BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton - Pengaruh Penggunaan Serat Polypropelyne Dari Bahan Strapping-Band Terhadap Kemampuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur jadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari
semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih
bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.
Agregat mempunyai peran sebagai penguat , semen (matriks) mempunyai kekuatan
dan rigiditas yang lebih rendah berperan sebagai pengikat dan air (mixer) sebagai
media pencampur untuk menghomogenkan komposisi penyusun dan kontak luas
permukaan. Beton digunakan sebagai material struktur karena memiliki beberapa
keuntungan, antara lain mudah untuk dicetak, tahan api, kuat terhadap tekan, dan
dapat dicor di tempat. Disamping keuntungan, beton juga memiliki kelemahan, yaitu
beton merupakan bahan yang getas dan mempunyai tegangan tarik yang rendah.
Beton tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan
pengisinya (filler) adalah agregat halus (batu kecil atau pasir) dan agregat kasar. Pada
beton proses penguatan ikatan antara agregat dari proses hidratasi semen, dalam
proses reaksi tersebut akan terbentuk Calcium Silikat (CS fasa), Calsium aluminat
(CA fasa) dan Calcium Alumina Silikat (CAS fasa). Proses penguatan atau
pengerasan pada beton sangat tergantung pada perbandingan (ratio berat) air:

strapping band, normalnya bervariasi dari 0,8 – 1,2. Beton dikualifikasikan menjadi
dua golongan yaitu beton normal dan beton ringan. Beton normal tergolong beton
yang memiliki densitas sekitar 2200 – 2400 kg/m3 dan kekuatannya tergantung
komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan untuk beton ringan adalah suatu
beton yang memiliki densitas < 1800 kg/m3, begitu juga kekuatannya biasanya
disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix design). Jenis
dari Betono ringan ada dua golongan yaitu : Beton ringan berpori (aerated concrete)
dan Beton ringan non aerated.
Beton ringan berpori (aerated) adalah beton yang dibuat sehingga strukturnya
banyak terdapat pori – pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari
campuran semen, pasir, gypsum, CaCO 3 dan katalis almunium. Dengan adanya

katalis Al selama terjadi reaksi Hidratasi semen akan menimbulkan panas (reaksi
eksotermal) sehingga timbul gelembung – gelembung H 2 O, CO 2 dari reaksi tersebut.
Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam badan beton yang
sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori –
pori terbentuk dan Beton akan semakin ringan. Berbeda dengan Beton Non Aerated,
pada beton ini agar menjadi ringan dalam pembuatannya ditambahkan agregat
ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan antara lain adalah batu
apung (Pumice), perlit, serat sintesis/ alami, slag baja, dan lain – lain. Pembuatan

beton ringan berpori (aerated concrete) tentunya jauh lebih mahal karena
menggunakan bahan – bahan kimia tambahan, dan mekanisme pengontrolan reaksi
cukup sulit.
Beton Strapping band dibuat dari campuran air, semen, pasir dan Strapping
band yaitu pita plastik yang banyak digunakan untuk bahan pengikat pada
pengepakkan barang-barang
Susunan beton secara umum, yaitu: 7-15 % PC, 16-21 % air, 25-30% pasir,
dan 31-50% kerikil. Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan
air, rasio perbandingan air terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan
menambah kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton ditentukan oleh
perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan beton
itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik”.
Sifat dan karakter mekanik beton secara umum
1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi
tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya
tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.
2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah dari beton.
3. Konduktivitas termal beton relatif rendah


Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan
tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air dan agregat (dan
kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia
tambahan, serat sampai bahan buangan non kimia) pada perbandingan tertentu.

Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan
mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air
dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang, dan akibatnya campuran
itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara
butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang
lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh
semen dan air (pasta semen).
Struktur beton dapat didefinisikan (ACI 318-89,1990:1-1) sebagai sebuah
bangunan beton yang terletak diatas tanah yang menggunakan tulangan atau tidak
menggunakan tulangan. Struktur beton sangat bergantung dengan komposisi dan
kualitas bahan-bahan pencampur beton yang dibatasi dengan kemampuan daya tekan
beton (in a state of compression) sesuai dengan perencanaannya. Hal ini juga
bergantung dengan kemampuan daya dukung tanah (supported by soil) atau juga
tergantung dengan kemampuan struktur yang lain atau struktur atasnya (vertical
support).

Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahanbahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara
pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan
selama proses pengerasan. Luasnya pemakaian beton disebabkan karena terbuat dari
bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga
menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi
pemakaian tertentu.
Jika ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan
yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan
dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton (beton segar/ fresh concrete)
yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik.
Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/ awet, kedap air, tahan aus, dan
sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil).
Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan
tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat
digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif.
Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan

dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai
bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas
pada permukaan betonnya).

Faktor – faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggulankeunggulannya antara lain :
1. Kemudahan pengolahannya : yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat
diendapkan dan diisi dalam cetakan.
2. Material yang mudah didapat : Sebagian besar dari material- material
pembentuknya, biasanya tersedia dilokasi dengan harga murah atau pada
tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi konstruksi.
3. Kekuatan tekan tinggi : Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang
membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul
gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur.
4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari
kelebihan.
5. Harganya relatif murah.
6. Mampu memikul beban yang berat.
7. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
8. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil

Kekurangan beton antara lain :
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena
itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).
2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat

dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan
struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi
kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu
beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan

bangunan ataupun kontruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan.

2.1.1 Beton segar (Fresh Concrete)
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,
dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan
kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini
karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.
Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu :
kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan
air (bleeding).


2.1.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workabilitas)
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk
diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :
1. Jumlah air pencampur.
Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan.
2. Kandungan semen.
Penambahan

semen

ke

dalam

campuran

juga

memudahkan


cara

pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air
campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.
3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.
Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan
oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah
distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos
pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.
4. Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.
5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila

cara

pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat


kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada
jika dipadatkan dengan tangan.
Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump
yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang
berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams.
Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm
(disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

2.1.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)
Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan
segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan
menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain :
1. Campuran kurus atau kurang semen.
2. Terlalu banyak air.
3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.
4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat
semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan
sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu
besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti caracara yang betul.

2.1.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)
Kecende rungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan
dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus,
yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).
Bleeding dapat dikurangi dengan cara :
1. Memberi lebih banyak semen.
2. Menggunakan air sedikit mungkin.
3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.1.2

Perilaku Mekanik Beton
Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam

memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan
oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih

daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dn klorida, penyusutan
rendah dan keawetan jangka panjang.

2.1.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan
persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula
mutu beton ynag dihasilkan.
Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan
satuan N/mm² atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm². Kekuatan tekan beton
merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Umumnya kuat tekan beton
berkisar antara nilai 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya
menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 MPa, untuk
beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar
antara 30-45 MPa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :
1. Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya
nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan
beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu
kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.4). Umumnya pada umur 7 hari
kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat
tekan umur 28 hari.

Gambar 2.2 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)

2. Faktor air semen dan kepadatan
Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya,
namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin
rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini
karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan.
Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang
menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti
hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari
dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah
mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan
dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan
kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton
sehingga lebih mudah dipadatkan.

Umur / Waktu (Hari)
Gambar 2.3 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama
masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

3. Jenis Semen
Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenisjenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai
mana tampak pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland
semen (Tri Mulyono, 2003)

4. Jumlah Semen
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah
kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana
tampak pada Gambar 2.6. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti
jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang

mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan
berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori
yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas
berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat
tekan lebih tinggi.

Gambar 2.5 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air
semen sama (Kardiyono, 1998)
5. Sifat agregat
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah

kekasaran

permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan
kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retakretak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini
berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap
kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.7. Akan tetapi bila adukan beton
nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang
permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang
menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Gambar 2.6 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981)
2.1.2.2 Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan
lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat
diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban
lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat
lentur beton dihitung berdasarkan rumus σ Lt =

M
z

Dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z
merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847
(2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah
fr = 0,7 f 'c Mpa.

2.1.2.3 Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung (slope dari
garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan 0,45 f’c pada
kurva tegangan-regangan beton. Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis
agregat, kelembaban benda uji beton, faktor air semen, umur beton dan
temperaturnya. Secara umum, peningkatan kuat tekan beton seiring dengan
peningkatan modulus elastisitasnya. Menurut pasal 10.5 SNI-03 2847 (2002)
hubungan antara nilai modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton
adalah 4700 ' cE = f c .

