NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM CARITA PANTUN MUNDINGLAYA DI KUSUMAH: KAJIAN STRUKTURAL-SEMIOTIK DAN ETNOPEDAGOGI

NILA I-NILAI PENDIDIKA N KA RA KTER BANGSA DA LA M CARITA PANTUN M UNDINGLAYA DI KUSUM AH : KAJIA N STRUKTURA L-SEM IO TIK DA N ETNOPEDA G OGI THE VALUES OF NATION CHARACTER EDUCATION IN PANTUN MUNDINGLAYA DI KUSUMAH: AN ANALYSIS OF STRUCTURE-SEMIOTICS AND ETHNOPEDAGOGY

Dedi Koswara

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Telepon: 081321145245, Pos-el: rama_ulun@yahoo.com Naskah masuk: 6 September 2013, disetujui: 8 November 2013, revisi akhir:

Abstrak: Di dalam khazanah sastra Sunda klasik terdapat sebuah cerita rakyat yang amat populer dan bernilai mitis-religio-magis bagi masyarakat Sunda masa lalu, yaitu Carita Pantun Mundinglaya di Kusumah (CPMK). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah (1) bagaimanakah struktur formal puisi naratif sastra lisan CPMK? (2) bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter bangsa yang dikemas dalam teks CPMK? Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif dengan metode struktural. Berdasarkan hasil penerapan pendekatan sastra, diperoleh beberapa temuan, yaitu sebagai berikut. (1) Di dalam sastra lisan CPMK terdapat 8 formula, 13 fungsi cerita, dan 7 lingkungan tindakan. (2) Hadirnya teks (cerita) yang dikemas dalam sastra lisan CPMK secara semiotik dan etnopedagogi patut dimaknai sebagai adanya suatu perlambang kehidupan manusia yang tersembunyi di balik rangkaian peristiwa yang dialami para tokoh. CPMK mengisyaratkan makna tentang perjalanan hidup manusia. Hidup adalah perjuangan. Jalan menuju kemuliaan akan selalu dihadang oleh berbagai cobaan dan ujian. Hanya pribadi-pribadi yang tangguh yang akan mampu mengatasi cobaan dan ujian sehingga mencapai martabat terpuji. Ungkapan terakhir ini adalah salah satu konsep dari nilai-nilai pendidikan karakter bangsa (etnopedagogi).

Kata kunci: pendidikan karakter, carita pantun, struktur-semiotik

Abstract: In the classic Sundanese literary work there is a kind of popular folktale containing magical religious myth for Sundanese society in the past called Carita Pantun Mundinglaya Di Kusuma (CPMK). The study aims at answering the research questions: (1) what are the formal sructure of CPMK oral literary narrative poetry? (2) what are the values of nation character education in CPMK text? The present study applies objective approach with structural method. Based on the application of literary approach, the findings are as follows. (1) in the CPMK orality there are 8 formulas, 13 narrative func- tions, and 7 settings. (2) The presence of CPMK oral literature semiotically and ethnopedagogically should be meant as a symbol of human life behind a series of events happening to the characters. CPMK contains meaning of the course of human life. Life is struggle. The path to dignity will always deal with obstacles. Only strong individuals are able to deal with them in order to achieve a glorious dignity.This statement is one of the concepts of the values of nation character education in CPMK story.

Key words: character education, carita pantun, structure–semiotics

1. Pendahuluan

D i d alam khaz anah sastra Sund a Sunda yang keberadaannya sudah hampir

d ikenal carita pantun. Cerita p antun punah. Cerita pantun merupakan salah satu merup akan salah satu genre sastra lisan

hasil sastra lisan Sund a asli yang sud ah

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

tercatat keberad aanny a d alam naskah mengalahkan yang batil. Seperti umumnya Sund a kuno Sanghy ang Siksa Kanda Ng

cerita-cerita dalam sastra Sunda buhun (klasik), Karesian bertiti mangsa 1440 Saka/ 1518

lakon CPMK pun merepresentasikan tokoh Masehi (Atja & Danasasmita, 1981: 40).

yang berkarakter jujur, berbakti, pemaaf dan Pada umumnya pantun mengisahkan

penyayang serta memiliki keteguhan akan cerita masa lalu (baheula) tentang raja-raja

kebenaran. Oleh karena itu, kiranya perlu atau putra-putri raja keturunan Pajajaran.

dilakukan penelitian untuk mengungkap Berto lak d ari isi ceritanya yang banyak

makna cerita yang berkaitan dengan nilai- mengisahkan kebesaran dan keagungan raja

nilai p end id ikan karakter bang sa yang Pajajaran, Prabu Siliw angi, diduga bahwa

tertuang di dalam teks CPMK. cerita p antun itu lahir p ad a z am an

M eskip un p o p uler, p enelitian atas Pajajaran. A kan tetap i, ad a p ula cerita

CPMK masih sedikit. Beberapa karya tulis pantun yang mengisahkan kebesaran dan

y ang berkaitan d eng an CPM K ad alah keagungan kerajaan yang lebih tua, yaitu

sebagai berikut. Pertama, Djaya Sup ena Kerajaan Pasir Batang A nu Girang dalam

membahas tafsir Pantun M undinglaya di cerita pantun Lutung Kasarung dan Kerajaan

Kusumah (Rosidi, 2000: 372); Kedua, A jip Galuh dalam Carita Pantun Ciung W anara

Ro sid i (1961) menggubah Carita Pantun y ang telah berd iri jauh lebih d ahulu

Mundinglaya di Kusumah ke dalam bahasa daripada Kerajaan Pajajaran.

Indonesia; Ketiga, Ajip Rosidi melakukan Carita Pantun Mundinglaya di Kusumah

p enelitian Carita Pantun M undinglaya di (selanjutnya disingkat CPMK) termasuk

Kusumah melalui proyek penelitian Pantun salah satu cerita pantun yang populer. Teks

dan Folklor Sunda (1970); Keempat, M.A . CPMK juga isinya relatif memiliki sifat mi-

Salmun telah menggubah Carita Pantun tis-ritual-sakral yang p ad a hakikatny a

M undinglaya di Kusumah menjadi sebuah m eng g am barkan p erjalanan sp iritual

W awacan Mundinglaya di Kusumah (1954). “ p ahlaw an bud ay a”

Penelitian-penelitian terdahulu belum masyarakat Sunda primordial (pra-Islam)

(culture hero )

p ernah mengkaji bentuk d an isi CPMK. y ang telah d iakulturasikan d eng an

CPMK juga belum pernah dianalisis dari segi kepercayaan masyarakat Sunda sekarang

struktur naratifnya, baik secara struktural (setelah masuk Islam). Dasar perjalanan

maup un secara semio tik; ap alagi d ikaji tokoh “ pahlaw an budaya” d alam CPMK

berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter berto lak d ari kep ercay aan m asy arakat

bangsa (etnopedagogi). Sund a lam a sebag aim ana um um ny a tercermin dalam cerita-cerita pantun Sunda

2. Kajian Teori

lainny a, sep erti Carita Pantun Lutung Kasarung dan Carita Pantun Ciung W anara

2.1 Struktur N aratif dalam K elisanan

yang dianggap paling kuno dan keramat.

