DETERMINAN PERENCANAAN PAJAK DAN PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

Muhammad Abadan Syakura Zaki Baridwan

Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165 Malang

Surel: aden_kun90@yahoo.com

Abstrak: Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan Wajib

Pajak Badan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penerapan perencanaan pajak dan perilaku kepatuhan wajib pajak badan. Sampel yang digunakan sebanyak 120 wajib pajak badan di Kota Samarinda dengan tax professional sebagai unit analisis. Metode pengumpulan sampel menggunakan purposive sampling. Penelitian ini berhasil membuktikan secara empiris bahwa (1) kompleksitas sistem perpajakan dan kondisi keuang an berpengaruh positif terhadap perencanaan pajak, (2) kepercayaan kepada oto- ritas pajak, keadilan sistem perpajakan dan perencanaan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan, serta (3) kompleksitas sistem per- pajakan dan kondisi keuangan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak.

Abstract: The Determinant of Tax Planning and Corporate Taxpayer Com-

pliance Behavior. This research aims to examine the factors that influence the applied of tax planning in corporate and the corporate tax compliance behavior. Purposive sampling was employed to collect 120 corporate taxpayers in Samarinda

city with tax professional as sample unit. This research found empirical proof that (1) complexity of tax system and financial condition have positive influence toward tax planning, (2) trust on tax authority, fairness of tax system and tax planning have positive influence toward corporate tax compliance and (3) complexity of tax system and financial condition have positive influence toward corporate tax compli­ ance through tax planning.

Kata kunci: Perencanaan pajak, Kepatuhan wajib pajak badan, Perilaku wajib Pajak badan

nilai gross domestic product (GDP) pakan faktor utama untuk menen-

Kepatuhan wajib pajak meru-

atau produk domestik bruto (PDB). tukan jumlah realisasi penerimaan

Rasio pajak Indonesia tahun 2012 pajak yang dapat dikumpulkan mencapai angka 12,5%, namun oleh Direktorat Jendral Pajak persentase tersebut masih lebih (DJP). Namun, pada kenyata-

rendah dibandingkan Negara Asia

Jurnal Akuntansi Multiparadigma

annya tingkat kepatuhan wajib Tenggara lain seperti Vietnam

JAMAL Volume 5

pajak di Indonesia masih terbilang (13,8%), Singapura (14,2%),

Nomor 2 Halaman 170-344

sangat rendah. Indikasi rendah- Filipina (14,4%), atau Malaysia

Malang, Agustus 2014 pISSN 2086-7603

nya tingkat kepatuhan wajib (15,5%).

eISSN 2089-5879

pajak di Indonesia dapat dilihat Pemerintah dan DJP memang dari beberapa hal, yaitu jumlah telah melakukan berbagai lang-

Tanggal masuk: Tanggal masuk:

wajib pajak yang terdaftar, tingkat kah antisipasi untuk menga-

02 Mei 2014 26 Maret 2014

pengembalian SPT, tax ratio, dan tasi masalah tersebut, salah

Tanggal revisi:

Tanggal revisi:

tax gap (Laksono dan Ardiyanto satunya dengan melakukan refor-

30 Mei 2014 14 Mei 2014

Tanggal diterima: Tanggal diterima:

2011). Rasio pajak (tax ratio) masi dalam bidang perpajakan.

02 Juni 2014 21 Mei 2014

adalah perbandingan nilai peneri- Reformasi perpajakan diperlukan maan pajak nasional terhadap untuk memungkinkan sistem

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...186 perpajakan mengikuti perkembangan terbaru

dalam aktivitas bisnis dan pola penghindaran pajak yang semakin canggih (Kariyoto 2011). Reformasi di bidang perpajakan di awali dengan perubahan pada sistem perpajakan di Indonesia dari withholding system menjadi self assessment system (SAS) pada tahun 1983. Dengan berlakunya SAS ini, maka wajib pajak diberi kewenangan untuk meng- hitung, melaporkan dan membayar sendiri kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu pada tahun 2006, DJP juga telah melakukan modernisasi pada administrasi perpajakan dengan memperkenalkan teknologi e-filling dan e­SPT yang bertujuan untuk memper- mudah wajib pajak dalam membayar pajak. Namun sepertinya penerapan SAS maupun e-filling dan e­SPT tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini dapat dilihat dari tax ratio Indonesia yang masih sangat rendah. Oleh karena itu, perlu diteliti kembali mengenai faktor apa saja yang memengaruhi kepatuhan wajib pajak tersebut.

Penelitian terdahulu mengenai kepa tuhan wajib pajak menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor eksternal dan internal yang dapat memengaruhi perilaku wajib pajak. Beberapa faktor eksternal yang dapat memengaruhi perilaku wajib pajak antara lain; faktor kompleksitas sistem pajak (Westat 1980; Forest dan Sheffrin 2002; Sari 2009; Devos 2012); kondisi keuangan (Slemrod 1989; Bloomquist 2003; Mustikasari 2007; Ahmad et al. 2007, Harinurdin 2009); dan keadilan sistem perpajakan (Carnes et al. 1995; Torgler et al. 2007; dan Siahaan 2012). Sedangkan faktor internal yang dapat memengaruhi perilaku wajib pajak adalah faktor kepercayaan kepada otoritas pajak (Wintrobe dan Gerxhani 2001; Gomez dan Luis 2008; Sari 2009; Kirchler et al. 2011; dan Gangl et al. 2012). Beberapa pene- litian juga menggunakan kerangka Teori Perilaku Terencana (TPB) (Ajzen 2006) untuk menjelaskan perilaku wajib pajak badan atas kepatuhan wajib pajak badan (Fallan et al. 1995; Mustikasari 2007; Harinurdin 2009; dan Puspita 2013).

