Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

(1)

PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN:

STUDI KASUS BUPATI PEREMPUAN DALAM

PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

AHMAD NAWAWI NIM: 10.30.33.22.77.77

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN : STUDI KASUS

BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN

KARANGANYAR” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tanggal 26 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Pemikiran

Politik Islam.

Jakarta, 26 Juni 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

Dr. Masri Mansoer, MA NIP.19621006 199003 1 002

Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Wiwi Sajaroh, MA NIP. 19690210 199403 2 004

Anggota Penguji I

Dr. Sirojuddin Aly, MA NIP. 19540605 200112 1 001

Penguji II

Dr. A. Bakir Ihsan, MA NIP. 19720412 200312 1 002

Pembimbing skripsi

Dr. Agus Nugraha, M.Si. NIP. 19680801 200003 1 001


(3)

ABSTRAK

Ahmad Nawawi, Partisipasi Politik Perempuan: studi Kasus Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar, Skripsi, Pemikiran Politik Islam, Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Januari 2009.

Perempuan sering kali dipandang sebagai mahluk kelas dua yang lebih mengedepankan perasaan, sehingga keikutsertaannya dalam dunia politik diprediksi akan sangat buruk prestasiya. Namun demikian, feminisme semakin menyadarkan akan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam aspek perpolitikan. Kesadaran itu kemudian menjadi semangat yang mendorong perempuan untuk turut tampil dan mengatur pemeritahan. Tampilnya perempuan di muka umum, dalam dunia politik, menunjukkan adanya geliat partisipasi politik perempuan. Gejala yang memperlihatkan kemampuan perempuan dalam menekan perasaan dan bersikap profesional dalam menyusun program kepemerintahan.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas (1) Bagaimana partisipasi politik perempuan dalam kepemerintahan Kabupaten Karanganyar, (2) Bagaimana isu gender mempengaruhi strategi politik yang dibuat oleh Bupati Karanganyar. Hasil Kajian ini adalah perempuan di era globalisasi seperti saat ini telah memiliki peluang untuk tampil dalam perpolitikan. Sebagai konkretisasi penyetaraan gender, perempuan bahkan dapat memegag peranan penting dalam sebuah kepemerintahan. Hal itu sebagaimana yang tercermin dari kepemimpinan Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., dalam pemerintahan kabupaten Karanganyar. Tujuan dipilihnya judul penelitian tentang partisipasi Politik Perempuan yang mengambil Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar ini adalah ingin mengetahui realisasi dari sebuah argumentasi, bahwa sosok perempuan lemah dalam memimpin atau terlibat langsung dalam dunia politik, sekaligus berapa besarkan tingkat partisipasi politik semenjak terpilihnya Bupati Karanganyar.

Sedangkan metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodoloogi penelitian dengan menggunakan tipe kualitatif, sehingga akan dihasilkan data-data deskriptif, yang menggambarkan dengan masalah yang sedang diteliti.

Sebagai seorang bupati perempuan, Rina merepresentasikan kemampuan perempuan dalam mengambil kebijakan kepemerintahan. Lewat program-programnya (yang meskipun masih terasa pengaruh gender dalam pemilihan namanya), Rina mencoba menunjukkan eksistensi perempuan dalam dunia publik. Dengan demikian, kesetaraan kewargaan di Indonesia semoga semakin terealisasi dengan baik.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi Muhammad

SAW yang telah menunjukkan manusia kepada jalan kebenaran, Amiin.

Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar sarjana Strata

Satu (S1) diperguruan tinggi termasuk Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi.

Dalam rangka itulah penulis membuat skripsi dengan judul “PARTISIPASI

POLITIK PEREMPUAN : STUDI KASUS BUPATI PEREMPUAN DALAM

PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR”.

Tersusunnya skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih khususnya kepada :

1. Ketua Sidang Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ; Bapak Dr. Masri Mansoer, MA

2. Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam, Bapak Drs. Agus Darmadji,

M.Fils.

3. Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam, Ibu Wiwi Siti Sajaroh, MA.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Agus Nugraha, Ma yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan, mencurahkan tenaga dan


(5)

5. Bapak dan Ibu Dosen Pemikiran Politik Islam, untuk segala perhatian dan

bantuannya.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta

Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan fasilitas pustaka guna melengkapi literatur yang

diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Marsan dan Ibu Hj. Siti Maimunah

atas segala do’a dan kasih sayang serta jasanya. Semoga do’a dan jasa

beliau mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

8. Kakak-kakakku, Ida Farida, Nurasia, Siti Masitoh, Taufiq Hidayat.

“Semoga kita semua selalu akur dan romantis”

9. Keponakan tercinta, Lulu,Sohibul Wafa, Ubaidillah, yang selalu “mijitin

Om” saat lelah. “Tetaplah kalian menjadi mutiara semangat bagi Om yach….!”

10.Untuk yang telah mengisi hatiku saat suka maupun duka, Imas Uliah

tercinta. Semoga Allah SWT selalu meridho’i jalinan kasih kita. Amiiiiin!.

11.Sahabatku seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan semangat,

Asep, Ato, Ghofur, Sa’I (Condet), Thank’s atas kontribusi dan

motivasinya. Semoga persahabatan kita abadi .”Ayo dong semangat,

selesaikan skripsi, jangan kerjaan yang diprioritaskan!”

12.Semua pihak dan Jajaran Birokrat Pemerintahan Kabupaten Karanganyar

yang turut memberikan dorongan dan dukungan yang namanya tidak bisa


(6)

data-datanya) semoga Kabupaten Karanganyar selalu Prima dan konsisten

dalam memberikan pelayanan kepada rakyatnya. semoga Allah SWT

membalasnya dengan segala kebaikan yang berlimpah.

Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis berdo’a semoga kebaikan mereka

yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda, dan

semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

umumnya,

Jakarta, Juni 2009

Penulis Ahmad Nawawi


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Metode Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN ... 8

A. Pengertian Partisipasi Politik ... 8

B. Perempuan dan Partisipasi politik ... 11

C. Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan ... 18

BAB III BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR ... 26

A. Bupati Perempuan di Karanganyar ... 26

A. Profil Kabupaten Karanganyar ... 26

B. Profil Bupati Karanganyar ... 29

B. Program Bupati Karanganyar ... 32

1. Program Kerukunan Antar Masyarakat ... 32


(8)

3. Program Ratna ... 40

4. Program Larasita ... 45

5. Program Desisera ... 50

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH ... 54

A. Strategi Kepemimpinan Politik ... 54

B. Strategi dalam Meraih Kepemimpinan ... 55

C. Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan ... 57

D. Strategi dalam mempertahankan Kepemimpinan ... 58

BAB V PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(9)

ABSTRAK

Ahmad Nawawi, Partisipasi Politik Perempuan: studi Kasus Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar, Skripsi, Pemikiran Politik Islam, Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Januari 2009.

Perempuan sering kali dipandang sebagai mahluk kelas dua yang lebih mengedepankan perasaan, sehingga keikutsertaannya dalam dunia politik diprediksi akan sangat buruk prestasiya. Namun demikian, feminisme semakin menyadarkan akan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam aspek perpolitikan. Kesadaran itu kemudian menjadi semangat yang mendorong perempuan untuk turut tampil dan mengatur pemeritahan. Tampilnya perempuan di muka umum, dalam dunia politik, menunjukkan adanya geliat partisipasi politik perempuan. Gejala yang memperlihatkan kemampuan perempuan dalam menekan perasaan dan bersikap profesional dalam menyusun program kepemerintahan.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas (1) Bagaimana partisipasi politik perempuan dalam kepemerintahan Kabupaten Karanganyar, (2) Bagaimana isu gender mempengaruhi strategi politik yang dibuat oleh Bupati Karanganyar. Hasil Kajian ini adalah perempuan di era globalisasi seperti saat ini telah memiliki peluang untuk tampil dalam perpolitikan. Sebagai konkretisasi penyetaraan gender, perempuan bahkan dapat memegag peranan penting dalam sebuah kepemerintahan. Hal itu sebagaimana yang tercermin dari kepemimpinan Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., dalam pemerintahan kabupaten Karanganyar. Tujuan dipilihnya judul penelitian tentang partisipasi Politik Perempuan yang mengambil Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar ini adalah ingin mengetahui realisasi dari sebuah argumentasi, bahwa sosok perempuan lemah dalam memimpin atau terlibat langsung dalam dunia politik, sekaligus berapa besarkan tingkat partisipasi politik semenjak terpilihnya Bupati Karanganyar.

Sedangkan metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodoloogi penelitian dengan menggunakan tipe kualitatif, sehingga akan dihasilkan data-data deskriptif, yang menggambarkan dengan masalah yang sedang diteliti.