( orality )

Tokoh Mundinglaya di dalam CPMK Pendekatan sastra yang digunakan di adalah tokoh yang taat dan berbakti kepada

d alam p enelitian ini ad alah p endekatan o rang tua yang secara tematis memiliki

objektif dengan metode struktural. Metode p ersamaan d engan karakteristik to ko h

ini dimaksudkan untuk memahami struktur utama di dalam Carita Pantun Ciung W anara

formal sastra lisan CPMK melalui analisis dan Carita Pantun Lutung Kasarung. Dalam

unsur fo rm ula d an tem a sebag aim ana hubung an

dikemukakan o leh Lo rd (1976). Fo rmula mengungkap kan kep ad a p em baca atau

ini,

p eng arang

ing in

merup akan kelo mp o k kata yang secara pendengar tentang kebenaran yang hampir

teratur digunakan d alam ko nd isi matra terlind as

yang sam a untuk meng ungkap kan id e keserakahan,

o leh

keso m bo ng an

d an

pokok tertentu yang mendasar (Lord, 1976: terbo ngkar— bahw a yang hak itu akan

d an

p ad a

akhirny a

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

Kemud ian teori naratif Pro pp (1975) memperhatikan sistem tand a, tand a d an

d iterap kan untuk m em aham i struktur maknanya, dan konvensi tanda, struktur naratif sastra lisan CPMK. Menurut Propp,

kary a sastra tid ak d ap at d im eng erti suatu cerita p ad a d asarny a m em iliki

maknanya secara optimal (Pradopo, 1995: konstruksi. Konstruksi itu terdiri atas naratif-

118). Bahasa, sebagai media sastra, sudah naratif yang terbagi dalam tiga unsur, yaitu

mempunyai sistem dan konvensi sendiri, p elaku, p erbuatan, d an p end erita.

m aka d isebut sistem sem io tik ting kat Kem ud ian ketig a unsur itu d ap at

pertama. Sastra memiliki konvensi sendiri dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

selain konvensi bahasa yang oleh Preminger unsur yang tetap dan unsur yang berubah.

disebut konvensi tambahan, yaitu konvensi Unsur y ang tetap ad alah p erbuatan,

yang ditambahkan kepada konvensi bahasa. sed angkan unsur yang berubah ad alah

Oleh karena itu, sastra berada pada sistem p elaku d an p end erita. Bagi Prop p yang

sem io tik ting kat ked ua (second order terpenting adalah unsur yang tetap, yaitu

semiotics ).

tind akan atau p erbuatan (action) y ang Karya sastra sebagai tanda perlu dikaji selanjutny a d isebut fung si (function)

secara semiotik karena ilmu ini menganggap (Suw ond o, 2003: 38). Propp menjelaskan

bahw a feno mena sosial/ masyarakat d an bahw a sastra lisan (cerita raky at) itu

kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. memiliki 31 fungsi cerita dan 7 lingkungan

Semio tik itu memp elajari sistem-sistem, tindakan.

aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang

2.2 Unsur- Unsur

Semiotik

dalam

m em ung kinkan tand a-tand a tersebut

Kelisanan ( O rality )

mempunyai arti. Tanda-tanda itu terdiri atas dua aspek, yaitu p enanda (signifier) dan

Kata semiotika, secara etimologis, berasal petanda (signified). Penanda adalah bentuk

d ari kata d alam bahasa Yunani semeion. formal yang mendasari sesuatu yang disebut Semiotika diartikan sebagai ilmu tanda.

petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu Peng ertian itu d ikem bang kan m enjad i

y ang d itand ai o leh p enand a itu, y aitu sebuah cabang ilmu yang berurusan dengan

artinya .

pengkajian tanda dan segala sesuatu yang Dalam tautannya dengan pengertian berhubungan dengan tanda, seperti sistem

d an petanda ini, Ro land Barthes tand a d an p ro ses y ang berlaku d alam

penanda

(Hawkes, 1978: 132) mengemukakan diagram penggunaan tanda (lihat Van Z oest, 1993:

tanda sebagai berikut.

1; Sudjiman, 1990: 75; Sudjiman dan A art Van Z o est, 1992: vii; dan Harto ko, 1986:

D iag ram tand a Barthes tersebut 131).

menjelaskan bahw a setiap tanda memiliki dua tataran, yaitu tataran kebahasaan dan

Kerangka berpikir yang dijadikan dasar tataran mitos. Tataran kebahasaan disebut pijakan analisis semiotik terhadap CPMK ini sebagai penanda primer yang penuh karena adalah pendapat yang mengatakan bahwa acuan makna p enand anya telah mantap. karya sastra itu merupakan struktur tanda- Hal ini karena prestasi semiotik tataran tand a

y ang

berm akna.

Tanp a

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

kebahasaan, yaitu kata sebagai simbol telah cip taan-Nya; mandiri d an bertanggung dikuasai secara kolektif oleh masyarakat

jaw ab; jujur atau amanah dan bijaksana; pemakai bahasa. Dalam hal ini kata atau

ho rm at d an santun, d erm aw an, suka bahasa sebagai p enand a mengacu p ad a

menolong dan gotong royong; percaya diri, makna lugas petandanya. Sebaliknya, pada

kreatif, dan bekerja keras; berkepemimpinan penanda sekunder atau pada tataran mitos,

d an ad il; baik d an rend ah hati; serta tand a y ang telah p enuh p ad a tataran

toleransi, damai dan bersatu. Karakter yang kebahasaan itu d ituang kan ke d alam

d em ikian itu sesung g uhny a telah p enand a ko so ng. Makna p enand a p ad a

dikemukakan oleh Warnaen, dkk. (1987: tataran mitos ini harus direbut kembali oleh

244) berkenaan dengan tujuan hidup orang penafsir karena tidak lagi mengandung arti

Sund a d an p o stulatny a. O rang Sund a denotatif, melainkan telah bermakna kias,

memiliki tujuan hidup: hirup bagja, aman, majas, figuratif, khusus, dan subjektif.

tingtrim ngahenang-ngahening, luhur darajat,

2.1 N ilai- nilai Pendidikan K arakter ngeunah angeun ngeunah angen, sampurna

dunya aherat . Adapun yang menjadi postulat

Bangsa

orang Sunda adalah: hurip, waras, cageur, Pendidikan karakter bertujuan untuk

bageur, bener, pinter, jujur, ludeung, silih asih, mengukir akhlak melalui proses knowing the

silih asuh, silih asah, sineger tengah. good and acting the good, y aitu p ro ses

Pandangan ini secara padat tersirat dalam pendidikan yang melibatkan aspek kognisi,

ungkapan kata: kemuliaan, kebahagiaan, emosi, d an fisik, sehingga akhlak mulia

ketentraman d an ketenangan, merdeka, menjadi habit of the mind, heart, and hands.

d an Oleh sebab itu, tepat kiranya jika Lickona

ked am aian,

keselam atan,

kesempurnaan.

menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good char-

3. Hasil dan Pembahasan

acter ), yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action (Sukanta, dkk. 2011: 22). Hal

