Optimasi Parameter Support Vector Machine (SVM) dengan Particle Swarm Optimization (PSO) Untuk Klasifikasi Pendonor Darah Dengan Dataset RFMTC

  

Vol. 2, No. 12, Desember 2018, hlm. 7278-7284 http://j-ptiik.ub.ac.id

Optimasi Parameter Support Vector Machine (SVM) dengan Particle

Swarm Optimization (PSO) Untuk Klasifikasi Pendonor Darah Dengan

1 Dataset RFMTC 2 3 I Gusti Ngurah Ersania Susena , Muhammad Tanzil Furqon , Randy Cahya Wihandika

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

  

Abstrak

  Donor darah merupakan salah satu kegiatan kemanusiaan yang dilakukan secara sukarela. Darah merupakan salah satu unsur zat terpenting yang dimiliki manusia pada siklus kehidupan manusia. Dalam melaksanakan kegiatan donor darah, pemantauan ketersediaan stok kantung darah biasanya menjadi masalah utama. Untuk memenuhi stok kantung darah diperlukannya sistem yang dapat memprediksi perilaku pendonor darah. RFMTC (Recency, Frequency, Monetary, Time, Churn Probability) adalah metode RFM yang telah di modifikasi agar dapat melihat perilaku dari pendonor yang dapat mendonorkan darahnya kembali atau tidak mendonor. Maka dari itu dibutuhkan klasifikasi dari perilaku pendonor darah dengan menggunakan metode SVM-PSO. Dengan teknik SVM bekerja untuk mencari

  

hyperplane yaitu garis pemisah antar kelas data. Kemudian teknik PSO bekerja untuk mencari nilai

range parameter masukan yang dibutuhkan SVM agar mendapat nilai hyperplane yang optimal.

  Penelitian ini menggunakan 748 data dari UCI dataset dengan 4 fitur utama dan 2 kelas. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai akurasi sebesar 90% dengan nilai learning rate SVM yang kecil dan nilai jumlah partikel PSO yang rendah .

  Kata kunci: RFMTC, Pendonor darah, SVM, PSO, SVM-PSO, Klasifikasi, Parameter, Optimasi.

  

Abstract

Blood donation is one of voluntary humanitarian activities. Blood is one of the most important

substances that humans have in the human life cycle. In carrying out blood donation activities,

monitoring the stock availability of blood bags is usually a major problem. To know ammount stock of

blood bag we need a system that can predict the behavior of blood donors. RFMTC (Recency,

Frequency, Monetary, Time, Churn Probability) is a modified RFM method in order to see the behavior

of donors who can donate their blood or not to donate again. Therefore, SVM-PSO method needed to

know classification of blood donors behavior. With SVM techniquesto find hyperplane that is the

dividing line between data classes. Then the PSO technique to find the range of input parameters that

SVM needed to get the optimal hyperplane value. This research uses 748 data from UCI dataset with 4

main features and 2 classes. Based on the test that has been done obtained the accuracy of 90% with

the value of learning rate SVM small and the value of the number of PSO particles are low.

  Keywords: RFMTC, Blood Donors, SVM, PSO, SVM-PSO, Classification, Parameter, Optimization.

  darah di Indonesia o seringkali dilakukan dan 1. dikelola oleh PMI. Di luar itu ada juga

   PENDAHULUAN

  komunitas donor darah o yang berdiri secara Darah merupakan materi biologis yang sukarela. Pemenuhan kebutuhan darah sangat hidup dan belum dapat o diproduksi di luar tubuh penting untuk meningkatkan pelayanan manusia. Definisi dari donor darah adalah proses kesehatan dan membantu dalam upaya pemindahan darah dari p pendonor yang sehat menyelamatkan o nyawa seseorang (Kementerian jasmani dan rohani kepada penerima donor

  Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dalam darah (resipien). Proses pengambilan darah mendonorkan darah sangat dibutuhkan dilakukan secara sukarela dan disimpan k di bank partisipasi dari masyarakat sendiri dengan sarana darah sebagai stok untuk dapat digunakan kesehatan yang ditunjang o oleh ketersediaan transfusi darah selanjutnya. Kegiatan donor

  Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

7278 fasilitas, sarana dan prasarana yang dapat menjamin ketersediaan darah dalam jumlah yang cukup, aman dan berkualitas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

  Minim kesadaran dari masyarakat sendiri untuk menjadi pendonor golongan sukarela yang menjadikan persediaan kantong darah di Unit Donor Darah (UDD) menjadi kurang tercukupi atau rendah. Data ideal untuk ketersediaan darah yang diperuntukkan untuk donor darah adalah 2,5% dari jumlah penduduk. Indonesia sendiri terdata pada tahun 2013 terdapat kekurangan kantong darah sebanyak 2.476.389 (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014). Donor darah di Indonesia kebanyakan bersifat musiman atau dilakukan berkaitan dengan event tertentu, ini bertolak belakang dengan negara maju yang sangat rutin mendonor secara sukarela setiap tiga bulan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014). Menurut American Red Cross, darah hasil dari donor tidak dapat bertahan setelah 42 hari sejak didapatkan dari pendonor darah. Salah satu cara untuk memenuhi ketersediaan kantong darah yang mencukupi adalah dengan mempunyai data sumbangan rutin dari relawan yang sehat (Darwiche et al , 2010). Untuk memenuhi stok kantung darah diperlukannya sistem yang dapat memprediksi perilaku pendonor darah. RFMTC (Recency, Frequency, Monetary, Time, Churn

  space

  ini akan dibangun suatu sistem sebagai optimasi untuk klasifikasi data perilaku pendonor darah dengan metode Support Vector Machine (SVM) dan Particle Swarm Optimization (PSO) yang bertujuan untuk mendapatkan meminimalkan kesalahan generalisasi dan menentukan parameter terbaik dari Support Vector Machine (SVM). Maka judul yang diangkat pada skripsi ini adalah Optimasi Akurasi Support Vector

  Swarm Optimization (PSO). Maka pada skripsi

  Dengan demikian permaslahan diatas solusi untuk klasifikasi perilaku pendonor darah menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) untuk mencari hyperplane garis pemisah antar kelas data dan dioptimasi dengan Particle

  mendapatkan nilai akurasi. Sehingga PSO disini sangat berperan penting dalam mencari partikel terbaik agar nilai akurasi keluaran dari SVM meningkat.

  learning yang ada pada metode SVM untuk

  Penelitian sebelumnya terkait dengan uji metode SVM-PSO adalah penelitian yang dilakukan oleh Musyaffa et all., dengan membandingkan nilai akurasi metode SVM dan SVM-PSO tentang memprediksi risiko penyakit liver. Hasil nilai akurasi yang diberikan oleh metode SVM sebesar 71,36% sedangkan ketika diberikan optimasi pada parameter SVM oleh PSO akurasi dapat meningkat menjadi 77,36%. Dapat disimpulkan bahwa nilai parameter untuk pelatihan SVM berpengaruh terhadap sequential

  Nugroho (2018) mengenai klasifikasi pendonor darah menggunakan SVM dengan dataset RFMTC menunjukkan bahwa SVM sangat cocok digunakan untuk mencari perilaku dan klasifikasi pendonor darah. Dengan menguji sejumlah perbandingan rasio data actual dan data prediksi sebesar 50%:50%. Penelitian sebelumnya berhasil menemukan hyperplane terbaik sebagai garis pemisah kelas data dengan inputan nilai parameter yang sudah ditentukan sebelumnya dan memperoleh akurasi sebesar 64,75%.

  dari parameter Support Vector Machine (SVM). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

  menentukan parameter optimal dengan menemukan parameter yang memiliki akurasi terbaik saat mereka bergerak dalam problem

  Probability ) adalah metode RFM yang telah di

  Particle Swarm Optimization (PSO). Particle Swarm Optimization (PSO) digunakan untuk

  digunakan yang dapat menjadi satu kemampuan algoritma pembelajaran untuk klasifikasi serta regresi. Support Vector Machine (SVM) juga memiliki akurasi tinggi dengan kesalahan yang relatif kecil dan dapat digunakan untuk melakukan prediksi, selain memiliki kelebihan tentunya Support Vector Machine (SVM) juga memiliki kekurangan dalam menentukan nilai parameter yang optimal. Beberapa algoritma banyak direkomendasikan untuk mengoptimasi parameter pada machine learning seperti

