CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY: IMPLIKASI STAKEHOLDER DAN LEGITIMACY GAP DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN

Ang Swat Lin Lindawati Marsella Eka Puspita

Universitas Ma Chung, Jl. Villa Puncak Tidar N-01. Malang, 65151 Surel: linda.wati@machung.ac.id

http://dx doi org/DOI: 10 18202/jamal 2015 04 6013

Abstrak: Corporate Social Responsibilty: Implikasi Stakeholder

dan Legitimacy Gap dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan. Tujuan penelitian menjelaskan beberapa signifikansi teori dalam proses pemben- tukan lahirnya konsep CSR bagi perusahaan Tanggung jawab dikomu- nikasikan oleh perusahaan kepada stakeholder melalui pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) CSR menjadi sinyal yang diberikan pihak manajemen kepada seluruh stakeholder termasuk calon investor mengenai prospek perusahaan di masa depan serta menunjukkan nilai lebih yang dimiliki oleh perusahaan atas kepeduliannya terhadap dam- pak ekonomi, sosial dan lingkungan yang timbul dari aktivitas perusa- haan Perbedaan kepentingan antara masyarakat dan perusahaan terha-

Jurnal Akuntansi Multiparadigma

dap penilaian dan harapan melahirkan legitimacy gap Secara teoretikal

JAMAL

konsep dapat dijelaskan bahwa pengungkapan CSR oleh pihak perusa-

Volume 6 Nomor 1

haan dapat meminimalkan Legitimacy gap.

Halaman 1-174 Malang, April 2015

Abstract: Corporate Social Responsibility: Implication of Stakeholder

ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

and Legitimation Gap in Improving Company Performance.This study aims to explain some of the significance theories in order to establishing the CSR concept for the company. This responsibility is communicated by

Tanggal Masuk: the company to its stakeholders through the disclosure of Corporate Social

Responsibility (CSR). CSR is provided by the management to stakehold- Tanggal Revisi:

23 Maret 2015

ers, potential investors about the future company’s prospects and show

the company’s value by the impact on the economic, social and environ- Tanggal Diterima:

24 April 2015

ment from its activities. The differences of interest between company and

28 April 2015

societies in term of valuation and expectations created the legitimacy gap. In the theoretical concepts explained CSR disclosure by the company can minimize the legitimacy gap.

Kata Kunci: CSR, Stakeholder theory, Legitimacy gap, Kinerja perusa- haan, Nilai perusahaan

Dalam konsep sustainability develop- masa depan serta menunjukkan nilai lebih ment, keberlanjutan suatu perusahaan ber-

yang dimiliki oleh perusahaan atas kepedu- gantung pada seberapa besar perusahaan liannya terhadap dampak ekonomi, sosial dapat bertanggungjawab terhadap dampak dan lingkungan yang timbul dari aktivitas yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan

perusahaan tersebut Perubahan nilai dan Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung

norma sosial dalam masyarakat menyebab- jawab sosial dan tanggung jawab financial.

kan pergeseran legitimasi (Lindblom 1994) Tanggung jawab kemudian dikomunikasi-

dan perusahaan dituntut untuk peka dan kan oleh perusahaan kepada stakeholder

mampu menyesuaikan perubahan tersebut melalui pengungkapan Corporate Social Re-

sehingga keberlanjutan perusahaan akan sponsibility (CSR) Pengungkapan CSR men-

terjamin Social responsibility dan social dis- jadi sinyal yang diberikanpihak manajemen

closure dapat menjadi cara untuk mengu- kepada seluruh stakeholder termasuk calon

rangi tekanan dari stakeholder yang mun- investor mengenai prospek perusahaan di cul akibat adanya legitimacy gap Selain itu,

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174 protes yang berasal dari stakeholders akan

berdampak pada eksistensi dan stabilitas operasional perusahaan Oleh karena itu, pengungkapan CSR sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk meminimalkan legitimacy gap melalui peningkatan kesesuaian antara operasional perusahaan dan pengharapan masyarakat

Menurut Patten (1990) pengungka- pan CSR dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam hal pen- danaan yang didasarkan atas kecenderung- an investor untuk berinvestasi pada perusa- haan yang memiliki etika bisnis yang baik, praktik terhadap karyawan yang baik, peduli terhadap dampak lingkungan dan memiliki tanggung jawab sosial perusahaan dengan stakeholder didasarkan pada pemikiran bahwa perusahaan dengan kriteria di atas memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan stakeholder, memiliki visi yang jauh ke depan dan mampu mengenali warning signals (Kurnianto 2011: 22)

Penelitian yang dilakukan oleh Lind- green et al. (2009) yang berjudul Corporate Social Responsibility: An Empirical Inves- tigation of US Organization secara empiris membuktikan bahwaeconomic performance merupakan determinan yang paling penting dalam penerapan kebijakan-kebijakan CSR di Amerika Serikat sedangkan stakeholder environments dan institutional environments memiliki pengaruh positif terhadap hubun- gan antara pengungkapan CSR dan harga saham (Rowley dan Berman 2000) Selain itu, Fiori et al. (2007) membuktikan bahwa pengungkapan yang dilakukan perusahaan terkait dengan tenaga kerja memiliki dam- pak positif terhadap harga saham dan me- nyatakan bahwadimensi community di dalam CSR memiliki dampak positif terhadap stock return meskipun tidak secara signifikan (Brammer et al 2006) Sementara itu, penel- itian yang dilakukan Mishra dan Suar (2010) menyatakan bahwa kebijakan perusahaan yang memperhitungkan faktor seperti ethical advertising standard, kesehatan konsumen dan keamanan penggunaan produk dapat meningkatkan citra perusahaan serta me- ningkatkan kinerja perusahaan

Stakeholders memiliki kriteria kepua- san yang berbeda-beda terhadap perusa- haan (Certo dan Certo 2006) Penekanan berlebihan pada kebutuhan satu kelompok stakeholders dapat memberikan penilaian negatif pada reputasi perusahaan (Lindgreen

et al 2009) Hal ini disebabkan karena stake- holder termasuk di dalamnya masyarakat dapat memberikan dampak terhadap citra dan reputasi perusahaan yang akan berim- bas pada pendapatan perusahaan (Harrison dan St John 1996) Sehingga, peningkatan reputasi perusahaan dapat terwujud apa- bila perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan kepentingan seluruh stakeholdernya (Dickinson et al. 2010)