Sebagai seorang bupati perempuan, Rina merepresentasikan kemampuan perempuan dalam mengambil kebijakan kepemerintahan. Lewat program-programnya (yang meskipun masih terasa pengaruh gender dalam pemilihan namanya), Rina mencoba menunjukkan eksistensi perempuan dalam dunia publik. Dengan demikian, kesetaraan kewargaan di Indonesia semoga semakin terealisasi dengan baik.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

F. Latar Belakang Masalah ... 1

G. Batasan dan Perumusan Masalah ... 4

H. Tujuan Penelitian ... 4

I. Metode Penelitian ... 5

J. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN ... 8

D. Pengertian Partisipasi Politik ... 8

E. Perempuan dan Partisipasi politik ... 11

F. Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan ... 18

BAB III BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR ... 25

C. Bupati Perempuan di Karanganyar ... 25

A. Profil Kabupaten Karanganyar ... 25

B. Profil Bupati Karanganyar ... 28

D. Program Bupati Karanganyar ... 31

6. Program Kerukunan Antar Masyarakat ... 31

7. Program Kerukunan Umat Beragama ... 33


(11)

9. Program Larasita ... 44

10. Program Desisera ... 49

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH ... 53

A. Strategi Kepemimpinan Politik ... 53

B. Strategi dalam Meraih Kepemimpinan ... 54

C. Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan ... 56

D. Strategi dalam Mempertahankan Kepemimpinan ... 57

BAB V PENUTUP ... 62

C. Kesimpulan ... 62

D. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Selama ini, perempuan yang berperan dalam politik sangat kecil, sehingga

usulan yang dibuat menghadapi ketentuan dan hambatan, terutama untuk

memperjuangkan kepentingan perempuan. Diskriminasi perempuan membuat

sebagian perempuan trauma untuk memberikan peluang bagi dirinya untuk

menempuh jalur kekuasaan di legislatif. Peran politik perempuan dalam

menentukan arah kebijakan selalu terbungkam dan kalah oleh dominasi kekuasaan

dan kepentingan laki-laki.

Artinya, dalam sosial masyarakat, perempuan dinilai tidak mampu

memimpin dan membuat kebijakan. Perempuan dianggap sebagai sosok yang

lebih mengutamakan perasaan dibandingkan rasionalitas. Konstruksi yang

demikian membuat masyarakat berpikir bahwa perempuan adalah mahluk lemah

yang tak berdaya dalam menguasai sesuatu, termasuk dalam hal berpolitik. Hal

tersebut merupakan akibat dari penyalahartian konsep gender.

Gender pada dasarnya menuntut adanya kesetaraan peran antara laki-laki

dan perempuan. Hal tersebut sebenarnya bukan tanpa dasar, karena secara formal

perempuan mempunyai kewargaan yang sama dengan laki-laki dalam sistem

demokrasi. Mengikuti perkembangan isu kesetaraan gender tersebut, keinginan

perempuan untuk turut tampil dalam ranah politik semakin meningkat. Saat itu

merupakan langkah para perempuan dalam menunjukkan eksistensinya dalam


(13)

kemudian dapat menjadi perwakilan bagi perempuan lainnya dalam menyuarakan

aspirasi di arena politik.

Pada umumnya, sepanjang periode meluasnya perwakilan politik

perempuan, perubahan-perubahan cenderung terjadi baik dalam struktur negara

maupun dalam hubungan-hubungan gender. Dalam bentuk struktur, negara

perlahan mulai melimpahkan beberapa kapasitasnya pada unit-unit daerah yang

dipengaruhi oleh perempuan. Dengan demikian, muncul indikasi bahwa akan

terjadi peningkatan jumlah perempuan dalam perwakilan politik, sehingga

feminisasi politik1 tidak dapat dihindarkan.

Sejak tahun 2002, wacana peningkatan jumlah perempuan di panggung

politik sudah mulai terdengar gaungnya. Sampai akhirnya di pemilu 2004, isu

tersebut terealisasi meskipun hanya sebatas penetapan kuota 30% atas perempuan

dalam parlemen. Jumlah tersebut merupakan gambaran umum dari minimnya

partisipasi perempuan Indonesia dalam dunia perpolitikan. Partisipasi perempuan

dalam politik Indonesia tidak cukup siginifikan dalam semua tingkatan

pengambilan keputusan di pemerintahan. Artinya, partisipasi perempuan di

bidang politik selama ini terkesan hanya memainkan peran sekunder setelah

laki-laki pada peran primer.

Sebagai peran sekunder, perempuan dalam dunia politik seakan memiliki

peran yang beraneka ragam. Wilayah politik yang mampu dimainkan masih

sebatas wacana dalam diskusi dan pelatihan. Akan tetapi dalam pergumulan

politik, sebenarnya perempuan bisa menembus apa saja dengan kualitas yang

1


(14)

dimilikinya. Ia mampu menjadi pemimpin dari tingkat kepala desa sampai

presiden dan wilayah publik yang signifikan. Hal yang demikian, sebagaimana

direpresentasikan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum. sebagai bupati

Kabupaten Karanganyar.

Sebagai seorang perempuan, Rina mampu menunjukkan eksistensinya

dalam politik dengan menjadi orang nomor satu di Karanganyar. Sebuah

pencapaian yang lebih dari sekedar peran sekunder yang selama ini dibayangkan

oleh banyak masyarakat. Suatu pembuktian bahwa di masa ini, perempuan

mempunyai peluang untuk memperlihatkan keunggulannya dalam hal tampil di

publik dan turut berpolitik. Keseriusan Rina membangun Karanganyar adalah

pembuktian bahwa perempuan cukup profesional dan mampu meredam emosinya

kala ia tengah berada dalam ruang politik.

Harus diakui peranan perempuan dalam dunia politik, sedikit banyak tentu

masih dipengaruhi oleh keperempuanan yang melekat dalam dirinya. Akan tetapi,

tidak dapat dipungkiri bahwa sisi keperempuanan seorang pemimpin perempuan

terkadang dapat menjadi sebuah keunggulan, tentunya jika kondisi itu disikapi

dengan baik. Hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan kepemimpinan Rina.

Sebagai pemimpin perempuan, Rina mampu mentransformasikan

keperempuanannya menjadi program-program yang kemudian dapat

mensejahterakan warga Karanganyar. Keperempuanan itu sangat terasa terutama

dalam penggunaan nama program, seperti RATNA, LARASITA, dan


(15)

Berkenaan dengan hal-hal di atas maka penulis mencoba untuk mengkaji

partisipasi politik yang telah dilakukan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd.,

M.Hum., selaku Bupati Kabupaten Karanganyar sebagai objek kajian dalam

penulisan skripsi ini dengan judul “Partisipasi Politik Perempuan: Studi Kasus

Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar.” B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka permasalahan

dalam penelitian ini dibatasi pada partisipasi politik Bupati perempuan

Karanganyar dalam pemerintahan Kabupaten Karanganyar dan kaitannya dengan

isu gender yang mempengaruhi strategi kebijakan politiknya. Berikut adalah

rumusan masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimana partisipasi politik perempuan dalam kepemerintahan

Kabupaten Karanganyar?

2. Bagaimana isu gender dapat mempengaruhi strategi kebijakan politik yang

dibuat oleh Bupati Karanganyar (Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd.,

M.Hum.)?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penilitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

perempuan memberikan partisipasi dalam pemerintahan, khususnya sebagai

pemimpin perempuan di kabupaten Karanganyar. Dengan kata lain, melalui

analisis ini diharapkan dapat menjadi sebuah alat ukur dalam memandang sepak

terjang perempuan dalam meramaikan perpolitikan di Indonesia di masa


(16)

Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah untuk memgembangkan dan

memperkaya ilmu pemikiran politik Islam dalam bidang partisipasi politik

perempuan. Lebih jauh, penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui

partisipasi politik perempuan Indonesia saat ini termasuk saat menjadi pemimpin,

seperti yang ditunjukkan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd.,M.Hum.,

sebagai Bupati Kabupaten Karanganyar.

Adapun tujuan praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar

masyarakat dapat lebih membuka diri dalam hal keterlibatan perempuan dalam

panggung politik. Perempuan akan semakin dapat bergerak dengan leluasa

menampilkan partisipasi politiknya. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk

kepedulian penulis terhadap persoalan partisipasi politik perempuan di Indonesia.

Dengan demikian, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bukti bahwa

perempuan mampu berpartisipasi dalam politik.

D. Metode Penelitian D.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif.

Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, yaitu menggambarkan dan

menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, dalam

hal ini partisipasi politik perempuan. Dengan demikian, fenomena kepemimpinan

bupati perempuan di Kabupaten Karanganyar dapat dimunculkan sebagai sebuah

geliat pembuktian partisipasi politik perempuan.

D.2 Teknik Pengumpulan Data


(17)

1. Dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah

bersangkutan melalui literatur buku, surat kabar, majalah, dan internet.2

2. Observasi, yaitu sebuah teknik pengumpulan data dengan melakukan

peninjauan secara cermat. Dengan teknik ini, peneliti akan mengamati

setiap fenomena yang berkaitan dengan objek penelitian.

D.3 Teknik Analisis

Analisis secara harfiah berarti uraian, namun dalam hal ini analisis berarti

suatu bahasan dengan cara mengolah data, memberikan interpretasi terhadap

data-data yang terkumpul dan tersusun. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan

untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah terkumpul dan tersusun

dengan cara memberikan interpretasi terhadap data tersebut.3 Dengan

menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang

sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta seputar partisipasi

politik perempuan, khususnya seputar kepemimpinan bupati perempuan di

Kabupaten Karanganyar.

Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 206.

3

Masri Singarinbun dan Sofian Effendi (ed), Metode Peneletian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989), h. 63.


