Kultur Jaringan Tanaman Gaharu. doc

KULTUR JARINGAN TANAMAN GAHARU
D
I
S
U
S
U
N

O
L
E
H

Fitrianda Ayu Utami
Halimah Mardhiyah M.S.

XI MIA 7
SMA Negeri 9 Bandar Lampung

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gaharu merupakan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk
gumpalan, serpihan atau bubuk yang memiliki aroma keharuman khas yang
bersumber dari kandungan bahan kimia berupa resin (α-β oleoresin). Gaharu
terbentuk dalam jaringan kayu, akibat pohon terinfeksi penyakit cendawan (fungi)
yang masuk melalui luka batang (patah cabang). Komoditas gaharu telah cukup
lama dikenal masyarakat secara umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang
dikenal antara lain (Aquilaria malaccensis Lamk) adalah salah satu jenis tanaman
hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya
mengandung resin yang harum baunya. Gaharu berwarna coklat kehitaman sampai
hitam, berbau harum jika dibakar. Gaharu terdapat pada bagian kayu atau akar dari
jenis pohon penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan
fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur.
Gaharu dimanfaatkan antara lain untuk pengharum tubuh, ruangan, bahkan
kosmetik dan obat-obatan sederhana. Banyaknya manfaat gaharu ini
telah menjadikannya sebagai salah satu komoditi ekspor penting di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Permintaan ekspor dan harga gubal gaharu yang cukup tinggi
telah memacu pesatnya perburuan dan penebangan pohon secara liar, sehingga

eksploitasi hutan menjadi tidak terkendali. Akibatnya sumber genetik species
Aquilaria sebagai penghasil gaharu di hutan alam semakin terkikis. Untuk mengatasi
masalah kelangkaan pohon induk sebagai sumber benih, perlu diadakan
pembudidayaan secara kultur jaringan karena selain mencegah kepunahan gaharu
ini, pembudidayaan juga dapat meningkatkan produksi gubal gaharu baik secara
kualitas maupun kuantitas dan ekspor gaharu dapat berjalan dengan lancar tanpa
merusak hutan alam.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu :
1.

Untuk mengetahui jenis dan manfaat tanaman Gaharu

2.

Untuk mengetahui lebih jauh pembuatan bibit tumbuhan Gaharu secara
kultur jaringan.

3.


Untuk mengetahui proses perkembangbiakan kultur jaringan Gaharu
secara konkret.

1.3 Manfaat
Tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu :
1. Menjadi dasar dalam upaya meningkatkan kualitas gaharu.
2. dapat menjadi salah satu alternatif untuk perbanyakan gaharu dalam
pengadaan bibit gaharu dalam jumlah yang banyak dan relatif singkat dan
penggunaan takaran zat pengatur tumbuh yang terbaik dalam
perbanyakan tanaman gaharu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sekilas Tentang Gaharu

Secara umum pohon penghasil gaharu merupakan

tumbuhan tinggi berkayu. Namun gaharupun dapat
dihasilkan oleh tumbuhan liana dan perdu. Kualitas
gaharu yang terbentuk berbeda sesuai jenis pohon
penghasilnya. Perbedaan ini dapat terjadi pada
bentuk, cirri, sifat, dan aroma keharumannya yang
dapat diketahui setelah gaharu dibakar.
Volume produksi dan kualitas gaharu secara umum
ditentukan oleh kinerja mikroba penyakit pembentuk
gaharu (inokulan), umur pohon, dan masa inkubasi.

Sementara warna gaharu yang terkandung dalam kayu akan berbeda sesuai masa
produksi, yaitu : hitam, cokelat, cokelat merah, merah kuning bergaris hitam, dan
putih kekuningan. (Sumarna, 2002).