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengungkapan CSR telah menjadi salah satu sarana untuk menjamin keber- lanjutan bagi perusahaan Konsekuensi so- sial dan lingkungan yang ada untuk saat ini dan masa datang telah menjadi salah satu faktor pertimbangan baru dalam pengambi- lan keputusan investasi oleh investor selain faktor keuangan Pengungkapan CSR men- jadi salah satu cara untuk meningkatkan nilai perusahaan (corporate value), dan hal ini akan tercermin dalam peningkatan harga saham sebagai bentuk atas reaksi investor setelah pengumuman tersebut diterima se- lain untuk mendapatkan legitimasi dari ma- syarakat Oleh karena itu, penelitian konsep- tual ini difokuskan pada penjelasan tentang implikasi teoritikal konseptual dari beberapa

teori yang memiliki signifikansi atas terben- tuknya CSR di dalam sebuah perusahaan sebagai salah satu indikator penting dari pengungkapan kinerja perusahaan dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Apa itu CSR? Pengertian CSR lebih banyak menitikberatkan pada pemahaman tentang komitmen perusahaan untuk men- jamin keberlanjutannya tidak hanya berori-

entasi pada pencapaian dari segi finansial namun juga menjaga hubungan yang serasi dan seimbang dengan nilai, norma, budaya masyarakat setempat dan lingkungan The World Business Council for Sustainable De- velopment (WBCSD) mendefinisikan CSR se- bagai berikut:

“Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the com- munity and society at large.” (Cor- porate Social Responsibility: Meet- ing Changing Expectations, 3)

Lindawati, Puspita, Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder... 159 Definisi lain CSR, menurut United

kemudian mendasari pemerintah Indonesia Nations Industrial Development Organiza-

pada tahun 2007 mengeluarkan Undang- tion (UNIDO) dalam website resminya www

Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Undang- unido org menekankan penjelasan tersebut

Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pen- sebagai:

anaman Modal

“Corporate Social Responsibility is Menurut Undang-Undang Nomor 40

a management concept whereby Tahun 2007, CSR atau Tanggung Jawab companies integrate social and

Sosial dan Lingkungan merupakan komit- environmental concerns in their

men Perseroan untuk berperan serta dalam business operations and interac-

pembangunan ekonomi berkelanjutan guna tions with their stakeholders. CSR

meningkatkan kualitas kehidupan dan ling- is generally understood as being

kungan yang bermanfaat, baik bagi Perse- the way through which a company

roan sendiri, komunitas setempat, maupun achieves a balance of economic, en-

masyarakat pada umumnya Sementara vironmental and social imperatives

itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 (“Triple-Bottom-Line- Approach”),

mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab while at the same time addressing

yang melekat pada setiap perusahaan pena- the expectations of shareholders

naman modal untuk tetap menciptakan and stakeholders.”

hubungan yang serasi, seimbang, dan se- suai dengan lingkungan, nilai, norma, dan

Sementara itu, menurut Friedman budaya masyarakat setempat (1970) di dalam New York Times Magazine

mendefinisikan Corporate Social Responsibil- Dengan demikian, dari kumpulan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

ity adalah: CSR dimaknai sebagai suatu bentuk komit- “a ‘fundamentally subversive doc-

men perusahaan untuk meningkatkan kua- trine’ in a free society and have

litas hidup dari karyawan, komunitas lokal said that in such a society, ‘there

dan masyarakat secara lebih luas sebagai is one and only one social respon-

bentuk kontribusinya terhadap pembangun- sibility of business – tp use its re-

an ekonomi berkelanjutan yang tercermin sources and engage in activities

melalui praktik bisnis yang baik Pengung- designed to increase its profits so

kapan CSR kemudian menjadi media bagi long as its stays within the rules of

perusahaan untuk memberikan informasi the game, which is to say, engages

dari berbagai aspek selain keuangan sep- in open and free competition with-

erti aspek sosial dan lingkungan yang tidak out a deception or fraud.”

dapat dijelaskan secara tersirat dalam setiap Peneliti lain, Wibisono (2007), komponen dalam laporan keuangan peru- mendefiniskan CSR sebagai suatu komit-

sahaan kepada stakeholder maupun share- men berkelanjutan oleh dunia usaha untuk

holder perusahaan

bertindak etis dan memberikan kontribusi Konsep “the triple bottom line”. Se- kepada pengembangan ekonomi dari komu-

jalan dengan berkembangnya waktu, pema- nitas setempat ataupun masyarakat luas, haman arti dan manfaat nilai usaha dalam bersamaan dengan peningkatan taraf hidup

bisnis mengalami pergeseran konsep bisnis pekerja beserta keluarganya Menurut Kot-

dari single P yaitu profit menjadi 3P (Triple ler dan Lee (2005) menganggapnya sebagai

Bottom Line) yaitu economic prosperity, en- komitmen perusahaan untuk meningkatkan

vironmental quality dan social justice. Triple kesejahteraan komunitas melalui praktik Bottom Line telah menjadi pilar untuk me- bisnis yang baik dan mengontribusikan se-

ngukur nilai kesuksesan suatu perusa- bagian sumber daya perusahaan

haan (El kington 1997), dan membangun Indonesia sebagai negara yang terdiri

keunggul an bersaing yang menjadi bagian dari berbagai perpaduan kebudayaan dan dari strategi perusahaan (Porter dan Kram- lingkungan, menyadari pentingnya untuk er 2006) Perusahaan konsultasi Sustain- menjaga lingkungan khususnya bagi pe-

ability yang didirikan Elkington tahun 1987 rusahaan yang kegiatannya berkaitan erat mendeskripsikan konsep The Triple Bottom dengan lingkungan Sebelum tahun 2007, Line di dalam konsep pelaporan keuangan pengungkapan tanggung jawab sosial peru-

sebagai berikut

sahaan masih bersifat sukarela Hal ini yang

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174

Tabel 1. Stakeholder pada Perusahaan dan Kriteria Kepuasan Stakeholder

Kriteria Kepuasan Stakeholder

Pemerintah Perpajakan, PPN, Undang-Undang, Pekerjaan, Pelaporan jujur, Keragaman, Legalitas, Eksternalitas, Tingkat upah, Keamanan kerja, Imbalan, Penghargaan, Komunikasi jujur

