BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum - Pengembangan Genteng Beton Ringan sebagai Alternatif Penutup Atap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Beton adalah bahan bangunan yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semua bangunan yang ada pada umumnya memakai beton sebagai bahan utama

  dari bangunan tersebut. Beton terbentuk dari ikatan material-material penyusunnya, yaitu agregat (kasar dan halus), semen, air dengan komposisi tertentu dan dapat ditambah bahan campuran (admixture) bila diperlukan. Air dan semen disatukan akan membentuk pasta yang berfungsi sebagai pengikat pengisi yang berupa agregat kasar dan agregat halus. Pencampuran dari material-material ini akan menimbulkan reaksi kimia yaitu reaksi hidratasi (reaksi antara air dan semen) yang mengakibatkan pencampuran dari dua material ini akan bertambah keras seiring dengan umurnya (bertambahnya hari) dengan rongga yang terjadi antara butiran-butiran material besar (agregat kasar) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus) dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air.

  Seiring berkembangnya teknologi, penelitian terhadap beton pun gencar dilakukan seperti penelitian terhadap beton ringan dimana memiliki densitas lebih

  3

  kecil dari 1800 kg/m . Selain itu, penggunaan beton saat ini pun tidak hanya dalam pembuatan bagian-bagian bangunan yang struktural, seperti pondasi, kolom, balok. Tetapi penggunaan beton saat ini sudah diaplikasikan dalam pembuatan genteng beton. Genteng beton adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk atap yang dibuat dari beton dimana materi penyusunnya sama seperti beton namun tanpa agregat kasar.

  Genteng beton adalah bagian dari bangunan yang dipakai sebagai atap yang terbuat dari beton, dibentuk dan berukuran tertentu. Genteng beton dibuat dengan mencampur pasir dan semen ditambah air terkadang ada yang ditambah dengan pasir, kemudian diaduk sampai homogen lalu dicetak. Berdasarkan proses pembuatannya, genteng beton dapat diproduksi dengan 2 cara sederhana yaitu secara manual (tanpa dipres) dan secara mekanik (dipres).

  Menurut SNI 0096:2007 genteng beton atau genteng semen adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk atap terbuat dari campuran merata antara semen portland atau sejenisnya dengan agregat dan air dengan atau tanpa menggunakan pigmen.

  Menurut PUBI 1982 (dalam Supatmi, 2011) genteng beton ialah unsur bahan bangunan yang dibuat dari campuran bahan semen portland, agregat halus, air, dan bahan pembantu lainnya yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk atap.

  Menurut PUBI 1982 (dalam Supatmi, 2011), ada 2 macam genteng berdasarkan bahan pembentuknya :

  1. Genteng beton biasa, yaitu genteng beton yang terbuat dari campuran semen portland

  2. Genteng beton khusus, yaitu genteng beton yang terbuat dari campuran bahan semen portland, agregat halus, air dan bahan tambahan lainnya yang mungkin berupa bahan kimia, serat atau bahan lainnya.

  Namun walaupun begitu, seperti yang kita ketahui bahwa genteng beton yang dijual dipasaran memiliki bobot yang besar yaitu dalam rentang 4,4 kg per buahnya sampai 7,2 kg per buahnya dengan ukuran 35 cm x 45 cm x 1 cm. Tentunya hal ini menjadi masalah karena dengan bobot yang besar, maka hal tersebut berpengaruh pada ukuran reng yang digunakan. Dengan kata lain, ukuran reng yang diperlukan akan lebih besar jika memakai penutup atap jenis lain seperti seng misalnya. Untuk menanggulangi masalah tersebut, maka penulis mencoba mengaplikasikan beton ringan dalam pembuatan genteng beton ringan.

  Dan pada percobaan tugas akhir ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap genteng beton ringan dimana pada campuran semen, air, dan agregat halus ditambahkan bahan pengembang foaming agent. Disini foaming agent berfungsi mengurangi berat jenis dari genteng tersebut dengan membentuk pori yang terjadi akibat reaksi kimia dimana kalsium hidroksida yang terkandung dalam pasir akan bereaksi membentuk gas hidrogen. Gas hdrogen tersebut akan membentuk gelembung-gelembung di dalam campuran beton tadi yang mengakibatkan volumenya akan menjadi lebih besar dai volume semula. Di akhir pengembangan, hidrogen yang terbentuk tadi akan terlepas ke atmosfir dan akan digantikan udara. Akibat terbentuknya rongga di dalam campuran beton tadi, mengakibatkan berat jenis dari beton tersebut akan lebih kecil dari semula.