2.1.a Klasifikasi dan jenis Gaharu
Sistematis beberapa tanaman penghasil Gaharu yang dikutip dari Sumarna (2002),
adalah sebagai berikut :
Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman penghasil gaharu ini termasuk
divisi Spermatophyta dan kelas Dicotyledoneae. Tanaman penghasil gaharu terdiri
dari famili Thymeleaceae, Leguminoceae, dan Euforbiaceae. Dari ketiga famili yang

disebutkan diatas, yang penghasil gaharu terbaik dari Genus Aquilaria, akan tetapi
dari kelompok Aquilaria inipun ada tiga spesies yang perpotensi penghasil gaharu
berkualitas tinggi yaitu : Aquilaria beccanrian, Aquilaria microcarpa, dan Aquilaria
malaccensis Lamk. Pada tabel dibawah ini memperlihatkan beberapa genus dan
spesies ketiga famili tanaman penghasil gaharu.
Tabel 1. Spesies Tanaman Penghasil Gaharu

Famili
Thymeleac
eae

Genus
Aquilaria

Spesies
A. malaccensis Lamk
A. hirta
A. microcarpa
A. filaria
A. becariana

A. agalocha

Aetoxylon

Aetoxylon
sympethaluum

Enkleia

Enkleia malaccensis

Gonystylus

G. banccanus
G. macrophyllus

Wikstroemia

W. androsaemofolia
W. polyantha

W. tenuriamis

Gyrinops

G. cumingiana

Leguminoc
eae

Dalbergia

D. parvifolia

Euforbiace
ae

Excoccaria

E. agalocha


Sumber: Sumarna (2002)

2.1.b Sebaran Alami dan Tempat Tumbuh

Umumnya tanaman penghasil gaharu yang berkualitas baik tumbuh pada daerah
beriklim panas dengan suhu 28°-34°C, kelembaban 60-80%, dan curah hujan 1.0002.000 mm/tahun. Penyebaran tanaman penghasil gaharu per spesies di Indonesia
dan Malaysia bisa dilihat pada tabel berikut. (Sumarna, 2002).

Tabel 2. Jenis tanaman penghasil gaharu dan daerah penyebarannya di Indonesia
dan Malaysia.

Nama Latin

Daerah Penyebaran

Aquilaria malccensis
Lamk

Sumatera, Kalimantan, Seluruh semenanjung Malaysia,
Sabah dan Serawak


Aquilaria hirta

Sumatera, Trengganu, Johar, dan Pahang.

Aquilaria agalloccha

Sumatera, Jawa, Kalimantan

Aquilaria microcarpa

Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Johor
Malaysia

Aquilaria beccariana

Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Johor Malaysia.

Aquilaria filaria


Nusa Tenggara, Maluku, Papua (Irian Jaya)

Aetoxylon
sympethallum

Kalimantan, Papua, Maluku

Enkleia malaccensis

Sumatera, Nusa Tenggara, Papua

Gonystylus bancanus

Sumatera, Kalimantan

Gonystylus
macrophyllus

Sumatera, Kalimantan


Wikstroemia
androsaemofolia

Jawa, Kalimantan, Madura, NTT, Sulawesi Papua

Wikstroemia polyanta

Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua

Wikstroemia
tenuriamis

Sumatera, Bangka, Kalimantan

Gyrinops cumingiana

Nusa Tenggara

Dalbergia parvifolia

Sumatera, Kalimantan

Excoccaria agalocha

Jawa, Kalimantan

Sumber: Sumarna (2002)

2.1.c Kegunaan Gaharu
Gaharu banyak diperdagangkan dengan harga jual yang sangat tinggi. Selain
ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh
banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan
resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula
sebaliknya.
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku (kayu
bulatan, cacahan, bubuk, atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk produk
gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Gaharu mempunyai
kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman
yang khas. Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh
masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman,

Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang sehingga dibutuhkan sebagai bahan baku
industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis
asesoris serta untuk keperluan kegiatan keagamaan. Seiringnya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu bukan hanya
berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara klinis
dapat dimanfaatkan sebagai obat. Gaharu bisa dipakai sebagai obat: anti asmatik,
anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan ,obat sakit perut, penghilang
rasa sakit, kanker, diare, tersedak, tumor paru-paru, obat tumor usus ,penghilang
stress, gangguan ginjal, asma, hepatitis, dan untuk kosmetik.

2.2 Kultur jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga
bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman
lengkap kembali.