Pelanggan Nilai Pelanggan, Kualitas, Layanan pelanggan, Produk etis

Supplier Penyedia produk dan jasa yang digunakan dalam produk akhir untuk pelanggan, peluang bisnis yang adil

Kreditor

Skor kredit, Kontrak baru, Likuiditas

Masyarakat Pekerjaan, Keterlibatan, Perlindungan lingkungan, Sa- ham, Komunikasi jujur

Serikat Pekerja Kualitas, Perlindungan pekerja, pekerjaan Pemilik

Profitabilitas, Umur panjang, Pangsa pasar, Berdiri pasar, Perencanaan suksesi, Meningkatkan modal, Per- tumbugan, Tujuan social

Investor

Pengembalian investasi, pendapatan

Sumber: Diolah dari Certo dan Certo (2006:365-72) “The triple bottom line focuses cor-

Hal ini menempatkan masyarakat sebagai porations not just on the economic

salah satu stakeholder penting bagi perusa- value they add, but also on the en-

haan Operasi perusahaan yang berpotensi vironmental and social value they

memberi dampak kepada masyarakat mem- add- and destroy. At its narrowest,

buat perusahaan perlu berkomitmen untuk the term ‘triple bottom line’ is used

memberikan manfaat sebesar-besarnya ke- as a framework for measuring and

pada masyarakat Selain itu, people dalam reporting corporate performance

konsep ini juga menekankan pentingnya against economic, social and envi-

praktik bisnis suatu perusahaan yang men- ronmental parameters”. (Sustain-

dukung kepentingan dari tenaga kerja ability 2015).

Dengan melakukan CSR, perusahaan telah melakukan investasi masa depan dan se-

Konsep ini kemudian memuat penger- bagai timbal baliknya masyarakat juga akan tian bahwa bisnis yang dilakukan oleh suatu ikut serta dalam menjaga eksistensi dari perusahaan tidak hanya berorientasi untuk

mencari keuntungan ( profit) melainkan juga Seluruh kegiatan perusahaan bersen- mampu menyejahterakan orang (people) dan tuhan langsung dengan lingkungan (plan- mampu menjamin keberlangsungan hidup et) dan lingkungan sering kali terancam planet yang dalam hal ini adalah bumi karena minimnya kepekaan yang muncul (Nugroho 2007) Keuntungan (profit) meru- untuk menjaga keseimbangan lingkung- pakan tujuan utama dari setiap kegiatan us- an Hubung an perusahaan dan lingkung- aha Dalam kerangka keberlanjutan, keun- an adalah hubungan sebab akibat yaitu tungan hanya dilihat sebagai manfaat eko- jika perusahaan tetap menjaga kelestarian nomi yang dapat digunakan untuk menjamin dan keseimbangan alam maka perusahaan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan akan memperoleh keuntungan lebih sep- Selain itu, profit dalam konsep ini lebih dari erti ketersediaan sumber daya yang menja- sekedar keuntungan namun lebih pada fair min kelangsungan hidup perusahaan dan trade dan ethical trade dalam berbisnis hal yang sebaliknya akan terjadi apabila Keberadaan, kelangsungan hidup, dan perusahaan melalaikan kelestarian dan ke- perkembangan perusahaan tidak terlepas seimbangan alam Mengurangi hasil limbah dari adanya dukungan masyarakat (people)

perusahaan

Lindawati, Puspita, Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder... 161 produksi dan mengolah kembali menjadi

limbah yang aman bagi lingkungan, me- ngurangi emisi CO 2 dan melakukan penghe- matan energi terutama untuk energi yang ti- dak bisa diperbaharui merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menjaga keseimbangan lingkungan tersebut

Dalam konsep 3P, perusahaan ditun- tut untuk lebih mengutamakan kepentingan stakeholder yaitu semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dila- kukan perusahaan dibandingkan kepenting- an shareholder atau para pemegang saham Konsep ini yang kemudian menjadi landasan utama dalam mengaplikasikan program CSR pada sebuah perusahaan yang di dalamnya terdapat tiga kepentingan yang menjadi satu tujuan utama dari tanggung jawab sosial perusahaan Apabila perusahaan mampu menyinergikan ketiga aspek tersebut untuk mencapai visi dan misi perusahaan maka keberlanjutan perusahaan di masa depan akan terjamin

Model CSR. Terdapat beberapa model yang mendasari sekaligus memperdebatkan tentang CSR, yaitu model Neoklasik Ekono- mi, model Filosofi Moral dan model Hibrid. Ketiga model tersebut merupakan model pendekatan untuk dipakai sebagai dasar pemahaman perlunya mengaplikasikan pengungkapan kinerja perusahaan melalui strategi CSR, khususnya model pendekat- an yang tepat adalah menggunakan mo- del Hibrid (Carroll 1991) Pendekatan yang menggunakan Model Neoklasik menyatakan bahwa antara CSR dan Kinerja Perusahaan atau kinerja ekonomi perusahaan memiliki hubungan negatif karena perusahaan meng- hadapi beberapa ketidakunggulan kompetitif dari adanya keterbatasan biaya (Aupperle et al 1985) Di sisi lain, pendekatan dariModel Filosofi Moral menyatakan bahwa perusa- haan tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada shareholder namun juga kepada stakeholder (Friedman 1970) serta tidak ter- dapat hubungan antara CSR dengan kinerja perusahaan karena tanggung jawab perusa- haan tidak hanya bertujuan untuk menin- gkatkan keunggulan kompetitif perusahaan namun juga kesejahteraan sosial

Di antara kedua model tersebut, mun- cul pendekatan dengan model Hibrid yang- menyatakan bahwa penggabungan dari CSR dapat menciptakan diferensiasi dan keung- gulan kompetitif pasar untuk perusahaan, sesuatu yang dapat menjadi bagian dari

trade-mark bagi perusahaan saat ini dan di- masa mendatang (Carroll 1991) Oleh kare- na itu, dapat dikatakan bahwa perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan tarif minimum melalui aktivi- tas strategi yang disebut CSR

