Analisis Kebijakan Terkait Promosi Keseh

ANALISIS KEBIJAKAN/REGULASI TENTANG PROMOSI KESEHATAN
DAN EFEKTIFITASNYA DALAM MEWUJUDKAN
KECAMATAN SEHAT

Disusun Sebagai Tugas
M.K. PROMOSI KESEHATAN
Dosen : Dr. UNTUNG SUJIANTO, S.Kp., M.Kes.

Oleh :
KUSNADI JAYA, S.Kep., Ns.
NIM. 22020114410044
Peminatan : Manajemen Keperawatan

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FA K U LTA S K E D O K T E R A N
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks,
karena upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
penyebab kematian di Indonesia untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari
penyakit menular ke penyakit tidak menular, yaitu penyebab kematian pada
untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Hasil Riskesdas 2007 juga menggambarkan
hubungan penyakit degeneratif seperti sindroma metabolik, stroke, hipertensi,
obesitas dan penyakit jantung dengan status sosial ekonomi masyarakat
(pendidikan, kemiskinan, dan lain-lain). Prevalensi gizi buruk yang berada di atas
rata-rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota.
Sedangkan berdasarkan gabungan hasil pengukuran gizi buruk dan gizi kurang
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional sebesar 18,4%.
Namun demikian, target rencana pembangunan jangka menengah untuk
pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target
Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015, telah dapat dicapai
pada 2007 (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2007).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan riset kedua yang

mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan setelah tahun 2007 yang
merepresentasikan gambaran wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Indikator yang dihasilkan antara lain status kesehatan dan faktor penentu
kesehatan yang bertumpu pada konsep Henrik Blum. Riskesdas menghasilkan
berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai
dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua
provinsi yang prevalensinya 80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses
ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari 40,3 persen (2007) (Ba LitBang Kes Kemenkes RI, 2013).
Hasil Riskesdas diatas menunjukkan bahwa ada beberapa masalah
kesehatan yang meningkat dibanding tahun 2007, antara lain : prevalensi gizi
buruk, period prevalence pneumonia, prevalensi hepatitis dan prevalensi diabetes
mellitus. Terkait dengan perilaku kesehatan diketahui bahwa perilaku merokok
pada usia 15 tahun keatas juga meningkat sehingga resiko paparan penyakitpenyakit akibat rokok juga akan meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengendalikan peningkatan indikator-indikator diatas, tetapi
kenyataannya masih ada peningkatan dari tahun ke tahun. Perawat di Puskesmas
sebagai ujung tombak kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat memiliki
tanggung jawab besar melakukan upaya-upaya kesehatan.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) memberikan arah kebijakan pelaksanaan
pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2025 termasuk bidang

kesehatan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) Tahun 2009, bahwa upaya untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam berperilaku sehat dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai saluran media dan

teknik promosi kesehatan. Salah satu pendekatan pelayanan kesehatan dalam
SKN 2009 adalah pendekatan pelayanan kesehatan primer (Primary Health
Care) yang secara global telah diakui sebagai pendekatan yang tepat dalam
mencapai kesehatan bagi semua.
Program promosi kesehatan sebagai amanat undang-undang (UU No 17/
2007 dan UU No. 36/2009 pasal 1), wajib dilaksanakan oleh Puskesmas, untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Program
promosi kesehatan dilaksanakan dengan biayanya lebih murah dari kuratif dan
rehabilitatif, juga karena 90–85% penduduk Indonesia yang sehat, perlu tetap di
jaga kesehatannya agar tidak jatuh sakit. Penyelenggaraan upaya promotif dan
preventif sangat penting untuk diutamakan dalam penyelenggaraan kesehatan di
Indonesia, karena secara statistik jumlah penduduk Indonesia yang sehat jauh
lebih banyak dari yang sakit, perbandingan hanya sekitar 10–15% saja orang
Indonesia yang sakit, sedangkan selebihnya antara 90–85% adalah orang
Indonesia yang sehat. Akan tetapi sebaliknya anggaran kesehatan lebih