3.1 Struktur N aratif Carit a Pant un

ini diperlukan agar bangsa Indonesia (anak-

M undinglay a di Kusumah (CPM K)

anak, p elajar, mahasisw a, p emud a) bisa dididik untuk memahami, merasakan, dan

CPMK ad alah sebuah cerita p antun sekaligus mengerjakan nilai-nilai kebajikan.

yang masih dianggap sakral dan ritual oleh Ki Jurupantun. Susunan cerita pantun itu

Dalam hubungannya dengan pendidikan meliputi, bagian yang disebut rajah, bagian karakter,

yang diceritakan, bagian yang didialogkan, mengungkapkan bahw a pendidikan yang

dan bagian yang ditembangkan. Susunan berhasil ad alah p end id ikan yang d ap at

cerita p antun itu p ad a umumnya sud ah membentuk manusia-manusia berkarakter

tetap, yaitu dimulai dengan rajah pamuka, yang sangat diperlukan dalam mewujudkan

mangkat carita, mendeskripsikan keadaan sebuah negara kebangsaan yang terhormat.

kerajaan d an to ko h cerita d an y ang Sep erti halnya tujuan p end id ikan yang

berpetualang, kemudian diakhiri oleh rajah diinginkan Socrates 2400 tahun yang lalu,

pamunah atau rajah penutup (Rosidi, 1983: yaitu untuk membuat seseorang menjadi

good and smart . Manusia yang terd id ik seharusnya menjadi orang cerdas dan bijak,

Berd asarkan alurnya, cerita p antun yaitu dapat menggunakan ilmunya untuk

terdiri atas unsur-unsur (secara berturut- berbuat kebajikan dan dapat hidup selaras

turut) yaitu perpisahan (keberangkatan) – dengan lingkungannya.

ujian (inisiasi) – kem bali. A lur cerita demikian disebut nuclear unit (Kartini, 1984:

Senada dengan pemikiran Megawangi, 35). Nuclear unit adalah alur yang dalam Muslich (2011: 6—7) membagi nilai-nilai

kenyataannya dapat berkembang menjadi pendidikan karakter itu menjadi sembilan

beberapa variasi, yaitu sebagai berikut. pilar, yaitu: cinta pada Tuhan dan segenap

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

(1) Perpisahan (mungkin ada atau tidak): ‘kepada Dewata minta maaf’

a. D atang ny a

p ang g ilan

untuk

Ka pohaci neda suci

bertualang; ‘kepada Pohaci minta suci’

b. Menolak untuk bertualang; dan Ka luhur ka Sang Rumuhun

c. Bantuan gaib yang datang kepada ‘ke atas kepada Sang Rumuhun’ yang bertualang. Ka handap ka Sang Batara (2) Ujian (Inisiasi):

‘ke bawah kepada Sang Batara’

a. Perjalanan cobaan yang berbahaya;

Ka Batara ka Batari

‘kepada Batara dan Batari’; penyelamat;

b. Pertem uan

d eng an

d ew a

(4) Formula awal cerita berupa rajah dalam

c. Ada w anita penggoda;

cerita pantun;

d. A p o teo sis, p ahlaw an m enjad i bersifat dewata; dan

(5) Formula kalimat awal berkisah dengan memakai ungkapan:

e. Anugerah utama.

a. Kocap di Nagara Gunung Gumuruh (3) Kembali:

‘ Tersebutlah d i N eg ara Gunung

a. Menolak kembali;

Gumuruh’

b. Melarikan diri secara gaib;

b. Sigeug ayeuna anu bade dicarita

c. Bantuan/ p erto lo ngan d ari p ihak ‘ A d ap un y ang m au d iceritakan luar;

sekarang’

d. Kacarios aya hiji nagara rohani; dan

d. Jadi p enguasa dunia jasmani dan

‘Tertsebutlah ada sebuah negara’

e. Ayeuna anu bade dicarita sebagai pernyataan adanya hikmah

e. Hid up bahag ia (bebas, leluasa)

‘Sekarang yang akan diceritakan’; anugerah. (6) Fo rm ula d i teng ah cerita untuk

Susunan cerita p antun sep erti itu menand ai p ergantian ep iso d e cerita ditemukan juga di dalam CPMK. Se l ain

dinyatakan dalam ungkapan seperti: itu, berd asarkan p enerap an teo ri Lo rd

(1976) diketahui bahw a teks lisan CPMK

a. urang nyarioskeun

memiliki struktur formula yang terdiri atas

‘kita ceritakan’

8 jenis formula, yaitu:

b. urang tunda carios

(1) Formula satu baris, seperti terdapat pada

‘kita tunda cerita’

kata neda agung nya paralun ‘minta maaf’;

c. ayeuna urang kocap

(2) Formula setengah baris, seperti terdapat pada ‘sekarang diceritakan’; kata bul kukus mendung ka manggung ‘mengawan dupa ke manggung’ ;

(7) Fo rm ula d i teng ah cerita untuk m enand ai cerita hend ak berlanjut (3) Formula pengulangan preposisi ka ‘ ke’ ,

diungkap kan d engan memakai kata- seperti terdapat pada ungkapan:

kata seperti:

Ka manggung neda papayung

a. Jauh urang cundukkeun ‘Yang ‘ke manggung minta pelindung’

jauh kita dekatkan’ Ka Dewata neda maap

b. Anggangna urang datangkeun

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

‘Jaraknya kita sempitkan’ (2) Lingkungan tindakan donor (pembekal), ditandai dengan lambang: (F), dan (D).

c. Jag lantung . . . ‘selanjutnya . . .’

(3) Ling kung an tind akan p em bantu, ditandai dengan lambang: (Rs), (F), dan

d. lajeng . . .

(D).

‘terus. . .’; (4) Lingkungan tindakan seorang putri dan

(8) Formula untuk menyatakan terjadinya

d eng an suatu p eristiw a d iungkap kan d alam

ay ahand any a,

d itand ai

lambang: (I), (Rs), dan (W). pernyataan cunduk ka wukuning taun,

datang ka mangsaning bulan, takdirulloh (5) Lingkungan tindakan perantara, ditandai teh tumurun ‘ Sam p ai p ad a tahun

dengan lambang: (I), (F), (Rs), dan (D). tertentu, tiba pada bulan tertentu, takdir Tuhan itu turun’ . Sem ua fo rm ula

(6) Ling kung an tind akan p ahlaw an, tersebut muncul berkali-kali d alam

ditandai dengan lambang: (H), (I), ( ), CPM K sebag ai sarana jurup antun

(M), dan (N).

untuk mempermudah penceritaan. (7) Lingkungan tindakan pahlawan palsu, Penelitian ini juga menerapkan teo ri

ditandai dengan lambang: (L), (M), dan Pro p p (1975) y ang bertujuan untuk

(Ex).

mengetahui bentuk struktur naratif CPMK.