2.2.a Prinsip
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut
dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari
kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil
ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya. Terdapat
keuntungan yang diperoleh dari menggunakan kultur jaringan, yaitu bibit yang
dihasilkan seragam dalam hal kualitas, ukuran, dan usia, sehingga akan
memudahkan penanaman dan pemanenan; menjaga kontinuitas ketersediaan bibit
dalam jumlah besar; menghasilkan bibit bebas dari penyakit. Hal ini dapat
memberikan keuntungan besar dalam hal produktivitas yang tinggi, terutama jika
ditunjang cara-cara budidaya yang optimal. Sedangkan kelemahan dari in vitro yaitu
bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar,

membutuhkan modal investasi awal yang tinggi, dan diperlukan persiapan sumber
daya manusia yang handal. (Tini dan Amri, 2002).
2.2.b

Prasyarat

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung
kehidupan jaringan yang dibiakkan Hal yang paling esensial adalah wadah
dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan
mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh
menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya.
2.2.c

Jenis kultur jaringan

Berdasarkan jenis eksplan (sel atau jaringan asal), jenis kultur jaringan dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Meristem culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan dari jaringan muda atau meristem.
b. Pollen atau anther culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan dari serbuk sari atau benang sari.
c. Protoplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan dari protoplasma ( sel hidup yang telah
dihilangkan dinding selnya).
d. Chloroplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan dari kloroplas dengan tujuan perbaikan
sifat tanaman dengan membuat varietas baru.
e. Somatic cross atau silangan protoplasma, yaitu penyilangan 2
macam protoplasma menjadi 1, kemudian dibudidayakan hingga
menjadi tanaman yang mempunyai sifat baru.

2.2.d

Media

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat
pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada
agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat
tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media
yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan

komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Sebelum membuat
media, maka terlebih dahulu kita harus menentukan media apa yang akan kita buat.
Jenis media dengan komposisi unsur kimia yang berbeda dapat digunakan untuk
media tumbuh dari jaringan tanaman yang berbeda pula. Kita mengenal beberapa
macam media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama
penemunya, antara lain adalah:
1. Media dasar Murashige dan Skoog (MS): digunakan untuk hampir semua
macam tanaman, terutama tanaman herbaceous. Media ini mempunyai
konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk
NO3- dan NH4+.
2. Media dasar B5 atau Gamborg: digunakan untuk kultur suspensi sel kedele,
alfalfa dan legume lain.
3. Media dasar White: digunakan untuk kultur akar. Media ini merupakan media
dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4. Media Vacin Went (VW): digunakan khusus untuk media anggrek.
5. Media dasar Nitsch dan Nitsch: digunakan untuk kultur tepung sari (pollen)
dan kultur sel.
6. Media dasar Schenk dan Hildebrandt: digunakan untuk kultur jaringan
tanaman monokotil.
7. Media dasar Woody Plant medium (WPM): digunakan untuk tanaman yang
berkayu.
8. Media dasar N6: digunakan untuk tanaman serelia terutama padi.
(Hendaryono dan Wijaya, 1994)

2.2.e Teknik kultur jaringan

1. Sumber Eksplan
Eksplan adalah bagian pada
tanaman yang digunakan sebagai
sumber perbanyakan dalam kultur
jaringan.
Syarat :
1) Mudah disterilisasi
2) Dari jaringan muda, karena lebih
mudah diregenerasi
3) Responsif terhadap media pertumbuhan
Sumber eksplan pada tanaman gaharu, yaitu :
a. Tunas pucuk dan tunas buku
1) Tunas pucuk ataupun tunas buku
dapat diambil dari kecambah in
vitro atau dari bibit di polybag.
2) Tunas dari bibit sebaiknya
diambil dari bibit di polibag yang
memiliki tinggi sekitar 1 m,
karena :
a. Lebih mudah penanganan
dan pemeliharaan.
b. Tunas dapat langsung
dipotong dan disterilisasi.
3)
Untuk mengurangi kontaminasi jamur waktu eksplan pertama kali
dikulturkan, bibit di polibag disemprot dengan fungisida seminggu sebelum
sterilisasi eksplan.