Dalam studi ini, peneliti meng- gabungkan aspek eksternal berupa kompleksitas sistem perpajakan, keadilan sistem perpajakan dan kondisi keuangan serta aspek internal berupa kepercayaan kepada otoritas pajak untuk menjelaskan perilaku wajib pajak badan atas penerapan

perencanaan pajak dan kepatuhan wajib pajak badan dengan menggunakan kerangka TPB. Penelitian ini berbeda dengan peneli- tian terdahulu yang juga meneliti mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penerapan perencanaan pajak dan kepatuhan wajib pajak badan (Fallan 1995 dan Puspita 2013). Penelitian Fallan (1995) dan Puspita (2013) lebih berfokus pada faktor-faktor internal yang dapat memengaruhi penerapan peren- canaan pajak, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada faktor eksternal yang dapat memengaruhi penerapan perencanaan pajak oleh wajib pajak badan. Dalam studi ini, peneliti menggunakan perencanaan pajak sebagai variabel mediasi yang memediasi pengaruh kompleksitas sistem perpajakan dan kondisi keuangan terhadap kepatuhan wajib pajak badan.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompleksitas sistem pajak terha dap peren- canaan pajak, menguji pengaruh kondisi keuangan terhadap perencanaan pajak, menguji pengaruh kepercayaan kepada otoritas pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan, menguji pengaruh keadilan sistem pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan, menguji pengaruh perenca- naan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan, menguji pengaruh tidak langsung kompleksitas sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak, dan menguji pengaruh tidak langsung kondisi keuangan terhadap kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti secara empiris mengenai faktor-faktor yang dapat memengaruhi penerapan perencanaan pajak dan kepatuhan wajib pajak badan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan atau feedback bagi otoritas pajak khususnya bagi KPP Pratama kota Samarinda untuk dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan menyusun kebi- jakan perpajakan yang berlaku.

METODE

Berdasarkan fenomena, research gap dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kompleksitas sistem perpajakan dan kondisi keuangan terhadap perencanaan pajak, serta pengaruh keper- cayaan kepada otoritas pajak, keadilan

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201 sistem perpajakan dan perencanaan pajak empiris dengan menggunakan alat analisis

terhadap kepatuhan wajib pajak badan. untuk menguji dugaan penelitian. Model yang dibangun dalam studi ini meli-

Pengujian dilakukan dengan meng- batkan konstruk kompleksitas sistem gunakan Structural Equation Model (SEM) perpajakan, kondisi keuangan, kepercayaan

dengan bantuan aplikasi SmartPLS (Partial kepada otoritas pajak, dan keadilan sistem

Least Square) Ver.2.0M3. Peneliti menggu- pajak sebagai variabel independen, peren-

nakan SEM karena salah satu variabel laten canaan pajak sebagai variabel mediasi, dan

endogen yaitu perencanaan pajak berfungsi kepatuhan wajib pajak badan sebagai vari-

sebagai variabel dependen dan berfungsi juga abel dependen. Berdasarkan tujuan peneli-

sebagai variabel independen untuk variabel tian maka, model penelitian dan penelitian

laten endogen lainnya serta pengujiannya terdahulu dapat dilihat pada Gambar 1.

dilakukan secara simultan dan bersamaan Penelitian ini akan menguji pengaruh

sehingga tidak bisa menggunakan analisis langsung kompleksitas sistem perpajakan multiple regression. Selain itu, penggunaan dan kondisi keuangan terhadap perencanaan

SEM untuk menggambarkan model alter- pajak, serta pengaruh langsung kepercayaan

natif dan menguji kecocokan model serta kepada otoritas pajak, keadilan sistem pajak

dugaan penelitian berdasarkan data sampel. dan perencanaan pajak terhadap kepatuhan

Populasi penelitian ini adalah wajib wajib pajak badan. Pada model penelitian pajak badan atau perusahaan yang terdaftar dapat di lihat bahwa perencanaan pajak pada KPP Pratama Kota Samarinda. Teknik merupakan variabel mediasi yang meme-

pengambilan sampling yang digunakan diasi pengaruh kompleksitas sistem pajak adalah purposive sample dengan kriteria (1) dan kondisi keuangan terhadap kepatuhan

perusahaan telah dikukuhkan menjadi PKP wajib pajak badan. Oleh karena itu, pene-

(Pengusaha Kena Pajak), (2) memiliki staf litian ini juga akan menguji pengaruh tidak

pajak atau tax professional dengan sertifikat langsung kompleksitas sistem perpajakan Brevet minimal A & B, (3) terdaftar pada KPP dan kondisi keuangan terhadap kepatuhan

Pratama kota Samarinda. Pemilihan perusa- wajib pajak badan melalui perencanaan haan yang PKP karena pada umumnya peru- pajak. Penelitian ini merupakan penelitian sahaan yang PKP merupakan perusahaan

Gambar 1. Model Penelitian

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...188 dengan skala menengah sampai besar

sehingga memiliki sistem informasi akun- tansi yang formal dan memungkinkan tax professional untuk menyusun pelaporan pajak badannya. Pemilihan unit sampel tax professional atau staf pajak perusahaan yang bersertifikat pendidikan perpajakan minimal Brevet A & B karena tax professional atau staf pajak tersebut dianggap telah memi- liki pengetahuan mengenai perpajakan dan perencanaan pajak sehingga dapat dijadikan responden untuk mengetahui perilaku wajib pajak badan.

Data-data yang diperoleh dari survei lapangan dianalisis dengan menggunakan SEM. Oleh karena itu, ukuran sampel yang sesuai jika menggunakan teknik Maximum Likelihood Eestimation dalam permodelan ini adalah antara 100-150 sampel (Ferdinand 2002:64). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Hair et al. (2008) sehingga diperoleh sampel sebesar 120 responden. Kuesioner dikirimkan langsung oleh peneliti dengan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan KPP Pratama Samarinda untuk mendapatkan informasi mengenai wajib pajak yang telah dikukuhkan menjadi PKP sampai dengan tahun 2013. Setelah itu peneliti meminta ijin untuk penyebaran kuesioner dengan menemui langsung pihak perusahaan. Setiap perusahaan memiliki minimal 3 staf pajak dan tax professional. Oleh karena itu, peneliti menyebarkan 3 kuesioner untuk masing-masing perusahaan.

Responden yang dijadikan sasaran adalah tax professional atau staf pajak yang bekerja pada perusahaan tersebut dengan kriteria perusahaan tersebut telah terdaftar minimal dua tahun di KPP Pratama Kota Samarinda dan pernah mengisi SPT. Persyaratan tersebut dibuat agar sampel yang diambil lebih obyektif dalam mengukur kepatuhan wajib pajak badan. Adapun kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, adalah wajib pajak yang mematuhi semua persyaratan sebagai berikut (1) tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberi- tahuan tahunan dalam dua tahun terakhir, (2) dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut, (3) SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu

penyampaian SPT Masa pajak berikutnya, (4) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan tidak termasuk tung- gakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk dua masa pajak terakhir, dan (5) tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir. Tax professional adalah profesional di perusahaan yang ahli dalam bidang perpajakan (Harinurdin 2009). Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku wajib pajak badan yang diwakili oleh tax professional perlu menggunakan teori perilaku terencana.