dimaksimalkan untuk pelayanan kuratif dengan perbandingan 85% penganggaran
(budget) kesehatan dialokasikan untuk kegiatan kuratif, dan sisanya hanya 15%
dialokasikan untuk kegiatan promotif dan preventif (Sampoerno, 2010).
Hasil penelitian Sugiharto (2012) menunjukkan Puskesmas perawatan
memiliki mean rank yang lebih baik dari pada puskesmas non perawatan
terhadap pencapaian promkes (desa siaga aktif). Hasil ini penting untuk
pengembangan dan perbaikan program. Meningkatnya pengembangan puskesmas
dari non perawatan ke perawatan yang tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi
juga di perdesaan, maka sesuai fungsi Puskesmas menurut Kepmenkes RI No:
128/Menkes/SK/II/2004, Puskesmas disarankan mengutamakan public goods
(pelayanan kesehatan masyarakat), karena program promosi kesehatan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pendidikan/informasi
kesehatan, dengan target yang sangat luas dan hemat biaya.
Kebijakan pengembangan Puskesmas dari non perawatan menjadi
perawatan di pedesaan adalah lebih ditujukan untuk membantu kemudahan
masyarakat desa dalam memperoleh pelayanan pengobatan yang bermutu dan

mudah di jangkau. Ketimpangan anggaran upaya kesehatan dan efektifitas
pelaksanaan promkes berbasis Puskesmas yang telah dipaparkan diatas, membuat
Penulis merasa tertarik untuk melakukan analisis terhadap kebijakan sektor

kesehatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan guna mencapai tujuan
Kecamatan Sehat berdasarkan regulasi terbaru.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan efektifitas kebijakan dan regulasi tentang promosi
kesehatan yang berlaku dalam mencapai visi Kecamatan Sehat
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi kebijakan dan regulasi tentang promosi kesehatan yang
berlaku saat ini
b. Mengidentifikasi peluang dan tantangan upaya promosi kesehatan saat ini
c. Mengidentifikasi pendekatan yang efektif dalam upaya promosi kesehatan
sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini
C. Manfaat
1. Memberikan panduan bagi Puskesmas dalam melihat masalah, peluang dan
tantangan
2. Memberikan masukan bagi perawat manajer dan perawat komunitas tentang
strategi promosi kesehatan yang efektif dan sesuai dengan regulasi
3. Memberikan masukan bagi akademisi dan pemerhati masalah kesehatan
dalam menganalisa kebijakan-kebijakan strategis di sektor kesehatan.
D. Sistematika

Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan, manfaat dan sistematika
penulisan
2. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang kebijakan dan regulasi yang berlaku
saat ini terkait dengan promosi kesehatan
3. Bab III Permasalahan Terkait Promosi Kesehatan di Indonesia, berisi kajiankajian yang pernah dilakukan terhadap upaya promosi kesehatan di Indonesia

4. Bab IV Pembahasan, berisi analisa Penulis terhadap peluang dan tantangan
untuk menemukan strategi promosi kesehatan yang efektif berdasarkan
perspektif regulasi yang berlaku di Indonesia.
5. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1,
mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan promotif
adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Peran serta
masyarakat sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan,

seperti mendirikan sarana pelayanan kesehatan (posyandu) maupun memberikan
informasi kesehatan (promosi kesehatan), termasuk pengembangan Desa Siaga
atau bentuk bentuk lain pada masyarakat desa/kelurahan.
B. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai amanat Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
diperlukan dukungan dana untuk operasional pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan. Fasilitas kesehatan disebut sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP
adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Pengelolaan Dana Kapitasi
BPJS merupakan tata cara penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, dan
pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS

Kesehatan. Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar

dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa
memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
Dana Kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada
Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Kepala FKTP menyampaikan rencana
pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN tahun berjalan kepada Kepala SKPD
Dinas Kesehatan. Rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN mengacu
pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP dan besaran kapitasi JKN, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rencana pendapatan dan
belanja dana kapitasi JKN dianggarkan dalam RKA-SKPD Dinas Kesehatan.
Pembayaran dana kapitasi dari BPJS Kesehatan dilakukan melalui
Rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP dan diakui sebagai pendapatan.
Pendapatan digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan peserta JKN pada
FKTP. Dalam hal pendapatan dana kapitasi tidak digunakan seluruhnya pada
tahun anggaran berkenaan, dana kapitasi tersebut digunakan untuk tahun
anggaran berikutnya. Dana kapitasi JKN di FKTP dimanfaatkan seluruhnya
untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan meliputi jasa pelayanan kesehatan
perorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Dukungan biaya operasional meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya.
Jasa pelayanan kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam
puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN, dan sisanya dimanfaatkan
untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
C. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014
Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk
Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
Alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar Dana Kapitasi dikurangi dengan
besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Besaran alokasi
ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala
SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan: a)

kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; b) kegiatan
operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang
upaya kesehatan perorangan; dan c) besar tunjangan yang telah diterima dari
Pemerintah Daerah. Pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan dengan mempertimbangkan

variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran.
Alokasi Dana Kapitasi untuk dukungan biaya operasional kesehatan
dimanfaatkan untuk : a) obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan b)
kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya. Pengadaan obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan melalui SKPD Dinas
Kesehatan, dengan mempertimbangkan ketersediaan obat, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang dialokasikan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah. Dukungan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya, meliputi :
a) upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif lainnya; b) kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan
perorangan; c) operasional untuk puskesmas keliling; d) bahan cetak atau alat
tulis kantor; dan/atau e) administrasi keuangan dan sistem informasi.
D. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Ada dua macam upaya
kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas, yakni Upaya Kesehatan Masyarakat

yang selanjutnya disingkat UKM dan Upaya Kesehatan Perseorangan yang
selanjutnya disingkat UKP.
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat, sedangkan UKP adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan

akibat

penyakit

dan

memulihkan

kesehatan

perseorangan.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang: 1) memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; 2) mampu menjangkau
pelayanan kesehatan bermutu; 3) hidup dalam lingkungan sehat; dan 4) memiliki
derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas
tersebut mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dengan demikian, promosi
kesehatan merupakan salah satu upaya kesehatan esensial Puskesmas untuk
mencapai level kemandirian setinggi-tingginya.
Dalam

upaya

peningkatan

mutu

pelayanan,

Puskesmas

wajib

diakreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi
Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai
bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah
ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara
berkesinambungan.

BAB III
PERMASALAHAN PROMOSI KESEHATAN DI INDONESIA
A. Hasil-hasil kajian yang berhubungan
Menurut Syuaibi dalam Nugraha (2010) ada beberapa hal yang
menghambat maksimalisasi promosi kesehatan di Indonesia. Pertama, karena
tenaga kesehatan yang masih sedikit, sehingga sumber daya manusia untuk
melakukan promosi kesehatan seperti Home Care, penyuluhan, dan demostrasi
juga terbatas terutama di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Hambatan kedua,
masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada mitos. Contohnya jika ada
orang yang sakit lebih baik di bawa ke dukun daripada diperiksakan ke ahli
kesehatan. Pola pikir masyarakat yang dekat dengan mitos, sering membuat
masyarakat sulit penerima pendidikan kesehatan yang diberikan oleh para ahli
kesehatan. Hal ini adalah budaya dan untuk merubah budaya juga tidak bisa
secara revolusioner namun harus perlahan. Promosi kesehatan sendiri merupakan
sebuah proses untuk membuat masyarakat lebih mampu mengontrol, menjaga,
dan memperbaiki kesehatan. Biasanya proses ini dilakukan oleh para tenaga
kesehatan dengan melakukan Home Care atau kunjungan ke rumah-rumah
masyarakat maupun memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan di
komunitas maupun desa. Promosi kesehatan ini bukan hanya disampaikan
melalui teori saja tetapi juga melalui demonstrasi tentang pentingnya menjaga
kesehatan atau langkah-langkah untuk menangani penyakit.
Penelitian Yuniarti dkk (2012) menggunakan metode eksplanatory study
dengan wawancara dan observasi terhadap 87 petugas penyuluh kesehatan
menunjukan bahwa bahwa kinerja petugas penyuluh kesehatan masyarakat dalam
praktek promosi kesehatan di DKK Pati adalah termasuk kurang yaitu sebesar
56,3% dan yang mempunyai kinerja baik hanya 43,7%, Variabel yang
berhubungan langsung dengan kinerja petugas penyuluh kesehatan masyarakat
adalah adalah tingkat pendidikan, pelatihan, pengetahuan, ketrampilan dan
kepemimpinan. Variabel paling berpengaruh terhadap kinerja Petugas penyuluh
kesehatan masyarakat yaitu tingkat pendidikan.