  Support Vector Machine (SVM) dapat

  atas untuk mengatasi masalah klasifikasi dan regresi dengan linier ataupun non-linier kernel

  hyperplane yang optimal. Berdasarkan uraian di

  SVM-PSO. Dengan teknik SVM bekerja untuk mencari hyperplane yaitu garis pemisah antar kelas data. Kemudian teknik PSO bekerja untuk mencari nilai range parameter masukan yang dibutuhkan SVM agar mendapat nilai

  dibutuhkan klasifikasi dari perilaku pendonor darah dengan menggunakan metode

  modifikasi agar dapat melihat perilaku dari pendonor yang dapat mendonorkan darahnya kembali atau tidak mend onor. Maka dari itu

  Machine (SVM) dengan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk Klasifikasi Pendonor Darah Dengan RFMTC.

2. Tahapan Algoritme

  47 Keterangan: R = Recency F = Frequency M = Monetary T = Time C = Churn Probability / Class Pada tabel diatas menunjukkan data uji dengan 5 dari data kelas bisa mendonor dipresentasikan dengan 1 dan 5 dari data kelas tidak bisa mendonor dipresentasikan dengan 0.

  ) dengan batasan partikel yang

  ), complexity ( C ) dan sigma ( σ

  ), gamma ( γ

  lambda ( λ

  Membentuk range partikel yang terdiri dari

  2.1. Proses PSO

  1 13 3,25

Tabel 2.2 Range Partikel

  10

  58

  4 23 5,75

  9

  35

  3

  12

  ditentukan secara random dan setelah nilai partikel terbentuk kemudian dapat menjadi parameter yang dibutuhkan pada metode SVM. Pembentukan range partikel dapat dilihat pada Tabel 2.2.

  Batas

  8

  2.3. Update Posisi Partikel Update posisi partikel dilakukan untuk

  Hasil keluaran dari update posisi partikel diatas adalah nilai parameter yang dibutuhkan untuk uji SVM.

  (2)

  1     i v i x i x j j j

  1

       

  mendapat keluaran berupa partikel baru untuk digunakan pada parameter uji kernel SVM kembali. Update posisi dinyatakan pada persamaan berikut:

        1 1 1 1 1 (1)

  λ γ C σ

      i x g r c i x p r c i v i v j best j best j j

         

  Kemudian melakukan proses kecepatan partikel yang ditunjukkan pada persamaan berikut:

  2.2. Hitung Kecepatan Partikel

  5 10 1000 10000 Hasil keluaran dari range partikel diatas adalah nilai parameter untuk uji kernel SVM

  1 Atas

  Bawah 0,01 0,0001 0,01

  1

  Untuk mendapatkan akurasi dari proses klasifikasi perilaku pendonor darah dengan mendapatkan parameter optimal menggunakan SVM-PSO dimulai dengan menginisialisasi dan membangkitkan nilai partikel PSO berdasarkan

  range

  2 6 1,5

  1

  11

  2 5 1,25

  2

  1

  15

  1

  2 14 3,5

  No R F M T C

Tabel 2.1 Data Uji

  Pada proses diatas diperlukannya data uji untuk membentuk model perhitungan akurasi klasifikasi. Dimana data uji terdiri dari 4 fitur yaitu recency, frequency, monetary dan time dengan 2 kelas yaitu bisa dan tidak bisa mendonor darah. Data uji terkait dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Gambar 2.1 Flowchart SVM-PSO

  SVM-PSO ditunjukkan pada Gambar 2.1

  learning, lalu mendapatkan nilai akurasi. Proses

  partikel, lalu proses PSO dengan mengurutkan Pbest dan mendapatkan Gbest, kemudian menghitung kecepatan partikel, dan mengupdate posisi partikel yang digunakan selanjutnya pada metode SVM. Metode SVM dimulai dengan input data uji, perhitungan kernel RBF, matriks hessian, proses sequential

  3

  48

  1

  6

  4

  4

  7

  77

  6

  24

  1

  1

  1

  4

  2 3 0,75

  5

  1

  49

  2 15 3,75

  4

  4

  2.4. Kernel SVM Dimensi

  Kernel SVM yang dipakai adalah kernel Pengujian range ruang pencarian dimensi pada lambda ( RBF yang membutuhkan nilai sigma ( ) dan 10 λ), batas batas yang akan diuji