3.2 A nalisis Unsur-unsur Semiotik

Berd asarkan p enerap an teo ri Pro p p diketahui bahwa CPMK memiliki 13 fungsi

Berdasarkan penerapan teori semiotik cerita dan 7 lingkungan tindakan. Ketiga

Pierce (Z oest, 1996: 7), d iketahui bahw a belas fungsi tersebut adalah: keberangkatan,

CPMK memiliki tanda dalam hubungan trio, kejahatan, p eny elam atan, p erjuang an,

d eng an kemenangan, p enerimaan unsur magis,

y aitu

d eng an ground- ny a,

acuanny a, d an d engan interp retannya. fungsi pertama donor, kepulangan, tuntutan

Tanda-tanda tersebut berupa ikon, indeks, yang tid ak mend asar, tugas yang sulit,

dan simbol. Tanda-tanda di dalam CPMK penyelesaian tugas, p enyingkapan tabir,

mengacu pada sebuah referen yang dapat dan perkawinan (naik takhta).

d im aknai sebag ai ad any a key akinan Apabila struktur naratif itu dirumuskan,

m asy arakat Sund a m asa lalu terhad ap tampak pola berikut: ( α ) ARsHIFDHI

ko sm o lo g i Sund a lam a. Hal itu d ap at

A RsLMNExW: (X). Jika dirinci, pola alur ditemukan di antaranya dari rajah bubuka tersebut akan menjadi:

‘rajah pembuka’ yang terdapat pada aw al

I. --- A --- Rs

cerita CPMK.

II. H --- I --- F Dari rajah bubuka ‘rajah pembuka’ dapat terlihat kosmologi masyarakat Sunda yang

III. D --- H --- I

jika digambarkan dalam sebuah tabel akan

IV. --- A --- Rs

terlihat seperti berikut.

V. L --- M --- N

VI. Ex --- W

Secara semiotik, hadirnya kosmolo gi Ketiga belas fungsi naratif CPMK itu Sund a lama juga terungkap dari simbol-

d ap at d ikelo m p o kkan ke d alam 7 simbol penamaan tokoh binatang (golongan lingkungan tindakan, yaitu sebagai berikut. unggas, ular, singa) dan penyebutan latar

(1) Lingkungan tindakan kejahatan, ditandai tempat, seperti gunung, laut, dan pertapaan, dengan lambang: (A), (L), dan ( ).

serta bend a-bend a sesajen yang d ip akai

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

d alam p erang kat up acara p ad a aw al Kerajaan Pajajaran sebagai objek (referen). pergelaran mantun. Pemaknaan semiotik

A pabila penafsiran itu dikaitkan dengan CPMK dapat dilihat pada uraian berikut.

d iagram Ro land Barthes d alam Terence

A d a tiga buah unsur semio tik yang Haw kes (1978), timbul penafsiran sebagai tertuang di dalam teks CPMK, yaitu tanda

berikut. Prabu Siliwangi adalah 1. Penanda, ikon, indeks, dan simbol. Tanda ikon di

yaitu Raja Pajajaran = 2. Petanda. Sosok dalam CPMK terdiri atas ikon top ologis,

Raja Pajajaran yang sakti dan termashur = diagramatis, dan metaporis. Ketiga tanda

3. Tanda . Ketiga unsur hubungan penanda ikon tersebut terbersit di dalam wacana ra-

dan petanda itu ada dalam tataran tingkat jah bubuka CPMK.

p ertama (Ruang A ). Dari situ kemud an Tanda indeks di dalam CPMK meliputi

pemaknaan tanda berkembang ke tingkat indeks penamaan tokoh, indeks perbuatan

yang lebih tinggi maknanya, yaitu pada to ko h, d an ind eks latar cerita. Ind eks

tataran kedua (Ruang B). Dengan demikian penamaan tokoh hadir pada nama dua or-

d ap at d im aknai bahw a to ko h Prabu ang toko h sentral, yaitu Prabu Siliw angi

Siliwangi adalah Raja Pajajaran yang sakti sebagai Raja Pajajaran dan Mundinglaya di

dan termashur. Kata siliwangi berasal dari Kusumah sebagai p utra Raja Pajajaran.

kata asilih wewangi (berganti nama) atau So sok ked ua nama to koh tersebut dap at

sisilih Prabu W angi (pengganti Prabu Wangi).

d imaknai secara heuristik p ad a tataran Kata wangi berarti ‘ seungit (harum) atau bahasa d an secara herm eneutik p ad a

termashur’ . Hal demikian dapat dibaca di tataran myth. Nama tokoh Prabu Siliwangi

d alam naskah Sund a Kuno Carita

d ap at d imaknai sebagai berikut. Secara Parahyangan yang berbunyi “ Aya na seuweu etimologis, kata prabu berasal dari bahasa

Prebu, wangi ngaranna, inyana Prebu Niskala Sansakerta prabhu berarti ’raja, penguasa’.

W astu Kancana nu surup di Nusalarang ring Kata siliwangi mengacu ke sebuah arti, yaitu

Giri W anakusuma” . Dari kutipan tersebut nam a seo rang p eng uasa terkenal d i

bisa dipahami bahwa tokoh Wastukancana itu adalah anak Prebu Maharaja. A dapun

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

wangina (harumnya) Wastukancana terlihat MDK adalah penyatu kosmos. Dia adalah dalam Carita Parahyangan.

axis mundi atau medium bertemunya dunia Pem aknaan tand a y ang berkaitan

langit, dunia laut, dan dunia tanah, yang

d eng an kata Prabu Siliw ang i secara semua itu menjadi syarat penguasa yang hermeneutik dapat disimp ulkan sebagai

akan memerintah Dunia Tengah (Buana berikut. Pertam a, to ko h yang bernama

Panca Tengah ), yaitu Kerajaan Pajajaran. Siliw angi hanya ad a satu o rang. Kedua,

Tokoh MDK ad alah toko h yang taat Siliw angi menjadi Raja di Pakuan. Ketiga,

kepada orang tua d an mengabdi kepada sebelum menjadi Susuhunan Pajajaran, ia

negara. Sekalipun tugas yang diembannya terlebih dahulu menjadi Ratu Pakuan selama

untuk pergi ke Jabaning Langit adalah tugas

55 tahun (1427-1482). Keemp at, sebutan yang di luar akal manusia biasa, tetapi itu Siliwangi muncul karena dia berganti gelar

d iterim any a d eng an keikhlasan d an (wawangi) ketika

ketawakalan. Hal itu mengacu pada sebuah Susuhunan Pajajaran p ad a tahun 1482.

d ilantik m enjad i

tand a bahw a p erintah raja ad alah Kelima, toko h Siliw angi id entik d engan

kebenaran. Taat mutlak kepada Sang Guru tokoh Sri Baduga. Keenam, Siliwangi wafat

adalah etika setiap kumpulan esoterik yang p ad a tahun 1521, d ip usarakan d i

bersifat kebatinan, yoga maupun tasawuf. Rancamaya. Ketujuh, pada tahun 1512 dan

Perintah Sang Guru adalah mutlak harus 1521 Siliwangi mengirimkan misi dagang ke

d ijalankan. D i sini tam p ak ad any a Malaka yang dikuasai oleh Portugis.