2.1.2.4 Poisson’s Ratio
Poisson’s ratio merupakan perbandingan regangan arah lateral dengan
regangan aksial akibat pembebanan aksial dalam kondisi batas elastis. Nilai poisson
ratio beton normal berkisar antara 0,15 - 0,20. Namun demikian beberapa hasil
penelitian mendapatkan nilai poisson ratio beton normal antara 0,10 – 0,30 (R.Park
dan T.Paulay, 1975).

2.1.3 Pekerjaan Perawatan (Curing)
Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu
pascapembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton
dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa

pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang
ternyata

masih

diperlukan

untuk

kelanjutan

proses

hidrasi.

Bila

terjadi

kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama
penurunan kuat tekan (Lubis, 1986; Mulyono, 2004; dan Amri, 2005).

Pengaruh Curing terhadap Kekuatan Beton
Dapat dinyatakan bahwa perkembangan yang baik dari kekuatan beton tidak
hanya dipengaruhi keseluruhan semen terhidrasi, dan ini terbukti dalam praktik di
lapangan. Kualitas beton juga tergantung kepada gel/space ratio dari pasta semen.
Jika sekiranya ruang yang terisi air dalam beton segar lebih besar dari volume yang
dapat diisi oleh produksi dari hidrasi, hidrasi yang lebih banyak akan menghasilkan
kekuatan yang lebih tinggi dan permeabilitas yang lebih rendah (Neville, 1982). Oleh
sebab itu kehilangan air dari beton harus diproteksi, dan selanjutnya kehilangan air
secara internal oleh pengeringan sendiri harus digantikan oleh air dari luar. Yaitu
pemasukan air ke dalam beton harus difasilitasi sebaik mungkin, sehingga proses
hidrasi yang terjadi pada pengikatan dan pengerasan beton sangat terbantu oleh
pengadaan airnya. Meskipun pada keadaan normal, air tersedia dalam jumlah yang
memadai untuk hidrasi penuh selama pencampuran, perlu adanya jaminan bahwa
masih ada air yang tertahan atau jenuh untuk memungkinkan kelanjutan proses
hidrasi itu sendiri. Penguapan dapat menyebabkan suatu kehilangan air yang cukup
berarti sehingga mengakibatkan terhentinya proses hidrasi, dengan konsekuensi
berkurangnya peningkatan kekuatan (Neville, 1982 dan Soroka, 1979).
Dapat ditambahkan juga, bahwa penguapan dapat menyebabkan penyusutan
kering yang terlalu awal dan cepat, sehingga berakibat timbulnya tegangan tarik yang
mungkin menyebabkan retak, kecuali bila beton telah mencapai kekuatan yang cukup
untuk menahan tegangan ini. Oleh karena itu direncanakan suatu cara perawatan
untuk mempertahankan beton supaya terus menerus berada dalam keadaan basah
selama periode beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Hal ini termasuk
pencegahan penguapan dengan pengadaan beberapa selimut pelindung yang sesuai
maupun dengan membasahi permukaannya secara berulang-ulang. Sehari setelah
pengecoran merupakan saat yang terpenting untuk periode sesudahnya. Oleh sebab

itu diperlukan perawatan dengan air sehingga untuk jangka panjang, kualitas beton,
baik kekuatan maupun kekedapan airnya, dapat lebih baik. Perawatan dengan cara
membasahi menghasilkan beton yang terbaik. Semakin erat pendekatan kondisi
perawatan, semakin kuat beton yang dihasilkan. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3
(Murdock dan Brook, 1999).
Dalam menafsirkan hasil pengujian laboratorium, harus diperhitungkan bahwa
bahan yang diuji umumnya kecil. Oleh karenanya sifat-sifat bahan ini sangat
dipengaruhi oleh perubahan dari lapisan permukaannya. Karena umumnya lapisan
permukaan mudah terpengaruh oleh kondisi perawatan. Hal ini dibuktikan oleh
kerusakan tampang melintang yang tebal jauh lebih kecil daripada yang ditunjukkan
oleh contoh bahan uji yang lebih kecil.