Model penelitian pada studi ini mengadaptasi model penelitian Puspita (2013) yang mengadaptasi dari Fallan et al. (1995) dan Ajzen (2006). Variabel teramati merupakan variabel yang dapat diamati atau diukur secara empiris sering pula disebut dengan indikator (Hartono 2008:34). Item pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini mewakili sebuah variabel teramati. Semua jawaban atas item pertanyaan akan diukur menggunakan skala Likert 5 point yaitu 5 (Sangat Setuju), 4 (Setuju), 3 (Ragu-Ragu), 2 (Tidak Setuju), 1 (Sangat Tidak Setuju).

Data yang terkumpul melalui daftar kuesioner yang telah diisi oleh responden dianalisis menggunakan SEM dengan aplikasi SmartPLS Version 2.0M3. Model yang dianalisis dengan SEM harus memiliki kerangka teori yang mendukung, yaitu teori kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan teori perilaku terencana (TPB) (Ajzen 2006), teori agensi (Jensen dan Meckling 1976), teori pencegahan (deterrence theory) (Yitzhaki 1974) dan hipotesis biaya politik (Watts dan Zimmerman 1990). Untuk melihat klasifi- kasi variabel laten dan variabel indikator dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

1 berikut:

Korelasi antar variabel merupakan alat ukur yang utama dalam SEM dengan meng- gunakan faktor-faktor utama tipe skala pengukuran seperti rentang nilai (range of values) yang homogen, timpang atau kurtosis, linear, jumlah sampel yang cukup (mewakili dan tepat sasaran), signifikan dan kuat (Hartono 2011:33). Skala pengukuran yang digunakan dapat menggunakan skala nominal, ordinal, interval atau rasio, akan tetapi tidak direkomendasikan untuk meng- gunakan skala yang berbeda dalam suatu

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201

Tabel 1. Klasifikasi Variabel Laten dan Variabel Indikator No

Variabel

Indikator

1. Kompleksitas sistem perpajakan (X1)

1. Kerumitan formulir pajak

(Milliron 1986; Forest dan Sheffrin

2. Kerumitan peraturan pajak

2002) 3. Kelengkapan instruksi formulir pajak 4. Frekuensi perubahan peraturan pajak

2. Kondisi keuangan (X2)

1. Tingkat profitabilitas

(Slemrod 1989; Harinurdin 2009)

2. Tingkat arus kas 3. Laba sebelum pajak

3. Kepercayaan kepada otoritas pajak (X3)

1. Kompetensi

(Wintrobe dan Gerxhani 2001; Kirchler

2. Konsistensi

et al. 2011)

3. Pelayanan 4. Transparansi

4. Keadilan sistem perpajakan (X4)

1. Keadilan sanksi pajak

(Richardson 2006; Sari 2009; Siahaan

2. Keadilan tarif pajak

2012) 3. Keadilan pengenaan penghasilan pajak 4. Sistem pemungutan pajak

5. Perencanaan pajak (Y1) 1. Keyakinan melakukan perencanaan pajak (Fallan et al. 1995; Hidayat 2005)

2. Motivasi untuk patuh membayar pajak 3. Adanya celah dalam peraturan pajak 4. Pengendalian kas perusahaan 5. Minimalisasi beban pajak

6. Kepatuhan wajib pajak badan (Y2)

1. Memiliki NPWP

(Sari 2009; Puspita 2013) 2. Menyampaikan perhitungan SPT lengkap 3. Tepat waktu penyampaian SPT 4. Kesukarelaan dalam membayar pajak

matriks korelasi. Skala pengukuran yang variabel mediasi, dan variabel dependen. sama akan sangat membantu dan memu-

Prosedur SEM pada aplikasi Partial dahkan interpretasi hasil dan perbandingan

Least Square (PLS) dilakukan dalam beberapa variabel (Hartono 2008:43).

langkah yaitu (1) merancang model struk- Kerangka teori yang digunakan akan tural atau inner model, (2) merancang model sangat menentukan dalam menginterpre-

pengukuran atau outer model, (3) meng- tasikan korelasi antar variabel. Bisa saja konstruksi diagram jalur, (4) mengkonversi didapatkan korelasi antar variabel yang diagram jalur ke persamaan, (5) melakukan kuat, akan tetapi hubungan antar variabel

estimasi atau pendugaan para meter, (6) tersebut tidak bermakna sama sekali. Oleh

mengukur goodness of fit model, dan (7) karena itu, hubungan antar variabel yang melakukan proses bootstraping untuk uji digunakan sebagai sebuah model harus signifikansi (Hartono dan Abdillah 2009:44). berasal dari kerangka teori yang jelas dan masuk akal, serta telah menjadi kesepa-

HASIL DAN PEMBAHASAN

katan di antara pakar disiplin ilmu (Hartono Statistik deskriptif bertujuan membe- 2008: 35).

rikan gambaran tentang karakteristik data Model dugaan penelitian yang akan penelitian. Kuesioner disebarkan kepada

diuji dalam penelitian ini adalah pengaruh wajib pajak badan yang terdaftar di KPP kompleksitas sistem perpajakan dan Pratama kota Samarinda. Penyebaran

kondisi keuangan terhadap perencanaan dilakukan 2 tahap yaitu periode tanggal 17 pajak serta pengaruh kepercayaan kepada Januari sampai 31 Januari dan 1 Februari otoritas pajak, keadilan sistem perpajakan sampai 10 Februari 2014. Sebanyak 45 dan perencanaan pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak badan bersedia untuk mengisi wajib pajak badan. pengujian model menggu-

kuesioner yang diberikan. Setiap perusa- nakan SEM yang akan mengestimasi model

haan umumnya memiliki minimal 3 staf hubungan antara variabel independen, pajak atau tax professional. Oleh karena itu,

