PROBLEMATIKA ADAPTASI PENDISIPLINAN PERI. pdf

PROBLEMATIKA ADAPTASI PENDISIPLINAN PERILAKU DALAM
KEGIATAN PIKET KELAS
(Studi Kasus: Upaya Pendisiplinan Perilaku Normatif Siswa Kelas IV di SDN
Belendung Tengah 1 Kota Tangerang, Indonesia)
Bambang Afriadi
(E-mail: afriadi.bambang@yahoo.co.id)

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perilaku bermasalah dari adaptasi yang dibuat oleh siswa kelas IV
di SDN Belendung Tengah I dalam kegiatan kelas piket. Dimana pola perilaku merupakan bentuk pada
respon terhadap suatu bentuk aturan yang diterapkan dalam hal ini di SDN Belendung Tengah I yang
terletak di Kyai Haji Mursan Desa jalan Belendung Kecamatan Tangerang. Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif studi kasus problematika adaptasi dalam kegiatan piket
kelas di SDN Belendung Tengah I. Di mana sekolah memiliki aturan atau situasi di sekolah dimaksudkan
untuk memungkinkan kondisi sosial selaras agar siswa berperilaku disiplin. Piket kelas merupakan bagian
hidden kurikulum bertujuan membentuk siswa perilaku disiplin, tetapi dalam prakteknya terjadi masalah
adaptasi perilaku tidak disiplin, perilaku mengganggu tujuan kegiatan piket. Masalahnya terjadi
sehubungan dengan pengetahuan dan sikap siswa yang menghasilkan siswa cara adaptasi dari kegiatan
kelas piket. Siswa yang memiliki masalah dalam nilai normatif pada kegiatan piket merupakan bagian
beradaptasi dengan cara yang salah.
Kata kunci : Piket Kelas, Adaptasi, Disiplin, Pengembangan Moral


A. Pendahuluan
Ketika upaya pendisiplinan menjadi
problem maka problem utamanya adalah
adaptasi dalam pendisiplinan perilaku siswa
pada kegiatan tersebut. Dalam praktik
kegiatan piket kelas melihat sebagai
kedisiplinan yang intrumental akan tetapi
dalam prakteknya tidak menyentuh yang
subtansial dari siswa. Sehingga terjadi
problem pendisplinan dalam kegiatan piket
kelas dengan perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan. Pada masa kanak-kanak menurut
Taufik Abdullah dan A .C. Van Der Leeden
kita dapat membedakan dua tahap masa
kanak-kanak.
Tahap
pertama
hampir
seluruhnya berlangsung dalam keluarga atau

sekolah taman kanak-kanak yang sebenarnya
merupakan pengganti keluarga. Tahap kedua
berlangsung di sekolah dasar. Pada waktu itu
anak-anak mulai belajar meninggalkan
lingkungan keluarganya dan mulai memasuki
lingkungannya dan memasuki lingkungan

yang lebih luas. Tahap ini disebut tahap
kanak-kanak kedua.
Perkembangan moral bergantung dari
perkembangan kecerdasan anak, di antara
berbagai usaha untuk memperlihatkan
kemampuan melakukan penilaian moral.
Perilaku yang sesuai dengan standar sosial
yang disetujui, mengikuti pola yang dapat
diramalkan yang berkaitan dengan urutan
tahapan dalam perkembangan kecerdasan.
Perkembangan moral mengikuti pola yang
diramalkan dalam kegiatan piket kelas
memiliki

kereteria
adaptasi
dalam
pelaksanaanya. Dalam hal ini fungsi pokok
disiplin ialah mengajar anak menerima
pengekangan yang diperlukan dan membantu
mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang
berguna dan diterima secara sosial.
Kegiatan piket kelas pada jenjang kelas
satu dan dua anak mengenal kegiatan ini
sebagai aturan yang harus diterima, dalam
1

Tahap
perkembangan
anak
penyesuaian sosial merupakan suatu cara
untuk menyesuaikan terhadap tuntutan dan
batasan
dalam

masyarakat.
Termasuk
kemampuan bekerja secara harmonis serta
mendapatkan kepuasan dalam interaksi sosial.
Dimana dari hasil interaksi-interaksi individu
juga mempelajari ketrampilan-ketrampilan
sosial yang diperlukan dalam penyesuaian
sosialnya. Carol Gestwicki mengemukakan
beberapa prinsip dasar perkembangan.
Pertama, dalam perkembangan terdapat urutan
yang dapat diramalkan. Kedua, perkembangan
pada suatu tahap merupakan landasan bagi
perkembangan berikutnya. Ketiga, dalam
perkembangan terdapat waktu-waktu yang
optimal. Keempat, Perkembangan kematangan
hasil
interaksi
faktor-faktor
biologis
(kematangan) dan faktor lingkungan (belajar).