Gambar 2.7. Kuat Desak (Tekan) Beton yang Dikeringkan dalam Udara di
Laboratorium Sesudah Perawatan Awal dengan Membasahinya (Murdock dan
Brook, 1999)

Penggenangan atau penyiraman secara terus menerus tidak selalu merupakan
suatu cara yang praktis, dan akan lebih baik bila disokong dengan penerapan caracara lain. Proteksi terhadap penguapan air segera setelah pengecoran yaitu
menyelimuti permukaan beton dengan lembaran polythene atau kertas bangunan
merupakan cara yang paling efektif pada langkah-langkah berikutnya. Tetapi, karena

kurang baiknya daya insulasi bahan-bahan ini, mungkin diperlukan tambahan
perlindungan untuk mengurangi pengaruh panas sinar matahari. Secara alternatif,
Hessian (sejenis karung goni) yang basah dapat ditutupkan langsung pada
permukaan, segera setelah beton cukup keras agar hessian tidak menyebabkan
kerusakan atau melekat pada permukaan beton. Pasir basah, pada lapisan setebal 50
mm juga dapat digunakan untuk merawat permukaan horizontal yang luas. Baik
hessian basah ataupun pasir basah jarang dikerjakan dengan baik, penyiraman atau
pembasahan beton pada interval waktu tertentu siang dan malam hari sering
terlupakan.
Menggunakan pasir basah mempunyai kelemahan karena akan menambah
biaya sehubungan dibutuhkannya tenaga kerja tambahan untuk menempatkan dan
mengambil kembali pasir itu (Lubis, 1986 dan 1995). Permukaan lantai akan
mengering lebih cepat sehubungan dengan ketebalannya yang lebih tipis. Oleh
karena itu harus diadakan sarana yang memadai untuk mencegah kekeringan dengan
menyelimuti dengan kertas atau lembaran polythene yang kedap air. Lapisan tipis
untuk perawatan beton, yang harus diterapkan sementara beton masih basah
umumnya diterima sebagai suatu sarana yang memuaskan untuk perawatan beton.
Meskipun bukan yang paling efisien, perawatan yang paling praktis dan ekonomis
bentuknya ialah penggunaan senyawa kimia untuk perawatan beton dengan
penyiraman terutama pada permukaan horizontal yang luas.

Sistem Perawatan Beton Lainnya
Perawatan beton yang dipercepat (accelerated curing):
Dengan kondisi curing normal, beton mengeras secara perlahan. Curing harus
dipertahankan minimal 14 hari untuk mendapatkan kekuatan akhir yang mendekati
kekuatan beton yang dirawat 28 hari. Dengan mengerasnya pasta beton, akan
terbentuk penampang beton sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Lamanya
pencapaian kekuatan beton yang direncanakan supaya dapat memikul beban
menyebabkan pembongkaran bekisting dapat dilaksanakan setelah umur beton
mencapai empat minggu (28 hari). Pencapaian kekuatan beton dalam waktu yang
lebih singkat dapat dilakukan dengan menambah bahan tambahan untuk
mempercepat pengerasan atau dengan menaikkan temperatur saat curing.

Mempersingkat waktu curing untuk mendapatkan kekuatan umur normal beton 28
hari mempunyai beberapa keuntungan:
− Pembangunan dapat dipercepat.
− Penggunaan cetakan atau bekisting dapat digunakan secara berulangulang
dengan frekuensi yang tinggi, sehingga dapat menghemat biaya bekisting.
− Dapat mengurangi gudang penyimpanan beton yang telah mengeras, terutama
pada produksi beton pracetak.
− Mempercepat produksi beton dan mempercepat pengantaran ke lapangan.