Ekawati dkk (2012) terkait Promosi kesehatan tentang HIV/AIDS di
Denpasar mengemukakan hasil peneltian 40 orang siswa/siswi SMU 2 Denpasar
mengungkapkan bahwa Promosi kesehatan tentang HIV/AIDS di sekolahsekolah bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakulrikuler KSPAN yang ada di
sekolah, memasukan dalam kurikulum maupun mengadakan penyuluhan kepada
siswa-siswa di sekolah. Walaupun demikian ada kendala-kendala yang membuat
promosi kesehatan di sekolah kurang efektif yaitu kurangnya minat dan perhatian
siswa.
Restuastuti dan Chandra (2012) dalam penelitian tentang efektifitas
promosi kesehatan dalam pencegahan DBD di Riau melaporkan salah satu cara
promosi kesehatan yang efektif meningkatkan skor pengetahuan adalah
penerapan model promosi kesehatan model C (kombinasi ceramah tanya jawab +
komik promosi kesehatan tentang DBD + folder penanggulangan DBD terbitan
Direktorat Jenderal PP dan PL Departemen Kesehatan RI tahun 2007 serta
dilakukan demonstrasi pembersihan sarang nyamuk menggunakan metode 3M
plus).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil-hasil kajian yang sudah dipaparkan sebelumnya maka
Penulis mencoba melakukan ekstraksi data untuk mengidentifikasi point-point
penting terkait promosi kesehatan, sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan seringkali terhambat oleh kurangnya SDM dan budaya
masyarakat yang masih mempercayai mitos (tema 1)
2. Promosi kesehatan dapat dilaksanakan saat home care (tema 2)
3. Variabel yang berhubungan langsung dengan kinerja petugas penyuluh
kesehatan

masyarakat

adalah

adalah

tingkat

pendidikan,

pelatihan,

pengetahuan, ketrampilan dan kepemimpinan. Yang paling berpengaruh
adalah tingkat pendidikan (tema 3)
4. Promosi kesehatan di sekolah-sekolah bisa dilakukan melalui kegiatan
ekstrakulrikuler,

memasukan

dalam

kurikulum

penyuluhan kepada siswa-siswa di sekolah (tema 4)

maupun

mengadakan

5. Model promosi kesehatan yang efektif meningkatkan pengetahuan secara
bermakna adalah kombinasi ceramah tanya jawab + komik promosi kesehatan
+ folder promosi kesehatan serta dilakukan demonstrasi (tema 5).

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Kebijakan dan Regulasi Terkait Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan saat ini merupakan salah satu trend issue nasional di
bidang kesehatan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
mengemban tugas meningkatkan derajad kesehatan dengan pendekatan promosi
kesehatan ini. Permenkes 75/2014 memerintahkan Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Dengan demikian seluruh pengelolaan pelayanan kesehatan di Puskesmas harus
mengedepankan upaya promotif dan preventif daripada kuratif dan rehabilitatif.
Namun sebagaimana disampaikan oleh Sampoerno (2010), anggaran
kesehatan lebih dimaksimalkan untuk pelayanan kuratif daripada kegiatan
promotif dan preventif. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 dan Permenkes
Nomor 19 Tahun 2014 yang merupakan panduan dalam penggunaan dana
kapitasi BPJS untuk mendukung pelayanan Puskesmas sama sekali tidak
berpihak pada upaya promosi kesehatan. Sebanyak 60% dana kapitasi
dialokasikan untuk jasa layanan dan 40 % sisanya untuk dukungan operasional.
Alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional kesehatan
sendiri dimanfaatkan untuk (yang utama) obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya. Apabila
dibagi sama besar maka dapat diasumsikan 20% dana kapitasi untuk logistik
pengobatan/perawatan dan 20% sisanya untuk kegiatan lain.
Pelayanan kesehatan lainnya yang dimaksud berupa: 1) upaya kesehatan
perorangan berupa kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif lainnya;
b) kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan; c) operasional
untuk puskesmas keliling; d) bahan cetak atau alat tulis kantor; dan/atau e)
administrasi keuangan dan sistem informasi. Apabila alokasi tadi dibagi sama
untuk kelima kegiatan diatas, maka alokasinya adalah sebagai berikut :