II.2 Genteng Beton Ringan

  Faktor keindahan dalam membangun sebuah bangunan terkadang menjadi salah satu faktor penentu pemilihan material ataupun bahan dan salah contohnya adalah genteng. Tentunya pemakaian atap genteng jauh lebih artristik dari pada pemakaian atap seng. Beragamnya bentuk genteng yang ditawarkan, memiliki daya tarik tersendiri bagi orang yang memandangnya. Namun dibalik keindahan yang ditimbulkan dengan pemakaian genteng, pemakaian atap genteng memiliki beban yang lebih besar dibandingkan beban atap seng. Hal tersebut tentunya memiliki akibat ataupun berbahaya jika terjadi sesuatu. Misalnya saja beberapa tahun lalu terjadi gempa di D.I Yogtakarta yang pada umumnya masyarakat disana memakai genteng sebagai penutup atap. Hal itu mengakibatkan kerusakan yang cukup parah pada setiap rumah warga. Selain faktor bahaya, dari segi biaya pun dengan pemakain genteng beton akan menghabiskan biaya yang lebih besar karena akan menggunakan ukurang reng yang lebih besar dibandingkan ukurang reng yang digunakan jika memakai atap seng.

  Untuk menanggulangi masalah-masalah di atas, saat ini sudah mulai dilakukan penelitian terhadap genteng beton agar dapat memiliki beban yang lebih ringan, sehingga pemakaian atap genteng ringan ini tidak terlalu berbahaya akibat memiliki berat yang besar. Ada yang menggunakan campuran styrofoam dalam campuran pembuatan genteng beton, ada yang menggunakan bottom ash dan fly

  

ash sebagai substitusi agregat halus. Dan pada pembuatan tugas akhir ini, penulis

  menggunakan foaming agent sebagai bahan campuran pembuatan genteng ringan yang mana dengan pemakaian foamnig agent dalam campuran beton akan menghasilkan gelembung udara pada beton tersebut. Dengan dihasilkannya gelembung udara pada beton tersebut, maka akan terbentuk pori-pori pada beton yang menyebabkan genteng beton ringan tersebut memiliki bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan genteng beton biasa.

  Adanya komposisi campuran (mix design) antara semen, pasir, air dalam pembuatan genteng beton ringan untuk saat ini belum ada standarisasinya. Hal itu dikarenakan berat jenis genteng yang akan dihasilkan bergantung pada pemakaian

  

foaming agent. Namun pada penelitian ini, penulis mengacu kepada hasil

  eksperimen pembuatan beton ringan oleh Kausal Kishore. Menurut (Kausal Kishore , 2007) seorang material engineers yang berasal dari Jepang.

  Berikut adalah hasil penelitiannya :

Tabel 2.1 Hasil Percobaan Kasual Kishore

  Required Required Fine sand OPC 53 grade Water density Compressive Strength W/C ratio passing 4 mm

  (kg) (kg)

  3

  2

  (kg/m ) at 28-day (N/mm )

  IS sieve (kg) 1200

  6.5 0.55 350 657 193 1400

  12.0 0.50 400 800 200 1600

  17.5 0.45 450 947 203 1800

  25.0 0.40 500 1100 200 Perbandingan Semen : Pasir yang digunakan berkisar 1 : 1.9 hingga 1 : 2.2 dengan FAS bervariasi dari 0.40, 0.45, 0.50, dan 0.55. Pada eksperimen ini, perbandingan semen : pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dan 0,9 : 2 dengan FAS sebesar 0.55 dengan berat jenis beton ringan yang direncanakan berkisar antara 900-1000

  3 kg/m serta mempunyai kekuatan tekan minimal sebesar 2 Mpa.

  II.3 Bahan Pembuat Beton dan Genteng Beton Ringan

  II.3.1 Semen Portland

  Semen Portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam pembangunan. Sebenarnya terdapat berbagai macam semen dan tiap macamnya digunakan untuk kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan sifat-sifatnya yang khusus. Sedangkan semen Portland berfungsi sebagai bahan perekathidrolis yang dapat mengeras apabila bersenyawa dengan air dan akan membentuk benda padat yang tidak larut dalam air.