b. Biji

Biji
merupakan
bagian
tumbuhan
yang
bersifat
rekalsitran
(cepat
kehilangan
daya
tumbuh) sehingga
disarankan
untuk
memilih biji yang
baru dipanen dari pohon.
2. Sterilisasi
Sterilisasi diperlukan untuk mencegah adanya mikroba berupa bakteri
dan jamur yang terdapat pada eksplan maupun alat yang digunakan.
i. Sterilan
Sterilan adalah zat yang mempunyai karakteristik dapat
mensterilkan. Sterilan yang biasa digunakan untuk sterilisasi
peralatan, yaitu etanol, atau larutan kaporit. Untuk sterilisasi
eksplan dapt dilakukan dengan menggunakan alkohol, bahan
pemutih pakaian, atau HgCl2.

ii. Sterilisasi eksplan

3. Perbanyakan (Multiplikasi)
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar air
flow cabinet untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang
telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan diletakkan di
tempat yang steril pada suhu kamar. Proses perbanyakan dalam kultur
jaringan tanaman Gaharu terdiri dari 3 macam, yaitu :
i. Perbanyakan tunas aksilar
ii. Perbanyakan tunas adventif
iii. Embriogenesis somatik
Hal-hal yang dibutuhkan dalam proses perbanyakan (multiplikasi) yaitu :
1)
Media : sebagai sumber makanan (nutrisi) bagi eksplan untuk
tumbuh dan berkembang. Formulasi media yang banyak dipakai di
kultur jaringan gaharu yaitu Murashige and Skoog (MS),
diformulasikan tahun 1962. Komposisi media kultur jaringan meliputi:

Unsur hara makro (> mg/L) : N, P, K, Ca, Mg, S

Unsur hara mikro (< mg/L) : Fe, B, Mo, Zn, Cu, Mn

Vitamin : myo-inositol, nicotinic acid, thiamin (B1), Pyridoxin (B6)

Asam amino : Glycine

Sumber karbon : sukrosa

Fitohormon :
a. Auksin
 Merangsang pertumbuhan akar dan pembentukan


kalus.
Auksin alami, yaitu IAA, diproduksi di ujung tunas



dan dialirkan ke tunas lateral dan akar.
Auksin sintetik : NAA, 2,4-D, IBA, picloram, 2,4,5-T.

b. Sitokinin
 Merangsang pembentukan tunas adventif.
 Sitokinin alami, yaitu zeatin, diproduksi di




Agar-agar

ujung akar kemudian dialirkan ke tajuk.
Sitokinin sintetik: BAP, kinetin, thidiazuron.

2)

Kondisi tumbuh
Kondisi tumbuh yang diperlukan pada proses multiplikasi, yaitu :


Suhu : 22-250C



Cahaya



Kelembaban



Aseptik

4. Induksi Akar
Induksi akar adalah tahap dimana eksplan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar, yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan akar, serta melihat ada
tidaknya kontaminasi jamur/bakteri.

5. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari
ruangan aseptik ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati
dan bertahap, yaitu dengan memeberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit, karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap

serangan hama penyakit & udara luar. Setelah bibit mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya, maka secara bertahap
sungkup dapat dilepas & pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama seperti pada pemeliharaan bibit secara generatif.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1

3.2

Alat :
1.

botol kultur

8.

magnetic stirrer

2.

bunsen

9.

hot plate

3.

Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC)

10.

labu takar

11.

beker gelas

4.

peralatan
diseksi
(pinset besar, pinset
kecil
dan
pisau
scalpel)

12.

erlenmeyer

13.

autoklaf

5.

timbangan analitik

14.

pipet ukur

6.

plastik
prophopilen
(PP) 0,3 mm

15.

aluminium foil

16.

lemari pendingin

7.

hand sprayer
17.

rak kultur

Tunas A.



agar

Malaccensis



alkohol 70%

media Murashige and



sukrosa

Skoog (MS) yang



akuades

diberi tambahan ZPT



fungisida

Bahan :