Stakeholder Theory pada CSR. Peng- ungkapan informasi keuangan, sosial, dan lingkungan merupakan dialog antara peru- sahaan dengan stakeholder-nya dan menye- diakan informasi mengenai aktivitas peru- sahaan yang dapat mengubah persepsi dan ekspektasi (Adam dan McNicholas 2007) Pengungkapan tersebut dilakukan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan infor- masi bagi para stakeholder serta mendapat- kan dukungan dari para stakeholder demi kelangsungan hidup suatu perusahaan Se- makin baik pengungkapan CSRyang dilaku- kan oleh perusahaan maka stakeholder akan semakin memberikan dukungan penuh ke- pada perusahaan atas segala aktivitasnya yang bertujuan untuk meningkatkan ki- nerja dan mencapai laba yang diharapkan perusahaan

Konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak tahun 1970an dan secara umum dikenal dengan stakeholder theory. Istilah stakeholder di- perkenalkan pertama kali oleh Standford Research Institute (SRI) di tahun 1963 (Free- man 1984) Menurut Freeman (1984:46), stakeholder didefinisikan sebagai sebuah or- ganisasi, grup atau individu yang dapat di- pengaruhi dan mempengaruhi tujuan organ- isasi tersebut Kemudian, Freeman (2010:

32) menambahkan bahwa:

The stakeholder concept was origi- nally defined as “those groups

without whose support the organi- zation would cease to exist.” The list of stakeholders originally in- cluded shareowners, employees, customers, suppliers, lenders and society.

Pengertian stakeholders dapat dijelas- kan berdasarkan pengklasifikasiannya. Menurut Kasali (2005) mengklasifikasikan

stakeholder menjadi beberapa jenis yaitu; Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada dalam lingkungan organisasi, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholders) sedangkan penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat dan pemerintah termasuk dalam stakeholders eksternal karena stakehold-

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174 ers iniberada diluar lingkungan orga nisasi

Stakeholders primer merupakan stakehol- ders yang harus diperhatikan oleh perusa- haan dan stakeholders sekunder merupa kan stakeholders kurang penting, sedangkan stakeholders marjinal merupakan stakehol- ders yang sering diabaikan oleh perusahaan (Hadi 2011: 110)

Menurut Kasali (2005), karyawan dan konsumen merupakan stakeholders tradi- sional karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi sedangkan stakeholders- masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang dan diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial Stakeholders proponents meru- pakan stakeholders yang berpihak kepada perusahaan, stakeholders opponents meru- pakan stakeholders yang tidak memihak perusahaan, sedangkan stakeholders yang tak peduli lagi terhadap perusahaan disebut stakeholders uncommitted Silent majority stakeholders dan vocal minority stakehol ders dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung pe- rusahaan, tentu ada yang menyatakan per- tentangan atau dukungannya secara aktif (vocal) namun ada pula yang menyatakan secara pasif (silent) (Hadi 2011)

Selain itu Certo dan Certo (2006) dalam Lesmana dan Tarigan (2014:108) membagi stakeholder pada perusahaan beserta kri- teria kepuasan yang hendak dipenuhi oleh perusahaan sebagai berikut

Dalam teori Stakeholder, perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri serta han- ya berorientasi pada keuntungan semata, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya yang dalam hal ini terdiri atas pemegang saham, kreditor, konsumen, pemasok, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain Jadi, dapat dikatakan bahwa keberadaan dan keberlangsungan suatu pe- rusahaan sangat dipengaruhi oleh dukun- gan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri 2007)

Perkembangan Teori Stakeholder.

Perkembangan teori stakeholder diawali de- ngan berubahnya bentuk pendekatan peru- sahaan dalam melakukan aktifitas usaha. Menurut Budimanta, et al. (2008) terdapat dua bentuk dalam pendekatan stakeholder yaitu old-corporate relation dan new-corpo- rate relation. Perbedaan yang mendasar dari

kedua pendekatan tersebut terlihat dari segi penekanan bentuk pelaksanaan aktifitas

perusahaan

“Old-corporate relation menekankan

pada bentuk pelaksanaan aktifitas peru- sahaan secara terpisah yang setiap fungsi dalam sebuah perusahaan melakukan pe- kerjaannya tanpa adanya kesatuan diantara fungsi-fungsi tersebut Hubungan dengan pihak di luar perusahaan hanya bersifat jangka pendek dan sebatas hubungan tran- saksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan kebermanfaatan bersama Pendekatan yang memunculkan banyak

konflik bagi perusahaan dikarenakan peru- sahaan secara tidak langsung memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang ber- asal dari dalam perusahaan maupun di luar perusahaan Pendekatan New-corporate rela- tion, menitikberatkan padakolaborasi antara perusahaan dengan seluruh stakeholder- nya Hubungan perusahaan dengan internal stakeholders dibangun berdasarkan konsep kebermanfaatan bersama sedangkan hubun- gan dengan stakeholder di luar perusahaan bersifat fungsional yang bertumpu pada ke- mitraan Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan new-corporate relation menge- liminasi jarak diantara para stakeholder pe- rusahaan Perusahaan tidak lagi mengek- sklusifkan dirinya dari para stakeholder sehingga dengan pola hubungan semacam ini, arah dan tujuan perusahaan bukan lagi berorientasi pada menghimpun kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada pen- capaian pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development)” (Lesmana dan Tarigan 2014:108)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori stakeholder merupakan suatu teori yang mengatakan bahwa keberlang- sungan suatu perusahaan tidak terlepas dari adanya peranan stakeholder baik dari inter- nal maupun eksternal dengan berbagai latar belakang kepentingan yang berbeda dari se- tiap stakeholder yang ada CSR dapat men- jadi strategi perusahaan untuk memenuhi kepentingan dari para stakeholder akan in- formasi non keuangan perusahaan terkait dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari adanya aktivitas perusahaan Semakin baik pengungkapan CSR oleh perusahaan akan membuat stakeholder memberikan du- kungan penuh kepada perusahaan atas se- gala aktivitasnya yang bertujuan untuk me- ningkatkan kinerja dan mencapai laba yang diharapkan