(18)

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses pembacaan skripsi ini, berikut adalah

sistematika penulisan dalam skripsi ini:

Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi

penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II membahas tentang partisipasi Politik Perempuan. Analisis tersebut

meliputi Pengertian Partisipasi Politik, Perempuan dan Partisipasi politik, dan

Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan di Karanganyar

Bab III membahas tentang Bupati Perempuan dalam Pemerintahan

Kabupaten Karanganyar, dalam pembahasannya meliprti; Bupati Perempuan di

Karanganyar, Profil Kabupaten Karanganyar, Profil Bupati Karanganyar, yang

dilanjutkan dengan beberapa programnya,diantaranya, , Program Kerukunan

Antar Masyarakat, Program Kerukunan Umat Beragama, Program Ratna, Program

Larasita, dan Program Desisera

Bab IV merupakan analisis terhadap kepemimpinan Bupati Karanganyar,

diantaranya analisis tentang; Strategi Kepemimpinan Politik, Strategi dalam

Meraih Kepemimpinan, Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan, dan Strategi

dalam mempertahankan Kepemimpinan


(19)

BAB II

PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN G. Pengertian Partisipasi Politik

Berbicara tentang partisipasi sedikit banyak akan menyentuh persoalan

sejauhmana seseorang (dalam hal ini perempuan) telah memberikan kontribusi

dalam sebuah tatanan. Menunjukkan partisipasi mengindikasikan adanya

perbuatan dan pergerakan yang nyata, sehingga muncul perubahan dan

pembaharuan dalam bentuk sekecil apa pun. Dengan demikian, partisipasi

perempuan dalam ranah politik dapat dilihat pergerakan yang dilakukan oleh

perempuan itu sendiri untuk negara Indonesia.

Peran serta masyarakat merupakan kata lain dari istilah standar dalam ilmu

politik, yaitu partisipasi politik. Dalam ilmu politik partisipasi diartikan sebagai

upaya warga masyarakat baik secara individual maupun kelompok, untuk ikut

serta dalam mempengaruhi pembentukan kebijakan publik dalam sebuah negara.4

Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu

dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong

individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta

ambil bagian dalam setiap individu pertanggungjawaban bersama.5

4

Afan Gaffar,”Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”, dalam Syarofin Arba (editor), Demitologi Politik Indonesia: Mengusung Elitisme Dalam Orde Baru (Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1998), h. 240

5

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Persoektif Struktural Fungsional (Surabaya : Penerbit SIC, 2002), h. 240


(20)

Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara

preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan

oleh pemerintah.6 Beriringan dengan Huntington; Ramlan Subakti, sebagaimana

dikutip oleh Arifin Rahman mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan

warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan umum dan ikut serta dalam menentukan pemimpin pemerintahan.7

Dengan partisipasi politik kita mengacu pada semua aktivitas yang sah oleh semua

warga negara untuk mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan dan

tindakan-tindakan yang mereka ambil.

Pada umumnya partisipasi politik ada yang bersifat mandiri (autonomous)

dimana individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar inisiatif dan keinginan

sendiri. Hal ini boleh jadi atas dasar rasa tanggungjawabnya dalam kehidupan

politik, atau karena didorong oleh keinginan untuk mewujudkan kepentingannya

ataupun kepentingan kelompoknya. Namun tidak jarang pula partisipasi yang

dilakukan bukan karena kehendak individu yang bersangkutan, akan tetapi karena

diminta atau digerakkan oleh orang lain dan buka dipaksa oleh kelompoknya.

Partisipasi dalam bentuk yang terakhir ini adalah partisipasi yang digerakkan atau

sering disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik

masyarakat biasanya bersumber pada basis-basis sosial-politik tertentu. Kecuali

partisipasi yang mengambil bentuk contacting, partisipasi politik pada umumnya

merupakan sebuah tindakan kolektif.8

6

Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), h. 6

7

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, h. 129

8


(21)

Setidaknya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan kearah

partisipasi lebih luas dalam proses politik, seperti yang disampaikan Myron

Weiner, yaitu :

1. Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang

meningkat, meyebarnya kepandaian baca tulis, pengembangan media

komunikasi massa.

2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial, ketika terbentuk suatu

kelas baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses

industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan

mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik

3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern; kaum

intelektual seperti sarjana, wartawan dan penulis sering mengeluarkan

gagasan dan ide kepada masyarakat umum untuk membangkitkan

tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan

politik. Dan sistem transportasi dan komunikasi modern memudahkan

dan mempercepat penyebaran ide dan gagasan tersebut.

4. Konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik; jika timbul

kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan

adalah mencari dukungan rakyat untuk melegitimasi mereka melalui

gerakan-gerakan partisipasi rakyat.

5. Campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam masalah sosial,


(22)

masalah-masalah sosial masyarakat, maka lambat laun akan merangsang

timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk berpartisipasi.9

H. Perempuan dan Partisipasi politik

Membahas tentang partisipasi politik perempuan diranah perpolitikan

nasional, selama ini selalu mengalami dinamika dan konstelasi yang tidak dapat

difahami oleh kaum laki-laki yang selalu memiliki persepsi bahwa perempuan

adalah makhluk yang diciptakan dengan memiliki kodrat dan naluri lemah serta

terlalu halus. Sehingga kemungkinan untuk dapat terlibat secara langsung dan

aktif dilapangan memiliki peluang yang sangat tipis.

Jika menilik perjalanan sejarah dan dikaitkan dengan peran serta aktifitas

seorang tokoh kenamaan asal Jepara R.A Kartini yang telah mengawali bahwa

persamaan gender dan peran perempuan yang sudah semestinya disetarakan

dengan posisi kaum laki-laki dalam berbagai ruang lingkup serta dimensi

kehidupan, baik dalam hal memperoleh pendidikan, beraktivitas dalam

lingkungan sosial-masyarakat, sosial, budaya bahkan dalam ranah politik.

Dengan adanya gerakan reformasi serta tuntutan rakyat akan segera

diadakannya berbagai perubahan dalam tatanan sistem politik dan pemerintahan di

Indonesia, sampai pada diselenggarakannya otonomi daerah pada awal Januari

2001 yang berbarengan dengan dirumuskan dan ditetapkannya UU No. 22 Tahun

1999 Tentang Pemerintahan Daerah, setidaknya dapat diambil suatu pelajaran

yang sangat berharga terutama dalam hal partisipasi publik didalam pemerintahan.

Hingga sampai pada direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32

9


(23)

Tahun 2004, sehingga keberadaan masyarakat dalam berpartisipasi dalam dunia

pemerintahan semakin terbuka. Begitu pula kondisi kaum perempuan yang semula

berada pada level terbawah sedikit-demi sedikit mulai terangkat keatas

permukaan, hingga sampai pada obsesi untuk meraih kekuasan, baik dalam posisi

di eksekutif maupun legislatif.

Kekuasaan merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempengaruhi

pemikiran maupun tingkah laku seseorang, dengan cara menggunakan hak dan

kewenangan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan. Pada prinsipnya, kekuasaan

merujuk pada potensi, dedikasi tinggi, serta profesionalisme baik dalam hal

teoritis, praktis dan manajemen. Sedangkan wewenang merujuk pada hak. Dengan

demikian, jika pengaruh kaum perempuan dalam mengendalikan situasi sosial

dalam hal kekuasaan, termasuk di dalamnya termasuk pengambilan kebijakan

yang berpihak pada gen yang sama yakni kaum perempuan, semua itu sangat

ditentukan oleh seberapa besar dan kuat keterlibatan mereka pada posisi-posisi

strategis untuk merumuskan serta mengesahkan kebijakan tersebut. Singkatnya,

seberapa besar potensi yang dimiliki oleh perempuan untuk mempengaruhi orang

lain bahkan gen yang nantinya disesuaikan dengan posisi sistem maupun siklus

keberadaannya dalam sebuah sistem sosial, politik, agama serta budaya, dan

semuanya itu tergantung pada seberapa besar kekuasaan yang dimilikinya untuk

meyakinkan bahkan memaksa pihak lain melakukan sesuatu sesuai dengan

kehendaknya.10

10

Riane Elean, Perempuan dan Kekuasaan, artikel diakses pada tanggal 13 Agustus 2008, dari http://www.parliament.net.ac.id/pdffile/perempuandankekuasaan _index.php?action=view.