1. Upaya kesehatan perorangan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)
sebanyak 4%. Jika alokasi ini sama dibagi rata, maka upaya promotif hanya
mendapatkan porsi sebanyak 1%.
2. Home care sebanyak 4%
3. Puskesmas keliling sebanyak 4%
4. ATK sebanyak 4 %
5. Administrasi dan sistem informasi sebanyak 4%.
Sungguh ironis ketika di satu sisi Puskesmas diminta mengedepankan
upaya promotif namun alokasi dana kapitasi BPJS yang diberikan sangat kecil.
Mengingat kecilnya dana kapitasi untuk upaya promosi kesehatan, maka
dibutuhkan analisa lebih lanjut untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan
sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang efektif.
B. Analisis Peluang dan Tantangan Upaya Promosi Kesehatan
Permenkes 75 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pembiayaan Puskesmas
dapat bersumber dari APBN, APBD maupun sumber lain, termasuk dana kapitasi
BPJS. Dan dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 disebutkan bahwa
pengelolaan dana BPJS di Puskesmas harus menggunakan Pola Pengelolaaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Salah satu peluang
dalam PPK-BLUD adalah tidak harus menghabiskan anggaran yang ada
sebagaimana mekanisme APBD/APBN. Meskipun Permendagri Nomor 61 Tahun
2007 Tentang APBD menyebutkan bahwa APBD dan APBN diakui sebagai
pendapatan BLUD, tetapi anggaran ini tidak akan menyisakan saldo. Berbeda
dengan pendapatan BLUD atas pelayanan yang diberikan (jasa layanan), maka
penggunaannya harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain
tidak harus dihabiskan. Permendagri 61/2007 juga menyebutkan bahwa saldo
pada akhir tahun anggaran boleh dijadikan silva untuk dijadikan modal awal
tahun berikutnya. Maka disinilah peluang untuk megembangkan promosi
kesehatan harus diadvokasi dengan kebijakan anggaran.
Alokasi dana APBN/APBD untuk promosi kesehatan lebih sulit
dikendalikan sebab mekanisme penetapannya melalui persetujuan DPR/DPRD.
Dan alokasi yang diberikan sangat bergantung dari kebijakan lembaga eksekutif.
Sedangkan pendapatan BLUD dan penggunaannya ditetapkan sendiri oleh

organisasi yang menerapkan PPK-BLUD. Pejabat pengelola keuangan hanya
mengesahkan saja dokumen yang ada, tanpa harus mengintervensi kebijakan
alokasi anggaran dan penggunaannya sebab pertanggung jawaban pengelolaan
BLUD adalah dengan mekanisme audit oleh lembaga independen.
Berdasarkan perspektif BLUD maka penggunaan dana kapitasi harus
dikelola secara efektif dan efisien. Alokasi 60% untuk jasa layanan untuk tenaga
kesehatan dan non kesehatan adalah untuk imbalan terhadap upaya kesehatan
yang dilaksanakan. Demikian juga bagi perawat yang melaksanakan upaya
promosi kesehatan, maka jasa layanan yang diterimanya adalah atas
pekerjaannya melakukan promosi kesehatan. Tantangannya adalah mekanisme
pertanggung jawaban keuangannya, apakah menggunakan perjalanan dinas, atau
pertanggungjawaban kegiatan.
Karena itu Ditasaytadevi (2014) menyarakan kedua regulasi terkait
Kapitasi BPJS yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat agar diturunkan
kembali dengan diterbitkannya Peraturan Daerah. Pemerintah Daerah bila perlu
diperkuat dengan SK dari Kepala SKPD terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan
baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, karena variabel dalam penilaian kinerja
yang terdapat dalam peraturan tersebut belum terurai secara terperinci.
Dengan adanya penambahan point-point penilaian terhadap kinerja baik
kesehatan dan non kesehatan setidaknya dapat meredam kekisruhan yang terjadi
dalam pembagian dana jasa pelayanan di Puskesmas. Beban kerja pegawai harus
dinilai dengan seberapa banyak program yang dipegang dan dilaksanakan oleh
petugas (termasuk di dalamnya adalah program promosi kesehatan). Dengan
penambahan variabel tersebut tenaga kesehatan di puskesmas akan merasa
keadilan telah ditegakkan.
C. Pendekatan dan Strategi Efektif Dalam Upaya Promosi Kesehatan Sesuai
Regulasi Yang Berlaku
Terkait dengan analisis diatas, maka ada beberapa hal yang menurut
Penulis dapat diekstraksi untuk pembahasan selanjutnya. Langkah primer yang
dapat dilakukan adalah, minimnya anggaran promosi kesehatan mesti diadvokasi
melalui mekanisme APBD untuk mengalokasikan lebih banyak pos anggaran
terhadap perjalanan dinas dan kegiatan dalam rangka promosi kesehatan, sebab

