MUTLAK DAN MUQAYYAD.docx

MUTLAK DAN MUQAYYAD

  1. MUTLAK DAN MUQAYYAD Mutlak ialah lafal-lafal yang menun jukkan kepada pengertian dengan tidak ada ikatan (batas) yang tersendiri berupa perkataan, seperti firman Allah SWT :

  Artinya : “ Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang hamba sahaya” (QS. Mujahadah : 3).Ini berarti boleh membebaskan hamba sahaya yang tidak mukmin atau hamba sahaya yang mukmin.

  Muqayyad ialah suatu lafal yang menunjukkan atas pengertian yang mempunyai batas tertentu berupa perkataan. Seperti firman Allah SWT : Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin Karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yan g beriman”. (QS. An-Nisa : 92)

  Disini tidak sembarangan hamba sahaya yang dibebaskan tetapi ditentukan, hanyalah hamba sahaya yang beriman.

  2. BENTUK-BENTUK MUTLAK DAN MUQAYYAD Kaidah lafazh mutlak dan muqayyad dapat dibagi dalam lima bentuk :

  a Suatu lafazh dipaaki dengan mutlak pada suatu nash , sedangkan pada nash lain

  digunakan dengan muqayyad ; keadaan ithlaq dan taqyidI-nya tergantung pada sebab hukum.

  b Lafazh mutlaq dan muqayyad berelaku sama hukum dan sebabnya. c Lafazh mutlaq dan muqayyad yang berlaku pada nash itu berbeda, baik dalam hukumnya ataupun sebab hukumnya. d Muthlak dan Muqayyad berbeda dalam hukumnya, sedangkan sebab hukumnya sama. e Mutlaq dan Muqayyad sama dalam hukumnya, tetapi berbeda dalam sebabnya.

  3. HUKUM LAFAL MUTLAK DAN MUQAYYAD Kalau sesuatu soal disebutkan dengan lafal mutlak, dan ditempat lain dengan lafal muqayyad, maka ada empat kemungkinan :

  1. Tidak berbeda (sama) hukum dan sebabnya. Dalam hal ini mutlak harus dibawa kepada muqayyad. Artinya, muqayyad menjadi penjelasan terhadap mutlak .

  Contoh mutlak : Artinya : “diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”. (QS. Al-Maidah : 3) Muqayyad : Artinya :

  “katakanlah : tidaklah aku peroleh didalam wahyu yang diturunkan kepadaku, akan sesuatu makanan yang haram atas orang yang hendak memakannya, kecuali bangkai, darah yang mengalir atau daging babi”. (QS. Al-An’am : 145) Kedua ayat tersebut berisi sebab yang sama, yaitu hendak makan, dan berisi hukum yang sama, yaitu : haramnya darah. Dengan demikian makanan yang diharamkan ialah darah yang mengalir sedang darah yang tidak mengalir, seperti hati (liver), limpa, tidak haram.

  2. Berbeda hokum dan sebabnya (kebalikan nomor 1).

  Dalam hal ini masing-masing mutlak dan muqayyad tetap pada tempatnya sendiri. Muqayyad tidak menjadi penjelasan mutlak. Contoh mutlak : Artinya : “pencuri lelaki dan perempuan potonglah tangannya”. (QS. Al-Maidah : 38) Muqayyad : Artinya : “wahai orang mukmin, apabila kamu hendak salat, hendaklah basuh mukamu dan tanganmu sampai siku”. (QS. Al-Maidah : 6) Dalam pada itu, ada hadis Nabi yang menjelaskan bahwa pemotongan tangan pencuri sampai pergelangan.

  Ayat 6 Al-Maidah yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelasan ayat 38 Al- Maidah yang mutlak, karena berlainan sebab, yaitu hendak salat dan pencurian, dan berlainan pula dalam hukum, yaitu wudu dan pemotongan tangan. Dalam hal ini hadis Nabi SAW.-lah yang menjadi penjelasan ayat 38 Al-Maidah, karena pembicaraannya (sebab dan hukum) sama.

  3. Berbeda hukum, tetapi sebabnya sama.

  Dalam hal ini masing-masing mutlak dan muqayyad tetap pada tempatnya sendiri. Contoh mutlak : Artinya : “Tayamum ialah sekali mengusap debu untuk muka dan kedua tangan”. (HR.