  Menurut SNI 0013-1981, Semen Portland merupakan bahan perekat dalam campuran beton hasil penghalusan klinker yang senyawa utamanya terdiri dari material calcareous seperti limestone atau kapur dan material argillaceous seperti besi oksida, serta silica dan alumina yang berupa lempung. Pada tabel 2.1 ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.

Tabel 2.2 Komposisi Utama Semen Portland (Paul Nugraha, Antoni, 2007)

  Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan % berat

  Tricalcium silikate

  3CaO.SiO

  2 C

  3 S

  50 Dicalcium silikate

  2CaO.SiO

  2 C

  2 S

  25 Tricalcium Aluminate

  3CaO.Al

  2 O

  3 C

  3 A

  12

  8 Tetracalcium Alumminoferrite

  4CaO.Al

  2 O

  3. Fe

  2 O

  3 C

  4 AF

  Gysum

  3 CaSO

  4 .H

  2 O CSH

  2 Perubahan komposisi semen yang dilakukan dengan cara mengubah

  persentase 4 komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Standar Industry di Amerika (ASTM) maupun di Indonesia (SNI) mengenal 5 jenis semen, yaitu : a.

  Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air. b.

  Tipe II (Modified Cement) Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

  c.

  Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement) Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi.

  Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton missal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

  d.

  Tipe IV (Low-Heat Portland Cement) Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.

  e.

  Tipe V (Sulphate-Resisting Cement) Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.

  Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan ke dalam empat bagian, yaitu : trikalsium silikat (C

  3 S), dikalsiumsilikat (C

  2 S), trikalsium aluminat (C

  4 AF), selain itu pada semen juga

3 A) dan tetrakalsium aluminoferit (C

  terdapat unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil misalnya : MgO, TiO

  2 , Mn

  2 O 3 ,

  K

  2 O dan Na

  2 O. Soda atau Potasiuim (Na

  2 O dan K

  2 O ) merupakan komponen

  minor dari nsur-unsur penyusun semen yang harus diperhatian, karena keduanya merupakan alkalis yang dapat bereaksi dengan silica aktif dalam agregat sehingga menimbulkan disintegrasi beton (Neville dan Brooks, 1987 dalam Supatmi, 2011).

  Senyawa C

3 S (trikalsium silicat) dan C

  2 S (dikalsium silicat) adalah

  senyawa yang paling dibutuhkan pada semen karena bersifat perekat dan menambah kekuatan semen jika bersenyawa dengan air. Namun senyawa C S

  3

  lebih cepat bereaksi dengan air dibandingkan dengan C

  2 S, dan ini menyebabkan

  semen yang mengandung C

3 S yang tinggi akan lebih cepat mengeras dan memberi

  pengaruh yang besar pada kekuatan awal semen. Dan sebaliknya semen yang mengandung C

2 S yang tinggi serta perawatan yang baik, akan menghasilkan kekuatan akhir semen yang lebih besar.

  Senyawa C

  3 A dan C

  4 AF yang terbentuk tidak mempunyai sifat semen dan

  dapat mengurangi daya ikat semen dan dalam jumlah besar dapat memperlambat proses pengerasan semen. Senyawa C

  3 A bila bereaksi dengan air akan

  menghasilkan panas hidrasi yang tinggi. Di samping itu, jika C

  3 A bereaksi dengan

  garam-garam sulfat akan membentuk senyawa mono atau trisulfoaluminat , di mana dalam keadaan basah volumenya akan mengembang, sehingga semen yang mengeras menjadi rusak, sedangkan C

  4 AF hanya berpengaruh pada warna semen,

  dengan semakin tinggi kadarnya C

4 AF maka akan semakin tua warna semen yang dihasilkan.

  Kekuatan semen berasal dari hasil reaksi hidrasi dimana reaksi kimiawi menghasilkan kristal dalam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen berkekuatan tinggi apabila mengeras. Kekuatan awal semen portland semakin tinggi apabila semakin besar persentase C3S. Jika perawatan kelembaban terus berlangsung, kekuatan akhirnya akan semakin besar apabila persentase C2S semakin besar. C3A mempunyai kontribusi terhadap kekuatan beberapa hari setelah pengecoran beton karena bahan ini yang lebih dulu mengalami hidrasi.