2,4-D dan BAP



desinfektan



sabun cuci

(Clorox/bayclin)



kapas

3.3

Langkah Kerja :

a) Sterilisasi alat
1. Peralatan meliputi botol kultur, scalpel, dan pinset dicuci dengan
menggunakan sabun cuci, dibilas, kemudian dikeringkan. Alat-alat
yang sudah kering dibungkus dengan aluminium foil (kecuali botol
kultur).
2. Semua alat tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C
dan tekanan 1,5 Psi selama 45 menit.
3. Kemudian, peralatan diletakkan di tempat yang bersih.
b) Pembuatan larutan stok
1. Pembuatan larutan stok dilakukan dengan cara menimbang bahanbahan kimia, hara makro, hara mikro, serta ZPT sesuai komposisi
media MS.
2. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan akuades steril lalu diaduk
menggunakan magnetic stirrer, lalu dimasukan ke dalam botol dan
disimpan dalam lemari pendingin.
c) Pembuatan media tanam
1. larutan stok dilarutkan dengan akuades sampai volume larutan
mencapai 250 ml (¼ liter).
2. Kemudian ditambahkan gula sebanyak 7,5 g.
3. Larutan dimasukkan dalam beker gelas dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirer.
4. Lalu, Larutan dikondisikan pada pH 6,3 dengan menambahkan
NaOH bila pH terlalu rendah dan bila pH terlalu tinggi ditambahkan
dengan HCl.
5. Kemudian, larutan ditambahkan agar-agar sebanyak 2 g.
6. Larutan tersebut diaduk dan didihkan dengan magnetic stirer dan
hot plate. Setelah mendidih, larutan tersebut dituangkan ke botol
kultur ± 25 ml setiap botolnya. Botol ditutup dengan aluminium foil.
7. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1,5
psi selama 30 menit. Setelah itu, botol-botol ditempatkan pada rakrak kultur
d) Sterilisasi eksplan gaharu
1. Siapkan tunas pucuk muda tanaman gaharu. Potong menjadi
bagian-bagian pendek.
2. Lalu, rendam tunas tersebut dalam larutan fungisida selama 30
menit. Bilas dengan air.

Kemudian, rendam dalam larutan desinfektan (Clorox/bayclin)
selama 20 menit.
4. Cuci dengan air steril 3-4 kali hingga bersih dari desinfektan.
3.

e) Penanaman eksplan
1. Penanaman eksplan dilakukan pada media inisiasi tunas in vitro di
dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC).
2. Botol ditutup dengan aluminium foil dan melapisinya dengan plastik
PP 0,3 mm.

f) Pemeliharaan
Tunas-tunas yang ditanam dalam media in vitro, disimpan di ruang
steril. Botol steril disimpan pada rak kultur yang diberi cahaya lampu TL
dengan intensitas cahaya 1000-4000 lux. Lampu TL diatur 16 jam
menyala dan 8 jam padam agar sesuai dengan keadaan siang dan
malam. Ruangan tempat penyimpanan dijaga suhunya di temperatur
22-250C. Inisiasi in vitro pertama adalah saat tunas berusia 3 minggu
dan pemanjangan tunas 3-4 minggu.
g) Memindahkan tanaman eksplan (induksi akar)
1. Keluarkan tanaman eksplan yang akan dibersihkan kalusnya
dengan menggunakan pinset.
2. Letakkan di sebuah wadah dengan kapas diatasnya.
3. Jepit bagian batang eksplan dengan pinset, kemudian potong
bagian kalusnya menggunakan pinset dengan hati-hati.
4. Potong kalus dari keempat sisinya, jangan sampai kalus tersebut
terpotong semua.
5. Setelah selesai, bersihkan kalus tersebut dari media dengan
menggunakan kapas steril.
6. Pindahkan tanaman eksplan yang telah bersih dengan
menggunakan pinset kedalam media agar pada botol yang baru.
7. Untuk menginduksi pembentukan akar digunakan auksin NAA 1.0
mg/l
8. Kemudian, Tutup botol dengan aluminium foil, jaga agar tetap steril.
h) Proses aklimatisasi