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...190

Tabel 2. Tingkat Pengembalian Kuesioner

Kuesioner yang dikirim

100% Kuesioner yang tidak kembali

4 3% Kuesioner yang kembali

97% Kuesioner yang tidak dapat diolah

10 7% Kuesioner yang dapat diolah

peneliti menyebarkan sebanyak 3 kuesioner Pengujian tahap awal dalam PLS pada masing-masing wajib pajak badan yang

dilakukan melalui evaluasi outer model bersedia mengisi kuesioner. Total kuesioner

dan inner model. Outer model atau model yang disebar sebanyak 140 kuesioner. pengukuran merupakan tahapan untuk Namun hanya 126 kuesioner yang dapat mengevaluasi validitas dan reliabilitas suatu digunakan. Berikut ini ringkasan distribusi

konstruk. Terdapat dua uji validitas konstruk pengembalian kuesioner dan data domografi

dalam model pengukuran PLS yaitu validitas responden yang dapat dilihat pada Tabel 2

konvergen dan validitas diskriminan. Outer dan 3.

model dievaluasi dengan menggunakan Untuk melihat konsistensi dan parameter AVE, communality, outer loading, kejujuran jawaban yang diberikan oleh cross loading, cronbach alpha, dan composite responden, peneliti mengikuti saran dari reliability. Inner model atau model struk- Hartono (2008:74-75) untuk menambahkan

tural merupakan tahapan untuk mengeluasi item pertanyaan yang bersifat unfavorable.

hubungan antara konstruk. Inner Model Beberapa kuesioner tidak dapat digunakan

dievaluasi dengan menggunakan paramater karena jawaban yang diberikan responden R 2 dan melihat t ­statistics dugaan dua ekor harus tidak konsisten yang dikhawatirkan akan >1,96. Untuk mengetahui validitas dan reli- memengaruhi hasil dari pengolahan data abilitas masing-masing konstruk, maka selanjutnya. Oleh karena itu, dari 140 dilakukan pengujian algoritma. Berikut ini kuesioner yang disebarkan hanya 126 adalah parameter yang digunakan dalam kuesioner yang dapat digunakan.

pengukuran outer model menggunakan Dilihat dari data demografi responden di

SEM-PLS menurut Hartono dan Abdillah atas kebanyakan didominasi oleh responden

(2009:72) yang bisa dilihat pada Tabel 4 dan laki-laki dengan pendidikan terakhir S1 dan

hasil pengujian algoritma dapat dilihat pada telah menempuh pendidikan perpajakan Tabel 5. Brevet A dan B. Wajib pajak badan yang

Nilai AVE dan communality seluruh mengisi kuesioner didominasi oleh peru-

konstruk seperti yang dapat dilihat pada Tabel sahaan tambang dan perdagangan. Hal ini

5 adalah lebih dari 0,50. Dengan demikian, tidak terlepas dari kedua sektor tersebut nilai AVE dan communality tersebut telah yang memberikan kontribusi paling besar memenuhi rule of thumb yang digunakan bagi PDRB Kota Samarinda.

untuk menguji validitas konvergen (Chin Model penelitian dalam studi ini et al. 2003). Ini mengindikasikan bahwa terdiri dari enam konstruk yaitu komplek-

data telah valid untuk dilakukan pengujian sitas sistem perpajakan, kondisi keuangan,

berikutnya. Hasil uji validitas diskriminan keadilan sistem perpajakan, kepercayaan berdasarkan nilai cross loading masing- kepada otoritas pajak, perencanaan pajak, masing indikator konstruk menunjukkan dan kepatuhan wajib pajak badan. Pengujian

bahwa seluruh indikator memiliki nilai yang model penelitian dilakukan melalui tiga lebih tinggi atau me ngumpul pada konstruk

tahap yaitu (1) pengujian validitas diskrim- yang telah ditetapkan. Hal ini membuk- inan, validitas konvergen dan reliabilitas, tikan secara empiris bahwa setiap konstruk (2) pengujian inner model dengan melihat signifikansi variabel independen terhadap memprediksi indikator pada blok mereka

variabel dependen, dan (3) pengujian efek lebih baik dibandingkan dengan indikator mediasi variabel intervening terhadap vari-

di blok lainnya (Hartono dan Abdillah abel dependen.

2009:56). Berdasarkan Tabel 5 di atas juga

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201

Tabel 3. Data Demografi Responden No.

Keterangan

Total

1. Usia Responden < 30 tahun

30 23% 30-40 tahun

76 60% >41 tahun

2. Jenis Kelamin Laki-laki

76 60% Perempuan

3. Pendidikan Informal di bidang Perpajakan Brevet A&B

81% Brevet C

4. Pendidikan Terakhir S1

5. Lama Bekerja 2-5 tahun

90 71% > 5 tahun

6. Jenis Perusahaan Industri

30 23% Hotel dan Restoran

23 18% Lain-lain

dapat dilihat bahwa nilai cronbach alpha dan melalui variabel lain di luar model. Hal ini composite reliability masing-masing konstruk

membuktikan bahwa model prediksi telah telah lebih dari 0,6. Dengan demikian, dapat

tepat untuk menjelaskan tingkat variasi dikatakan bahwa setiap konstruk dalam perubahan variabel independen terhadap model penelitian ini telah reliabel.

variabel dependen. Namun, nilai R 2 bukanlah Nilai R 2 perencanaan pajak seperti yang

satu-satunya parameter dalam mengukur dapat dilihat pada Tabel 5 di atas adalah 0,81

ketepatan suatu model prediksi karena dasar dan nilai R 2 kepatuhan perpajakan wajib hubungan teoritikal adalah parame ter paling pajak badan adalah 0,87. Ini menjelaskan utama untuk menunjukkan hubungan bahwa konstruk perencanaan pajak dapat kausalitas tersebut (Hartono dan Abdillah, dijelaskan 81% melalui konstruk komplek-

2009:89). Maka dari itu perlu dilihat pula sitas sistem pajak dan kondisi keuangan, nilai GOF ( Goodness of fit) dari konstruk sedangkan sisanya yaitu 19% dijelaskan dependen tersebut. melalui variabel lain di luar model. Konstruk

Berdasarkan R 2 pada Tabel 5 yaitu R 2 kepatuhan perpajakan wajib pajak badan Perencanaan Pajak (Y1) sebesar 0.81 dan R 2

dapat dijelaskan 87% melalui konstruk Kepatuhan Perpajakan Wajib Pajak Badan perencanaan pajak, keadilan sistem pajak,

(Y2) sebesar 0.87. Rumus GOF Tenenhaus dan kepercayaan kepada otoritas pajak, et al. (2005) dalam Hartono (2009:89) adalah sedangkan sisanya yaitu 13% dijelaskan sebagai berikut:

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...192

Tabel 4. Parameter Pengukuran Outer Model Keterangan

Pengujian

Parameter

Rule of Thumbs

Tambahan

Uji Validitas

Jika outer loading Konvergen

Outer Loading

Lebih dari 0,7

antara 0,5 - 0,7, sebaiknya peneliti tidak menghapus indikator tersebut sepanjang skor AVE dan community > 0,5 pada konstruk yang dimaksud

Average Variance

Lebih dari 0,5

Extracted (AVE) Communality

Lebih dari 0,5

Uji Validitas

Akar AVE dan korelasi Akar AVE >

Diskriminan

Variabel Laten

Korelasi Variabel Laten

Cross Loading

Lebih darib

0,7 dalam satu variable

Uji Reliabilitas

Cronbach Alpha

Lebih dari 0,6

Composite Reliability

Lebih dari 0,6

Sumber: Hartono dan Abdillah (2009:72)

∑ ‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾ communality x R 2 √ data hasil observasi dan kesesuaian model

secara keseluruhan ( goodness of fit model). Tujuan dilakukannya pengujian terhadap

Atau dengan rumus berikut ini: model hubungan struktural ini adalah

untuk mengetahui hubungan antara vari- Jadi, Q 2 = 1 - (1-R 2 ) (1-r 2

Q 2 = 1 – (1-R 2 ) (1-r 1 2 2 )

abel laten yang dirancang dalam penelitian

= 1 – (1 – 0,6561) (1 – 0,7569) ini. Dari output model PLS, pengujian model

struktural dan dugaan penelitian dilakukan = 1 - 0,083

= 0,917 dibulatkan 0,92 dengan melihat nilai estimasi koefisien

jalur dan nilai titik kritis (t­statistics) yang GOF yang dihitung dengan menggu-

signifikan pada = 0,05 (Hartono dan Abdillah nakan rumus Tenenhaus et al. (2005) adalah

2009:65). Berdasarkan kerangka konsep- sebesar 0.92. Dengan demikian, dapat tual penelitian ini, maka pengujian model disimpulkan bahwa model struktural tanpa

hubungan dan dugaan antar variabel peneli- variabel mediasi maupun dengan variabel tian ini akan dilakukan dalam dua tahapan mediasi adalah fit, karena nilai GOF lebih yaitu: (1) pengujian koefisien jalur pengaruh

dari 0.90. Model dapat digunakan untuk langsung, dan (2) pengujian koefisien jalur pengujian penelitian. Artinya, nilai Q2 yang

pengaruh tidak langsung (efek mediasi). terbentuk memiliki akurasi atau ketepatan

Hasil pengujian model struktural pene- model yang baik karena nilainya di atas 90%

litian dievaluasi dengan menggunakan uji (Hartono dan Abdillah 2009:88).

signifikansi melalui nilai koefisien path. Model struktural (inner model) dieva-

Peneliti menggunakan teknik bootstraping luasi dengan melihat nilai koefisien para-

dalam SmartPLS untuk melakukan pengu- meter jalur hubungan antar variabel laten.

jian signifikansi hubungan langsung antar Pengujian model struktural (inner model)

konstruk dalam penelitian ini. Hasil pengu- dilakukan setelah model hubungan yang jian terebut dapat dilihat pada Tabel 6.

dibangun dalam penelitian ini sesuai dengan

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201

Tabel 5. Hasil Pengujian Algoritma Indikator Konstruk

Composite

Cronbachs

Konstruk AVE

R Square

Communality Redundancy

0,2426 Keterangan: X1=Kompleksitas Sistem Pajak; X2=Kondisi Keuangan; X3=Kepercayaan Kepada Otoritas

Pajak; X4=Keadilan Sistem Pajak; Y1= Perencanaan Pajak; Y2= Kepatuhan Wajib Pajak

Setelah dilakukan pengujian outer pajak atas saran dari konsultan pajak. model secara keseluruhan, langkah selan-

Adanya kompleksitas dalam peraturan jutnya adalah melakukan pengujian inner

perpajakan menimbulkan suatu celah yang model dengan metode bootstraping. Dugaan

dapat dimanfaatkan wajib pajak badan yang dibangun dalam studi ini menggunakan

melalui tax professional untuk dapat mengu- pengujian dua ekor (two tailed). Berdasarkan

rangi risiko pajak dan besarnya pajak yang Tabel 6 dan Gambar 3 di atas dapat disim-

dibayarkan.

pulkan bahwa seluruh dugaan diterima. Hasil ini dapat dikaitkan dengan Berikut ini adalah uraian pengujian dugaan

teori perilaku terencana bahwa perilaku setiap konstruk pada model kepatuhan wajib

kepatuhan wajib pajak badan dipengaruhi pajak badan.

oleh adanya niat untuk melakukan peren- Hasil pengujian pada Tabel 6 di atas

canaan pajak dengan memanfaatkan celah- menunjukkan bahwa nilai t­statistics untuk

celah yang ditimbulkan oleh kompleksitas dugaan pertama adalah 5,7276 (>1,96), sistem perpajakan. Selain itu adanya risiko dengan koefisien berarah positif sebesar

audit pajak dan sanksi pajak yang berat 0,6565. Hasil pengujian dugaan pertama jika wajib pajak tidak mematuhi peraturan menunjukkan bahwa semakin kompleks perpajakan semakin memotivasi wajib sistem perpajakan di Indonesia berbanding

pajak badan untuk melakukan perenca- lurus dengan semakin tingginya motivasi naan pajak. Kemungkinan audit pajak yang wajib pajak badan untuk melakukan peren-

tinggi serta sanksi yang diberikan bagi wajib canaan pajak. Hasil ini mendukung hasil pajak yang tidak mematuhi undang-undang penelitian Fallan et al. (1995) dan Devos dan peraturan pajak merupakan suatu (2012) bahwa semakin kompleks sistem risiko bagi wajib pajak yang harus dihindari perpajakan akan berpengaruh positif terh-

melalui suatu perencanaan pajak yang baik. adap perilaku perencanaan pajak oleh wajib

Tabel 6. Hasil Uji Hubungan Langsung Antar Konstruk

Hubungan Sample (O)

Mean (M)

5,7276 KKN → PP

KPS → PP 0,6565

2,2814 KOP → KWP

2,4064 KDS → KWP

2,4573 PP → KWP

6,7959 Keterangan: KPS=Kompleksitas Sistem Pajak; KKN=Kondisi Keuangan; KOP=Kepercayaan Kepada