(24)

Merujuk pada beberapa penelitian tentang keterwakilan perempuan yang

memiliki kadar yang cukup tinggi didalam struktur pemerintahan baik dilegislatif

maupun eksekutif pada gilirannya memiliki daya tanggap positiv terhadap

kebijakan yang lebih responsif terhadap pemenuhan sumber daya dan hak-hak

perempuan yang belum terpenuhi. Dengan demikian, jika daya tanggap kaum

perempuan terhadap kebijakan yang kurang responsif terhadap kepentingan yang

dapat mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, bisa jadi posisi

perempuan yang lainnya akan terdapat kesulitan untuk meraih berbagai kebijakan

yang hendak memperjuangkan dan memproteksi hak-hak perempuan karena

lemahnya posisi kebijakan untuk memberikan daya dorong yang dapat

memajukan kaum perempuan, seperti: perlindungan perempuan dari kekerasan,

sampai pada perluasan akses terhadap ekonomi dan pendidikan.11

Selama masih ada pemetaan posisi perempuan dalam hal dimensi kehidupan,

baik dalam pembagian kerja yang diseuaikan dengan jenis kelamin, sehingga

menempatkan perempuan pada posisi kerja yang kerap mengintimidasi kaum

perempuan, seprti penempatan perempuan untuk bekerja hanya berada didalam

wilayah domestik, sedangkan adanya fasilitas wilayah publik tempatnya laki-laki,

sehingga kebutuhan perempuan yang masih banyak ditentukan oleh laki-laki

sebagai pihak yang mendominasi kekuasaan, merupakan dua hal yang dinilai

beberapa pihak merupakan dampak dari pembagian kekuasaan yang belum

berimbang. Sebab terjadinya pembedaan posisi kerja antara kaum perempuan dan

kaum laki-laki dalam pembagian ruang kerja, semua itu terjadi bisa saja

11

Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,, h. 63


(25)

disebabkan oleh sistem budaya masyarakat yang cenderung patriarkat, sehingga

dengan tumbuh dan bertahannya sistem kebudayaan masyarakat ini

mengakibatkan sebagian besar perempuan masih dikungkung kemiskinan dan

rendahnya tingkat pendidikan, atau bisa juga dilema seperti ini diakibatkan oleh

sikap apriori perempuan itu sendiri untuk membangun kekuatan penyeimbang

dengan cara terjun langsung ke dunia politik praktis kian melemah. Namun satu

hal yang pasti, jika kaum perempuan mampu memanajemen posisinya untuk

mendapatkan porsi kekuasaan sederajat dengan porsi yang dimiliki oleh kaum

laki-laki, maka tidak akan menjadi sesuatu yang mustahil posisi dan kemudahan

hidup perempuan dalam memenuhi kebutuhan, hak yang pada akhirnya mampu

menguatkan posisinya melalui pengimplementasian kewenangannya melalui

terjunnya perempuan di tengah masyarakat dengan cara masuk kedalam struktur

kekuasaan.

Jika perkembangan keberadaan posisi perempuan didalam kekuasaan telah

muncul kesadaran bahwa porsi kekuasaan yang diperoleh turut menentukan posisi

tawar perempuan dalam suatu sistem sosial, beriringan dengan hal tersebut akan

memunculkan pertanyaan; bagaimana prosesi kaum perempuan dalam

memperoleh kekuasaan tersebut. feodalisme, jabatan, birokrasi, dan kemampuan

khusus di bidang ilmu pengetahuan, secara sosiologis merupakan sumber

kekuasaan. Namun, yang paling umum kekuasaan tertinggi berada pada negara.

Jika ingin mencapai posisi yang menjanjikan dalam meraih kekusaan posisi tawar


(26)

mendapatkan posisi tawar yang kuat dan akhirnya dapat menghasilkan pengaruh

yang signifikan dalam bermasyarakat.

Di Indonesia isu tentang keterwakilan perempuan yang sangat rendah di

ruang publik; dimana komitmen partai politik yang belum sensitif gender

sehingga kurang memberikan akses memadai bagi kepentingan perempuan; dan

kendala nilai-nilai budaya dan interpretasi ajaran agama yang bias gender dan bias

nilai-nilai patriarkhi, dan animo para perempuan untuk terjun dalam kancah

politik rendah; merupakan inti pokok permasalahan yang dihadapi saaat ini. Akan

tetapi, animo kaum perempuan untuk terjun secara praktis dalam ranah politik

masih memerlukan kajian khusus dan penelitian yang matang.

Terpenuhinya hak politik perempuan di Indonesia, di samping mengacu

kepada draft instrumen internasional mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) juga

harus mengacu kepada Pancasila sebagai ideologi dan konstitusai negara

(khususnya UUD 1945 hasil amandemen kedua, pada pasal-pasal 28 A sampai J

tentang Hak Asasi Manusia).12

Penduduk Indonesia yang berada pada kisaran 211 juta lebih, dengan prediksi

populasi kaum perempuan berkisar 50, 2 %. Akan tetapi, hasil dari Pemilu 2004

yang dinilai paling demokratis selama ini, tetap saja tidak mampu mengubah

potret keterwakilan perempuan dalam struktur kekuasaan dalam suatu

pemerintahan serta proses pengambilan keputusan serta perumusan kebijakan

publik pada tiga lembaga formal negara: legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Khusus di legislatif, pada porsi lembaga DPR-RI, perempuan caleg yang harus

12

Mujibur Rahman Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem), Malang : Bayumedia publishing, 2007), h. 79


(27)

melebihi kuota 30% namun yang berhasil melenggang ke kursi parlemen hanya

11% dari jumlah populasi kaum perempuan yang ada di Indonesia, dan calon

perempuan di DPD hanya mencapai 10%. Adapun jumlah keterwakilan kaum

perempuan diparlemen dalam tingkatan DPRD Provinsi rata-rata hanya mencapai

8%. Bahkan di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, hasil perolehan lebih rendah lagi

yaitu hanya mencapai tingkat rata-rata 5% jatah kursi yang ada.13

Ketiika terlahir pertanyaan, kemana arah demokrasi sebenarnya, Yang

selama ini digembor-gemborkan dalam gerakan reformasi yang berlangsung pada

mei 1998 lalu? Dengan tujuan menginginkan untuk diadakannya perombakan

dalam berbagai dimensi politik maupun pemerintahan, sampai diamandemennya

UUD 1945 dan dicetuskannya suatu term emansipasi wanita dan persamaan

gender dalam dunia politik maupun dalam dunia kerja, yang selama ini selalau

menganggap bahwa perempuan merupakan kaum yang selalu berada pada level

terbawah atas dominasi kaum laki-laki. Dalam hal ini kaum perempuan posisinya

lebih pantas hanya sebagai seorang ibu rumah tangga, pengasuh bagi

anak-anaknya. Sedangkan, menyangkut posisi bidang yang berlaga dimedan yang

cukup keras seperti didunia pemerintahan, bisnis sampai pada arena politik itu

merupakan hak dan kewenangan kaum laki-laki.

Terjadinya fenomena seperti ini, ternyata ada argumenyasi yang cukup kuat

yang telh menempatkan posisi perempuan sebagai makhluk yang kurang begitu

menginginkan kekuasaan manakala yang dilanggengkan di masyarakat adalah

gagasan kekuasaan versi laki-laki yang sarat dengan ciri-ciri keperkasaan,

13


(28)

kejantanan, dan kekerasan. Kini, sudah saatnya mempromosikan kekuasaan

Yakni, kekuasaan yang mencakup kemampuan memberdayakan, kemampuan

melihat dan menciptakan masyarakat yang lebih harmoni dan bermartabat.

Dengan demikian definisi baru kekuasaan merupakan gabungan dari ciri-ciri

maskulinitas dan feminitas yang dapat dicapai oleh keduanya: antara kaum

laki-laki dan kaum perempuan.14

Dengan mengembangkan definisi kekuasaan yang berbasis pengalaman

perempan, perempuan dapat menjadi politisi yang handal. Politisi yang tidak akan

menyakiti lawan politiknya, apa pun alasannya. Politisi yang tidak akan

menggunakan intrik politik sebagaimana biasa digunakan laki-laki. Seorang

politisi perempuan dapat mengasah sisi keibuannya yang selalu tanggap terhadap

kebutuhan orang lain untuk menyelesaikan setiap agenda politiknya.

Perjuangan perempuan Indonesia umumnya dan lokal khususnya menuju

kemandirian politik masih sangat panjang, tetapi perempuan tidak boleh apatis

dan bersikap skeptis. Selanjutnya apa yang mesti dilakukan menjelang pemilu

legislatif, ada beberapa solusi yang mungkin dianggap efektif untuk menjawab

persoalan ini, yaitu:

Pertama, menggalang networking antarkelompok perempuan dari berbagai

elemen, tentu perjuangan menuju sukses selalu membutuhkan strategi yang handal

dan solidaritas yang kuat. Kedua, kelompok perempuan harus berani mendorong

dan melakukan upaya-upaya rekonstruksi budaya, khususnya mengubah budaya

patriarki menjadi budaya yang mengapresiasi kesetaraan gender dan kesederajatan

14

The Liang Gie, Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jilid I (Jakarta : Gunung Agung, 1968), h. 12


(29)

perempuan dan laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan. Ketiga, kelompok

perempuan harus berani mendorong dan melakukan upaya-upaya reinterpretasi

ajaran agama sehingga terwujud penafsiran agama yang akomodatif terhadap

nilai-nilai kemanusiaan, penafsiran agama yang ramah terhadap perempuan dan

yang pasti penafsiran agama yang rahmatan lil alamin (komprehensif), ajaran

yang menebar rahmat bagi seluruh makhluk. Keempat, secara internal perempuan

itu sendiri harus selalu berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas diri mereka

melalui pendidikan dalam arti yang luas.15

Berangkat dari realita di atas, maka seyogyanya saat ini sudah waktunya para

perempuan berbenah, terus kreatif dan melakukan eksplorasi potensi kita sehingga

dapat berkompetisi secara sehat dan harmonis dalam segala aspek kehidupan

termasuk politik, tentunya dengan mengedepankan nilai-nilai serta norma/ajaran

agama yang terajut dalam sanubari kita. Selamat berjuang para perempuan,

ditunggu kiprah dan kepeduliannya dalam politik.

I. Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan

Sejak diselenggarakannya pemilihan pertama tahun 1955. keterwakilan kaum

perempuan diparlemen hanya mencapai kisaran 3,8 %, kemudian meningkat

prosentaseenya pada tahun 1960-an pada kisaran 6,3%. Perjalanan sejarah yang

menunjukkan tingginya angka keterwakilan kaum perempuan dalam dunia politik

yakni pada periode 1987-1992 yaitu 13 persen. Akan tetapi posisi tersebut

dipertahankan hingga harus turun kembali hingga 12,5 % tahun 1992-1997, 10,8

persen menjelang Soeharto jatuh, dan hanya 9 persen pada periode 1999-2004.

15

Syarif Hidayat dan Bhenyamin Hoessein, “Desentralisasi dan otonomi Daerah”, dalam Syamsudin Haris dkk., Paradigma Baru Otonomi Daerah (Jakarta : Puslit Politik LIPI PGRI, 2003), h. 123-125


(30)

Rendahnya keterwakilan perempuan di dunia pemerintahan semakin terlihat

pada masa pemerintahan dibawah Kabinet Indonesia Bersatu. Dimana dari 36

jabatan yang ada diparlemen, perempuan hanya menduduki empat posisi, yakni

Menteri Keuangan (Dr. Sri Mulyani Indrawati), Menteri Perdagangan (Marie

Pangestu), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan(Meutia Hatta), Menteri

Kesehatan(Siti Fadillah Supari), dan Sisanya didominasi oleh kaum laki-laki.

Sedangkan di lembaga MPR, jumlah keterwakilan perempuan hanya 18

orang wakil atau sekitar mencapai kisaran 9,2 persen, dan laki-laki 177 orang.

Sedangkan di DPR ada 45 perempuan dan 455 laki-laki (9 persen), di lembaga

MA hanya ada 7 perempuan dan 40 laki-laki (14,8 persen), di BPK sama sekali

tidak ada kaum perempuan yang iktu berpartisipasi lain halnya dengan

keterwakilan kaum laki-laki sebanyak 7 orang, dan di Dewan Pertimbangan

Agung hanya ada 2 orang perempuan yang mewakili sedangkan laki-laki ada 43

orang (4,4 persen), di lembaga KPU juga hanya 2 perempuan dan laki-laki 9 orang

(18,1 persen).16

Beberapa daerah mulai melihat bahwa perempuan merupakan stakeholder

yang perlu dipertimbangkan, walaupun semu yakni perempuan dilirik untuk

mendulang perolehan suara. Pada tahun 2000, dari 7710 Kepala desa di jawa

Timur, hanya 220 orang (2,85%) yang perempuan. Sementara dari 682 kepala

kelurahan hanya 10 orang (1,47%) yang perempuan.17 Sedangkan di Jawa Timur

saat ini hanya sekitar 3 Bupati perempuan, padahal terdapat kurang lebih seratus

16

Tri Ratnawati, et.al., Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Otonomi Daerah di Indonesia, Lapoaran Penelitian (Jakarta : Proyek Pengembangan Riset Kompetitif Program Isu LIPI, 2003), h. 45-46

17

Eni Haryati, “Perempuan di dalam Pemilihan Kepala Daerah,”Kompas, 20 Januari 2004, h. 5


(31)

Kabupaten. Rendahnya representasi perempuan pada kepemimpinan local

dikarenakan oleh pemahaman bahwa politik ada pada

kecenderungan-kecenderungan mengurus yakni dominasi kekuasaan oleh laki-laki selain

keberanian dan kapabilitas perempuan masih rendah. Hal ini bisa dicermati dari

pilkada yang diselenggarakan di beberapa kabupaten.18

Pilkada yang di gelar tahun 2005 menghasilkan dua hal penting bagi politik

perempuan dan perspektif gender. Pertama, sebagai bagian dari masyarakat,

pemilih perenpuan akan sangat menentukan suara bagi si calon. Perempuan sebagi

pemilih lebih dipertimbangkan sebagai peran pendukung untuk perolehan

suarakandidat daripada dipertimbangkan aspirasinya, misalnya, isu gender tidak

menjadi perhatian utama dari para kandidat. Disisi lain perempuan sebagai

pemimpin, karena pendidikan politik perempuan masih sangat rendah, lebih di

manipulasi oleh elit-elit politik untuk memenangkan atau mendapat dukungan dari

kaum perempuan. Kedua, sebagai person politik, individu otonom, perempuan

sebagai calon dalam pilkada sangat rendah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004

disebutkan bahwa pintu masuk bagi calon bupati/walikota/gubernur adalah partai

politik.19

Secara logika, sulit bagi perempuan untuk menembuas dominasi parpol yang

masih sangat maskulin. Sementara logika demokrasi, tampilnya perempuan

merupakan pemenuhan bagi demokrasi itu sendiri.20

18

M. Zaki Mubarak, et.all., Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : The YHB Center, 2006), h. 51-55

19

Eni Haryati, “Perempuan di dalam Pemilihan Kepala Daerah,”Kompas, 20 Januari 2004, h. 6

20


(32)

Dengan merujuk pada problem-problem diatas maka untuk merubah situasi

yang tidak kondusif bagi kesetaraan gender dalam pilkada adalah memasukkan

perspektif gender dalam UU yang mengatur pilkada, yang sampai saat initidak

mengakomodasi perempuan baik sebagai pemilih maupun sebagai kandidat. Cara

ini akan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan menghapus dikotomi

gender dalam politik. Strategi yang bisa ditempuh adalah menghilangkan akses

kemunculan kandidat hanya lewat parpol. Dengan strategi ini akan memunculkan

kandidat yang diusung oleh organisasi non partai, misalnya oleh kelompok

kepentingan perempuan yang tentunya akan mampu memunculkan kandidat

perempuan yang peduli pada kesetaraan gender. Dan kelompok perempuan,

khususnya yang ada di legislative mesti memberikan pandangan gendernya dalam

revisi UU yang berkaitan dengan Pilkada.

Di tingkat daerah. Tiga puluh gubernur yang ada di Indonesia saat ini di jabat

oleh kaum laki-laki, sementara dari 336 Bupati yang ada di Indonesia, hanya lima

di antara mereka atau 1,5 persen saja yang diduduki oleh perempuan.21

Perkembangan histories menunjukkan bahwa dalam struktur politik yang di

dominasi laki-laki, maka laki-laki dominan dalam merumuskan aturan main

politik, dan mereka yang menyusun standar untuk evaluasinya. Eksistensi model

dominasi laki-laki ini melahirkan penolakan politik dari kaum perempuan yang

bergaya laki-laki.

Salah satu penolakan tersebut datang dari uni antar parlemen. Dalam

pernyataannya melalui Deklarasi New Delhi tahun 1997 menegaskan bahwa hak

21


(33)

politik perempuan harus dianggap sebagai satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan

dari kerangka hak asasi manusia. Deklarasi tersebut dilandasi oleh asumsi bahwa :

a. Dari segi demokrasi ; jumlah perempuan sekitar 50% yang memiliki hak suara dan menentukan pilihannnya, dari polpulasi yang ada, sehingga menjadi sebuah bangunan teoritis demokrasi yang wajar apabila wakil rakyat merefleksikan konstituennya.

b. Dari segi kesetaraan ; keterwakilan perempuan untuk perempuan tidak ada bedanya dengan tuntutan atas keterwakilan rakyat untuk rakyat. c. Dari penggunaan sumber daya ; penggunaan kemampuan intelektual

perempuan.

d. Dari segi keterwakilan ; riset empiris menunjukkan bahwa bila perempuan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan maka kepentingan mereka tidak dipertimbangkan secara sungguh-sungguh.22

Secara teoritik hak untuk pemilu, menjadi kandidat pada pemilu lebih

didasarkan pada hak dalam pemilu. Akan tetapi realitasnya bahwa hak untuk

dipillih bagi perempuan tetap terbatas yang pada akhirya berdampak pada tingkat

representasi perempuan diranah politik. Ketidaksamaan representasi tersebut

menandakan bahwa representasi perempuan lebih sekadar sebagai fungsi

pemerintahan status quo (laki-laki) daripada fungsi demokrasi kelompok

perempuan berupaya untuk menghapuskan ketidakseimbangan gender dengan

politik afirmasi. Politik afirmasi ini juga diratifikasi di banyak Negara dalam

bentuk pemberian kuota perempuan di lembaga legislative. Indonesia telah

meratifikasi tentang kesetaraan gender dalam pasal 65 ayat (a) UU Pemilu No.

12/2003 meskipun UU tersebut lebih bersifat “malu-malu” untuk

menegaskannya, sebab dalam UU tersebut hanya tercantum kata

“mempertimbangkan” 30% kepada perempuan. Namun representasi perempuan di

tingkat nasional tidak serta-merta di ikuti di aras lokal.