kepercayaan d an p engho rmatan mutlak

Prabu Siliw ang i, secara semio tik berkaitan dengan nama

A d ap un p em aknaan tand a secara

MDK

kep ad a

ayahand any a. Prabu Siliw angi tentulah tokoh Mundinglaya di Kusumah di dalam

seorang yogi yang berpengalaman rohani CPMK d ap at d iinterp retasikan sebag ai

dalam menyatukan diri dengan dewa, dan berikut. Dalam banyak cerita pantun Sunda

juga seorang yang memahami pengetahuan

d item ukan nam a-nam a m anusia y ang (ilmu) tentang laku yoga. Itulah sebabnya

d im etafo rakan d eng an nama binatang , MDK tidak ragu sedikit pun tentang apa sep erti bad ak, munding, kud a, lutung ,

yang dilakukan Prabu Siliwangi terhadap burung, monyet, kidang, dan gajah. Nama-

dirinya. Jiw a dan raga MDK untuk Sang nama itu m elam bang kan had irny a tiga

Prabu.

dunia, yaitu Buana Nyungcung (dunia atas), Demikian juga dalam peristiw a ketika Buana Panca Tengah (d unia tengah), dan

MDK difitnah berselingkuh dengan Ratna Buana Larang (d unia baw ah). M unding

Intan, selir cantik ayahandanya, kemudian (kerbau) dan badak mewakili tokoh hewan

ia d ihukum d alam p enjara besi d an y ang berad a d i D unia Baw ah. Hal itu

dimasukkan ke leuwi (sungai) Sipatahunan. m ung kin karena hew an ini senang

M D K m enerim any a d eng an im an d an berkubang. Sedangkan kuda dan harimau

takwa. Keberadaan demikian adalah sebuah melambangkan tokoh hewan yang datang

tanda yang mengacu pada referensi makna

d ari D unia A tas. Dem ikian juga gajah, tand a tingkat tinggi (Tand a 3). Seg ala kidang dan yang lainnya. Dalam CPMK

sesuatu yang datang dari Prabu Siliwangi, to ko h munding (kerbau) itu d iberikan

baik kemuliaan maupun hinaan, baik pujian kepada toko h Mundinglaya di Kusumah

maupun fitnahan, sehat maupun sakit, baik sebagai m anusia semp urna y ang harus

keberuntungan maupun musibah, diterima menyatukan ketiga dunia. Dalam CPMK

oleh MDK dengan keikhlasan. MDK tetap keberangkatan Mundinglaya ke Jabaning

mencintai Sang A yah, Sang Guru, Sang Langit untuk mengambil Layang Salaka

Raja. Inilah tingkat hakikat yang berhasil Domas dari Guriang Tujuh adalah kisah

d icap ai d an d itunjukkan MDK sebag ai pengangkatan Mundinglaya di Kusumah

putra Raja Pajajaran. Dari Tanda 3 ini secara (MDK) ke Dunia Atas untuk menyatukan

herm eneutik d ap at d itafsirkan bahw a ketiga kosmos besar laut, bumi, dan langit.

tingkat manusia yang berhakikat seperti

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

MDK itulah yang “ tidak apa-apa oleh apa- CPM K d i antarany a d item ukan p ad a apa” , sudah amat dekat mencapai “ manusia

p eristiw a m im p iny a D ew i Pad m aw ati sempurna” . Dalam CPMK tingkat ujian

mendapatkan Layang Salaka Domas yang MDK sangat sulit karena sumber fitnah

d irebut o leh Guriang Tujuh di Jabaning justru datang dari saudaranya sendiri.

Langit sehingga Prabu Siliwangi memanggil

D alam CPM K, Prabu Siliw ang i Mundinglaya untuk mewujudkan impian m em bekali M D K d eng an keris p usaka

ibundanya itu. Mimpi merupakan bagian Tulang To nggo ng Pajajaran. Ini ad alah

dari alam spiritual, ketidaksadaran manusia. tanda yang patut dimaknai secara semiotik.

Mimpi dalam budaya mitis-spiritual Indonesia Menurut Sumardjo (2004: 34) Keris Tulang

adalah tanda. Mimpi itu adalah bagian dari Tonggong Pajajaran dari Prabu Siliw angi

realitas Dunia A tas. Ketiga d unia, yaitu

ad alah kunci pemahaman terhadap laku Dunia A tas, Dunia Tengah, d an Dunia yoga MDK untuk bertemu dan menyatu

Baw ah merup akan satu kesatuan, maka

d engan Tuhan. Keris Tulang To nggo ng mimpi yang berasal dari Dunia A tas juga (tulang p ung g ung m anusia) ad alah

merupakan realitas Dunia Tengah manusia lam bang jnana y oga, y akni laku y o g a

(Sumardjo, 2004: 12). Jadi, mimpi dalam berdasarkan ilmu pengetahuan dan filsafat.

kisah CPM K m erup akan sebuah tand a Inilah yo g a untuk mereka yang g em ar

indeks yang dapat d iberi makna sebagai filsafat. Laku utamanya adalah meditasi.

p ro ses p encap aian m anusia semp urna Dengan med itasi, Sang Yo gi menguasai

untuk menyatukan ketig a d unia d alam p usat-p usat cakra d alam d irinya y ang

kosmologi Sunda.

berjajar sep anjang tulang p ung g ung Di samping itu, indeks perbuatan juga manusia. Mungkin inilah artinya mengapa

d ap at d ilihat p ad a kisah kematian d an M und ing lay a d ihukum d alam p enjara

kehidupan berulang seperti yang dialami Leuwi Sipatahunan (dalam sungai). Pada

o leh to ko h M und ing lay a. Hal ini tataran myth (Haw kes, 1978: 132), tokoh

m em bersitkan kesan ad any a d ualism e Mundinglaya ini dapat dianalogikan dengan

antag o nistik klasik d alam m asy arakat karakteristik

Sund a. Sebag aimana d ikisahkan d alam kepercayaan agama Hindu. Hal demikian

D ew a

W isnu

d alam

CPMK, to ko h Guriang Tujuah berhasil itu mengisyaratkan bahwa cerita pantun ini

membunuh to ko h Mund inglay a. To ko h (CPMK) p aling tid ak telah hid up p ad a

M und ing lay a hid up kem bali berkat zaman ketika masyarakat Sund a masih

p erto lo ngan Dew i Sukma. Peristiw a ini menganut agama Hindu.

dapat dimaknai bahwa di dunia ini tidak Kehad iran d ua o rang to ko h y ang

pernah ada kematian bagi kebaikan d an berlawanan, yaitu Mundinglaya dan Sunten

kebatilan tidak pernah bisa mengalahkan Jaya, dapat diinterpretasi secara semiotik

yang hak. Kebaikan dan hak itu harus tetap sebag ai had irny a ko nsep d ualism e—

hidup dan diperjuangkan agar senantiasa p ertentang an antara kejahatan d an

tertanam dalam jiwa-raga manusia di dunia kebaikan atau pertentangan antara hak dan

ini.

batil y ang sekaligus menjiw ai isi cerita Adapun yang termasuk dalam kategori pantun ini. Kejahatan atau kebatilan pada

indeks latar cerita pada teks CPMK adalah akhirnya dapat dikalahkan oleh kebaikan

hadirnya latar tempat, seperti bengawan, atau y ang hak. O leh karena itu, bag i

laut, hutan, pertapaan, dan gunung. Latar seseo rang yang ingin mencap ai tingkat

bengaw an d an laut d apat d iberi makna kesempurnaan diri harus mampu mengatasi

sebagai suatu rujukan tempat-tempat yang segala cobaan dengan sabar, tawakal, dan

memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi. ulet serta meyakini akan keagungan dan

Jika berada di tempat tersebut, artinya kita kekuasaan Allah swt.

harus tabah, sabar, dan taw akal terhadap Indeks perbuatan tokoh di dalam teks

ujian (inisiasi) yang bakal terjadi. Derasnya air bengawan dan dahsyatnya ombak lautan

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

bisa menjad i ancaman bagi keselamatan jiw a d an rag a seseo rang y ang teng ah mengarunginya. Latar ini mengacu pada sebuah makna berkenaan d engan kadar keteg uhan seseo rang d i d alam up ay a menggapai cita-citanya.