Otoritas Pajak; KDS= Keadilan Sistem Pajak; PP= Perencanaan Pajak; KWP= Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...194 Dugaan kedua menyatakan bahwa

kondisi keuangan berpengaruh positif terha dap perencanaan pajak. Hasil pengu- jian pada Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa nilai t­ statistics untuk dugaan kedua adalah 2,2814 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,2735. Hasil pengu- jian dugaan kedua ini menunjukkan bahwa semakin baik kondisi keuangan suatu peru- sahaan maka semakin tinggi pula moti- vasi wajib pajak untuk melakukan praktik perencanaan pajak sehingga dapat menge- fisiensikan alokasi dana perusahaan. Hasil ini senada dengan penelitian Crocker dan Slemrod (2004) dan Fallan et al. (1995) yang menyatakan bahwa semakin baik persepsi tax professional terhadap kondisi keuangan perusahaan maka semakin mening- katkan motivasi wajib pajak badan untuk melakukan perencanaan pajak. Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak menentu saat ini dapat menyebabkan kondisi keuangan perusahaan tidak stabil. Oleh karena itu, perusahaan harus pintar dalam menyiasati segala beban dan mengoptimalkan laba. Dengan melakukan perencanaan pajak maka beban pajak dapat diminimalisir dan tidak melanggar peraturan pajak yang ada.

Hasil ini dapat dikaitkan dengan hipo- tesis biaya politik yang menjelaskan bahwa dimensi politik dapat memberikan suatu tekanan bagi manajemen perusahaan untuk dapat memenuhi kepentingan para stake­ holder dan kewajiban perpajakannya. Teori ini menganalogikan bahwa perencanaan pajak merupakan salah satu metode yang paling baik dan minim risiko (low risk) yang dapat digunakan perusahaan melalui tax professional untuk dapat memenuhi kepen- tingan para stakeholder dan menjaga profita- bilitas perusahaan tanpa harus melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Dugaan ketiga menyatakan bahwa kepercayaan kepada otoritas pajak

berpe ngaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Hasil pengujian pada Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa nilai t ­statistics untuk dugaan ketiga adalah 2,4064 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,1911 sehingga dapat disim- pulkan bahwa dugaan ketiga diterima. Hasil pengujian dugaan ketiga menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan dalam membayar pajak. Hasil tersebut senada dengan penelitian Wintrobe dan Gerxhani (2001), Gomez dan Luis (2008) dan Kirchler et al. (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak yang bersih maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak tersebut. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kepercayaan wajib pajak terha dap integritas, pelayanan, konsistensi, dan transparansi yang ditun- jukkan oleh otoritas pajak memengaruhi kepatuhan perpajakan wajib pajak badan. Oleh karena itu, diharapkan otoritas pajak dapat mening katkan kepercayaan wajib pajak badan dengan menerapkan sistem pemerintahan yang bersih (good governance) dan pela yanan yang prima.

Hasil ini dapat dikaitkan dengan teori pencegahan (detterence theory) bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh para- digma manfaat, biaya dan risiko dari setiap tindakan yang akan dipilih. Teori ini menganalogikan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh persepsi wajib pajak tersebut terhadap pelayanan publik, kebijakan pajak yang adil, serta pembangunan yang diperoleh wajib pajak jika membayar pajak. Oleh karena itu, otoritas pajak diharapkan dapat memberikan pelayanan publik yang baik, pemban- gunan yang baik, serta kebijakan yang adil untuk dapat meningkatkan kepercayaan

Tabel 7. Total Effect Pengaruh Tidak Langsung Kompleksitas Sistem Pajak

Uji Pengaruh

Original Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard

Error (STERR)

T-Statistics

KPS → KWP 0,3996

3,7614 KPS → PP

5,7276 PP → KWP

6,7959 Keterangan: KPS = Kompleksitas sistem perpajakan; PP = Perencanaan Pajak; KWP = Kepatuhan

Wajib Pajak Badan

195

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201

wajib pajak sehingga secara tidak lang- sung dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak tersebut dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Hasil penelitian ini juga dapat dikaitkan dengan teori agensi (agency theory) bahwa pada penerapan SAS, terdapat pendelega- sian hubungan kepemilikan informasi yang tidak setara antara otoritas pajak (prin­ cipal) dengan wajib pajak (agen). Adanya asimetri informasi ini dapat memotivasi wajib pajak untuk melakukan penggelapan pajak dengan melanggar peraturan perpa- jakan yang berlaku. Apalagi terungkapnya kasus korupsi dan penggelapan uang pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak semakin menurunkan kepercayaan wajib pajak dan secara tidak langsung menurunkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu, kepercayaan meru- pakan aspek penting untuk dapat mening- katkan kepatuhan wajib pajak dan mensuk- seskan penerapan SAS.

Hasil pengujian pada Tabel 6 menun- jukkan bahwa nilai t ­statistics untuk dugaan keempat adalah 2,4573 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,1745. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa semakin adil sistem perpajakan di Indonesia, maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil ini mendukung hasil penelitian Richardson (2006) dan Sari (2009) yang menyatakan bahwa semakin baik persepsi wajib pajak terhadap penerapan tarif dan sanksi pajak yang adil akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak tersebut. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak badan memerlukan suatu keadilan dalam hal tarif dan sanksi pajak yang diterapkan. Tarif pajak harus disesuaikan dengan penghasilan yang diper- oleh perusahaan, dan sanksi pajak harus diterapkan secara adil sesuai dengan pelang- garan yang dilakukan.

Hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan teori pencegahan (deterrence theory) bahwa adanya keadilan dalam penerapan sanksi pajak dan kemungkinan audit pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak akan menghindari perilaku peng- gelapan pajak (tax evasion) karena perilaku tersebut tidak etis dan memiliki risiko yang tinggi (high risk) jika diketahui oleh aparat pajak. Sanksi pajak yang berat akan menim- bulkan efek jera bagi para pelanggar aturan pajak sehingga wajib pajak akan mencegah hal tersebut terjadi dengan patuh terhadap peraturan pajak yang berlaku.

