Review Artikel Politik Hukum HAM Tentang

Nama : Angela Irene
NIM

: 04011281621119

Pendidikan Kewarganegaraan
Fakultas Kedokteran, Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Sriwijaya
Review Artikel "Politik Hukum HAM Tentang Hak-Hak Politik Perempuan di Indonesia"
Nurhidayatuloh, S.H.I., S.Pd
Dalam menjalani suatu kehidupan sosial tentunya terdapat kaum pria dan wanita.
Kaum pria dan wanita sering kali menjadi perbincangan atau permasalahan karena kesetaraan
antara kedua gender tersebut. Terdapat suatu opini bahwa pria lebih dominan daripada
wanita, sehingga keberadaan wanita berada di bawah pria. Hal inilah yang memacu adanya
perselisihan atau kesalahan persepsi mengenai kesertaan gender yang pada ujung-ujungnya
dapat menyebabkan deskriminasi terhadap kaum wanita. Selain adanya kebanyakan
mendiskreditkan wanita, terutama negara-negara yang sudah dianggap 'terkontaminasi'
dengan doktrin agama, khususnya Islam meliputi negara-negara di Timur Tengah bahkan
sampai Asia seperti Indonesia dan Malaysia. Adanya diskriminasi terhadap wanita karena
dari imbas tersebuh memposisikan keberadaan wanita di bawah kedudukan laki-laki.
Mengenai adanya masalah bahwa kedudukan wanita di bawah kedudukan pria, hal itu

terdengar bahkan menjadi sorotan dunia internasional sampai kepada PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa). Sebelum terdengarnya kasus ini oleh PBB, banyak sekali pawa wanita yang
melapor akan tindakan diskrimantif yang begitu lama sehingga baru terespon secara nyata.
Tidak hanya saja kasus diskriminasi akan wanita, tetapi mengenai perbedaan baik ras maupun
suku bangsa menjadi permasalahan baru. Permasalahan tersebut perlu adanya tindak lanjut
sebab jika tidak ada, maka semua perbedaan yang ada pada suatu negara akan menjadi
ancaman tersendiri bagi negara tersebut. Sejarah barat telah membuktikan bahwa
pembantaian yang dilakukan oleh Nazi (Jerman), tragedi Rwanda, pembunuhan Malcom X
dan Martin Luther King Jr yang di latarbelakangi karena perjuangan mereka dalam
memperjuangkan hak-hak kelompok hitam. Bagi orang Barat, orang yang berkulit putih dan
orang berkulit hitam menjadi suatu perbedaan tersendiri, sehingga salah satunya dapat
mengalami tindakan diskriminasi. Melihat akan hal-hal seperti itu, seharusnya perbedaanperbedaan yang ada harus diminimalisir sebab dari perbedaan itulah kita bisa belajar

bagaimana menghargai dan mengerti akan hal tersebut, bukan mempermasalahkannya yang
dapat memicu suatu perpecahan antar negara.
Melihat ada banyaknya tindakan diskriminasi yang terjadi, maka pada era modern ini
PBB tidak tinggal diam saja. PBB mulai mengumumkan adanya penghapusan tindakan
diskriminasi tersebut yang dilatarbelakangi dari konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Hak
Asasi Manusia atau disingkat dengan HAM merupakan hak individu yang paling mendasar
dalam diri manusia yang didapat sejak manusia dilahirkan dan sifatnya yang tidak dapat

diganggu gugat sebab sebagai ciptaan Tuhan. Adanya HAM tersebut sehingga muncullah
konsep Bill of Rights. Beberapa abad setelah Bill of Rights, kemudian muncullah Universal
Declaration of Human Rights atau disingkat dengan UDHR. Dengan adanya bentuk
pengejawantahan UDHR, penjaminan politik terhadap perempuan tertulis pada konvensi
mengenai Hak Politik Wanita (1953) dan International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR) (16 Desember 1966). Secara spesifik, PBB sendiri melakukan perlindungan
terhadap wanita agar terealisasi melalui Genral Assembly telah memunculkan The
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman (CEDAW)
yang telah disetujui oleh negara-negara anggota PBB.
Hal tersebut juga telah mendapatkan dukungan dari Majelis Umum PBB dengan
dikeluarkannya resolusi Majelis Umum. Resolusi tersebut mewajibkan pengaturan ntuk
dihilangkannya diskriminasi terhadap perempuan bahkan untuk menjamin tidak adanya
diskriminasi tersebut adalah dengan memasukkannya dalam konstitusi negara yakni dalam
Undang-Undang Dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk semua negara
anggota PBB. Dengan adanya paham tersebut sangat dirasakan dampaknya yaitu dengan
prinsip 'one man one vote', satu orang satu suara, memilki arti bahwa prinsip mayoritas tidak
dapat dielakkan kembali. Ketika semua wanita Indonesia menjadi satu paham dan dapat
bersatu, mungkin saja kursi kepemimpinan pun akan dipegang oleh wanita atau paling tidak
jabatan-jabatan politisi dan jabatn-jabatan pentin dalam pemerintahan mayoritas akan
dikuasai oleh wanita. Melihat adanya hal tersebut, bahwa tindakan akan diskriminasi akan

wanita telah diantisipasi sehingga kesetaraan gender telah terwujud. Sekarang ini, telah
banyak wanita-wanita yang telah berkembang bahkan menjadi seperti 'superior'. Laki-laki
pun akan terlihat sangat naif jika mereka terlihat menanamkan konsep bahwa laki-laki lah
yang akan menjadi seorang pemimpin. Maka yang harus ditempuh bukanlah hanya melawan
takdir dalam keterpurukan, tetap lebih kepada peningkatan kualitas perempuan deengan
pendidikan agar kelak perempuan menjadi pemimpin tidak hanya unggul secara kuantitas
namun unggul juga dari segi kualitasnya sendiri.

Melihat banyaknya konsep HAM yang ada, banyak literatur yang mengatakan bahwa
konsep HAM awalnya berasal dari Barat yang pada saat itu diperkenalkan sebagai nilai-nilai
universal oleh Barat bahkan oleh PBB. Ada juga bagi para cendekiawan muslim yang percaya
bahwa konsep tersebut telah ada jauh sebelum Barat mendeklarasikannya, yaitu pada Piagam
Madinah yang dijadikan sebagai Konstitusi Madinah pada saat penaklukan Kota Makkah
(Fathul Makkah), oleh Rasulullah. Namun sebaliknya, sebagian kalangan orientalis tidak
mengakui bahwa konsep HAM lahir dari Islam. Tidak hanya itu, banyak juga pemikiran
Barat yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan nilai-nilai HAM. HAM juga
diharapkan dapat diterima oleh negara-negara lain secara universal. Hak Asasi Manusia tidak
boleh diganggu gugat. Dalam HAM, kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi secara
internasional. Sebagai warga negara pun, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi
amnusia tanpa adanya tindakan membeda-bedakan baik itu suku, ras status, kultur, golongan,

keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Hak Asasi Manusia memiliki sebuah wadah
organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM). Kasus pelanggaran HAM di Indonesia juga masih
digolongkan banyak sehingga pernanan KOMNASHAM sangat diharapkan membantu dan
terlibat dalam beberapa kasus. Bahwasanya sejarah dunia telah menuliskan berbagai
diskriminsi laki-laki terhadap perempuan terdapat dalam semua bidang, seperti keluarga,
sosial, politik ekonomi, bahkan kepemimpinan. Melihat akan adanya tindakan tersebut, tidak
jarang wanita dianggap sebagai objek saja atau manusia berkasta nomor dua dibandingkan
sejajar dengan laki-laki kedudukannya.
HAM dalam disiplin ilmu hukum internasional sangat penting terutama setelah tahun
1945. Selain yang terdapat dalam piagam PBB, ketentuan perlindungan HAM, Universal
Declaration of Human Rights juga menjadi dasar utama bagi setiap individu di dunia
menjamin hak-haknya dalam bidang, sosial, politik hukum, dan sebagainya. Pengaturan
secara spesifik tentang hak asasi manusia terhadap perempuan yaitu seperti dalam konvensi
mengani hak politik wanita dalam Pasal 1 bahwa 'wanita hendaknya diberi hak untuk
memilih dalam semua pemilihan dengan persyaratan yang sama dengan laki-laki, tanpa
diksriminasi', dan Pasal 3 menyatakan 'wanita hendaknya diberi hak untuk memegang jabatan
umum dan melakukan semua fungsi umum yang dibentuk dengan hukum nasional dengan
persyaratan yang sama seperti laki-laki, tanpa diskriminasi. Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan yang telah sah dan disetujui oleh Resolusi

Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 179. Dalam Pasal 2 konvensi disebutkan bahwa :
Negara-negara pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya,

dan bersepakat dengan segala cara yang tepat dan tanpa tunda-tunda, untuk menjalankan
suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk tujuannya
berusaha untuk;
a) Memasukkan asas persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam undangundang dasar mereka atau perundang-undangan lainnya yang layak apabila
belum dimasukkan ke dalamnya, dan untuk menjamin realisasi praktis
pelaksanaan dari asas ini, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat
b) Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan upaya lainnya, dan
dimana perlu termasuk sanksi-sanksi, yang melarang semua diskrimasi
terhadap perempuan
Dari segala peraturan yang telah ada, sangat diharapkan bahwa kesetaraan gender
diutamakan, perempuan juga memiliki potensi yang sama besarnya baik dari segi kuantitas
dan kualitas. Laki-laki juga harus menghapus ideologi bahwa laki-laki harus menjadi seorang
pemimpin. Sebagai makhluk sosial, manusia baik laki-laki dan perempuan akan
membutuhkan satu sama lain dalam menjalani kehidupan dalam bernegara.