  σ

  dimulai dari 0,0001, 0,001, 0,01, 0,1, 1, 10, 20, data uji ternormalisasi yang ditunjukkan pada 30, 50, dan 100. Hasil pengujian ditunjukkan

Tabel 2.1 dengan persamaan berikut:

  2 pada Gambar 3.1.

    xy

  (3)  

  K x , y  exp 

    2

   

  2   

  Kemudian membentuk matriks kernel 10x10. Untuk digunakan selanjutnya pada proses sequential learning.

  2.5. Sequential learning SVM

  merupakan teknik

  Sequential learning

  pembelajaran untuk mencari hyperplane garis pemisah data antar kelas. Sequential learning

Gambar 3.1 Pengujian lambda( membutuhkan masukan nilai kernel RBF pada

  λ)

  persamaan 1, gamma( ), complexity (C) yang

  γ

  Berdasarkan pada Gambar 3.1 hasil dinyatakan pada alur persamaan berikut:

  2

  pengujian nilai lambda didapatkan bahwa

  D y y K x x  ,  

      (4) ij i ji j

  semakin lambda menjauhi nilai 0 maka akan

  n

  mendapatkan nilai akurasi yang semakin

  E = D  (5) i j ij

  membaik, tapi akan mengakibatkan lamanya

   j 

  1

  proses pembelajaran dan komputasi pada

  (6) min max   1  E ,    , C  

    ii i  perhitungan matriks hessian karena nilai lambda yang digunakan semakin besar (Vijayakumar).

       (7) i i i

  Pada penelitian ini nilai akurasi optimal didapat pada rentang parameter 0,1-100.

  2.6. Nilai Akurasi SVM

  Pada pengujian range ruang dimensi pada

  Setelah mendapatkan nilai sequential 0,0001, 0,001, 0,01, 0,1, 1, 10, 100, 1000, dan

  gamma ( γ), batas yang akan digunakan adalah

  learning kemudian mencari nilai akurasi dengan

  10000. Hasil pengujian ditunjukkan pada alur persamaan berikut: Gambar 3.2. Mencari nilai w:

  n w =  y x (8) i i i

    i

1 Mencari nilai bias:

  1  

  (9)

  • b = x . wx . w

    i i

2 Mencari nilai fungsi f(x):

  n

    f x = sign   y xxb  (10)

    i i ii 1

    

Gambar 3.2 Pengujian gamma(

  γ) Berdasarkan Gambar 3.2 hasil pengujian nilai gamma(

  γ) dapat disimpulkan bahwa semakin rendah nilai gamma( γ) maka tingkat laju pembelajaran akan berjalan lebih lama dan

3. PENGUJIAN DAN ANALISIS semakin tinggi nilai gamma(

  γ) maka tingkat laju pembelajaran akan berjalan lebih cepat. Pada

3.1. Pengujian Batas Ruang Pencarian penelitian ini nilai akurasi yang optimal didapat pada rentang 0,000001-1.

  Pengujian dilakukan lagi untuk mencari ruang pencarian dimensi complexity (C), batas yang akan diuji yaitu 0,001, 0,01, 0,1, 1, 10, 100, 1000 dan 10000. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.3.

  paling terbaik agar mendapatkan solusi terbaik dari tingkat akurasi yang dihasilkan. Jumlah iterasi yang digunakan yaitu 10, 20, 50, 100, 200, 300, 400, 600, 800, dan 1000. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.6 Pengujian C 1 dan C

  Pengujian pada nilai kombinasi nilai konstanta akselerasi ini digunakan untuk dapat memilih nilai kombinasi pada konstanta akselerasi yang terbaik sehingga menghasilkan solusi terbaik yang didasarkan pada tingkat akurasi yang dihasilkan. Nilai konstanta yang akan diuji yaitu 2, 2,5, 3, 3,5, 4, 4,5, 5, 5,5, 6, 6,5, dan 7 dari setiap konstanta akselerasi. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.6.