promosi kesehatan adalah salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat essensial yang
harus diselenggarakan Puskesmas. Langkah kedua adalah penggunaan dana silva
BLUD untuk kegiatan pengembangan, termasuk di dalamnya kegiatan promosi
kesehatan sebab PPK-BLUD mengizinkan adanya saldo/silva pada akhir tahun
anggaran. Langkah ketiga adalah advokasi terhadap kebijakan yang berlaku
terutama dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur tentang mekanisme
pembagian dana kapitasi BPJS untuk jasa layanan. Dan ketiga langkah ini harus
dimainkan pada level manajemen.
Langkah sekunder adalah mengintegrasikan strategi promosi kesehatan
kedalam kegiatan pelayanan, misalnya home care dan UKS sebab kedua metode
tersebut sudah dilaporkan efektif untuk diselenggrakan. Selain itu variabelvariabel yang berpengaruh terhadap kinerja petugas penyuluh kesehatan
masyarakat dapat diintegrasikan dalam variabel pembagian jasa layanan. Sebab
mereka yang memiliki kinerja lebih baik berhak atas jasa layanan yang lebih baik
pula. Variabel-variabel yang dilaporkan memiliki hubungan langsung dengan
kinerja petugas penyuluh kesehatan masyarakat menurut kekuatan pengaruhnya
masing-masing adalah tingkat pendidikan, pelatihan, pengetahuan, ketrampilan
dan kepemimpinan.
Selanjutnya, dalam merencakanan kegiatan dalam rangka promosi
kesehatan mesti diperhatikan bahwa model yang dilaporkan terbaik dalam
implementasinya

adalah

dengan

memadukan

ceramah,

diskusi

dan

simulasi/peragaan. Kegiatan Puskesmas dapat dirancang dengan bentuk Lomba
Kelompencapir yang pernah populer pada tahun 90 an sebab menggabungkan
metode-metode

tersebut.

Kegiatan

seperti

ini

lebih

mudah

dalam

pertanggungjawaban keuangan dan lebih efisien untuk mencapai hasil. Terkait
dengan tujuan akhir pencapaian kecamatan sehat maka kegiatan ini harus
diagendakan bersama dengan support system Puskesmas, dalam hal ini Camat
dan unsur pemerintahan kecamatan. Penyelenggaraan kegiatan bisa mengambil
momentum peringatan kemerdekaan, maupun peringatan hari kesehatan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan dan regulasi yang mempengaruhi pelaksanaan promosi kesehatan
yang berlaku saat ini, antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang
menekankan untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya
promosi kesehatan.
b. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, yang mengatur
pemanfaatan dana kapitasi BPJS di Puskesmas
c. Permenkes Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan
Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, yang salah satunya mengatur
variabel yang digunakan untuk menentukan besaran jasa layanan tenaga
kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas.
d. Permenkes

Nomor

75

Tahun

2014

Tentang

Puskesmas,

yang

menempatkan promosi kesehatan sebagai salah satu upaya kesehatan
esensial.
2. Peluang dan tantangan upaya promosi kesehatan saat ini, meliputi :
a. Pemanfaatan dana kapitasi BPJS dengan PPK-BLUD memungkinkan
pimpinan BLUD dan/atau Kepala Puskesmas untuk memiliki kewenangan
dalam

pengelolaan

anggaran,

mulai

dari

perencanaan

hingga

penggunaannya. Hal ini memungkinkan untuk memasukkan porsi
anggaran lebih besar untuk upaya promosi kesehatan, terutama dana dari
silva BLUD.
b. Advokasi terhadap alokasi anggaran APBD/APBN untuk promosi
kesehatan, sebab pada kenyataannya jumlah orang sehat lebih banyak
daripada orang sakit sehingga semestinya alokasi anggaran untuk orang
sehat lebih besar, antara lain untuk kegiatan promosi kesehatan.