Hasil pengujian pada Tabel 6 menun- jukkan bahwa nilai t ­statistics untuk dugaan kelima adalah 6,7959 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,6087 sehingga dapat disimpulkan bahwa dugaan kelima diterima. Hasil pengujian dugaan kelima menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi wajib pajak untuk melakukan perencanaan pajak maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan dalam membayar pajak. Hal ini membuk- tikan bahwa adanya praktik perencanaan pajak merupakan suatu solusi untuk dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan karena perencanaan pajak tidak melanggar peraturan pajak. Namun, aparat pajak masih harus tetap mengawasi perilaku perencanaan pajak yang digunakan oleh wajib pajak badan agar perencanaan pajak yang dilakukan wajar dan tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan teori perilaku terencana bahwa perencanaan pajak dilakukan karena adanya celah-celah dalam peraturan perpa- jakan (normative belief), kewajiban untuk melakukan

pengendalian

profitabilitas perusahaan (behavioral belief) serta untuk menghindari kemungkinan audit dan sanksi perpajakan (control belief). Kepatuhan wajib pajak dan pengendalian risiko bisnis

Tabel 8. Total Effect Pengaruh Tidak Langsung Kondisi Keuangan

Uji Pengaruh

Original Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard

Error (STERR)

T-Statistics

PP → KWP 0,6087

6,7959 KKN → KWP

2,4481 KKN → PP

2,2814 Keterangan: KKN= Kondisi Keuangan; PP= Perencanaan Pajak; KWP= Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...196 merupakan goal atau tujuan utama perusa-

haan untuk melakukan perencanaan pajak yang baik dan benar.

Seperti yang telah dipaparkan sebe- lumnya, penelitian ini menggunakan vari- abel mediasi yaitu perencanaan pajak yang memediasi pengaruh kompleksitas sistem perpajakan dan kondisi keuangan terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian pengaruh tidak langsung (mediasi) yang bertujuan untuk mengetahui kedudukan variabel intervening dalam model. Pengujian mediasi dilakukan guna menentukan sifat hubungan antar variabel baik sebagai variabel mediasi sempurna (fully mediation), mediasi seba- gian (partial mediation) atau bahkan bukan variabel mediasi. Pendekatan PLS dalam pengujian variabel mediasi dapat dilakukan dengan mengalikan nilai koefisien jalur pengaruh variabel eksogen terhadap variabel mediasi dengan koefisien jalur pengaruh variabel mediasi terhadap variabel endogen dan perbedaan nilai koefisien. Pendekatan perbedaan koefisien menggunakan metode pemeriksaan dengan melakukan analisis tanpa melibatkan variabel mediasi (Latan dan Ghozali 2012:45).

Suatu variabel mediasi dikatakan mediasi sempurna, jika koefisien jalur

pengaruh variabel independen terhadap vari- abel mediasi signifikan, namun pengaruh

variabel independen terhadap dependen tidak signifikan. Suatu variabel mediasi dikatakan mediasi sebagian, jika koefisien

jalur pengaruh variabel independen terhadap variabel mediasi signifikan, serta pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen signifikan. Sedangkan, suatu vari-

abel dikatakan bukan variabel mediasi jika koefisien jalur variabel independen terhadap variabel mediasi tidak signifikan, serta vari-

abel independen terhadap variabel dependen juga tidak signifikan (Hartono dan Abdillah

Adanya variabel mediasi (intervening) dapat diartikan bahwa variabel independen tidak secara langsung memengaruhi variabel dependen, melainkan melalui proses trans- formasi yang diwakili oleh variabel inter­ vening (Hartono dan Abdillah 2009: 117-121). Variabel independen dalam pengujian ini adalah kompleksitas sistem perpajakan dan kondisi keuangan. Variabel dependen dalam pengujian ini adalah kepatuhan wajib pajak badan. Sedangkan variabel intervening dalam pengujian ini adalah perencanaan pajak.

Berikut ini nilai koefisien jalur kompleksitas sistem perpajakan terhadap perencanaan pajak dan kompleksitas sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7, bahwa nilai koefisien jalur kompleksitas sistem pajak

terhadap perencanaan pajak dan perenca- naan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan adalah signifikan, serta kompleksitas sistem pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan adalah signifikan, maka perencanaan pajak dalam model penelitian dikatakan sebagai variabel mediasi sebagian (partial mediation). Hasil ini dapat diartikan bahwa kompleksitas sistem perpajakan dapat memengaruhi secara langsung kepatuhan wajib pajak badan dan juga dapat memenga- ruhi secara tidak langsung kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak.

Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien jalur kondisi keuangan terhadap peren- canaan pajak dan perencanaan pajak terha dap kepatuhan wajib pajak badan

adalah signifikan, serta kondisi keuangan terha dap kepatuhan wajib pajak badan

adalah signifikan, maka perencanaan pajak dalam model penelitian dikatakan sebagai variabel mediasi sebagian (partial media­ tion). Hasil ini dapat diartikan bahwa kondisi keuangan dapat memengaruhi secara lang- sung kepatuhan wajib pajak badan namun juga dapat memengaruhi secara tidak lang- sung kepatuhan wajib pajak melalui peren- canaan pajak.

Uji signifikansi. Dalam studi ini terdapat dugaan hubungan tidak langsung antara variabel independen dengan vari- abel dependen melalui variabel intervening yaitu pada dugaan keenam dan ketujuh. Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat disim- pulkan bahwa dugaan keenam dan ketujuh diterima karena nilai t ­statistic nya lebih dari rule of thumb two tailed yaitu > 1,96.

Dugaan keenam menyatakan bahwa kompleksitas sistem perpajakan berpe- ngaruh tidak langsung terhadap kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak. Hasil pengujian pada Tabel 8 menun- jukkan bahwa nilai t­ statistics untuk dugaan keenam adalah 3,7614 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,3996 sehingga dapat disimpulkan bahwa dugaan keenam diterima. Hasil pengujian dugaan keenam menunjukkan bahwa semakin kompleks peraturan perpajakan maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2014, Hlm. 185-201 pajak badan dengan semakin mening-

katnya motivasi untuk menerapkan peren- canaan pajak. Hasil ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Westat (1980) dan Devos (2012) yang menyatakan bahwa adanya kompleksitas pada sistem perpajakan akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan menerapkan saran yang diberikan oleh konsultan pajak. Perencanaan pajak merupakan metode yang dapat digunakan wajib pajak badan untuk dapat memenuhi utilitasnya dan sekaligus memenuhi kewajiban perpajakannya karena dengan melakukan perencanaan pajak yang baik, perusahaan dapat meminimalkan biaya dan risiko pajak yang ada dengan tetap mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak badan melakukan perencanaan pajak dengan memanfaatkan kompleksitas sistem perpajakan yang berlaku untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan sehingga kewajiban perusahaan kepada shareholder dan peme- rintah dapat terpenuhi.