  Telah kita ketahui bahwa senyawa mentah yang digunakan untuk memproduksi semen Portland adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi.

  Kandungan ini berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu material kompleks. Perubahan komposisisemen yang dilakukan dengan cara mengubah persentase 4 komponen utamasemen dapat menghasilkan beberapa jenis semen seperti yang ditulis di atas sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

II.3.2 Pasir

  Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi tiga macam yaitu : (Wuryati S dan Candra R, 2001 : 16 dalam Supatmi 2011).

  1) Pasir galian Pasir ini diperoleh langsung dari permukaan atau dengan menggali tanah.

  Pasir jenis ini umumnya berbutir tajam, bersudut, berpori dan bebas kandungan garam yang membahayakan. Namun karena diperoleh dengan cara menggali maka pasir ini sering bercampur dengan kotoran atau tanah, sehingga sering dicuci dulu sebelum digunakan.

  2) Pasir sungai Pasir sungai diperoleh langsung dari dasar sungai, sehingga umumnya berbutir halus dan berbentuk bulat akibat proses gesekan. Karena butirannya halus, maka baik untuk plesteran tembok. Namun karena bentuk yang bulat itu, daya rekat antar butir pasir ini menjadi agak kurang baik.

  3) Pasir laut Pasir ini diamibil dari pantai. Bentuk butirannya halus dan bulat akibat gesekan. Pasir ini banyak mengandung garam, sehingga kurang baik untuk bahan bangunan. Pasir yang mengandung garam akan menyerap kandungan air dari udara, sehingga pasir akan selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan setelah bangunan selesai di bangun. Oleh karena itu, sebaiknya pasir jenis ini tidak digunakan untuk bahan bangunan.

  Adapun pasir yang digunakan dalam pembuatan beton ringan adalah pasir yang lolos ayakan (standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil dari 5 mm. Hal ini untuk mencegah keretakan pada beton bila sudah mengering. Namun akan menyebabkan kerapuhan saat kering jika digunakan dalam jumlah yang banyak. Karena sifat pasir yang berfungsi hanya sebagai pengisi dan tidal merekat. Pasir yang baik adalah pasir yang berasal dari sungai dan tidak mengandung tanah lempung karena dapat mengakibatkan retak-retak, dan juga harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM, sebagai berikut : a.

  Susunan Butiran ( Gradasi ) Modulus kehalusan (fineness modulus) dengan kisaran 2,5 s/d 3,0 umumnya menghasilkan beton mutu tinggi (fas yang rendah) yang kuat tekan dan workabilitynya optimal. b.

  Kadar Lumpur Jika terdapat bagian dari pasir yang lebih kecil dari 75 mikron atau lolos ayakan No.200 melebihi 5 % ( terhadap berat kering ), maka agregat harus dicuci.

  c.

  Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering ) d.

  Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat.

  e.

  Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat : Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10

   %.

   Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.

  Analisa ayakan pasir

   Pengujian kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

   Pengujian kandungan organik (colometric test)

   Pengujian kadar liat (clay lump)

   Pengujian berat isi pasir

   Pengujian berat jenis dan absorbsi pasir

   II.3.3 Air

  Air merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan untuk campuran beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton (Tri Mulyono, 2003 : 51). Dalam pembuatan genteng beton ringan, air berfungsi untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis, air yang terlalu banyak akan menyebabkan banyaknya gelembung udara setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan tidak selesainya proses hidrasi sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan beton tersebut.

II.3.4 Admixture

  Admixture atau bahan pencampur tambahan adalah material yang

  ditambahkan (wujud cairan ataupun serbuk) ke adonan beton yang memberi efek tertentu yang tidak muncul pada pencampuran beton biasa, seperti pelaksanaan (Workability), titik beku (Freezing Point), kekuatan (Strength), dan perawatan (Curing). Jenis-jenis bahan tambahan (admixture) antara lain : a.

  Type A, Water Reducer admixture yang digunakan untuk mengurangi jumlah penggunaan air yang diperlukan dalam campuran untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan.

  b.