Lindawati, Puspita, Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder... 163 Legitimasi pada CSR. Teori Legitimasi

change across time thereby requir- merupakan teori lain yang melandasi CSR

ing organisations to be responsive serta berhubungan erat dengan teori stake-

to the environment in which they holder Legitimasi akan mengalami perge-

operate. An organisation could, seran seiring dengan perubahan lingkungan

accepting this view, lose its legiti- dan masyarakat tempat perusahaan berada

macy even if it has not changed (Dowling dan Pfeffer 1975:122)

its activities from activities which “Legitimacy is a condition or a sta-

were previously deemed accept- tus which exists when an entity’s

able (legitimate)”

value system is congruent with Perusahaan akan terus berupaya untuk the value system of the larger so-

memastikan bahwa perusahaan bero perasi cial system of which the entity is

dalam norma yang ada dalam masyarakat

a part”. atau lingkungan dari tempat perusahaan Perubahan nilai dan norma sosial berada (Deegan 2004) Selain itu, Legitima-

dalam masyarakat sebagai konsekuensi si organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu perkembangan peradaban manusia meru-

yang diberikan masyarakat kepada perusa- pakan salah satu contoh yang melatarbe-

haan dan sesuatu yang diinginkan atau di- lakangi pergeseran dari legitimasi (Lindblom

cari perusahaan dari masyarakat yang akan 1994:13-16)

menjadi manfaat atau sumber daya poten- sial bagi perusahaan untuk bertahan hidup

“Legitimation may involve bringing (O’Donovan 2002:344) yang diungkapkan the organization’s output, methods,

sebagai berikut:

and goals into conformity with pop- ular views of what is appropriate.

“Legitimacy theory is based on the The corporation may decide that no

idea that in order to continue op- adjustment in organization output,

erating successfully, cooperation methods, and goals is appropri-

must act within the bound of what ate.Legitimation may proceed by

society indentifies as socially ac- identifying organizational output,

ceptable behavior”

methods, and goals with the popu- Perbedaan antara nilai perusahaan lar perception of what is appropri-

dengan nilai masyarakat sering diartikan ate without any attempt at actual

sebagai “legitimacy gap” yang akan meme- conformity. Legitimation efforts

ngaruhi kemampuan perusahaan dalam may result in a strategy wherein

melanjutkan kegiatan usahanya (Lesmana the organization attempts to bring

dan Tarigan 2014: 108) Apabila operasi pe- popular views into conformity with

rusahaan (corporate activities) sesuai dengan organizational output, methods,

pengharapan masyarakat (society’s expecta- and goals”.

tions) maka akan terjadi kesesuaian terma- Menurut Deegan, et al (2002: 319-

suk kesesuaian pada nilai sosial dan norma 320) dalam perspektif teori legitimasi, suatu

dan sebaliknya

perusahaan akan secara sukarela melapork- “A potential problem arises if one an aktifitasnya jika pihak manajemen meng­

is to test which tactics are used to anggap bahwa hal tersebut adalah yang di-

maintain legitimacy. A distinction harapkan oleh komunitas seperti yang di-

needs to be made between corpo- ungkapkan berikut:

rations with different levels of legit- “Legitimacy theory relies upon

imacy to maintain. If a corporation the notion of a social and on the

is accepted as a good corporate maintained assumption that man-

citizen, acts responsibly or even in agers will adopt strategies, inclu-

a proactive manner in regard to so- sive of disclosure strategies, that

cial issues, the public will have cer- show society that the organization

tain expectations in relation to the is attempting to comply with soci-

organization’s social and environ- ety’s expectations (as incorporated

mental activities. The less “legiti- within the social contract)”. More-

macy” an existing organization has over, “Community expectations are

to begin with, the less it needs to not considered static, but rather,

maintain” (O’Donovan 2002: 350)

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174 O’ Donovan (2002) menyatakan bahwa:

menguntungkan bagi perusahaan dan dapat “The legitimacy gap may arise due

mengurangi beban perusahaan Masyara- to different reasons: company’s

kat menerima keputusan tersebut dan ber- performance change while socien-

harap perusahaan tetap membantu kehidu- tal expectations remain the same;

pan mereka yang selama ini ditopang dari sociental expectations change but

upah yang diberikan perusahaan dengan company performance remains

memberikan bantuan pembiayaan usaha the samel both organization and

kecil menengah bagi masyarakat Masalah sociental expectations change but

legitimasi muncul ketika perusahaan tidak in opposite directions. To reduce

memenuhi harapan mereka tersebut the legitimacy gap companies may

Selain itu, berdasarkan pernyataan adopt tactics and discloser ap-

yang sebelumnya diungkapkan oleh O’ Do- proaches” (Grahovar 2011: 6)

novan (2002) Legitimacy gap dapat dikuran- gi dengan meningkatkan kesesuaian pada

Seperti yang telah diungkapkan diatas, operasi perusahaan dan pengharapan ma- maka dapat disimpulkan bahwa akan tim-

syarakat salah satunya dengan cara mening- bul 3 (tiga) hal yang menyebabkan legiti-

katkan social responsibility dan social disclo- macy gap terjadi yaitu, pertama adalah ada

sure. Adanya legitimasi gap sebagai akibat perubahan dalam kinerja perusahaan, tetapi

dari ketidaksesuaian antara aktifitas operasi harapan masyarakat terhadap kinerja pe-

perusahaan terhadap ekspektasi masyara- rusahaan tidak berubah Perusahaan yang

kat memunculkan tekanan dari stakehold- sebelumnya melaksanakan tanggung jawab

ers (Grahovar 2011)Legitimasi dari stakehol- sosialnya secara rutin kemudian menghen-

ders sangat penting bagi perusahaan karena tikan pelaksanaan program tersebut dengan

dengan adanya legitimasi gap memiliki po- berbagai alasan Masalah legitimasi kemudi-

tensi besar terjadinya protes dari stakehol- an muncul karena terjadi perubahan kinerja

ders terhadap perusahaan yang berdampak perusahaan namun di sisi lain masyarakat

pada eksistensi perusahaan dan menggang- telah bergantung pada program rutin terse-

gu stabilitas operasional dan berakhir pada but dan tidak ingin dihentikan

profitabilitas.