Setelah tanaman menghasilkan akar, perlu adanya proses aklimatisasi
(adaptasi), yaitu:
1. Tanaman di botol dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan
sisa agar dan media yang melekat di akar.
2. Kemudian, Tanaman dipindahkan ke pot yang berisi media kompos,
lalu ditutup dengan plastik untuk menjaga kelembaban.
3. Tanaman kemudian diletakkan di dalam rumah kaca.
4. Selama masa aklimatisasi maka dalam perawatannya dapat diberi
makan berupa ramuan MS (murashige and Skoog) dengan 1/2
dosis dan di tambah kandungan Kalsium dan kaliumnya menjadi
dua kali lipatnya. Proses aklimatisasi bisa berlangsung sekitar 1 - 2
bulan.
5. Lalu, larutan Larutan dikondisikan pada pH ± 5,5 – 5,8 dengan
menambahkan NaOH bila pH terlalu rendah dan bila pH terlalu
tinggi ditambahkan dengan HCl.
6. Setelah itu, plastik penutup dapat dibuka.
i) Proses Pembesaran Bibit
1. Dimulai dari pemindahan bibit hasil kultur jaringan di dalam
bak semai ke dalam pot atau polibag.
2. Kemudian, diletakkan pada nursery yang diberi paranet dan agar
bibit hasil kultur jaringan dapat terkena sinar yang memadai baik
intensitas maupun durasinya.
3. Sebaiknya masih terlindung dari hujan. Dalam perawatannya boleh
mulai pakai pupuk lengkap, tetap di tambah kalsium dan kaliumnya
serta dibantu dengan hormon sedikit.
4. Yang harus dijaga adalah jangan sampai bibit tersebut dehidrasi
kekurangan air, kondisi iklim dan fluktuasinya jangan sampai terlalu
ekstrim. Proses pembesaran bibit dapat berlangsung selama 1
bulan.

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan kultur jaringan sangat diperlukan ketelitian dan
keterampilan supaya tidak terjadi kontaminasi pada eksplan yang dapat
berimbas pada kegagalan seluruh proses pembuatan kultur jaringan.
Adapun macam-macam dari kontaminasi antara lain :
1. Tipe-tipe kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai
mikroorganisme seperti jamur, bakteri, serangga, atau virus.
Organisme-organisme tersebut secara umum terdapat pada
jaringan tumbuhan. Banyak yang bersifat non-patogenik (pada
kondisi normal), namun pada in vitro yang mengandung sukrosa,
zat hara, dan kelembaban tinggi disukai mikroorganisme yang
seringkali tumbuh & berkembang sanagt cepat, mengalahkan
eksplan.
2. Kontaminasi permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permukaan tanaman, antar sel
ataupun di dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat
diatasi dengan pencucian menggunakan berbagai bahan kimia.
3. Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringan tanaman lebih susah
ditangani. Hal ini dapat diminimalisir dengan pemberian pestisida
atau fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum
dijadikan eksplan/ dapat juga diberikan pada kultur itu sendiri.
Teknik kultur jaringan yang meliputi pemilihan eksplan, sterilisasi,
perbanyakan (multiplikasi), induksi akar, dan aklimatisasi akan berhasil
dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syaratsyarat tersebut meliputi pemilihan eksplan yang berkualitas sebagai
bahan dasar pembentukan kalus, penggunaan media yang cocok, dan
keadaan yang aseptik. Kelebihan bibit hasil kultur jaringan yaitu :

Kontinuitas ketersediaan bibit dalam jumlah besar akan terjaga




sepanjang waktu.
Bibit yang sama memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Bibit yang dihasilkan bebas dari penyakit dan virus.
Lebih cepat tumbuh.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogku-agroteknologi.com/2013/kultur-jaringan/
http://www.eshaflora.blogspot.com/2012/05/budidaya-gaharu-super-intensif/
http://www.rintise.blogspot.com/2011/09/variasi-kultur-jaringan/
http://www.gaharublog.files.wordpress.com/kultur-jaringan-gaharu/
http://www.luqmanmaniabgt.blogspot.com/kuljar-gaharu/
http://www.pasaiagarwood.blogspot.com/teknik-kuljar-gaharu/
http://www.wikipedia.org.id/kultur-jaringan/
Irnaningtyas. 2013. Biologi kelas XI. Jakarta : penerbit Erlangga