  Type B, Retarder admixture untuk memperlambat setting time pada beton.

  c.

  Type C, Accelerator admixture yang digunakan untuk mempercepat setting time pada beton dan meningkatkan kekuatan awal.

  d.

  Type D, Water Reducer dan Retarding Admixture yang digunakan untuk mengurangi jumlah penggunaan air yang diperlukan dengan nilai slump yang ditentukan dan memperlambat setting time pada beton. e.

  Type E, Water reducing and Accelerating Admixtures yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal.

  f.

  Type E, High Range Water Reducer admixture yang digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar.

  g.

  Type F, High Range Water Reducer dan Retarder admixture digunakan untuk mengurangi kuantitas campuran air yang dipakai untuk menghasilkan beton dengan nilai slump diatas 12 persen dan memperlambat reaksi hidrasi pada beton.

  Pada eksperimen kali ini, bahan pencampur yang digunakan adalah Tipe C yaitu accelerator admixture dengan merek dagang SikaSet Accelerator Admixture.

II.3.4.1 Sikaset Accelerator

  Sikaset accelerator adalah bahan tambahan yang dapat memepercepat dan mengurangi penyusutan. Ini ditambahkan pada semen portland untuk mempercepat setting time atau waktu ikat mortar.

  Cara penggunaan sikaset accelerator adalah mencampurkannya pada campuran mortar fresh. Setting time atau waktu ikat semen yang terjadi akibat penambahan sikaset accelerator sangatlah bergantung pada produk semen yang digunakan dan tergantung pelaksanaannya juga.

II.3.4 Foaming Agent

  Foaming Agent adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai

  pengembang adonan mortar pada proses pembuatan genteng beton ringan. Akan terjadi reaksi kimia pada campuran beton dengan foaming agent saat foaming

  agent dicampur dengan kalsium hidroksida yang terkandung dalam pasir, senyawa

  kimia ini akan bereaksi dan membentuk gas hidrogen. Gas hidrogen yang dihasilkan tersebut akan membentuk gelembung-gelembung udara atau rongga pada campuran beton tadi. Akibat adanya gelembung-gelembung udara atau rongga ini menjadikan volume campuran (mortar) menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan, hidrogen akan keluar dari mortar ke atmosfer dan akan dan langsung digantikan oleh udara. Dengan adanya rongga-rongga yang dihasilkan membuat adonan genteng beton menjadi ringan. Namun jika digunakan dalam jumlah yang terlalu akan menyebabkan turunnya kekuatan beton ringan tersebut karena terlalu banyak rongga udara di dalamnya.

  Menurut ASTM 796-87 a,Table 1, Foaming Agents for Use in Producing

  

Celllular Concrete Using Preformed Foam , banyaknya foaming agent yang

  digunakan dalam suatu percobaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 156.62

  71.0 =

  (62.4 (1000 − ) − )

  Di mana:

  3)

  Wuf adalah massa jenis foaming agent (kg/ m . Wuf biasanya berkisar antara 32

  3 sampai 64 kg/m .

  3 Vfa adalah volume foaming agent yang diperlukan (m ). Vair : Vfa maksimum 40 : 1.

II.4 Jenis-Jenis Beton Ringan

  Untuk memperoleh beton ringan, itu bergantung pada adanya rongga udara dalam agregat , pembuatan rongga udara dalam beton. Untuk itu adapun cara pembuatannya dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya :

  1. Beton ringan menggunakan agregat ringan buatan berongga yang berfungsi sebagai agregat kasar (All Light-weight Concrete).

  Beton ini menggunakan agregat ringan yang berat jenisnya berkisar antara

  3

  1400 – 2000 kg/m . Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses pembakaran, hasil produksi industri serta bahan-bahan organik.

  2. Beton Ringan Tanpa Pasir (No Fines Concrete) Beton ini tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada pencampuran pastanya sehinga mempunyai sebagian besar pori-pori. Dengan berat jenis

  3 berkisar 880 – 1200 kg/m . Kekuatan beton ini berkisar 7 – 14 Mpa.

  3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan beton atau mortar ( beton aerasi )

  3 Beton ini memiliki berat jenis berkisar 200 – 1440 kg/m dan biasanya digunakan untuk keperluan insulasi serta beton tahan api.