Kedua, adalah kinerja perusahaan tidak Legitimasi dianggap sebagai cara untuk berubah namun harapan masyarakat ter-

mempertahankan keberlangsungan hidup hadap kinerja perusahaan sudah berubah

suatu organisasi yang dicapai melalui tin- Masyarakat mengharapkan perusahaan dakan organisasi yang sesuai aturan dan untuk memberikan kepedulian lebih dari dapat diterima secara luas oleh masyarakat sekedar sumbangan kemanusiaan se perti (O’Donovan 2002) Namun, perusahaan me- jaminan hidup dengan membuka kesempat-

miliki kecenderungan untuk menggunakan an bagi masyarakat lokal untuk bekerja di

kinerja berbasis lingkungan dan pengung- perusahaan tersebut Sedangkan perusa-

kapan informasi lingkungan hanya untuk haan meng anggap bahwa dengan membuka

mendapatkan legitimasi dari masyarakat peluang kerja bagi masyarakat sekitar tidak

atas aktivitas perusahaan yang dilakukan akan memberikan efek positif bagi perusa-

(Ghozali dan Chariri 2007) dan bukan se- haan karena adanya keterbatasan pendidik-

bagai bentuk kesadaran atas tanggung ja- an sehingga hal tersebut tidak dilakukan

wabnya terhadap masyarakat atas aktivitas Kemudian ketiga adalah kinerja peru-

perusahaan yang dilakukan Perusahaan sahaan dan harapan masyarakat berubah memiliki kontrak sosial dengan masyara- ke arah yang berbeda atau ke arah yang kat di lingkungan bisnisnya dan melalui sama dalam waktu yang berbeda Perusa-

pengungkapan tersebut diharapkan peru- haan menggunakan masyarakat sekitar se-

sahaan akan mendapatkan legitimasi dari bagai tenaga kerja di perusahaan tersebut masyarakat yang berdampak pada kelang- karena dianggap lebih murah dan saat itu

sungan hidup perusahaan Reverte (2009) angka pengangguran di lingkungan tersebut

juga mendukung pendapat tersebut bahwa berkurang Namun kemudian perusahaan secara eksplisit teori legitimasi mengakui melakukan pemutusan hubungan kerja dan

bahwa bisnis dibatasi oleh kontrak sosial yang terkena dampak adalah masyarakat lo-

yang membuat perusahaan sepakat untuk kal yang bekerja di perusahaan tersebut Pe-

menunjukkan berbagai aktivitas sosial yang rusahaan mengganti tenaga kerja manusia

dilakukan Melalui pengungkapan tersebut, menggunakan mesin karena dianggap lebih

diharapkan perusahaan akan mendapat-

Lindawati, Puspita, Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder... 165 kan legitimasi dari masyarakat yang ber-

dampak pada kelangsungan hidup perusa- haan Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat dariGuthrie dan Parker (1989) yang menjelaskan

“Legitimacy theory relies on the no- tion that the legitimacy of a busi- ness entity to operate in society de- pends on an implicit social contract between the business entity and society.” (Faisal et al 2012: 21)

Suatu legitimasi dapat diperoleh ketika terdapat kesesuaian antara keberadaan pe- rusahaan yang tidak mengganggu atau ses- uai dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkungan sehingga, ketika terjadi pergeseran yang menuju ke- taksesuaian, maka hal tersebut akan meng- ancam legitimasi dari perusahaan (Deegan, et.al. 2002) Dengan adanya kontrak sosial yang bersifat implisit antara perusahaan dan masyarakat, pengungkapan CSR dapat men- jadi media komunikasi diantara keduanya yang diharapkan dapat memperbaiki legiti- masi perusahaan, meningkatkan keuntung- an perusahaan di masa yang akan datang dan memastikan going concern perusahaan

Hubungan CSR dengan kinerja pe­

rusahaan. Jensen dan Meckling (1976: 9) mendefinisikan hubungan signifikansi an-

tara keagenan sebagai kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) yang mendelegasi- kan wewenang pengambilan keputusan ke- pada manajer sebagai agent untuk mengatur penggunaan dan pengendalian dari sumber daya tersebut Hubungan keagenan dapat timbul antara pemegang saham dengan manajer (Brigham dan Houston 2006) Ma- salah keagenan akan muncul apabila mana- jer menempatkan tujuan dan kesejahteraan mereka sendiri pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan kepentingan pemegang sa- ham Masalah keagenan potensial terjadi apabila proporsi kepemilikan atas saham perusahaan kurang dari seratus persen se- hingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri dan bukan memaksimalkan nilai perusahaan dalam mengambil keputusan pendanaan (Jensen dan Meckling 1976)

Masalah keagenan juga terjadi anta- ra pemegang saham (melalui manajer) de- ngan kreditur Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang serta

klaim atas aset perusahaan saat perusahaan mengalami kebangkrutan Pada saat pe- rusahaan mengalami kebangkrutan hanya terdapat dua pilihan keputusan untuk me- ngatasi kondisi tersebut, yaitu melikuidasi perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi Manajemen khususnya manajer cenderung memilih un- tuk melakukan reorganisasi dengan tujuan mempertahankan keberadaan perusahaan dan pekerjaannya sedangkan pada umum- nya kreditur lebih menghendaki likuidasi perusahaan sehingga mendapatkan dana- nya dengan cepat Pada saat bersamaan, pemegang saham kemungkinan mencoba mencari pengganti manajer lama yang mau dibayar lebih rendah meskipun proses terse- but membutuhkan waktu yang lama

Oleh karena itu, masalah keagenan (Agency problem) didefinisikan sebagai ma- salah yang timbul akibat tindakan manajer yang lebih mengutamakan pemenuhan tu- juan pribadinya dibandingkan dengan tu- juan perusahaan (Gitman 2009) Adapun masalah agensi ini dapat diminimalisasi dengan 2 (dua) cara menurut (Gitman 2009) yaitu market forces dan agency cost

Market Forces merupakan pemegang saham yang memiliki saham mayoritas se- perti investor institusional Investor yang demikian mempunyai hak suara mayoritas dan dapat memberi tekanan kepada manajer untuk bekerja dengan lebih baik atau meng- ganti manajemen yang dianggap tidak dapat memenuhi kesejahteraan pemegang saham Sedangkan, Agency Cost merupakan biaya yang akan dikeluarkan untuk mengurangi agency problem sekaligus untuk pemenuhan kesejahteraan bagi para pemegang saham Jensen dan Meckling (1976: 31) membagi biaya keagenan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu monitoring cost, bonding cost dan residual cost.