  Ammar) Muqayyad : Artinya : “Basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku”. (QS. Al-Maidah : 6) Ayat 6 Al-Maidah tersebut yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelasan. Hadis yang mutlak, kerna berbeda hukum, yang dibicarakan, yaitu wudhu pada ayat 6 Al-

  Maidah, dan tayamum pada hadis meskipun sebabnya sama yaitu hendak salat atau karena hadas (tidak suci). Tangan bisa diartikan dari ujung jari sampai pergelangan, atau sampai siku-siku, atau sampai bahu.

  4. Berisi hukum yang sama, tetapi berlainan sebabnya.

  Dalam hal ini ada dua pendapa ; b. Menurut golongan Hanafiyah dan Malikiyah, mutlak tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa kepada muqayyad. Contoh mutlak : Artinya : “ orang-orang yang menzihar istrinya kemudian mereka hendak menarik apa yang mereka ucapkan maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang hamba sahaya sebelum keduanya bercampur”. (QS. Al-Mujadalah : 3) Artinya : “Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan tidak disengaja (karena kekeliruan) maka hendaklah membebaskan seorang hamba yang mukmin”. (QS. An-Nisa :92) Kedua ayat diatas berisi hokum yang sama, yaitu pembebasan budak, sedang sebabnya berlainan. Yang satu karena zhihar yang lain Karena pembunuhan yang disengaja.

  Catatan :

  1. Zhihar ialah seorang laki-laki menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya” engkau tampak olehku seperti punggung ibuku”.apabila seoran laki-laki mengatakan demikian dan tidak diteruskannya kepada talak, wajib atasnya membayar kifarat dan haram bercampur dengan istrinya itu sebelmum dibayar kifarat.

  2. Digabungkan mutak kepada muqayyad, selama tidak ada beberapa muqayyad yang bertentangan, seperti hadis, membasuh bejana dari bekas jilatan anjing dalam suatu riwayat ; salah satu dengan tanah dalam satu riwayat yang lain lagi permulaannya dengan tanah dan dalam riwayat yang lain akhirnya dengan tanah.

  4. HAL-HAL YANG DIPERSELISIHKAN DALAM MUTLAQ DAN MUQAYYAD.

5. MANTUQ DAN MAFHUM

  1. PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM Yang dimaksud dengan mantuq dan mafhum yaitu; mantuq ialah sesuatu yang ditunjuk lafal dan ucapan lafal itu sendiri. Mafhum, sesuatu yang ditunjuk oleh lafal, tetapi bukan dari ucapan lafal itu sendiri.

  Jadi mantuq, ialah pengertian yang ditunjukkan oleh lafal ditempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh lafal tidak ditempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut, seperti firman Allah SWT; Artinya ; “ maka jangan kamu katakana kepada dua orang ibu bapakmu perkataan yang keji “.

  (QS. AL-Isra’ ; 23) Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafal itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada dua orang ibu bapakmu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang), karena lafal-lafal yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum.

  2. PEMBAGIAN MANTUQ 1.) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin dita’wikan lagi.

  2.) Zhahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada penta’wilan.

  3. PEMBAGIAN MAFHUM Mafhum juga dapat dibedakan kepada 2 bagian ;

  1.) Mafhum muwafaqah ; yaitun pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafal yang disebutkan. Mafhum muwafaqah dapat dibedakan kepada ; a. Fahwal khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumnya.

  b. Lahnal khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan,. 2.) Mafhum mukhalafah, yaitu pemgertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakan). Oleh sebab itu hal yang dipahami selalu kebalikannya dari pada bunyi lafal yang diucapkan.

  4. SYARAT-SYARAT MAFHUM MUKHALAFAH Syarat-syarat mafhum mukhalafah, ialah seperti yang dikemukakan oleh A.

  Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqh, sebagai berikut ; Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat :

  1.) Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah.

  Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq ; Artinya ; “ jangana kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar”.(QS. Al-Isra’ : 31) Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil mantuq, ialah : Artinya : “ jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan suatu alasan yang benar”.(QS. Al-Isra’ : 33) Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah: Artinya : “Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik”.(QS. Al-isra’ : 23) Yang disebutkan hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukul. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan dalil mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukul.

  2.) Yang disebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.

  Contohnya : Artinya : “ Dan anak-anak istrimu yang ada dalam pemeliharaanmu “.(QS. An-Nisa : 23) Dan perkataan “ yang ada dalam pemeliharaanmu “ tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaan boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiring karena mengikuti ibunya.

  3.) Yang disebutkan (mantuq), bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.

  Contoh : Artinya : “ Orang islam adalah orang yang tidak mengganggu orang-orang islam lainnya, baik dengan lisan maupun dengan tangannya”.(hadits) Dengan perkataan “ orang-orang islam (muslimin ) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan yang dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang islam sendiri.