22

Dwi Windyastuti, “Perempuan dalam Konstelasi Politik Lokal,” dalam M. Zaki Mubarak, et.all., Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : Yayasan Harkat Bangsa, 2006), h. 49-50


(34)

Penerapan system pemilu distrik proporsional yang diterapkan di Indonesia

memungkinkan pemilihan perwakilan rakyat yang mempunyai basis masa.

Karena, rakyat langsung memilih nama wakilnya beserta tanda gambar. Kuota

30% untuk perempuan masih menyisakan perdebatan tentang keadilan yang perlu

diberikan, seperti lipstick yang menghiasi perhelatan pemilihan umum berbasis

distrik proporsional. Wacana ini, berasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan

yang menyuarakan kepentingan rakyat akan bersama-sama memperbaiki aspirasi

separuh penduduk Indonesia yang 56% perempuan.23

Sikap optimistis dalam memberdayakan diri perempuan sendiri perlu

diwujudkan guna memperoleh kesadaran untuk memperoleh hak-hak politiknya.

Penyusunan daftar calon legislative yang mempersyaratkan adanya 30% kuota

perempuan merupakan kemajuan yang harus diwujudkan oleh semua parpol.

Pressure penetapan caleg perempuan telah dilakukan oleh banyak pihak,

antaralain iklan di televise agar memilih partai yang mempunyai calon perempuan

yang di sponsori oleh pemberdayaaan perempuan. Urutan calon perempuan

dilegislatif memang tidak semudah janji yang disampaikan. Seperti perkataan

bijak menyebutkan “tidak ada manusia yang sempurna, yang ada hanyalah

rencana yang sempurna”. Perkataan ini sama dengan semangat menggebu untuk

mewujudkan pemberian kesempatan yang luas dan bebas kepada perempuan

untuk bersaing dalam dunia politik. Namun, fakta dilapangan sulit sekali

mewujudkan rencana tersebut. Kepentingan kaum laki-laki yang mendominasi

perebutan kekuasaan masih enggan memberikan kesempatan pada perempuan.

23

Dwi Windyastuti, Perempuan dalam Konstelasi Politik Lokal, dalam M. Zaki Mubarak, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : The YHB Center, 2006), h. 48-53


(35)

Hal tersebut tampak pada benturan social budaya dan ekonomi yang

mempersepsikan perempuan tidak pantas masuk kewilayah politik.

Gagasan mengenai kuota bagi perempuan yang telah di tawarkan kepada

partai politik untuk menciptakan representasi yang lebih adil, kenyataannya

sampai sekarang memang masih merupakan sebuah perjuangan yang sangat

panjang. Tampaknya belum ada political will dan apalagi political action dari

politisi dan tokoh partai yang kebanyakan laki-laki untuk mengubah keadaan ini.

Hingga kini, minimnya Jumlah politisi perempuan yang ada dan terbatasnya

representasi perempuan dihampir semua lembaga pengambil keputusan. Karena

minimnya jumlah perempuan di dalam struktur penentu kebijakan banyak tuntutan

yang disuarakan, aspirasi serta kepentingan perempuan tidak bias di akomodir.

Semua factor tersebut saling berkaitan sebagaimana layaknya sebuah hukum

ekonomi yaki antar supply (persediaan) dan demand (permintaan).24

Stigma dan anggapan bahwa politik itu panas, kotor, dan penuh fitnah

membuat sebagian perempuan tidak berani melawan intimidasi, cercaan, dan

perkataan kasar dari orang sekitarnya.

Selama ini, perempuan yang telah berperan dalam politik sangat kecil,

sehingga usulan yang dibawa menghadapi kebutuhan dan hambatan, terutama

untuk memperjuangkan kepentingan perempuan.25 Minoritas perempuan yang

duduk di kekuasaan legislative tidak mampu mempengaruhi kebijakan, sehingga

jauh dari keadilan yang melindungi perempuan.

24

Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, h. 20-21

25


(36)

Diskriminasi perempuan yang menyakitkan membuat sebagian perempuan

trauma untuk memberikan ppeluang dirinya menempuh jalur kekuasaan di

legislative. Peran politisi perempuan dalam menentukan arah kebijakan selalu

terbungkam dan kalah oleh dominasi kekuasaan dan kepentingan kaum laki-laki.

Wacana keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan memberikan

kuota 30% masih menjadi wacana kontroversi. Selama ini hanya 12% perempuan

yang berkiprah dalam ruang senayan. Permintaan kuota 30% untuk perempuan di

parlemen memang bernuansa pembatasan peran, namun, jika menilik sejarah dan

realitas peran perempuan yang hanya 12% di parlemen menunjukkan kemajuan

pola berpikir dan gerakan yang progresif.26

26


(37)

BAB III

BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR

E. Bupati Perempuan di Karanganyar A. Profil Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar adalah sebuah mozaik Indonesia yang telah

memberikan sumbangan sangat berarti bagi sejarah terbentuknya Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis Kabupaten Karanganyar terletak

antara titik kordinat 6018.0 – 6047.10 Lintang Selatan dan 106023.45– 107013.03’

Bujur Timur, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup

tinggi, Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah ± 77.378,6430 Ha27,

dengan batasan wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali

- Sebelah Timur Berbatasan dengan Tawangmangu

- Sebelah selatan berbatasan dengan Sukoharjo

Secara administratif Kabupaten Karanganyar terbagi atas 17 kecamatan

dengan 15 kelurahan. Selain itu wilayah Kabupaten karanganyar hamper sebagian

besar adalah pedesaan, dan kini di Kabupaten Karanganyar sudah terklasifikasi

162 desa.

27

Dinas Pertanahan Kabupaten Karanganyar, Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah dan Laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Karanganyar : Dinas Pertanahan Kab. Karanganyar) h. 1-4


(38)

Ibu Kota Kabupaten Karanganyar berada di Kecamatan Karanganyar Jawa

Tengah.

Luas Kabupaten Karanganyar secara keseluruhan mencapai 77.378,6430 Ha.

Dengan rincian luas kemiringan lahan 12.654,52 yang terbagi kepada beberapa

kecamatan diantaranya kecamatan karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Colomadu,

Goondengrejo, Kebakkramat, dan Mojonggedanng, sedangkan dari segi lahan

bergelombang mencapai seluas 18.570,93 dengan definisi pada beberapa

kecamatan, diantaranya kecamatan Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, matesih,

Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan, karanganyar, Tasikmadu, kerjo dan

kecamatan Jenawi. Sedangkan lahanyang curam dan sangat curam mencapai

sekitar 13.194,35 dan 32.958,79 Ha.

Sedangkan ketinggian daratan diatas permukaan laut mencapai 511 m/dpl. egi

penggunaan lahan, di Kabupaten Karanganyar penggunaan lahannya antara lain;

wilayah hutan lindung seluas 9.729, 4927 Ha, hutan suaka alam seluas

81.20000Ha, hutan produksi tetap seluas 81,20000 Ha, Hutan produksi terbatas

seluas 1.625,8000 Ha, lahan persawahan seluas 21.221, dan masih terbagi lagi

kepada beberapa lahan yang didasarkan pada fungsi serta penggunaan lahan yang

ada berdasarkan pada jenis dan fungsi lahan yang ada di kabupaten karanganyar

tersebtut.28 Penggunaan lahan tersebut sebagai satu kawasan yang fungsi

utamanya dalam rangka untuk memajukan perekonomian masyarakat guna

28

Dinas Pertanahan Kabupaten Karanganyar, Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah dan Laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Karanganyar : Dinas Pertanahan Kab. Karanganyar) h. 1-4


(39)

mencapai tingkat kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, pembangunan di

Kabupaten karanganyar sangat terkendali, setiap lahan ditata sesuai dengan

Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yaitu, Pembangunan Penataan Ruang yang

diprioritaskan demi terpenuhinya seluruh rencana tata ruang secara detail untuk

kota dan kawasan serta daerah yang tumbuh dengan pesat; serta terkendalinya

secara optimal pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah pengelolaan ruang dan

lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pembangunan Penataan Ruang Kabupaten

Karanganyar diprioritaskan agar terpenuhinya seluruh rencana tata ruang secara

detail untuk kota dan kawasan serta daerah yang tumbuh dengan pesat, serta

terkendalinya dengan optimal pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah

pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan atau dengan dimensi

berbeda Urusan Perencanaan Pembangunan, diprioritaskan pada optimalisasi

peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat dalam proses

perencanaan pembangunan daerah dan pengawasan pembangunan daerah yang

mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu, perencanaan

pembangunan diarahkan pada upaya yang mendukung semakin mantapnya

kenaikan nilai tambah PDRB dan struktur ekonomi telah berada dalam sektor

tersier dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berada di atas angka inflasi

regional dan rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah; serta

pendapatan per kapita dan upah minimum kabupaten serta upah minimum

regional mampun memenuhi kebutuhan hidup minimum.