Selain keuntungan di atas, cara curing ini memerlukan biaya yang cukup besar,
sehingga perlu dipertimbangan dari segi ekonomisnya. Metode mempercepat
perawatan beton dapat dilakukan dengan perawatan dengan uap panas. Ada 2 jenis
perawatan dengan uap panas:
a. Perawatan dengan uap panas tekanan rendah. Pemeliharaan dengan cara ini
adalah untuk mempercepat waktu pemeliharaan yang dapat dilakukan pada
tekanan atmosfir dan temperatur di bawah 100°C dan dimaksudkan untuk
menghasilkan siklus pekerjaan yang pendek pada industri komponen beton
(beton prefab/pracetak).
b. Perawatan dengan uap panas tekanan tinggi. Metode ini sangat berbeda
dengan metode pemeliharaan dengan uap bertekanan rendah dan bertekanan
atmosfir. Metode ini digunakan bila diperlukan pekerjaan beton yang
memerlukan persyaratan berikut:
− Diperlukan kekuatan awal tinggi dan kekuatan 28 hari dapat dicapai
dalam waktu 24 jam.
− Diperlukan keawetan yang tinggi dengan ketahanan terhadap serangan
sulfat atau bahan kimia lainnya, juga terhadap pengaruh pembekuan (cold
storage) atau temperatur yang tinggi.
− Diperlukan beton dengan susut dan rangkak rendah.

Kedua jenis perawatan tersebut memerlukan biaya dan waktu perawatan yang
tidak sama. Waktu perawatan dengan tekanan tinggi lebih cepat dari waktu
perawatan dengan tekanan rendah.

Senyawa kimia untuk perawatan beton:
Senyawa kimia untuk perawatan dengan membentuk lapisan tipis adalah suatu
cairan yang disemprotkan pada permukaan beton untuk menghambat penguapan air
dari beton. Sebuah jenis penyemprot kebun yang dapat dipegang dengan tangan
sesuai untuk pekerjaan ini. Hampir semua bahan-bahan kimia untuk perawatan beton
yang tersedia di pasaran dan terbukti memuaskan pemakaiannya terdiri dari larutan
sejenis damar. Setelah digunakan, larutan itu menguap dan meninggalkan permukaan
beton. Lapisan resin (sejenis damar) tersebut tinggal dengan sempurna sekitar empat
minggu. Selanjutnya lapisan ini menjadi getas dan mulai mengelupas akibat
pengaruh sinar matahari dan cuaca. Pengujian di laboratorium dan pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa cara ini telah memberikan perawatan pada beton yang
setara dengan membasahinya secara terus menerus selama 14 hari. Penggunaan
curing compound biasanya dilakukan untuk permukaan beton yang vertikal dan
terkena sinar matahari seperti kolom, balok dan dinding beton.

Pemeliharaan dengan sistem elektris:
Pemeliharaan dengan uap bila digunakan untuk komponen yang besar di
lapangan tidak praktis untuk diterapkan. Untuk tujuan ini, sejumlah cara dengan
sistem elektris telah dikembangkan oleh berbagai perusahaan. Namun metode ini
kurang banyak digunakan di lapangan pekerjaan. Metode ini menggunakan resistor
yang berfungsi menyalurkan arus listrik. Yang berfungsi sebagai resistor itu adalah
campuran beton itu sendiri, tulangan atau benda-benda yang terdapat di dalam
penampang beton. Di dalam pelaksanaannya ditemui kesukaran yang membuatnya
hampir tidak mungkin untuk menyalurkan arus listrik pada keseluruhan bahan di
lapangan. Hal ini disebabkan terbatasnya panjang penulangan dan besarnya
penampang yang harus dialiri, dan hal yang sama juga terlihat bila menggunakan
batang tulangan prategang sebagai resistor. Dari hasil pengamatan, kabel prategang
lebih sesuai bila digunakan sebagai resistor. Oleh karena itu pemeliharaan elektrik
memberikan hasil yang memuaskan bila menggunakan berkas kabel prategang
(Neville, 1982).

2.2. Bahan Penyusun Beton
2.2.1 Semen
2.2.1.1 Umum
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi
pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar,
sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton
segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).
Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat. Semen
merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan
yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1).Semen
non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi
dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air.
Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak,
semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.2.1.2 Sejarah Semen
Mundurnya kerajaan Romawi beton tidak dipakai lagi. Baru sekitar 1760 di
Inggris, J.Smeaton menemukan bahwa jika kapur yang mengandung lempung
dibakar, bahan tersebut akan mengeras di dalam air. Jenis semen ini menyerupai
dengan apa yang dibuat pada jaman Romawi. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan
oleh J.Parker pada masa yang sama yang lebih mengarah ke komersil,
penggunaannya sekitar awal abad ke-19 di Inggris dan kemudian di Prancis. Karya
konstruksi sipil pertama yakni jembatan pertama yang dibuat dengan beton tak
bertulang dilakukan tahun 1816 di Souillac, Prancis. Nama semen portland diusulkan
oleh Joseph Aspdin, 1824, karena bahan ini yaitu bahan campuran air, pasir dan
batu-batuan yang bersifat pozolan dan berbentuk bubuk diolah pertama kali di pulau
Portland dekat pantai Dorset, Inggris. Pertama kali semen portland diproduksi di