Di d alam kosmo lo gi Sunda latar ini adalah lambang Dunia Baw ah yang harus ditempuh seseorang untuk menjadi manusia sem p urna. Kem ud ian munculny a latar Pulau Putri juga dapat diberi makna sebagai lambang poros kosmos (axis-mundi) tempat roh-roh nenek moyang dan penghubung kedew ataan. Dalam hal ini, istilah Pulau putri dapat dianggap sebagai mandala yang dapat d imaknai sebagai pusat kehadiran Dunia Atas yang menyatu dengan manusia. Demikian juga adanya latar hutan dapat diberi makna sebagai lambang kosmologi Sunda primordial. Hutan sebagai tempat yang sejak lama oleh orang Sunda dijadikan ladang tempat bertani. Sunan Ambu adalah p eng uasa D unia A tas p erlad ang an umumnya. Langit itu Dunia Atas, tempat asal hujan y ang d ap at m eny uburkan p erlad angan. Langit itu “ basah” (azas perempuan) dan “ kering” (azas lelaki) akan m enim bulkan

kesuburan

tanam an,

kehidupan (Sumardjo, 2003: 176). Latar lain yang hadir di Dunia Tengah

manusia ad alah latar p ertap aan. Dalam CPMK d isebut nama Pertapaan di Negeri Muara Beres. Ketika itu Dewi Asri melarikan diri dari Sunten Jaya, kemudian ia bertapa

d i sebuah p o ho n d i p ing g iran sungai. Pertapaan adalah sebuah indeks yang dapat diberi makna sebagai tempat suci, tempat belajar ilmu kerohanian untuk mencapai tingkat kesucian bagi seseorang. Pertapaan adalah “ dunia kosong yang isi” yang berada dalam “ dunia isi yang kosong” . Isi di dunia manusia ini sesungguhnya kosong (kosong bag i y ang p ercay a). A kan tetap i y ang tampaknya ko song di Dunia A tas itulah sejatinya isi. Yang bermakna isi di dunia manusia, sesungguhnya kosong. Isi yang sesungguhnya ada di dunia kosong, yakni dunia mega, dunia langit, dunia pelangi, nun jauh d i atas, d an d unia d ew ata. Pertapaan sesungguhnya merupakan bias

Dunia Atas yang hadir pada Dunia Tengah, manusia. Dalam ko smolo gi Sunda lama, sep erti p ad a cerita p antun, selalu ad a tuntutan agar manusia itu sempurna di tiga dunia. Maksudnya bahw a dia harus bisa masuk dan menyatukan Dunia Atas, Dunia Baw ah d an D unia Teng ah. Salah satu jembatan untuk memasuki dunia atas itu adalah manusia harus mencap ai tingkat kesucian. Tingkat kesucian, di antaranya, bisa diperoleh di pertapaan. Itulah sebabnya, biasanya dalam cerita-cerita klasik Sunda latar pertapaan ini identik dengan hadirnya orang-orang suci yang kelak dapat dijadikan jembatan atau penghubung dengan Dunia

A tas. Di sam p ing tand a iko n d an ind eks

seperti telah dikemukakan di atas, di dalam CPMK ditemukan juga tanda simbol. Tanda simbol ini, di antaranya, hadir pada isi rajah bubuka CPMK. Rajah itu dapat menuntun pada p emaknaan kosmologi masyarakat Sunda zaman dulu. Dalam rajah disebutkan berbagai nam a d ew a, raja, A llah, Nabi Muhammad, sahabat nabi, para malaikat, para wali dan lain-lain, dan juga disebutkan arah tem p at m ata ang in d eng an satu pusatnya di tengah. Dengan demikian rajah

d itujukan kep ada segala jenis penguasa ruang d an w aktu. Rajah menghasilkan makrokosmos, menghadirkan yang kudus kep ad a m anusia, d an m eng had irkan sesuatu yang keramat di alam manusia. Hal itu akan m eny ebarkan berkat kep ad a seluruh ruang y ang sakral d an akan membersihkan w ilayah p ro fan. Dengan kata lain jurup antun d engan rajah-ny a menciptakan mandala, mendatangkan yang esensi d alam ruang p ertunjukan. Juru p antun ad alah seo rang m ed iato r y ang menghubungkan dunia atas dengan dunia manusia. Jurupantun adalah dunia tengah y ang m eng hubung kan d unia m anusia dengan dunia atas (Sumard jo , 2003: 87). Selanjutny a ia m enjelaskan bahw a ko smo logi Sund a mengenal Dunia A tas

d alam d ua kateg o ri, y aitu Buana Nyungcung dan Buana Larang, langit dan bumi. A lam (bumi) ini d ikuasai Batara Nagaraja, Batari Nagasugih atau sejenis itu.

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

Di alam ini terd ap at d ew ata d an po haci

ceritany a, CPM K juga, seperti pada Buana Nyungcung. Dalam

D ari

alur

mengisaratkan tema dan amanat cerita yang rajah CPM K m ereka d ip ang g il “ Sang

y ang kelak akan m enjad ikan bahan Rumuhun” , “ Sang Nugraha” , “ Pangeran

p eng ung kap an nilai-nilai p end id ikan Suryaparat” , “ Pangeran Karangsipat” , dan

karakter bangsa. Tema yang dapat diangkat “ Ka Nu Agung” .

d ari CPM K ad alah (1) kesabaran, Kata “ Sang Rum uhun” cend erung

ketekunan, kesetiaan, teguh ad at sop an

d itujukan kep ad a d ew ata d an p o haci. santun akan membawa kebahagiaan, dan Pohaci berasal dari kata pwah aci yang berati

(2) upaya mendekatkan diri kepada Yang ’ inti atau sari keperempuanan’ . Inti sakti

M ahakuasa ad alah suatu cara y ang atau istri para dewa atau bodhisatwa yang

d itemp uh manusia untuk mend ap atkan merupakan sumber energi, kreativitas, dan

kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. kesaktian para dew a. Dew ata dan pohaci

Dari kedua tema dalam CPMK tersebut m erup akan d ua p asang an tung g al,

d ap at d ikem bang kan m enjad i sebuah tergantung kepada aspek mana yang dituju,

am anat y ang lebih sep esifik, y aitu (1) apakah kekuasaan dew ata atau kesaktian

d an yang berasal dari pohacinya. Penyebutan

m anusia hend akny a bersabar

bertaw akal d alam m eng had ap i seg ala “ Sang N ug raha” m eng acu kep ad a

cobaan dan penderitaan hidup, (2) manusia penghuni di sebuah d unia yang d isebut

hendaknya selalu mengindahkan nasihat Buana Larang atau Patala. Tem p at ini

orang tua agar hidup selamat dan sejahtera

d i d unia d an akhirat, (3) seo rang anak Nagaraja, Naga Rahyang Niskala (di Bumi

d ihuni o leh Sang N ugraha atau Batara

hendaknya senantiasa berbakti, taat, dan Paniisan). Di sini juga ada Nini Bagaw at

patuh kepada orang tua. Sangsri yang mengurusi kesuburan tanah

Tema dan amanat CPMK itu memiliki dan Ki Bagaw at Sangsri yang mengurusi

nilai p endid ikan karakter bangsa, yaitu segala tanaman. Di dalam kosmologi ini,

tentang nilai kesabaran y ang d ap at Buana Larang tidak identik dengan Neraka

membawa hidup manusia lebih berbahagia. yang merupakan bias dari agama-agama

Hidup manusia di dunia telah ditentukan Samawi (Sumardjo, 2003: 62). Selanjutnya,

d ari azalinya. Segala pend eritaan hidup p eny ebutan nam a A llah d an N abi

harus dilalui dengan penuh kesabaran dan Muhammad oleh jurupantun tamp aknya

ketawakalan. Penderitaan dan kebahagiaan merupakan suatu kiat agar cerita pantun

ad alah ujian y ang ikut m em p ertebal tetap eksis, hidup dari zaman ke zaman di

kepercayaan pada kemampuan diri sendiri. dalam masyarakat Sunda, sekalipun sudah

Hal ini d ip erlihatkan o leh sikap d an berganti agama, yaitu Islam. Di sisi lain, akar

key akinan to ko h M und ing lay a d alam budaya nenek moyang Sunda zaman dulu

CPM K. Ketika d ip enjara karena fitnah, bisa tetap d ikenang d an m enjad i

Mundinglaya menganggap hal itu sebagai pengetahuan bagi generasi Sunda masa kini

sarana untuk mend ekatkan d iri kep ad a yang telah maju dan islamis.

Tuhan Yang Mahakuasa. Penderitaan tidak

3.3 N ilai- nilai Pendidikan K arakter

lagi dianggap siksaan, tetapi sarana untuk

Bangsa (Etnopedagogi) di dalam

m encap ai kebahagiaan. Pad a akhirny a

CPM K

Mundinglaya mendap atkan pertolongan dari kedua uaknya, yaitu Kidang Pananjung

CPMK memuat nilai-nilai etnopedagogi dan Gelap Nyaw ang. Ia dibebaskan d ari bangsa Sunda yang terekam dalam struktur

penjara kemudian dilatih kesaktian lahir ceritanya. Struktur cerita CPMK secara vi-

d an batin sehing g a menjelma m enjad i sual-imajinatif merepresentasikan tujuan

manusia sakti dan bijaksana serta berbudi dan pandangan hidup orang Sunda pada

p ekerti luhur. Pengujian kesabaran d an m asa silam y ang mung kin m asih bisa

ketaw akalan to ko h M und ing lay a, d i berlaku sampai masa sekarang.

antaranya tersirat dari kutipan berikut.

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

“ Cunduk ka sisi alun-alun Gunung Gumuruh berangkat d iikuti Prabu Guru tea, atuh seblak katingali, ku Batara Lengser

Gantangan, ke Sungai Cipunagara.” pangasuh, barang diburu gabrug dirawu

Setelah keluar dari kota negara, melalui dipangku, eh Ujang sing narima kana kadar

hutan, melalui lembah, tibalah di pinggir awak, nampi kana titis tulis diri Ujang,

sungai, “ A y o lem parkan!” Kid ang cunduk kana waktu dongkap kana mangsa,

Pananjung d an Gelap N y aw ang tepika dihin pinasti anyar pinanggih, Cep!”

bersiaga, dilemparkanlah ke sungai, “ Ua, pasrah lilah pisan diri abdi Ua.”

m eng alun ke hulu, “ Kata Lengser “ M ontong dipapangku kitu! H ay oh

p eng asuh, “ Bag i y ang suc i hati asupkeun!” Cek Prabu Guru Gantangan. Atuh

mengalunnya juga tidak wajar ke hulu!” , tina kituna blus disupkeun kana jero panjara

“ sekalipun berpihak kepadanya, pasti beusi jepret dipageuhan. “ Hayoh gotong!”

mati orang yang kau asuh itu! Sudah jelas Riyeg digotong ku Patih Kidang Pananjung

berniat buruk!” , “ Tapi Gan rasanya tidak jeung Gelap Nyawang, mangkat diiring ku

wajar mengalunnya ke hulu, kalau ke hilir Prabu Guru Gantangan ka W alungan

bersama kotoran, itu bukti suci hati, Cipunagara tea. Geus kaluar ti kota nagara,

Gan!” , “ Ah, bicara saja!, pergilah ke sana! nyorang leuweung sakeukeudeung, nyorang

A y o pastilah m ati asuhanmu itu!” lebak mani sabengbatan, atuh jag lantung nepi

Kemudian berangkat pulang, Prabu Guru ka sisi walungan. “ Hayoh balangkeun!”

Gantangan dan Lengsernya ke Pajajaran, singkil Kidang Pananjung Gelap Nyawang,

Patih Kid ang Pananjung d an Gelap lar keleweng kecebur!Leong palidna teh ka

d eng an Lengser girang, cek Lengser Pangasuh, “ Ari nu suci

N y aw ang,

Pengasuhnya, ke Gunung Gurumbuh, ati mah teu mupakat palidna oge ka

pergi, pada pergi” (CPMK, hal. 116-117). girang!” Lah masing mangmeunangkeun oge,

moal burung modar asuhan sia! Geus puguh

D ilihat d ari kacam ata p end id ikan goreng tekad!” Da eta Gan asa teu mupakat

karakter bang sa, kutip an d i atas palidna ka girang, da ka hilir mah jeung

m eng isy aratkan had irny a nilai-nilai kokotor, suci ati eta teh nun!” ah ngeceblek

p end id ikan etno ped ago gi yang menjad i bae, mantog ka dituh! Man moal burung modar

salah satu indikator karakter bangsa Sunda, asuhan sia!” atuh mangkat mulang, Prabu

yaitu luhur darajat (mulia), hirup bagja (hidup Guru Gantangan jeung Lengserna ka

bahagia), hurip (hid up sejahtera), cageur Pajajaran, Patih Kidang Pananjung jeung

(sehat lahir batin), bageur (berahlak baik), Gelap Nyawang, katut Lengser Pangasuhna,

bener (benar), pinter (cerdas), jujur, ludeung ka Gunung Gurumbuh mangkat, pada

(berani), silih asih (saling mengasihi), silih mangkat geuning “ (CPMK, hal 116-117).