  4.) Yang disebutkan ( mantuq ) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain : Contoh : Artinya : “ janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu) padahal kamu sedang beriktikaf Tidak dapat dipahamkan kalau tidak beriktikaf di mesjid, boleh mencampuri.

  5. MACAM-MACAM MAFHUM MUKHALAFAH 1.) Mafhum shifat, yaitu yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. 2.) Mafhum illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut illatnya.

  Mengharamkan minuman keras karena memabukkan. 3.) Mafhum adat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu, kepada bilangan yang tertentu.

  4.) Mafhum ghayah, yaitu lafal yang menunjukkan hokum sampai kepada ghayah (batasan, hinggan), hingga lafal ghayah ini adakalanya dengan “ ilaa ” dan dengan “ hatta “.

  5.) Mafhum Had, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ‘adad’ di antara adat-adatnya. 6.) Mafhum Laqaab, yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fi’il.

  6. KEHUJJAHAN Mafhum muwafaqah bisa menjadi “ hujjah “.

  Hamper semua ulama berpendirian demikian, kecuali golongan zhahiriah. “ semua mafhum mukhalafah bisa menjadi hujjah, kecuali mafhum laqab”.

  Demikianlah pendapat kebanyakan ulama ushul, mengkhususkan sesuatu untuk disebut, tentulah ada faedahnya. Kalau tidak demikian apa perlunya disebutkan? Juga dapat kita ketahui dari bahasa arab, bahwa apabila sesuatu mempunyai dua sifat dan yang disebutkan hanya salah satunya, maka yang dikehendaki, ialah sifat yang disebutkan bukan sifat lainnya.

  Berlainan dengan pendapat di atas, maka Abu hanifah dan Ibnu Hazm dari golongan Zhahiriyah mengatakan, bahwa semua mafhum mukhalafah tidak bisa menjadi hujjah (pegangan), menyebutkan salah satu sifat, tidak berarti meniadakan sifat-sifat lainnya.

  SKEMA MAFHUM

MUJMAL DAN MUBAYYAN

  1. PENGERTIAN Mubayyan ialah suatu perkataan yang terang dan jelas maksudnya tanpa memerlukan penjelasan dari lainnya. Kejelasan tersebut adakalanya dari :

  1.) Mantuqnya, yaitu :

  a. Nash

  b. Zhahir

  c. Lafal umum 2.) Mafhumnya, baik

  a. Fahwal khitab

  b. Lahnul khitab

  c. Dalilul khitab Mujmal ialah sesuatu yang belum jelas maksudnya dan untuk mengetahuinya diperlukan penjelasan dari yang lainnya. Penjelasan ini disebut Al-bayyan. Ketidak jelasan ini disebut ijmal.

  2. SEBAB-SEBAB ADANYA IJMAL Ijmal terdapat dalam :

  1. Kata-kata tunggal (ifrad)

  2. Susunan kata-kata (jumlah tarkib) Dalam kata-kata tunggal, ijmal adakalanya karena :

  a. Tasrif kata-kata atau pengambilannya, seperti qaala dari qaulun (perkataan) atau qailulah (tidur siang). juga seperti mukhtar bisa menjadi isim fa’il atau isim ma’ul.

  b. Satu lafal untuk menunjukkan beberapa arti (musytarak)

  c. Lafal yang digunakan untuk menunjukkan istilah syara’ yang tentu, seperti lafal, shalat, zakat, puasa dan lain-lain. Contoh ijmal : Dalam kata-kata tunggal Isim : 1. Qur’un dengan pengertian suci atau dating bulan.

  2. Jaun dengan pengertian hitam atau putih

  3. Naahil dengan pengertian dahaga atau segar Fi’il :

  1. Qaala dengan pengertian berkata atau tidur siang

  2. Khtaba dengan pengertian berpidato atau meminang 3. ‘as’asa dengan pengertian menghadap atau membelakangi. Huruf :

  1. Waw yang menunjukkan huruf athaf (penghubung) atau huruf asti’naf (menunjukkan permulaan kata), atau sebagai hal.

  2. Ilaa, yang menunjukkan ghayah atau berarti beserta (ma’a) Dalam susunan kata-kata : Artinya: “ atau memaaafkan orang yang mempunyai ikatan perkawinan “.(QS. Al-baqarah : 237) Yang mempunyai ikatan perkawinan bisa diartikan wali atau suami.