Monitoring Cost adalah biaya penga- wasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik Prinsipal dapat membatasi divergensi dari kepentingannya dengan menetapkan insen- tif yang layak dan dengan mengeluarkan bi- aya monitoring yang dirancang untuk mem- batasi aktivitas-aktivitas yang menyimpang yang dilakukan agen Bonding Cost adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat moni- toring yang harus dikeluarkan pemilik kepa-

da agen Dalam situasi tertentu, agen dapat membelanjakan sumber daya perusahaan (bonding cost) untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174 prinsipal atau untuk menyakinkan bahwa

prinsipal akan memberikan kompensasi jika dia benar-benar melakukan tindakan terse- but Sedangkan, residual cost didefinisikan sebagai pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran pemilik karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen se- perti nilai uang yang ekuivalen dengan pe- ngurangan kesejahteraan yang dialami oleh prinsipal

Pengungkapan informasi sosial men- jadi sarana bagi perusahaan untuk mem- bangun reputasi perusahaan, mendapatkan perhatian dari masyarakat dan memperbaiki legitimasi yang diperoleh perusahaan dari stakeholder-nya Untuk menyediakan infor- masi sosial yang dibutuhkan tersebut, pe- rusahaan akan mengeluarkan biaya dan hal ini akan berdampak pada laba tahun berja- lan menjadi lebih rendah. Selain itu, konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen dan Meckling 1976) Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan Hal ini menyebabkan manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun harus mengorban- kan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et.al. 1988)

CSR dan nilai Perusahaan. Epstein dan Friedman (1994) menemukan bahwa investor individual saat ini lebih tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam lapor an tahunan Investor tidak ha- nya menggunakan infomasi ekonomi dalam pengambilan keputusan investasi Kecen- derungan investor untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan yang memiliki etika dan praktik bisnis yang baik menun- tut suatu sarana yang dapat memberikan informasi berkaitan dengan aspek sosial, lingkungan sekaligus keuangan yang dike- nal sebagai laporan keberlanjutan (sustain- ability reporting)

Sustainability Reporting merupakan suatu praktik pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organ- isasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada stakeholder baik in- ternal maupun eksternal Salah satu bentuk sustainability reporting adalah CSR.Pengung- kapan CSRmenjadi media bagiperusahaan untuk memberikan keterangan tentang ber-

bagai aspek di dalam perusahaan dari aspek sosial, lingkungan dan sekaligus keuangan yang tidak dapat dijelaskan secara tersirat dalam setiap komponen yang terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan

Dengan melakukan pengungkapan in- formasi sosial diharapkan dapat meningkat- kan nilai perusahaan di mata stakeholder- nya Namun, selain merupakan komitmen manajemen untuk meningkatkan kinerja- nya dan mendapatkan penilaian positif dari shareholder-nya, perusahaan dihadapkan pada konflik kepentingan yang terjadi an- tara manajer dan pemilik Pengungkapan informasi sosial menyebabkan laba tahun berjalan yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya karena adanya biaya untuk menyiapkan informasi tersebut dan hal ini merupakan hal yang menyenangkan bagi pemilik Sedangkan, informasi sosial dibutuhkan oleh manajer untuk mening- katkan nilai perusahaan dan memperbaiki legitimasi yang telah diperolehnya dari ma- syarakat untuk menjamin keberlanjutan bagi perusahaan

Nilai perusahaan yang tinggi akan di- sertai dengan tingginya kemakmuran bagi pemegang saham (Brigham dan Gapenski 2006) Nilai perusahaan yang tinggi meru- pakan keinginan dari para pemilik peru- sahaan karena dengan nilai perusahaan yang tinggi dapat memberikan kemakmur- an maksimum bagi pemegang saham Ni- lai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor karena merupakan indikator bagi pasar untuk menilai perusahaan secara keseluruhan

Christiawan dan Tarigan (2007) mengu- raikan beberapa konsep nilai yang menjelas- kan nilai suatu perusahaan Nilai nominal merupakan nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perusahaan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam su- rat saham kolektif Sedangkan, nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham dan hanya bisa di- tentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan Dalam konsep nilai instrinsik, nilai perusahaan bukan hanya sekedar ni- lai dari sekumpulan asset melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang me- miliki kemampuan menghasilkan keuntung- an di masa depan Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar

Lindawati, Puspita, Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder... 167 konsep akuntansi sedangkan nilai likuidasi

didefinisikan sebagai nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewa- jiban yang harus dipenuhi (Rahayu 2010: 13)

Fama (1978) berpendapat bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga sa- ham Nilai perusahaan yang dibentuk oleh indikator nilai pasar saham dipengaruhi oleh adanya peluang investasi Peluang in- vestasi merupakan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa depan dan hal ini akan berdampak pada peningka- tan nilai perusahaan Nilai perusahaan yang dinilai melalui nilai saham merupakan kon- sep dari nilai intrisik (Hermuningsih 2013: 130) Bodie, et al . (2009) mendefinisikan ni- lai intrinsik suatu saham (value of the firm) merupakan nilai sekarang (present value) dari penjumlahan arus kas yang diharap- kan akan diterima oleh pemegang saham di masa depan (future cash flows). Karena arus kas yang diterima pemegang saham adalah dalam bentuk dividen maka nilai intrinsik saham menunjukkan nilai sekarang dari se- luruh dividen yang akan dibayarkan di masa depan yang sangat tergantung pada prospek pertumbuhan perusahaan