Amerika Serikat oleh David Saylor di kota Coplay Pennysilvania, 1875. Sejak saat
itu semen portland berkembang dibuat sesuai kebutuhan.
Di Indonesia kita telah mempunyai banyak pabrik semen portland modern
dengan mutu internasional. Pabrik semen ini menyebar di Sumatera, Jawa dan
Sulawesi.
1) Sumatera, Semen Padang, di Padang yakni pabrik semen Indarung, dan
semen Tiga Gajah yakni di pabrik semen Baturaja, Sumatera Selatan.
2) Jawa, Semen Gresik, Semen Cibinong, Semen Tiga Roda, Semen Nusantara.
3) Sulawesi, pabrik semen Tonasa.

2.2.1.3 Bahan Penyusun Semen
Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan
kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang
padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil industri dari
paduan bahan baku : batu gamping/kapur sebagi bahan utama, yaitu bahan alam yang
mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), dan lempung/tanah liat yaitu bahan
alam yang mengandung senyawa: Siliki Oksida (SiO 2 ), Alumunium Oksida (Al 2 O 3 ),
Besi Oksida (Fe 2 O 3 ) dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya
dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses
pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips
(gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Fungsi utama dari semen adalah untukmengikat partikel agregat yang terpisah
sehingga menjadi satu kesatuan. Bahan dasar pembentuk semen adalah :
a. 3CaO.SiO 2 (tricalcium silikat) disingkat C 3 S (58% - 69%)
b. 2CaO.SiO 2 (dicalcium silikat) disingkat C 2 S (8% - 15%)
c. 3CaO.Al 2 O 3 (tricalcium aluminate) disingkat C 3 A (2% - 15%)
d. 4CaO.Al 2 O 3 .Fe 2 O 3 (tetracalcium alummoferrit) disingkat C 4 AF(6-14%)
Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran

mortar.

Kandungan semen hidraulis yang tinggi akan memberikan banyak keuntungan,

antara lain dapat membuat campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih
tahan air, lebih cepat mengeras, dan juga memberikan rekatan yang lebih baik.
Kerugiannya adalah dengan cepatnya campuran mortar mengeras, maka dapat
menyebabkan susut kering yang lebih tinggi pula. Mortar dengan kandungan hidrulik
rendah akan lebih lemah dan mudah dalam pergerakan .
Sifat-sifat fisik semen yaitu :
1. Kehalusan Butir
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara
umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat
mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke
permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton
untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.
2. Waktu ikatan
Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap
dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut
terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen
dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat
awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut
waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen
adalah :


Waktu ikat awal > 60 menit



Waktu ikat akhir > 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu
waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi
Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat
yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media
perekat ini disebut hidrasi.
4. Pengembangan volume (lechathelier)
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena
itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville, 1995).

Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan
timnul retak – retak.
2.2.1.4 Semen Portland (Portland Cement)
Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air
atau larutan garam. Contoh khas adalah semen portland. Untuk menghasilkan semen
portland, bahan berkapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebagian untuk
membentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips
dalam jumlah yang sesuai.
Semen portland adalah material yang mengandung paling tidak 75 % kalsium
silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5 % berupa Al silikat,
Al feri silikat, dan MgO (Hanenara, 2005; Taylor, 2009). Ratio mole antara CaO
terhadap SiO2 tidak kurang dari 2. Pada tabel 2.1, ditunjukkan komposisi kimia
komponen yang ada di dalam semen portland.
Semen portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan
sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portland dibuat dari serbuk halus kristalin yang komposisi utamanya adalah
kalsium dan aluminium silikat. Bahan baku utama dalam pembuatan semen portland
adalah sebagai berikut :


Kapur (CaO) – dari batu kapur (60 -65%)



Silika (SiO 2 ) – dari lempung (17 – 25%)



Alumina (Al 2 O 3 ) – dari lempung (3% – 8%)

Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland
Nama Kimia

Rumus Kimia

Singkatan

% berat

Tricalcium Silicate

3CaO.SiO2

C3S

50

Dicalcium Silicate

2CaO.SiO2

C2S

25

Tricalcium Aluminate

3CaO.Al2O3

C3A

12

Tetracalcium Aluminoferrite

4CaO.Al2O3.Fe2O3

C4AF

8

Gypsum

CaSO4.H2O

CSH2

3,5

Sumber : Paul Nugraha, Antoni , 2007
Jika Ditinjau dari penggunaannya, semen Portland dapat dikelompokan sebagai
berikut :
a. Jenis I (Normal portland cement)
Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara
umum yang tidak memerlukan sifat – sifat khusus. Misalnya pembuatan
trotoar dan lain-lain.
b. Jenis II (hifh – early – strength portland cement)
Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau
acuannya segera perlu dilepas.
c. Jenis III (modifid portland cement)
Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih
lambat.jenis ini di gunakan untuk bangunan tebal seperti pilar dengan ukuran
besar. Panas hidrasi yang sangat rendah dapat mengurangi terjadinya retak –
retak pergeseran.
d. Jenis IV (low heat portland cement)
Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas
hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat . jenis ini di
gunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan gravitasi – gravitasi
besar.
e. Jenis V (Sulfate resisting portland cement)
Jenis ini merupakan jenis khusus maksudnya hanya pada penggunaan
bangunan – bangunan yang kena sulfat, seperti ditanah yang kadar alkalinya
tinggi. Pengerasan berjalan lebih lambat dari p[ada semen pordlan biasa.
f. Portland Pozzolan Cement (PPC)
Semen portland pozzolan adalah campuran dari semen tipe I biasa dengan
pozzolan.

2.2.2 Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat
tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya
sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik
dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam
atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat
halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar
ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm
(4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm).
Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang
berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm
disebut kerikil kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih
kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk
pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan
tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan
pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.
Agregat biasanya menempati 75% dari isi total beton, maka sifat-sifat dari
agregat ini mempunyai pengaruh yang besar perilaku dari beton yang sudah
mengeras. Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga
mempengruhi ketahanan (durability, daya tahan kemunduran mutu akibat siklus dari
pembekuan pencairan). Agregat lebih murah dari pada semen, maka logis
mempergunakannya dengan persentase yang setinggi mungkin.
Agregat di bagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Agregat halus (pasir alami dan buatan)
2. Agregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan – pecahan dari Bkast
furnace)
Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan
massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari

sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral,
klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisika
dan kimia, struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang
tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel, tekstur
dan absorbsi permukaan.
Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat
dapat bersifat kurang kuat karena dua hal:
1. Karena terhindar dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat
tetapi tidak baik dalam hal pengikatan.
2. Porositas yang besar, porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang
menentukan ketahanan terhadap beban kejut.
Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak
dipengaruhi oleh lkatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat
biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxial) yang
lebih tinggi. Butir-butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat
menghasilkan kekuatan beton yang dapat diandalkan. Kekerasan sedang mungkin
justru lebih menguntungkan, karena dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang
terjadi, atau pembasahan dan pengeringan, atau pemanasan dan pendinginan dan
dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya retakan dalam
beton. Butiran yang lemah dan lunak perlu dibatasi nilai minimumnya jika ketahan
terhadap abrasi yang kuat diperlukan. Modulus elastisitas agregat juga penting
diketahui karena memberikan konstribusi dalam modulus elastisitas beton.

2.2.2.1 Agregat Halus
Agregat halus adalah pengisi yang berupa pasir, agregat yang terdiri dari butirbutir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya
tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan
hujan. (Istimawan Dipohusodo,l999)
Pasir umumnya terdapat disungai-sungai yang besar. Akan tetapi sebaiknya pasir
yang digunakan untuk bahan-bahan bangunan dipilih yang memenuhi syarat. Syaratsyarat untuk pasir adalah sebagai berikut:
1. Butir-butir pasir harus berukuran antara (0,l5 mm dan 5 mm).