  3. HUKUM LAFAL MUJMAL Apabila terdapat perkataan yang mujmal baik dalam Qur’an maupun hadis, maka kita tidak menggunakannya, sehingga datang penjelasan. Seperti perkataan salat, zakat,haji dan lain-lain yang dijelaskan oleh Nabi SAW. Tentang cara-cara melakukannya. Demikian pula tentang batas-batas harta yang terkena zakat.

  Macam-macamnya penjelasan.

  1. Perkataan Seperti penjelasan puasa tamattu’: 10 hari. Tiga hari sewaktu masih haji dan tujuh hari lainnya sesudah pulang kenegerinya (baca QS. Al-Baqarah : 196).

  2. Perbuatan : Seperti penjelasan Nabi tentang mengadakan salat, haji dan lain-lain.

  3. Tulisan : Seperti penjelasan Nabi tentang batas dan macam harta yang terkena zakat.

  4. Isyarat : Nabi mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali. Kemudian Nabi mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Dimaksudkan, bahwa bulan Arab itu kadang-kadang berisi 30 hari atau 29 hari.

  5. Tidak berbuat : Seperti Nabi tidak berwudlu lagi setelah makan daging yang dimasak.

  6. Diam, tidak berkata : Tatakala Nabi menerangkan tentang wajibnya haji, ada seorang sahabat menanyakan apakah kewajiban tersebut tiap-tiap tahun. Nabi diam tidak menjawab. Berarti kewajiban haji tidak tiap-tiap tahun.

  7. Dengan dalil-dalil yang mentakhsiskan. Dari waktu mengerjakan perintah

  Menunda penjelasan dari waktu mengerjakannya tidak mungkin. Artinya sampai waktunya belum ada penjelasan. Kalau penundaan ini terjadi, berarti membolehkan adanya kepercayaan atau perbuatan yang salah, karena belum dijelaskan. Hal ini tidak mungkin.

  Dari waktu turunnya perintah

  Menunda penjelasan dari waktu turunnya perintah bisa terjadi, artinya pada waktu dikeluarkannya perintah belim ada penjelasan.

  4. CON TOH MUJMAL MUBAYYAN

  1. Menghubungkan hukum haram atau lafal kepada benda orang (a’yan) seperti : Artinya : “ Diharamkan atasmu ibumu “. (QS. An-Nisa :23) “ Diharamkan bagimu bangkai “. (QS. Al-Maidah : 3)

  Ada yang mengatakan, ayat tersebut mujmal, karena ibu dan bangkai (a’yan) tidak bisa disifati dengan haram atau halal. Yang bisa disifati demikian (mahkum fih), ialah perbuatan-perbuatan kita seperti makan, melihat atau menjual (dalam contoh ibu). Sedang perbuatan-perbuatan tersebut tidak disebutkan. Karena itu perlu penjelasan, mana yang diharamkan mana pula yang tidak. Menurut pendapat lain, kedua ayat tersebut tidak mujmal. Pendapat inilah yang kuat. Dari penyelidikan bahasa, ternyata bahwa yang dimaksud dengan perkataan yang semacam itu ialah perbuatan. Dalam soal bangkai yang dimaksud ialah memakannya, sedang dalam contoh ibu ialah mengawininya.

  2. Perkataan yang meniadakan sesuatu perbuatan, seperti: Artinya : 1. “ tidak ada nikah kecuali dengan wali “. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

  2. “ tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca fatihah “. (HR. Muslim) Menurut golongan ulama, kedua hadits tersebut mujmal, karena yang ditiadakan ialah perkawinan dan shalat, padahal keduanya dapat terwujud. Jadi, yang dimaksudkan, ialah meniadakan sifat-sifat (hal-hal) yang tidak disebut dalam kedua hadits tersebut, yaitu tidak sahnya atau tidak sempurna. Untuk mengetahui mana sifat tersebut yang dikehendaki, masih diperlukan penjelasan.

  Kalau kedua hadits tersebut ditinjau dari sudut bahasa, maka yang dimaksudkan ialah tidak ada gunanya. Tidak sah sama dengan tidak ada gunanya. Artinya : “ pencuri laki-laki dan pencuri perempuan maka potonglah tangannya”. (QS. Al-Maida : 38)

  Ada yang mengatakan, ayat ini mujmal. Karena tangan bisa diartikan ujung jari sampai siku-siku atau sampai bahu. Karenanya, perlu penjelasan mana yang dikehendaki. Ada pendapat lain mengatakan, ayat tersebut tidak mujmal. Ayat tersebut disebutkan dengan mutlak. Maka yang dimaksudkan ialah ujung jari sampai pergelangan tangan, sebagaimana yang terdapat dalam ayat tayamum (QS. Al-Maidah : 6).