Nilai perusahaan menggambarkan se- berapa baik manajemen mengelola kekay- aannya yang dapat dilihat dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan Kepemilikan manajerial, kinerja keuangan suatu peru- sahaan, kebijakan dividen dan corporate governance merupakan beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai perusahaan (Rahayu 2010) Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan nilai perusa- haan tidak hanya dengan memperhatikan dari segi nilai ekuitasnya saja namun juga dari semua jenis sumber keuangan seperti utang, waran maupun saham preferen Nilai perusahaan yang tinggi merupakan harapan dari para pemilik perusahaan karena hal ini akan berdampak pada kemakmuran para pemegang saham dan pengukuran nilai pe- rusahaan diharapkan tidak hanya didasar- kan pada harga saham perusahaan namun juga memperhatikan semua jenis sumber keuangan bagi perusahaan

Dalam konsep The Triple Bottom Line yang menjadi dasar dari CSR, keberlanjutan suatu perusahaan akan tercapai apabila pe- rusahaan mampu menyinergikan aspek eko- nomi, sosial dan lingkungan dengan visi misi yang ingin dicapai oleh perusahaan Terkait dengan nilai perusahaan, faktor ekonomi

merupakan hasil akhir yang akan tercermin dari nilai saham perusahaan Untuk menca- pai nilai saham yang diharapkan sehingga dapat menjamin kemakmuran bagi peme- gang saham dan juga menjamin keberadaan sumber pendanaan bagi perusahaan, maka perusahaan perlu memperhatikan aspek lain yaitu aspek sosial dan lingkungan Du- kungan dan legitimasi serta rasa keberteri- maan masyarakat akan aktivitas perusa- haan faktanya memberikan pengaruh positif bagi perusahaan tersebut Investor yang saat ini cenderung tertarik pada informasi sosial tentu saja berharap agar perusahaan memi- liki hubungan yang baik dengan stakeholder yang lain dalam hal ini masyarakat maupun tenaga kerja Hubungan baik ini sebagai ben- tuk kepastian bagi investor bahwa di masa depan perusahaan tidak akan menghadapi perkara yang melibatkan masyarakat atau- pun gugatan hukum akibat adanya aktivitas perusahaan yang akan mengurangi kemak- muran bagi pemegang saham dan mengan- cam keberlanjutan perusahaan

Implikasi Stakeholder Theory dan Legitimacy Gap terhadap pengungkapan

CSR. Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan harus memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal, yaitu profit, lingkungan, dan masyarakat Dengan diper- olehnya laba, perusahaan dapat memuas- kan pemegang saham melalui pemberian dividen, pengalokasian sebagian laba yang diperoleh untuk membiayai pertumbuhan dan mengembangkan usaha di masa depan, serta membayar kewajiban kepada pemerin- tah berupa pajak Di sisi lain, juga dapat me- ningkatkan reputasi dan kepercayaan bagi konsumen (Ernst dan Young 2013)

Dari perspektif internal, dengan melakukan kegiatan CSR diharapkan dapat memotivasi para karyawan dan menunjuk- kan praktek manajemen yang baik (Royle 2005) Sedangkan dari perspektif eksternal, CSR diharapkan dapat memberikan reputasi yang baik di masyarakat dan juga membantu perusahaan untuk mengelola fungsinya agar lebih baik (Lewis 2003) Dengan memberi- kan perhatian kepada lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia yang lebih baik dalam jangka pan- jang Salah satunya dapat dengan ikut ambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana Manajemen bencana yang dilakukan oleh

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 157-174 perusahaan bukan hanya memberikan ban-

tuan kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha-usaha pence- gahan terjadinya bencana serta membantu meminimalkan dampak bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan se- bagai tindakan preventif untuk meminimali- sir bencana Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan pem- buatan kebijakan yang dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki di berbagai bidang, seperti pemberian beasiswa bagi pelajar di sekitar perusahaan, pendirian sarana pendi- dikan dan kesehatan, serta penguatan eko- nomi lokal

Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek dan hanya berorientasi pada laba, namun juga turut memberikan kontribusi bagi pening- katan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang Kotler dan Lee (2005) menjelaskan bahwa terdapat banyak man- faat yang dapat diperoleh atas aktivitas CSR Adapun beberapa manfaat dari CSR adalah untuk meningkatkan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning serta meningkatkan citra perusahaan dan sebagai daya tarik perusahaan di mata para investor dan analisis keuangan Dengan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan secara konsisten dalam jangka panjang akan me- numbuhkan rasa keberterimaan masyara- kat terhadap kehadiran perusahaan yang akan memberikan keuntungan ekonomi dan bisnis kepada perusahaan yang bersangku- tan di masa depan

Masyarakat memiliki harapan bahwa dengan adanya perusahaan yang beroperasi di lingkungan mereka akan membawa hal positif seperti terbukanya lapangan kerja, pemberdayaan ekonomi lokal hingga adanya jaminan kesehatan ataupun infrastruktur yang memadai bagi kepentingan umum Ma- syarakat memiliki harapan yang demikian karena mereka menganggap bahwa aktivitas operasi yang dilakukan oleh perusahaan me- miliki dampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan mereka seperti kemungkinan adanya polu- si suara yang diakibatkan oleh mesin yang beroperasi ataupun polusi lingkungan hidup akibat adanya limbah dari aktivitas industri perusahaan

Perusahaan sebagai pihak yang me- miliki ijin untuk menjalankan operasi di

lingkungan tersebut memiliki tujuan untuk memproduksi produk dan menjualnya ke- pada konsumen untuk mendapatkan keun- tungan bagi shareholder dan membayar ke- wajiban perusahaan seperti gaji karyawan, beban operasi dan pajak kepada pemerin- tah Masyarakat dan perusahaan memiliki harapan dan tujuan yang berbeda dari ad- anya aktivitas operasi perusahaan Di saat perusahaan tidak peka terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas perusahaan serta harapan masyarakat ter- hadap perusahaan dan hanya berorientasi pada menghasilkan keuntungan sebesar-be- sarnya, hal inilah yang kemudian akan me- munculkan legitimacy gap.