  4. Beton Ringan dengan ”Clinker” dan ”Breeze” Agregat yang dikenal dengan nama ” clinker ” dan ” Breeze” telah digunakan selama bertahun – tahun dalam memproduksi blok dan plat untuk partisi dalam dan tembok interior lainnya. Clinker adalah bahan yang dibakar sempurna dan massanya mengeras dan berinti serta terisi sedikit bahan yang mudah terbakar, sedang breeze adalah bahan residu yang kurang keras dan kurang baik pembakarannya, dan oleh karenanya berisi bahan yang mudah terbakar. Sumber utama dari agregat clinker adalah stasiun pembangkit listrik.

  Dalam pengaplikasiaannya, pembuatan genteng beton ringan dilakukan dengan cara no.3 yanitu beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara ke dalam adukan mortar melalui proses kimia yang terjadi pada foaming agent dengan kalsium hidroksida yang terdapat pada pasir yang menghasilkan gas hidrogen.

II.5 Proses Pembuatan Silinder Beton Ringan

  Adapun proses pembuatan beton ringan adalah sebagai berikut : 1. Campurlah semen portland dengan pasir sesuai dengan yang telah direncanakan terlebih dahulu.

  2. Tuanglah air sesuai dengan perencanaan ke dalam campuran semen dan pasir tersebut.

  3. Aduk campuran mortar tersebut hingga campuran homogen.

  4. Selagi mengaduk mortar, aduk foaming agent hingga mengembang kaku dan air yang dicampur dengan foaming agent tersebut habis.

  5. Masukkan foaming agent yang telah mengembang ke dalam campuran mortar. Aduklah dengan mixer hingga campuran homogen dan tidak ada

  foaming agent yang tersisa.

  6. Tuanglah adonan yang tersebut ke dalam cetakan silinder beton ringan.

II. 6 Proses Pembuatan Genteng Beton Ringan

  Adapun proses pembuatan genteng beton ringan adalah sebagai berikut : 1.

  Campurlah semen portland dengan pasir sesuai dengan komposisi beton ringan yang menghasilkan kuat tekan yang terbaik.

  2. Tuanglah air sesuai dengan perencanaan ke dalam campuran semen dan pasir tersebut.

  3. Aduklah hingga membentuk adonan yang merata dengan menggunakan mixer.

  4. Aduk foaming agent hingga mengembang.

  5. Masukkan foaming agent yang telah mengembang ke dalam campuran mortar. Aduklah dengan mixer hingga merata dan tidak ada foaming agent yang tersisa. Tuanglah adonan yang tersebut ke dalam cetakan genteng beton ringan.

  II.7 Kualitas Genteng Beton

  II.7.1. Syarat Mutu menurut SNI 0096 : 2007

  a. Beban lentur Genteng beton harus mampu menahan beban lentur minimal.

  b. Penyerapan air Penyerapan air maksimal 10 %.

  c. Sifat tampak Genteng harus mempunyai permukaan atas yang mulus, tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaian.

  d. Ukuran Ukuran bagian genteng dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.3 Ukuran Bagian Genteng (SNI 0096:2007) f. Ketahanan terhadap rembesan air (impermeabilitas) Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bagian bawah genteng dalam waktu 20 jam ± 5 menit.

  ≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200

Tabel 2.4 Karakteristik Beban Lentur Genteng Minimal (SNI 0096:2007)

  (mm)

  ≤ 5 Lebar Penutup

  20 ≥ t ≥ 5 t

  Profil Rata t > 20

  Non- Interlok

  Genteng Interlok Genteng

  Tinggi Profil (mm)

  e. Beban Lentur

  Bagian Yang Diuji Satuan Persyaratan Tebal 1.

  Min. 25 Min. 3 Min. 1

  Lebar 2. Kedalaman Alur 3. Jumlah Alur mm mm buah

  Min. 9 Penumpang 1.

  Min. 30 Min. 12

  Panjang 2. Lebar 3. Tinggi mm mm mm

  Kaitan 1.

  Min. 8 Min. 6

  Bagian yang rata 2. Bagian Penumpang mm mm

  • Beban Lentur (N) 2000 1400 1400 1000 1200 800 550
Gambar Cetakan Genteng