Faktor demografi atau yang berupa aset Sumber Daya Manusia (SDM)


(40)

penduduk pada satu sisi bila dikelola dengan baik akan menjadi modal utama

majunya pembangunan. Namun, disisi lain jika factor yang satu ini diabaikan atau

tidak diberdayakan secara maksimal, maka akan menjadi beban pembangunan

yang sangat pelik. Apapun dan bagaimanapun program pembangunan dapat

dinyatakan gagal manakala masyarakat yang bersangkutan hanya diorientasikan

sebagai obyek, apalagi sampai termarginalkan dari kebijakan pembangunan yang

ada. Berdasarkan data statistik Kabupaten Karanganyar tahun 2006 tercatat bahwa

jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar berjumlah 416.108 jiwa penduduk

Karanganyar atau terdiri atas 118.415 KK, sebelumnya terdapat 48.345 KK

tergolong keluarga pra sejahtera, dan pada tahun 2005 mencapai 237.962 jiwa

atau 10,32% dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah (dengan jumlah sekitar

137.594 jiwa). Dari besarnya jumlah penduduk di Kabupaten karanganyar,

penduduk laki-lakinya berjumlah 416.108 jiwa dan perempuan berjumlah 425.579

jiwa dengan ratio jenis kelamin 105.29

B. Profil Bupati Karanganyar

Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih adalah seorang perempuan kelahiran

Karanganyar- Solo–Jawa Tengah pada tanggal 3 Juni 1962, Irna atau sapaan

akrab dari bupati Karanganyar ini pernah mengenyam pendidikan dasar di suatu

sekolah dasar di Karanganyar pada tahun 1974, setamatnya dari sekolah dasar Irna

melanjutkan sekolahnya di SLTP Negeri 1 Karanganyar (Tahun 1978), setelah

29

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Karanganyar, RATNA (Rakyat Terdaftar Negara Aman), (Karanganyar : DISDUKCAPIL Kabupaten Karanganyar, 2009)


(41)

lulus dari SLTP ketertarikan Irna dalam mengabdi di dunia pendidikan yang

kemudian membulatkan tekadnya untuk melanjutkan pendidikannya di SPG

Negeri Salatiga (1981) yang dilanjutkan dengan masuknya Irna pada suatu

Perguruan Tinggi dengan mengambil program Diploma II pada tahun 1995, yang

kemudian dilanjutkan dengan Program Strata satu di Universitas Widya Darma

Klaten. Semangat yang tinggi dari sosok perempuan ini terlihat dengan

semangatnya dalam mengenyam pendidikan setelah ia lulus dari program strata

satu, yakni masuknya irna di Universitas Sebelas Maret Surakarta ( lulus tahun

2003 ), kemudian menempuh kembali program S3 di Universitas yang sama yang

hingga saat ini masih dalam proses penyelesaian.30

Sedangkan riwayat pekerjaan dari Irna sendiri cukup beragam. Selain

sebagai seorang Ibu rumah tangga sosok irna pernah menjadi seorang Guru pada

satu sekolah dasar di Karanganyar, sebagai seorang wiraswaatawai irna juga

pernah menggeluti usaha salon, penyelenggara kursus musik, kecantikan, senam,

tari bahkan sampai terjun pula dalam dunia property, sampai akhirnya ia terpilih

sebagai orang nomor satu di karanganyar untuk periode 2002-2007. sebagai

investasi awal irna dalam berkiprah didunia pendidikan maupun politik, irna juga

pernah terlibat dalam organisasi public, pendidikan maupun politik, diantaranya :

Pengurus Tiara Kusuma Karanganyar, Sekretaris HIPKI Karanganyar, Ketua

sanggar senam “Hemara”, Pengurus PPM, Pengurus AMPI, Sekretaris PTDI Jawa

Tengah, Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan LSM AKRAB, Penasehat pada

Yayasan Pendidikan, dan Ketua Bidang Humas BKKSI.

30

“Sapu Tangan Basah ,” artikel diakses tanggal 24 maret 2009 dari http://www.kapanlagi.com/h/0000229733.html - 20k -


(42)

Sosok perempuan yang merupakan istri dari Ir. Toni Iwan Haryono, MM

yang sekaligus seorang ibu dari empat orang putra dan putri ini adalah sesosok

perempuan yang suka bekerja keras walaupun dia merupakan orang nomor satu di

daerahnya, beberapa pengalaman kerja sebelum dia terpilih sebagai seorang

bupati di Karanganyar telah menunjukkan sinergik yang cukup signifikan yang

telah mampu menunjukkan bahwa sosok pemimpin perempuan seperti Rina Iriani

Ratnaningsih bukanlah merupakan seorang pemimpin perempuan yang identik

dengan hanya mementingkan diri sendiri, keluarga bahkan golongan.

Jiwa social dan kedekatan dengan masyarakat telah ditunjukkan oleh Bupati

Irna Riani Ratnaningsih ini, ketika ia masih menjadi seorang guru sekolah dasar

sekaligus penyanyi. Sosok bupati perempuan seperti Rina Iriani Ratnaningsih

yang pernah menjadi seorang penyanyi ini bukanlah semata-mata kecintaan Irna

kepada dunia musik yang penuh dengan komersialisasi. Kecintaan Irna terhadap

musik yang lebih tradisonal ini bukan tanpa sebab. Akan tetapi dia ingin ikut

melestarikan kesenian daerah agar lebih merakyat. Keterlibatan Irna dalam dunia

tarik suara, bukanlah semata-mata untuk meraih keuntungan secara financial, akan

tetapi keterlibatannya dalam dunia tarik suara karena ia senang dan suka. Dan

melalui kesenangannya itu, Irna berharap kesenangannya tersebut dapat

bermanfaat bagi rakyat yang dipimpinnya.

Memang keuntungan yang diperoleh Irna dalam dunia tarik suara tergolong

besar. Ini terlihat ketika peluncuran albumnya yang pertama ia mampu meraup


(43)

sebesar 600 juta rupiah, dan hasil penjualan buku biografi dirinya mencapai 610

juta rupiah.31

Sedangkan, hasil dari pekerjaannya tersebut tidak semata-mata untuk dirinya

sendiri, melainkan seluruh dana hasil penjualan buku dan albumnya ia serahkan

kepada Kantor Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk disalurkan

menjadi dana untuk keperluan kaum dhuafa di wilayahnya.

Begitulah sosok seorang bupati perempuan di Karanganyar Hj. Rina Iriani

Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum ini menggeluti dunia politik. Walupun seorang

perempuan ia mencoba bahkan sudah nyata telah menepis persepsi yang terlontar

kepada kaum perempuan, bahwa medan politik adalah medan yang tak cocok

digeluti oleh kaum perempuan. Karena, dikhawatirkan jika seorang perempuan

memimpin suatu wilayah/daerah maka akan mudah hancur karena perempuan

terlalu mengedepankan perasaan. Lain halnya, dengan perasaan yang haluslah

Bupati Irna bias sukses dalam memajukan daerahnya menjadi daerah yang

terdepan dan maju yang mampu menghargai kebudayaan dan cirri khas yang ada

di daerahnya.

F. Program Bupati Karanganyar

1. Program Kerukunan Antar Masyarakat

Salah satu pembentuk karakter masyarakat yang harmonis dalam suatu

daerah sudah tentunya tidak terlepas dari peran dan program kepala daerah yang

dapat memotivasi jalannya suatu target yang hendak dicapai dalam suatu

pemerintahan didaerah. Tercapai tidaknya suatu program yang pro dengan

31

“Program Larasita di Karanganyar akan dikembangkan Nasional,” artikel diakses tanggal 29 Maret 2009 dari http://www.kapanlagi.com/h/0000229733.html - 20k -


(44)

masyarakat kecil yang identik hidup didaerah pedesaan yang kehidupannya lebih

menonjol dalam hal kehidupan yang penuh kebersamaan sehingga kerukunan

antar masyarakat terlihat kental sekali dalam keragaman.

Melihat dari latar belakang kehdupan bermasyarakat, seperti sosok Bupati

Rina Iriani Sri Ratnaningsih yang mengawali karirnya dengan menjadi seorang

penyanyi latar yang identik dengan menghibur masyarakat melalui cara menjual

kemerduan suaranya, namun disisi lain, sosok Rina Iriani Sri Ratnaningsih ini

selain sebagai seorang penyanyi dia juga pernah menjadi seorang guru sekolah

dasar di tempat kelahirannya. Menyanyi bagi Bupati Irna bukan semata-mata

untuk mengeruk keuntungan materi belaka, akan tetapi selain sebagai hobi,

pekerjaan yang satu ini menjadi sesuatu yang sangat mulia tatkala dia mampu

meraup keuntungan lebih dari enam puluh juta rupiah setiap tri wulannya. Namun,

dari keuntungannya dalam menyanyi Irna tidak lantas mepergunakan keutungan

yang diperolehnya dengan mengumpulkannya menjadi kekayaan pribadinya

semata. Akan tetapi seluruh hasil dari keuntungannya dalam menyanyi diserahkan

semua kepada Pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui kantor dinas social

untuk benar-benar disalurkan kepada masyarakat yang benar-benar

membutuhkan.32

Melalui beberapa program unggulan yang telah diprogramkan oleh Bupati

Irna atas nama pemerintah Kabupaten Karanganyar, banyak sekali program yang

32

Rina Iriani Sri Ratnaningsih, “Tirakat Sebagai Penyeimbang Hidup” , artikel diakses pada tanggal 26 Januari 2009 dari http://www.suara-karyaonlinecom/news-html?id-129495


(45)

hendak menciptakan suasana yang penuh kerukunan diantara masyarakat

setempat, khususnya di kabupaten Karanganyar.