Hasil ini dapat dikaitkan dengan teori perilaku terencana bahwa perilaku seorang individu dipengaruhi oleh adanya niat dan motivasi yang memperkuat niat tersebut. Adanya celah-celah yang ditimbulkan oleh kompleksitas sistem perpajakan akan memotivasi wajib pajak badan untuk mene- rapkan perencanaan pajak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, perencanaan pajak merupakan solusi bagi wajib pajak badan agar dapat mengu- rangi beban pajak dengan tetap mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.

Dugaan ketujuh menyatakan bahwa kondisi keuangan berpengaruh tidak lang- sung terhadap kepatuhan wajib pajak badan melalui perencanaan pajak. Hasil pengujian pada Tabel 8, nilai t ­statistics untuk dugaan ketujuh adalah 2,4481 (>1,96), dengan koefisien berarah positif sebesar 0,1665 sehingga dapat disimpulkan bahwa dugaan ketujuh diterima. Hasil pengujian dugaan ketujuh ini menunjukkan bahwa semakin baik kondisi keuangan suatu perusahaan akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan tersebut dengan semakin meningkatknya motivasi untuk melakukan perencanaan pajak. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Harinurdin (2009) dan Slemrod (1989) yang menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan wajib pajak badan, maka akan semakin mening- katkan kepatuhan wajib pajak badan

tersebut. Keuntungan yang diperoleh peru- sahaan dapat menarik perhatian share­ holder maupun otoritas pajak. Shareholder akan menuntut pembagian keuntungan yang adil atas laba perusahaan sementara otoritas pajak akan menarik pajak sesuai dengan besarnya laba yang diperoleh peru- sahaan. Oleh karena itu, perencanaan pajak merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengurangi biaya khususnya biaya pajak dengan tidak melanggar peraturan perpa- jakan yang berlaku sehingga tetap dapat memenuhi kewajiban perpajakannya.

Hasil ini dapat dikaitkan dengan hipo- tesis biaya politik. Teori ini menjelaskan bahwa semakin besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan, maka akan semakin besar pula kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Untuk dapat menjaga kondisi keuangan perusahaan, maka peru- sahaan melalui tax professional harus dapat melakukan perencanaan pajak yang baik

dan efisien sehingga uang hasil penghe- matan pajak dapat dialihkan untuk kepen- tingan lainnya.

Ada beberapa kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari hasil penelitian di atas. Pertama, kompleksitas sistem perpa- jakan memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap perencanaan pajak. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak meman- faatkan celah-celah yang ditimbulkan oleh kompleksitas peraturan pajak yang berlaku agar dapat mengurangi risiko keuangan dan risiko pajak dengan tujuan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Tidak ada peraturan yang dapat mengatur setiap tindakan dengan sempurna. Jadi, dapat dikatakan bahwa kompleksitas merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, otoritas pajak khususnya aparat pajak haruslebih fokus dalam melakukan sosialisasi tentang peraturan perpajakan yang baru dengan tetap mengawasi setiap laporan pajak yang dibuat oleh wajib pajak badan agar tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Kedua, kondisi keuangan memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap

perencanaan pajak. Hal ini membuktikan bahwa perencanaan pajak diperlukan untuk dapat mengendalikan risiko keuangan peru- sahaan. Perencanaan pajak harus dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat mengendalikan kas dan memenuhi kewa- jibannya karena semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka akan semakin

Syakura, Baridwan, Determinan Perencanaan Pajak dan Perilaku Kepatuhan...198 besar pula tanggung jawab atau kewajiban

yang harus dipenuhi kepada shareholder dan pemerintah. Selain itu kesejahteraan karyawan dan manajemen perusahaan juga harus dipenuhi perusahaan atas laba yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, perencanaan pajak yang baik penting untuk menjaga profitabilitas dan kinerja perusa-

haan dengan tetap memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan serta mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.

Ketiga, kepercayaan kepada otoritas pajak memiliki pengaruh signifikan dan

positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan wajib pajak badan terhadap otoritas pajak, maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan. Maraknya kasus korupsi yang melibatkan aparat pajak maupun peme- rintah semakin menurunkan profesio- nalitas dan integritas otoritas pajak di mata wajib pajak. Wajib pajak akan merasa tidak ada gunanya membayar pajak jika pada akhirnya uang pajak yang disetorkan pada akhirnya akan dimanfaatkan mafia pajak untuk memperoleh keuntungan pribadi. Oleh karena itu, otoritas pajak khususnya DJP sebagai pemungut pajak harus dapat menjaga integritas, profesionalitas, serta konsistensinya dalam mengumpulkan pajak dan memberantas mafia pajak sehingga wajib pajak akan kembali percaya kepada DJP yang secara tidak langsung akan mening katkan kepatuhan wajib pajak.

Keempat, keadilan sistem perpajakan memiliki pengaruh signifikan dan positif

terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Hal ini membuktikan bahwa semakin adil sistem perpajakan menurut persepsi wajib pajak badan maka akan semakin mening- katkan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Setiap wajib pajak mengharapkan adanya suatu keadilan dan keseimbangan dalam peraturan perpajakan. Keadilan yang diharapkan dari penerapan peraturan dan kebijakan pajak adalah penerapan tarif pajak harus sesuai dengan kemampuan wajib pajak serta sanksi pajak harus dike- nakan secara adil bagi setiap wajib pajak yang melanggar sesuai dengan berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan tanpa pengecualian. Jika tarif pajak yang ditetapkan di rasa memberatkan bagi wajib pajak dan jika sanksi pajak tidak diterapkan secara adil atau tidak konsisten maka secara

tidak langsung akan mening katkan perla- wanan pajak seperti penggelapan pajak (tax evasion). Oleh karena itu, pemerintah harus dapat menetapkan tarif dan sanksi pajak yang adil sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Selain itu, DJP dan aparat pajak harus konsisten, jujur, adil, dan profesional dalam menjalankan kewajibannya serta memberikan sanksi kepada wajib pajak yang melanggar peraturan pajak.

Kelima, perencanaan pajak memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap