan dengan
pemanasan jaringan perpipaan steam pada
o
temperatur yang cukup tinggi (85 – 90 C) sudah
menunjukkan suatu kondisi yang sangat baik.
Namun diketahui bahwa jumlah minyak yang
dapat dikutip dari unit fatpit ini masih tergolong
kecil. Dengan demikian pasti terjadi banyak
penyimpangan pada pangoperasian unit ini.
Berdasarkan pengamatan yang teliti terungkap
hal-hal sebagai berikut :
• Walaupun temperatur operasi masih
sekitar 60 derajat Celcius dalam
kolam
fatpit,
namun
proses
pengutipan minyak masih rendah dan
tidak optimal. Laju alir limbah yang
melimpas melalui perpipaan masih
47

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..

JAI Vol. 1 , No.1 2005

terjadinya pengendapan, maka volume efektif
berkurang banyak, sehingga seluruh kolam
aerobik tidak lagi mempunyai waktu tinggal total
sebesar 60 hari. Menurut pengamatan di
lapangan, volume saluran-saluran yang terbentuk
pada sebagian permukaannya mempunyai waktu
tinggal total sebesar 2 sampai 4 hari.
Pada unit proses aerobik di IPAL PKS PT.
Kertajaya ini tidak dilakukan pengontakan limbah
cair dengan udara secara efektif, karena dinilai
semua proses pengontakan efektif tersebut
terlalu banyak membutuhkan energi. Semua
pengaliran dari unit atau kolam yang satu ke
kolam yang lain berjalan secara gravitasi. Pada
umumnya
pengoperasian
proses
aerobik
dilakukan dengan pengadukan cepat atau
dengan menyemburkan udara dari dasar kolam
atau dengan menyemprotkan limbah cair dari
atas sehingga butiran cairan kontak dengan
udara terbuka. Karena itu bila pengolahan limbah
cair PKS PT. Kertajaya dilakukan dengan benar,
maka sebenarnya cukup digunakan sebuah
kolam aerobik saja dengan waktu tinggal sebesar
hampir 2,5 hari. Proses pengolahan lebih dapat
optimal lagi bila digunakan biofilter sebagai
media.

sebelumnya. Dengan demikian waktu tinggal
sebenarnya pada unit anaerobik secara
keseluruhan jauh lebih kecil dari kapasitas
maksimumnya. Melihat kondisi dilapangan,
effluent yang keluar dari unit anaerobik masih
berwarna hitam dan masih mempunyai beban
BOD sekitar 3000 sampai 5000 ppm. Waktu
tinggal keseluruhan dalam unit anaerobik
diperkirakan hanya mencapai 3 sampai 5 hari
saja.
Dengan kondisi seperti itu, maka terlihat
bahwa perawatan unit anaerobik tidak dilakukan
dengan benar. Harus dilakukan pengerukan
lumpur endapan secara berkala dan dalam
pengoperasiannya harus ada pengadukan.
Pengadukan lambat sangat diperlukan karena
dapat membuat kondisi homogen pada setiap
bagian kolam. Pengadukan sangat penting,
mengingat bahwa kolam berbentuk persegi akan
mempunyai dead space (ruang mati) pada
bagian sudut-sudutnya. Pengendapan yang
terlalu dini pada bagian ruang mati tersebut akan
sangat memacu terjadinya pengendapanpengendapan berikutnya, sehingga bila endapan
sudah meluas akan terjadi pengurangan volume
efektif unit pengolahan anaerobik ini. Limbah cair
belum sempat mengalami penguraian sempurna
dan langsung mengendap dan diam pada satu
titik lokasi saja. Seluruh pengaliran dan proses
pengolahan limbah cair pada unit anaerobik pada
PKS PT. Kertajaya ini tidak membutuhkan energi.
Artinya tidak ada pengadukan, tidak ada
pemompaan atau pun pengambilan lumpur
endapan.
Kolam-kolam anaerobik juga dibangun
seadanya dan hanya berupa penggalian tanah
terbuka.
Dengan
demikian,
peristiwa
pencemaran lingkungan, khususnya terhadap air
tanah akan terus berlangsung, karena terjadi
perembesan limbah cair ke dalam tanah. Lebih
baik
bila
kolam
anaerobik
dikonstruksi
sedemikian rupa, misalnya dengan lapisan kedap
air (geotextile liner) dan dengan mengunakan
media sebagai sarana mikroba tumbuh,
berkembang dan dapat berfungsi sebagai biofilter.

IV.

SISTEM PROSES PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR YANG DIUSULKAN

Berdasarkan karakteristik limbah cair PKS
PT. Kertajaya yang menunjukkan bahwa beban
BOD merupakan 80% dari jumlah limbah yang
dihasilkan, maka dalam perancangan proses dan
perangkat pemroses pengolahan limbah cairnya
akan didominasi oleh pengolahan secara biologi.
Hal itu tidak berarti bahwa proses fisika dan kimia
tidak dipergunakan, tetapi diterapkan hanya pada
proses awal dan akhir saja. Proses-proses dalam
sistem pengolahan limbah cair Pabrik CPO dapat
dilihat pada gambar 2 di bawah ini.
Proses pengolahan diawali dengan
pengendapan awal yang diakomodasikan dalam
unit Oil Separation Tank. Dalam tangki
pengendap awal ini juga terjadi pemisahan
minyak yang masih banyak terdapat dalam
limbah cair yang dibuang, sehingga dengan
pengambilan minyak dalam limbah cair ini jelas
akan meningkatkan efisiensi proses produksi
secara keseluruhan. Karena umumnya limbah
cair kelapa sawit bersifat asam, maka proses
selanjutnya adalah proses netralisasi. Setelah
penetralan proses selanjutnya adalah proses
utama yaitu proses anaerobik. Dalam tangki
reaktor anaerobik ini dihasilkan gas bio yang
akan ditampung dalam tangki Gas Holder dan
selanjutnya gas bio yang adalah gas methan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi untuk keperluan proses pemanasan dalam
pabrik CPO. Lumpur aktif yang terdapat dalam

C. Unit Aerobik
Keempat kolam aerobik dibuat dengan
kedalaman 1,5 meter dan kedalaman ini
dianggap dangkal dengan harapan akan terjadi
kontak dengan udara. Namun yang terjadi hampir
serupa dengan kolam anaerobik, yaitu terjadinya
pengendapan pada semua bagian sudut-sudut
kolam. Pengerakan pada bagian atas atau
permukaan
kolam
juga
menyebabkan
terhambatnya proses kontak dengan udara.
Akibatnya pada keempat kolam aerobik tersebut
berubah menjadi kolam anaerobik. Karena
48

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..
proses anaerobik disirkulasi melalui tangki
sirkulasi. Proses sirkulasi ini dapat digunakan
pula sebagai optimalisasi proses anaerobik dan
juga untuk pengendalian jumlah lumpur dalam
tangki reaktor anaerobik. Proses selanjutnya
adalah proses aerobik dengan penghembusan
udara atau dengan sistem pengadukan di sekitar
permukaan air limbah yang akan diolah. Setelah
proses aerobik selanjutnya adalah pengendapan
lumpur. Seperti juga pada proses anaerobik yang
menggunakan sirkulasi lumpur aktif, demikian
pula dengan proses aerobik. Sebagian lumpur
aktif yang mengendap pada bagian bawah tangki
pengendap disirkulasi kembali ke dalam tangki
reaktor aerobik. Sebagai proses akhir adalah
pengeringan lumpur dalam unit pengeringan
lumpur (drying bed).
V.

waktu tinggal dan volume unit-unit proses dapat
dilihat pada tabel 1.
a) Oil Separator
Oil Separator serupa dengan Fat Pit. Pada
unit ini minyak sawit yang masih dapat diambil
akan diperoleh secara maksimal. Dengan waktu
tinggal minimal selama 8 jam, maka proses
perolehan minyak sawit yang berada pada
bagian lapisan atas akan dapat dilakukan dengan
baik dan mudah.
b) Feeding Tank
Unit ini berfungsi untuk menampung
sementara limbah cair dan menurunkan
temperaturnya. Pada unit ini pula dilakukan
sekaligus
penetralan
limbah
cair,
yaitu
menaikkan pH dari sekitar 4 menjadi sekitar 7,0.
Penetralan dilakukan dengan pembubuhan
Kaustik Soda. Waktu tinggal limbah cair dalam
unit ini adalah sekitar 4 – 6 jam.

PERANCANGAN UNIT PENGOLAH
LIMBAH CAIR

Berdasarkan jumlah volume limbah cair
yang dihasilkan oleh PKS PT. Kertajaya, yaitu
sebesar 288 M3 per hari, maka hasil perhitungan

Gambar 2

JAI Vol. 1 , No.1 2005

: Diagram alir proses pengolahan limbah cair industri CPO

Tabel 1 : Perancangan kapasitas unit-unit proses utama dalam pengolahan limbah cair.
NO.
1
2
3
4
5

Unit Proses
Oil Separation Tank
Anaerobic Reactor
Aerobic Reactor
Settling Tank
Receiving Tank

Waktu Tinggal
8 jam
5 hari
2 hari
6 jam
6 jam

Volume (M3)
96
1440
576
72
72

Gas Holder adalah tempat untuk
menampung gas bio yang terbentuk selama
proses anaerobik. Unit ini harus dilengkapi
dengan gas meter, yaitu untuk mengetahui
berapa jumlah gas yang sudah dapat ditampung.
Unit ini juga dilengkapi dengan pengukur tekanan
pressure gauge. Waktu tinggal gas yang
terperangkap disini diharapkan sekitar 8 jam.

c) Anaerobic Bioreactor
Bio reaktor yang beroperasi secara
anaerobik akan mendegradasi limbah cair,
sehingga akan menurunkan beban BOD dari
sekitar 20.000 – 30.000 mg/l akan menjadi lebih
kecil dari 3.000 mg/l. Waktu penahanan hidrolis
adalah maksimal sekitar 10 hari. Unit ini
dilengkapi dengan motor pengaduk lambat dan
pompa untuk sirkulasi.

e) Settling Tank I
Pada unit ini hanya akan dilakukan
pemisahan bakteri anaerobik melalui proses

d) Gas Holder

49

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..

di lapangan, kolam-kolam tersebut tidak
dioperasikan dan dipelihara dengan benar.
Akibatnya keberadaan kolam-kolam tersebut
hanya menjadi formalitas belaka. Salah satu
contoh nyata adalah PKS Kertajaya yang
dimiliki oleh PTP Nusantara VIII di
Pandeglang, Jawa Barat. Karena itu, saat ini
sudah harus dibutuhkan suatu sistem yang
baku tentang pengolahan limbah cair PKS.
b) Berdasarkan data tentang komposisi limbah
cair PKS, diketahui bahwa beban BOD
merupakan 80% lebih dari jumlah limbah
yang dihasilkan. Dengan demikian, limbah
cair PKS didominasi oleh limbah organik dan
sistem pengolahannya pun akan didominasi
oleh proses biologis. Hal itu tidak berarti
bahwa proses fisika dan kimia tidak
dipergunakan, tetapi diterapkan hanya pada
proses awal dan akhir saja.
c) Dalam upaya untuk memperbaiki sistem
teknologi pengolahan limbah cair Pabrik
Minyak Mentah Kelapa Sawit (CPO) perlu
diakomodasikan unit-unit proses, seperti oil
separator (fat pit), Bak Ekualisasi, Reaktor
Anaerobik, Bak Sirkulasi, Reaktor Aerobik,
Bak Pengendapan dan Receiving Tank
sebagai unit terakhir untuk menstabilkan
hasil pengolahan limbah. Selanjutnya
sebagai unit tambahan diperlukan juga suatu
kolam pengering untuk mengeringkan lumpur
yang terbentuk dari proses anaerobik
maupun aerobik.
d) Pemanfaatan biogas yang dihasilkan dari
unit
anaerobik
sebenarnya
dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembakaran
atau dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu
unit tambahan, yaitu Gas Holder. Unit ini
dapat pula dibuat dengan spesifikasi yang
bertekanan lebih besar dari tekanan udara
luar.

pengendapan. Sebagian lumpur endapan disini
adalah lumpur aktif dan diresirkulasikan ke
reaktor anaerobik. Unit ini mempunyai waktu
penahanan hirolis selama sedikitnya 4 jam. Unit
ini dilengkapi oleh sistem Weir yang dapat
mengatur air limpasan ke unit berikutnya.
f) Aerobic Bioreactor
Bioreaktor Aerobik merupakan tempat
berlangsungnya proses penguraian secara
biologis terhadap zat-zat organik yang tersisa
pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen atau
udara). Pada bagian dasar reaktor ini terdapat
pipa distributor untuk mengalirkan udara secara
homogen. Dengan sistem ini proses penguraian
akan berlangsung dengan cepat. Namun
peralatan pendukung unit ini adalah sebuah
kompresor atau blower. Waktu penahanan
hidrolis dalam unit ini adalah selama 5 hari.
g) Settling Tank II
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan
lumpur aktif dari bioreaktor aerobik. Sebagian
dari lumpur aktif ini diresirkulasikan ke dalam unit
bioreaktor aerobik. Waktu tinggal dalam unit ini
adalah sekitar 6 jam.
h) Receiving Tank
Receiving Tank berfungsi sebagai bak
kontrol dan bermanfaat untuk penampungan
sementara limbah terolah sebelum dibuang ke
lingkungan atau ke badan air penerima. Waktu
penampungan hanya selama 2 sampai 5 jam
saja.
Pengelolaan limbah cair dengan sistem
seperti yang telah diuraikan tersebut dapat juga
dipadukan dengan land application. Penggunaan
sistem land application tentu saja dimaksudkan
selain untuk meningkatkan produksi tanaman
kelapa
sawit,
juga
dimaksudkan
untuk
mengurangi biaya investasi dan operasi untuk
pengolahan limbah cair PKS.
VII.

JAI Vol. 1 , No.1 2005

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, “Pengolahan Limbah Pabrik
Kelapa Sawit”, Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, Medan, 1994.
2. Anonymous,
“Pengendalian
dan
Pengoperasian Limbah Pabrik Kelapa
Sawit”,1999, Pusat Penelitian Perkebunan
(RISPA), Medan, 1992.
3. P. Nugro Rahardjo, 1997, “Teknologi
Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak
Mentah Kelapa Sawit”, Laporan Teknis,
Jakarta, 1997.

KESIMPULAN DAN SARAN

a) Berdasarkan survey dan wawancara yang
telah dilakukan langsung di beberapa Pabrik
Kelapa Sawit yang ada di Indonesia,
diperoleh gambaran bahwa masih banyak
PKS yang belum melaksanakan pengolahan
yang benar terhadap limbah cair yang
dihasilkannya. Banyak PKS yang hanya
menggunakan kolam-kolam galian dan
menyebutkan bahwa kolam-kolam tersebut
adalah kolam anaerobik dan yang lainnya
adalah kolam aerobik. Namun kenyataannya

50

Nugro Rahardjo : Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan…..

JAI Vol. 1 , No.1 2005

Gambar 3 : Unit kolam anaerobik yang sudah penuh dengan lumpur endapan (gambar latar belakang
adalah pabrik kelapa sawit PT. Kertajaya).

Gambar 4 : Unit kolam aerobik yang sudah penuh dengan lumpur endapan dan mulai terbentuknya
channelling.

51