2. Harus keras, berbentuk tajam, dan tidak mudah hancur dengan pengaruh
perubahan cuaca atau iklim.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (persentase berat dalam
keadan kering).
4. Bila mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasirnya harus dicuci.
5. Tidak boleh mengandung bahan organik, garam, minyak, dan sebagainya.

Pasir untuk pembuatan adukan harus memenuhi persyaratan diatas, selain pasir
alam (dari sungai atau galian dalam tanah) terdapat pula pasir buatan yang dihasilkan
dari batu yang dihaluskan dengan mesin pemecah batu, dari terak dapur tinggi yang
dipecah-pecah dengan suatu proses. (Daryanto, 1994)

Spesifikasi dari Agregat halus
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka
barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut
adalah :


Susunan Butiran ( Gradasi )
Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut.
Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui
Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
 Pasir Kasar

: 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang

: 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus

: 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan
ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM

Persentase berat yang lolos pada tiap
saringan

9.5 mm (3/8 in)

100

4.76 mm (No. 4)

95 – 100

2.36 mm ( No.8)

80 – 100



1.19 mm (No.16)

50 – 85

0.595 mm ( No.30 )

25 – 60

0.300 mm (No.50)

10 – 30

0.150 mm (No.100)

2 - 10

Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),
tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.



Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )



Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder.



Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan
di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari
0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.



Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
 Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.



Berat Jenis dan Absorbsi
Pemeriksaan ini untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan
penyerapan air (absorbsi) pasir. Berat jenis SSD merupakan perbandingan
antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan
SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan pasir jenuh
dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana
pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan
nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori
penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir
yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan
SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

Berat Jenis Kering

=

Berat Jenis SSD

=

Berat Jenis Semu

=

Absorbsi

=

A
B + 500 − C
500
B + 500 − C
A
B+ A−C
500 − A
A

Dimana:
A = berat pasir dalam keadaan kering (gr)
B = berat piknometer berisi air (gr)
C = berat piknometer berisi air dan pasir (gr)


Berat Isi Pasir
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan
longgar. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa Berat Isi dengan cara longgar
harus >1125Kg/m3, dan cara rojok harus >1250Kg/m3. Dari hasil
pemeriksaan akan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih
besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa
pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui
berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya
mengetahui volumenya saja. Dengan cara yang sama pada permeriksaan
Berat Isi pasir maka diperoleh berat isi dari Strapping band.

Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton ringan ini adalah pasir yang
lolos ayakan (Standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil 5mm. Adapun
kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah
mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi
mulai dari percetakan hingga pengeringan. Pasir ini memang sangat penting dalam
pembuatan beton ringan, tapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan

kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel
berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak
bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (Filler). Pasir yang baik
digunakan untuk pembuatan beton ringan berasal dari sungai dan untuk pasir dari
laut harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan perkaratan dan masih
mengandung tanah lempung yang dapat membuat beton menjadi retak-retak.

2.2.2.2 Agregat kasar
Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat yang berukuran lebih
besar dari 5 mm, sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan
hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya
dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi
daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia. Serta
ketahanan terhadap penyusutan.
Jenis agregat kasar secara umum adalah sebagai berikut :
1. Batu pecah alami : Bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang
digali, yang berasal dari gunung merapi.
2. Kerikil alami : kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi
maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.
3. Agregat kasar buatan : terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan
untuk beton berbobot ringan. Biasanya hasil dari proses lain seperti dari blast
-furnace dan lain-lain.
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : dengan adanya tuntutan
yang spesifik pada zaman atom yang sekarang ini, juga untuk pelindung dari
radaisi nuklir sebagai akibat banyaknya pembangkit atom an stasiun tenga
nuklir, maka perlu ada beton yang melindungi dari sinar X, sinar gamma, dan
neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat kemudahan
pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat yang diklasifikasikan disini
misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut :

1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran
yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran
yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan
semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam
batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 3.2.
Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)
Ukuran Lubang Ayakan

Persentase Lolos Kumulatif

(mm)

(%)

38,10

95 - 100

19,10

35 - 70

9,52

10 - 30

4,75

0-5

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah
basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen,
yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam
mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk
pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau
dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.
3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau
tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau
hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak
boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1%
maka agregat harus dicuci.
5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban
penguji 20 ton di