  3.3. Pengujian Kombinasi Nilai Konstanta Akselerasi

  Dapat dilihat dari perkembangan grafik yang memungkinkan semakin banyaknya iterasi pelatihan maka nilai akurasi yang dihasilkan sama.

  α yang semakin besar menunjukkan bahwa nilai akurasi tetap sama.

  iterasi pelatihan

  α sebesar 10. Dengan

  Berdasarkan Gambar 3.5, dengan menunjukkan akurasi terbaik didapatkan pada jumlah iterasi pelatihan

  α

Gambar 3.5 Pengujian iterasi

  α yang

Gambar 3.3 Pengujian complexity (C)

  Pengujian ini dilakukan untuk dapat menentukan jumlah iterasi pelatihan

  3.2. Pengujian Jumlah Iterasi Pelatihan α

  bahwa jika nilai sigma yang diberikan terlalu kecil akan terjadinya ovefit pada data uji dan jika bernilai besar akan membuat komputasi berjalan lebih lama untuk fungsi yang kompleks. Pada penelitian ini nilai akurasi yang optimal didapat pada rentang 0,01-0,1.

  σ) ini membuktikan

  Berdasarkan Gambar 3.4, pada percobaan pengujian nilai sigma (

  (σ)

Gambar 3.4 Pengujian varian

  akan diuji adalah 0,001, 0,01, 0,1, 1, 10, 100, 1000 dan 10000. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.4.

  (σ), dengan batas yang

  Selanjutnya melakukan pengujian pencarian dimensi varian

  Berdasarkan Gambar 3.3 ditunjukkan bahwa pengujian nilai C yang didapatkan bahwa semakin rendah nilai C menunjukkan bahwa nilai akurasi sangat rendah namun setelah melewati 0,01 cenderung naik pada nilai C 0,1 dan konvergen sampai pada nilai C 10 kemudian ketika nilai C diberikan jumlah yang lebih besar, akurasi yang dihasilkan cenderung turun namun tidak lebih buruk dari nilai akurasi terendah sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh nilai C sangat besar terhadap proses sequential learning SVM.

  2 Berdasarkan Gambar 3.6 akurasi yang terbaik didapatkan pada c 1 = 2 dan c 2 = 2. Pada grafik menunjukkan bahwa semakin besar jumlah partikel maka nilai akurasi yang dihasilkan tetap sama. Semakin besar nilai partikel yang diinputkan nilai akurasi cenderung konvergen.

  3.4. Pengujian Jumlah Partikel

  range pencarian dimensi gamma (

  Arafi, A., Fajr, R. & Bouroumi, A., 2013. Breast Cancer Data Analysis Using Support Vector Machines and Particle Swarm Optimization. Morocco.

  American Cancer Society. Blood Transfusion and Donation. Tersedia di: http://www.cancer.org [Diakses 3 Maret 2017]

  5. DAFTAR PUSTAKA

  α = 10.

  0,1, jumlah partikel = 10, jumlah iterasi maksimum = 10, konstanta akselerasi pertama (c 1 ) = 2 dan kedua (c 2 ) = 2, dan jumlah iterasi pelatihan

  (σ) = 0,01-

  1, range pencarian dimensi complexity(C) = 0,1- 100, range pencarian dimensi varian

  γ) = 0,000001-

  λ) = 0,1-100,

  Pengujian pada jumlah partikel digunakan untuk dapat menentukan jumlah partikel yang terbaik berdasrakan tingkat akurasi yang dihasilkan. Jumlah partikel yang akan di uji yaitu 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.7

  Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada setiap parameter SVM dan PSO ini dapat disimpulkan bahwa akurasi terbaik sebesar 90% pada parameter dengan jumlah partikel PSO yang rendah dan dengan iterasi pelatihan SVM yang kecil, detail parameter yang diperoleh yaitu range pencarian dimensi lambda (

  4. KESIMPULAN

  Berdasarkan Gambar 6.8, akurasi terbaik yang didapatkan dari jumlah iterasi partikel sebesar 10. Semakin besar nilai jumlah iterasi partikel maka semakin besar juga akurasi yang didapatkan. Namun dapat memperlambat program dalam menjalankan sistem karena banyaknya jumlah iterasi partikel yang dilakukan. Dilihat pada grafik semakin besar nilai jumlah iterasi partikel maka akurasi yang dihasilkan cenderung konvergen.