asuh (saling menjaga), dan silih asah (saling mencerdaskan). Karakter ini dimiliki oleh

Tiba di pinggiran alun-alun Gunung to koh Mundinglaya yang menjadi tokoh Gumuruh, sangat jelas terlihat, oleh

ideal masyarakat Sunda pada zamannya. Ia Batara Lengser pengasuh, segera diburu

kelak akan menjadi manusia sampurna dunya d an d igend o ng , “ O h Ujang harus

aherat (semp urna d unia akhirat) karena menerima takdir diri, menerima suratan

d ap at m eny atukan kehid up an d i Tig a d iri Ujang, sam p ai p ad a saatnya,

Dunia, yaitu Dunia Atas (Buana Nyungcung), menerima cobaan seperti ini.” “ Uak aku

Dunia Tengah (Buana Panca Tengah), dan pasrah menerima hal ini” . “ Jangan

D unia Baw ah (Buana Larang). Pro ses digendong begitu! Lekas masukkan!”

kesempurnaan ini diperlihatkannya dalam kata Prabu Guru Gantangan. Kemudian

p eristiw a: sejak M und ing lay a d alam segera dimasukkan ke dalam penjara besi,

penjara—setelah keluar penjara belajar ilmu lantas d ikunc i kuat sekali. “ A y o

kanuragan dan kemanusiaan dari Uaknya, digotong!” digotonglah oleh Patih Kidang

Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung— Pananjung d an Gelap N yaw ang ,

menaati perintah dan pembaktiannya

D ED I K OSW ARA :N - NI LAI I LAI P ENDI DI KAN K ARAKTER B ANGSA DALAM C ERI TA P ANTUN M UNDI NGLAYA D I K USUMAH ...

kepada orang tua dan Raja Pajajaran untuk Seorang pemimpin harus menyayangi dan mengambil ajimat Layang Salaka Domas di

melind ungi rakyat kecil, serta berpihak Lang it d em i kesejahteraan N eg ara

kepada yang benar. Harus berani dan tegas Pajajaran— Keteguhan dan kekuatan lahir

dalam memberikan teguran, tetapi berusaha batinny a ketika ia harus berp erang

p ula untuk mencari so lusinya. Sebagai menaklukan Jonggrang Kalapitung di Pulau

(raky at) harus Puteri d an Guriang Tujuh d i Jabaning

seo rang

baw ahan

mengembangkan dan semangat pengabdian Lang it— setelah m end ap atkan ajim at

yang tinggi. Hal d emikian itu d i d alam Layang Salaka Domas untuk memohonkan

CPMK menjadi sebuah ikonisitas bagi tokoh kead ilan kep ad a Raja Pajajaran atas

d an kejahatan o rang -o rang y ang telah

M und ing lay a

Di

Kusum ah

pengawalnya Kidang Pananjung dan Gelap memfitnahnya.

Nyaw ang, toko h Lengser, dan juga bagi Dengan d emikian, orang Sunda p un

sosok seorang wanita, Dewi Asri, kekasih harus berusaha agar semua d o ro ng an,

Mundinglaya Di Kusumah. Kasus seperti ini hasrat, dan kemampuan yang bersumber

bagi orang Sunda, apabila diikuti dengan

d alam d iriny a d an kekuatan y ang baik, akan mampu mengundang dukungan bersumber di luar dirinya menjadi faktor

dari lingkungan masyarakat. Dibalik ini pun p enunjang sem aksim al m ung kin d an

terbersit kesan bahwa bagi orang Sunda ada m enjad i fakto r p eng hambat seminimal

kekuatan supernatural yang paling tinggi, mungkin. Di dalam CPMK juga termuat

yang paling berkuasa dan yang tunggal, suatu anggapan bahwa orang Sunda sangat

yaitu Tuhan Yang Maha Esa. memperhatikan lingkungan alam yang akan

Perjalanan hidup yang diarungi oleh m em berikan m anfaat kep ad a m anusia

tokoh MDK di dalam CPMK merupakan ap abila d iraw at, d ip elihara, d an d ijaga

pembelajaran pendidikan karakter bangsa kelestariannya d eng an baik d an hanya

yang sangat berharga. Pend id ikan yang digunakan secukup nya. Jika lingkungan

berkaitan dengan nilai-nilai religiositas dan alam digunakan secara berlebihan, tanpa

yang berkaitan dengan nilai-nilai moralitas, p eraw atan, d an tanp a usaha untuk

etika dan estetika di dalam bermasyarakat. m elestarikanny a, alam akan berbalik

Perp aduan kebutuhan hid up d unia dan m enim bulkan

uhkrowi , lahir dan batin, syariat dan hakikat kesengsaraan kepad a manusia. Demikan

m alap etaka

d an

terintegrasi dalam CPMK. jug a ling kung an m asy arakat akan

CPM K m em berikan p end id ikan m em berikan m anfaat sebesar-besarny a

karakter bang sa y ang m end asar ag ar apabila diperlakukan dengan prinsip: silih

manusia Indonesia, orang Sunda khususnya asih, silih asah, dan silih asuh. Dari prinsip

memiliki ciri-ciri p ribad i manusia yang ini akan tampak bahw a semangat bekerja

berbudi luhur. Dengan kata lain CPMK sam a untuk kep enting an sem ua harus

memberi contoh agar manusia Sunda yakin dipup uk dan dikembangkan. Sebaliknya

kepad a kekuasaan Tuhan dan memiliki semangat bersaing, saling menjegal, rebutan

hasrat untuk m eng uasai ilm u. Untuk rezeki, dan rebutan kedudukan, harus dicela

menggapai hal tersebut, manusia Sunda dan ditekan menjadi sekecil mungkin.

harus memiliki karakter bersih hati, teguh CMPK juga merepresentasikan nilai-

hati, selalu berusaha memenuhi kebutuhan nilai p end id ikan karakter bang sa yang

pokok diri sendiri serta berusaha memahami berkaitan dengan etika moral dan sopan

dan memperhatikan kepentingan orang lain santun d alam p erg aulan. Sikap saling

dengan cerdas, jujur, waspada, dan berani ho rmat d an bertatakrama, sop an d alam

menempuh risiko sendiri. Sosok manusia tutur kata, tatacara dan perbuatan yang

id am an Sund a ad alah seseo rang y ang menimbulkan kebaikan dalam pergaulan.

bersikap d an berp enam p ilan so p an, Hal demikian itu tercermin dalam perilaku

sederhana dan rendah hati, serta mampu seorang pimpinan (raja) dengan rakyatnya.

mengambil keputusan yang bijaksana dan

METASASTRA , Vol. 6 No. 2 , Desem ber 2013: 33—48

adil. Mund inglaya yang terlahir dari seo rang Selain itu ad a hal lain y ang p atut

permaisuri raja. Demikian juga Nyi Mas dijad ikan ketelad anan bagi orang Sunda

Ratna Mayang (selir termuda ayahandanya) yang hidup di zaman modern ini bahw a

selalu m eng g o d a Mund ing lay a karena dalam mencapai tujuan hid up nya o rang