c. Variabel-variabel yang digunakan untuk pembagian dana kapitasi yang
mencapai 60% perlu diturunkan dalam bentuk Peraturan Daerah, dan
dipandang perlu memasukkan pula variabel-variabel tambahan terutama
yang berkaitan langsung dengan prestasi kerja. Terkait dengan promosi
kesehatan, variabel yang berpengaruh langsung terhadap kinerja petugas
adalah tingkat pendidikan, pelatihan, pengetahuan, ketrampilan dan
kepemimpinan.
3. Pendekatan yang efektif dalam upaya promosi kesehatan sesuai dengan
regulasi yang berlaku saat ini, antara lain :
a. Mengintegrasikan program promkes dalam kegiatan home care maupun
kegiatan UKS yang merupakan upaya essensial puskesmas.
b. Model

promosi

kesehatan

yang

dilaporkan

terbaik

dalam

implementasinya adalah dengan memadukan ceramah, diskusi dan
simulasi/peragaan.
B. Saran
1. Bagi Kepala Puskesmas disarankan untuk menangkap peluang-peluang yang
ada terkait dengan upaya promosi kesehatan guna mengembangkan upaya
kesehatan di Puskesmas. Salah satunya dana kapitasi BPJS yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan promosi kesehatan.
2. Bagi Perawat Manajer dan Perawat Komunitas disarankan menggunakan
peluang yang ada untuk mengembangkan upaya-upaya kesehatan, sebab saat
ini payung hukum terhadap tindakan keperawatan sudah ada dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014. Salah satu upaya
keperawatan yang dapat dikembangkan misalnya home care dengan
mengedepankan upaya promosi kesehatan.
3. Bagi akademisi disarankan melakukan advokasi terhadap perimbangan
alokasi anggaran melalui tulisan ilmiah, kajian-kajian maupun riset-riset
sehingga memberikan kontribusi yang baik dalam penyusunan peraturan
perundangan.

DAFTAR PUSTAKA
Ditasaytadevi (2014) Kisruh Pembagian Dana Kapitasi Jasa Pelayanan Kesehatan,
Sudah
Benarkan
Aturan
Regulasinya?
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/10/29/kisruh-pembagiandana-kapitasi-jasa-pelayanan-kesehatan-sudah-benarkan-aturanregulasinya--699204.html . Diposkan tanggal 29 Oktober 2014
Ekawati N.K., Wulandari, L.P.L., Lubis, D., Purnama, S.G. (2012) Promosi
Kesehatan di Sekolah Pada Remaja Dalam Upaya Pencegahan Penyakit
HIV/AIDS di Kota Denpasar. Udayana Mengabdi. Volume 11 Nomor 2
Tahun 2012. 11 (2): 55 - 58 ISSN : 1412-0925
Nugraha, S. (2010) Promosi Kesehatan di Indonesia Tak Maksimal.
http://news.okezone.com/homekampus Diposkan hari Senin tanggal 24
Mei 2010
Restuastuti, T., Chandra, F. (2012) Evaluasi Penerapan Promosi Kesehatan Dalam
Pencegahan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Melalui
Gerakan 3M Plus di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan
Vol 3, No 01. 22 Nov 2012. ISSN 1978-5283. Diakses dari
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIL/article/view/321
Sampoerno D. (Ketua Kolegium Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat/IAKMI)
Seimbangkan Upaya Preventif dan Kuratif. http://www.xamthone.com
Diposkan hari Senin tanggal 18 Oktober 2010
Sugiharto, M., Widjiartini (2012). Analisis Pencapaian Target Program Promosi
Kesehatan Menurut Jenis Puskesmas di Kabupaten Tulungagung (Uji
Komperasi Mann Whitney Test - Data Rifaskes, 2011). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 4 Oktober 2012: 369–380
Yuniarti, Shaluhiyah, Z., Widjanarko, B. (2012) Kinerja Petugas Penyuluh Kesehatan
Masyarakat dalam Praktek Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Pati. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Volume 7, No. 2,
Agustus
2012.
Diakses
dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/issue/view/1159

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63