Gambar 3.8 Pengujian Iterasi Partikel

  Pengujian jumlah iterasi partikel ini digunakan untuk dapat menentukan jumlah iterasi partikel terbaik agar dapat menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pada tingkat akurasi yang dihasilkan. Jumlah dari iterasi yang akan diuji yaitu 10, 20, 30, 40, 50, 60, 80, dan 100. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.8.

  3.5. Pengujian Jumlah Iterasi Partikel

  Berdasarkan Gambar 6.7, akurasi terbaik didapatkan dari jumlah partikel sebanyak 10. Pada grafik menunjukkan bahwa semakin besar jumlah partikel maka nilai akurasi yang dihasilkan tetap sama, namun dapat membuat eksekusi program semakin melambat karena banyaknya jumlah partikel yang diinputkan. Semakin besar nilai partikel yang diinputkan nilai akurasi cenderung konvergen.

Gambar 3.7 Pengujian partikel

  Darwiche, M., Feuilloy, M., Bousaleh, G., & Schang, D., 2010. Prediction of Blood Transfusion Donation. IEEE, 978.

  • –SVM hybrid system with feature selection and parameter optimization. Huafan University, Taipei, Taiwan.

  Kesehatan RI., 2014. Situasi Donor Darah di Indonesia. Santosa, B., 2011. Metode Metaheuristik Konsep dan Implementasi. Guna Widya.

  Vapnik, V.N., 1999. An overview of statistical learning theory. Neural networks, IEEE transactions on vol. 10 no. 5, pp. 1817- 1824.

  A. Eibe, editors, Proceedings of the Seventh Annual Conference on Evolutionary Programming, page 591-600. Springer- Verlag.

  In V. W. Porto, N. Saravanan, D. Waagen, and

  Shi, Y., & Eberhart, R.C., 1998. Parameter selection in particle swarm optimization.

  China. I-Cheng, Y., et al., 2008. Knowledge discovery on RFM model using Bernoulli sequence. Expert Systems With Application. China.

  Xu, X., et al. 2014. Enhanced Support Vector Machine Using Parallel Particle Swarm Optimization. International Conferenceon Natural Computation.

  An Efficient Parkinson Disease Diagnosis System Based on Least Squares Twin Support Vector Machine and Particle Swarm Optimization. India.

  Sarajevo, Bosnia and Herzegovina. Tomar, D., Prasad, B.R. & Agarwal, S., 2014.

  Cambridge, Massachusetts. Subasi, A., 2013. Classification of EMG signals using PSO optimized SVM for diagnosis of neuromuscular disorders. International Burch University.

  Surabaya. Scholkopf, B., & Smola A.J., 2002. Learning with Kernels. The MIT Press,

  IEEE international conference on neural networks, vol. 4, pp. 1942-1948. Pusat Data dan Informasi Kementerian

  Engelbrecht, A.P., 2007. Computational Intelligence, An Introduction, Second edition, JohnWiley & Sons Ltd., England.

  Kennedy, j., & Eberhart R.C., 1995. Particle Swarm Optimization. Proc.

  Ketersediaan Darah Ditentukan Partisipasi Masyarakat Menjadi Donor. Tersedia di: <www.depkes.go.id/article/print/16060 300001/Ketersediaan-darah-ditentukan- partisipasi-masyarakat-menjadi-donor> [Diakses 1 Maret 2017]

  Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

  Huang, Cheng, L., & Dun, J.F., 2008. A distributed PSO

  Department of Computer Science and Information Engineering, National Taiwan University.

  Comprehensive Foundation. Prentice Hall, New Jersey. Hsu, Chih-Wei et al. 2004. A Practical Guide to Support Vector Classification.

  Malaysia. Haykin, S., 1999. Neural Network: A

  IEEE International Conference on signal and image processing applications (ICSIPA).

  Optimization and Support Vector Machine.

  Evelyn, C.A., 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hassan, M., et al., 2013. Face Recognition based on Opposition Particle Swarm

  Wu, Q., Yan, H.S. & Yang, H.B., 2008. A Forecasting Model Based Support Vector Machine and Particle Swarm Optimization. Workshop on Power Electronics and Intelligent Transportation System. China.