Dari beberapa program yang diprioritaskan oleh Bupti Irna bersama dengan

Pemkab Karanganyar beserta masyarakat selaku watchdognya pemerintahan

dalam menciptakan suasana yang rukun dalam setiap lapisan masyarakat

diantaranya adalah :

1. Memelihara serta melestarikan budaya masyaraka setempat melalui terjun

langsungnya bupati sebagai actor dalam berbagai pertunjukan dalam hal

seni, seperti yang pernah dilakoni oleh Bupati Irna dalam pergelaran

wayang di Karanganyar. pergelaran wayang kulit semalam suntuk yang

juga menghadirkan empat dalang professional, sehingga secara

keseluruhan dalang yang bakal pentas sebanyak enam orang. "Ini

pertunjukan wayang kulit kolaborasi. Enam dalang, termasuk dua bupati

yang malam itu mendalang, akan tampil bersamaan, sedangkan Bupati

Karanganyar Rina Iriani Ratnaningsih menjadi sinden,"33

2. Keterlibatan langsung seorang pimpinan daerah dalam aksi-aksi social,

seperti aksi Bupati Rina dalam mengantisipasi korban bencana alam yang

terjadi di Karanganyar pada tahun 2006 silam

2. Program Kerukunan Umat Beragama

Kebijakan pemerintahan Kabupaten Karanganyar dalam pembangunan

nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dqan

33

“Bupati Wonogiri dan Sragen Mendalang, Bupati Rina "Nyinden," artikel diakses pada tanggal 10 Desember 2008 dari http://www.antara.co.id/arc/2007/10/31/bupati-wonogiri-dan-sragen-mendalang-bupati-rina-nyinden/


(46)

pemahaman agama dalam perikehidupan beragama serta peningkatan kerukunan

intern dan antar umat beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan bagian paling penting dari kerukunan

nasional, untuk dapat mewadahi demi terbentuknya kerukunan agama yang solid

antar masyarakat. Pemerintah Kabupaten Karanganyar berupaya mewadahinya

melalui pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama di kabupaten

Karanganyar, yang kemudian dikukuhkan dengan adanya keputusan yang

dikeluarkan oleh Bupati karanganyar.

Di Karanganyar Forum Kerukunan Umat Beragama sudah terorgaisir dalam

suatu wadah keagamaan dengan struktur organisasi sebagai berikut :

Susunan Keanggotaan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Karanganyar

No. Nama Unsur Agama Jabatan Dalam FKUB

1. Drs. H. Badaruddin, M.Ag Islam Ketua

2. Drs. H. Abdul Mu’id, MM Islam Wakil Ketua I

3. Pdt. N.E. Adnan Kristen Wakil Ketua II

4. Drs. Rusdan Arif Islam Sekretaris

5. Drs. Baidi, M.Pd Islam Wakil Sekretaris

6. H. Achmad Busyairi, M.Ag Islam Anggota

7. Hastono, S.ag Islam Anggota

8. H. Fachruddin, S.Ag., MM Islam Anggota

9. H. Ngadiman Nurhasan, A.Ma Islam Anggota

10. Ir. A. Sunarjo Islam Anggota

11. H. Rochmat Abdullah Islam Anggota

12. Sudana Islam Anggota

13. Drs. Ahmad Hudaya, M.Ag Islam Anggota

14. Drs. Y. Herdinarso, MBA., MM Katolik Anggota


(47)

16. Sudjarwo Adi Pura Hindu Anggota

17. Pdt. Sigit Sutoyo Budha Anggota

Sumber : Keputusan Bupati Karanganyar No. 450/312 Tahun 2007

Dengan terbentuknya kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama

sebagaimana yang terdapat dalam Diktum pertama dalam Keputusan Bupati

Nomor 450/312 Tahun 2007 adalah :

a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat,

b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat yang

berkaitan dengan hubngan antar umat beragama,

c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk

rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati,

d. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di

bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan

pemberdayaan masyarakat, dan

e. Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah

ibadat.

DIKTUM PERTAMA dalam Forum Kerukunan Umat Beragama yang keluar

keputusannya pada tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2012

akan di biaya mengenai hal pendanaannya melalui pembiayaannya yang

bersumber dari dan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah

Kabupaten Karanganyar.34

34

Bupati Karanganyar, Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 450/312 Tahun 2007 Tentang Pengukuhan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Karanganyar Masa Bhakti 2007 – 2012. (Kabupaten Karanganyar, 2006)


(48)

Didalam sosialisasi sebagai bentuk realisasi dari program Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) ini, dalam suatu acara kepentingan politik, Barangkali sudah

jamak dan lumrah bila di jumpai seorang pejabat pemerintah setingkat Bupati atau

yang lebih tinggi datang ke ulama atau tokoh agama hanya sekedar untuk minta

restu atau minta didoakan, bahkan yang lebih banyak lagi ulama hanya

dibutuhkan bagi umara hanya untuk memimpin doa pada acara-acara resmi

kenegaraan. Namun, lain halnya seperti seorang Hj. Rina Iriani Ratnaningsih,

MHum., Bupati Karanganyar ini datang silaturahim kepada Al-Ustadz untuk

mensosialisasikan program-progarm kerjanya sekaligus mohon dukungan dari

Al-Ustadz dan warga MTA khususnya yang berasal dari perwakilan dan

cabang-cabang di Karanganyar.35

Pada kesempatan yang pertama kalinya pertemuan ini, Al-Ustadz maupun

Bupati Karanganyar saling memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang

sedang dijalankan masing-masing. Al- Ustadz menyampaikan bahwa di MTA

pada setiap ahad ada kegiatan rutin yang sudah berjalan bertahun-tahun yaitu

pengajian ahad pagi dan Munas yaitu pertemuan para pengurus tingkat nasional.

Khusus di bulan Ramadhan. Sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini, MTA

mempunyai kegiatan yang dinamai Nafar Ramadhan yang terbagi dalam tiga

periode, dimana pada saat kunjungan kali ini sudah berjalan dua periode sehingga

tinggal menyisakan satu periode lagi.36

35

Sutikno, “Umara Bertemu Ulama : Bupati Karanganyar Sowan ke Al-ustadz Drs. Ahmad Sukina”, artikel diakses pada tanggal 11 april 2009 dari http://mta online.com/v1/indexphp?option=com_content&task-view&id-244&-Itemid-37

36

Wardoyo, “Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani : “Ngemong, Momong Rakyat,” artikel diakses tanggal 23 Januari 2008, dari http://harianjoglosemar.com/indexphp-option=com_content&task=view&id=4470&Itemid=1


(1)

340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls3 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 {

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Bupati Perempuan di

Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\in srsid4272170 \tab }{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965

25}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj

\fi-454\li2160\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx2160\faauto\ls3 \ilvl3\adjustright\rin0\lin2160\itap0\pararsid6385169

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Profil Kabupaten

Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\ins rsid14375965 \tab 25}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}}\pard \qj \fi-406\li2156\ri0\sl480\slmult1\widctlpar

\jclisttab\tx2156\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\ri n0\lin2156\itap0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Profil Bupati

Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1 053\insrsid14375965 \tab

28}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 B.\tab}}\pard \qj

\fi-340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls3 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 {

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Program Bupati

Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...

}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 31}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj

\fi-152\li1871\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1871\faauto\ls4 \adjustright\rin0\lin1871\itap0\pararsid10645540 {


(2)

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Program Kerukunan Antar

Masyarakat}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 31}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}Program Kerukunan Umat

Beragama}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 33}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 3.\tab}Program Ratna }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183

...}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 39}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 4.\tab}Program Larasita}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 44}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 5.\tab}Program Desisera}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 49}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par }\pard \qj

\li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BAB\tab IV\tab ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN }{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par }\pard \qj

\li1449\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin144 9\itap0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BUPATI RINA IRIANI

SRIRATNANINGSIH}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab

53}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49


(3)

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj

\fi-360\li1800\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\tx1827\faauto\ls3\ilvl3\adj ustright\rin0\lin1800\itap0\pararsid6385169 {

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi Kepemimpinan Politik

}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183

...}{\lang1053\langfe1033\langnp105 3\insrsid14375965 \tab 53}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar

\tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam Meraih

Kepemimpinan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid143 75965 \tab

54}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 3.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar

\tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid6385169

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam Menjalankan

Kepemimpinan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab

56}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 4.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar

\tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid7088893 M}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 empertahankan Kepemimpinan

}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183

...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 57}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par }\pard \qj


(4)

0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 BAB\tab V\tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 PENUTUP}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183

... ...}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 62}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 A.\tab}}\pard \qj

\fi-360\li1827\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\ls5\adjustright\rin0 \lin1827\itap0\pararsid10645540 {

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 Kesimpulan }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183

...}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965

62}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par

{\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0

B.\tab}Saran}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ... ...}{

\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965

65}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49

\par }\pard \qj

\li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 DAFTAR PUSTAKA}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...

... }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965

67}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par }\pard \qj

\li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid11682183

{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 LAMPIRAN

}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par }\pard \qc

\li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540

{\b\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par

\par \par \par \par \par \par


(5)

\par

\par }\pard \ql

\li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 {\insrsid10645540

\par }}


(6)