Lao tzu Filosofi Ruang Teori Arsitektu

Thirty spokes converge upon a single hub;
It is on the hole in the center that the purpose of the axle depends

We make a vessel from a lump of clay
It is the empty space within the vessel that make it useful

We make doors and windows for a room;
But it is the empty spaces that make the room livable.
Thus are the tangible has advantages;
It is the intangible that make it useful
Lao Tzu (c. 550 S.M.)

Inti dari filosofi Lao Tzu adalah Tao, atau The way of becoming.
Ini menggambarkan pengertian bahwa tidak ada yang abadi di dunia yang selalu
berubah ini.
Semua konsep statisa seperti yang diajukan oleh Cofucius, sezaman dengan Lao
Tzu, oleh para penganut Taoisme dianggap keliru.

Pada bab-bab awal bukunya Tao Teh Ching, dia menyatukan Being (Yang Ada)
dan Non-Being (Yang Tidak Ada) ke dalam satu konsep yang terus bergema
dalam seluruh perkembangan peradaban manusia.

Penyatuan dari dua kondisi yang berlawanan masih tetap menjadi struktur vital
dalam estetika kontemporer yang berkaitan dengan ruang.

Bagian kesebelas kutipan Lao Tzu diatas mengandung lebih dari sekedar prinsip
dari 2 elemen yanng bertentangan; yakni ruang di dalamnya.
Yang tidak nyata justru menjadi hakikatnya, dan di-nyata-kan dalam bentuk
materi.
Estetika arsitektural akhir abad ke-19 menyatakan bahwa eksistensi ruang
menjadi esensi dari arsitektur.

Pada awal abad ke-20, beberapa trend artistik tertentu yang memahami katakata sampai pada ketetapan akana dematerialisasi (peniadaan materi) terhadap
soliditas massa.
Misalnya gerakan De Stjil. Bahkan dewasa ini pun permenungan Lao Tzu sangat
berpengaruh terhadap para arsitek yang menganggap kandungan yang tidak
nyata dari bentuk arsitektur sebagai porensi arsitektur yang sejati.
Bentuk tektonik merupakan Ikatan jeruji yang menjadi satu kesatuan.
Bentuk stereotomik merupakan bentuk ruang yang tercipta dengan membuat
rongga dari gumpalan lempung.
Dengan demikian, kedua metode material untuk menciptakan ruang dalam
arsitektur tersebut (tektonik dan stereotomik), sering dipandang sebagai berasal

dari pemikiran abad ke-19, sebenarnya telah dipahami lebih dari 250 tahun yang
lalu.
Lao Tzu menyatakan bahwa ruang yang terkandung di dalam adalah lebih hakiki
ketimbang materialnya, yakni massa.
Namun pada titik ini, Lao Tzu meletakkan tekanannya pada batas antara ruang
internal dan eksternal; yakni dinding pemisah.
Ia mau menjelaskan kekosongan yang terbingkaikan oleh pintu dan jendela, yang
boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi ruang fundamental tsb.
Karena ruang terdapatpada kedua sisi dinding, dan karena batas ini harus bisa
ditembus pada suatu tempat tertentu, akan terjadi pemisahan dan sekaligus
penyambungan.
Boleh jadi dindingnyalahyang menjadi ekspresi sejati dan jujur dari fungsi
internalnya, atau dinding itulah yang berorientasi ganda; satu interior dan
satunya eksterior.
Dengan demikian, Lao Tzu sampai 3 tahapan hirarki ruang.
a. Pertama, ruang sebagai hasil dari perangkaian secara tektonik.
b. Kedua,ruang yang dilingkupi bentuk stereotomik.
c. Ketiga, ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan antara
dunia di dalam dengan dunia di luar.
Waktu itulah dalam sejarah teori arsitektur tersadar kebangkitan kembali Lao

Tzu sebagai seorang pemikir modern.