Kelima, perkembangan maju berkelanjutan
merupakan kesatuan yang saling berhubungan,
dengan semua aspek-aspek (fisik, kognitif,
emosional,
dan
sosial)
yang
saling
mempengaruhi. Keenam, Setiap individu
berkembang sesuai dengan waktunya masingmasing. Ketujuh, perkembangan berlangsung
dari yang sederhana kepada yang kompleks,
dari yang umum kepada yang khusus.
Belajar adalah perubahan perilaku
sebagai fingsi pengalaman. Didalamnya
tercangkup perubahan-perubahan afektif,
motorik, dan kognitif yang dihasilkan sebabsebab lain, Albert Bandura menjelaskan sistem
pengendalian perilaku yaitu: Stimulus Control,
Outcome Control, Syimbolic Control
Bagi
Durkheim,

ruang
kelas
merupakan masyarakat kecil dan dia
menyimpulkan bahwa kesadaran kolektif akan
menciptakan kekuatan yang cukup untuk
menanamkan sikap moral. Bagi Durkheim
pendidikan hadir dan memproduksi semua
elemen moralitas. Bahwa pendidikan akan
memberikan individu disiplin-disiplin yang
mereka butuhkan untuk mengendalikan nafsu
yang mengancam mereka dan pendidikan bisa
mengembangkan sesuatu rasa pengabdian

kegiatan di jenjang kelas ini anak tidak
dituntut untuk sepenuhnya disiplin dalam
pelaksanaan. Sedangkan pada jenjang kelas
tiga, empat, lima, dan enam siswa dituntut
untuk disiplin sesuai standar kedisiplinan, hal
ini berkaitan dengan pola-pola rutinitas
kegitan piket kelas yang diterapkan oleh SDN

Belendung Tengah I. Dengan siswa disiplin
maka ia akan merasa aman apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan. Dengan
rutinitas yang tersetruktur dan berpola pada
kegiatan piket kelas pada kelas IV seharusnya
siswa telah beradaptasi dan memiliki
kedisiplinan dalam kegatan tersebut.
Fokus permasalahan yang dikaji pada
penelitian ini adalah “Apa makna piket kelas
bagi
sekolah?
Bagaimana
problem
pendisiplinan pada kegiatan piket kelas terjadi
? Bagaimana siswa melakukan tindakan tidak
disiplin dalam kegiatan piket kelas?
Bagaimana tindakan sekolah mengatasi
problem adaptasi pendisiplinan?”
Piket kelas sebagai standarisasi
perilaku normatif siswa yang bertujuan agar

disiplin atau berperilaku normatif dalam hal
membersikan kelas dan menjaga kerapihan
kelas sesuai jadwal dan regu piket yang telah
ditentukan. Merupakan bagian yang tidak
terpisahkan antara kedisiplinan regu piket dan
individu-individu dalam regu piket. Sehingga
kesatuan individu dalam regu piket kelas
memiliki tanggung jawab yang sama harus
melaksanakan tugasnya sesuai pola-pola yang
terdapat dalam kegiatan ini. Oleh karena itu,
dapat terlihat dari kerangka konseptual sebagai
berikut:
Tabel 1
Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Peneliti
2

terhadap masyarakat dan sitem moralnya di
dalam diri para murid. Sedangkan bagi

struktur fungsional sekolah dalam kegiatan
piket kelas kepada masalah-masalah sistem
tindakan maupun sistem sosial maka
menggunakan konsep Talcott Parsons suatu
yaitu: sistem hanya bisa fungsional apabila
semua persyaratan terpenuhi. Ada empat
persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh
sebuah sistem yaitu: adaptation/ adaptasi (A),
goal attainment/ pencapaian tujuan (G),
integration/ integrasi (I), dan laten pattern
maintenance/ pola pemeliharaan laten (L).
Dari kesuluruhan persyaratan suatu sistem
terpenuhi bisa fungsional maka akan tercapai
tujuan.

SDN Belendung Tengah I memiliki
guru sebagai tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan yang cukup memadai. Jumlah
guru sebanyak 11 orang dengan rincian 4 guru
PNS dan 7 orang non-PNS. Guru yang sudah

berkualifikasi minimal S1 sebanyak 6 orang.
Jumlah tenaga kependidikan sebanyak 3 orang
non-PNS yang terdiri atas 1 orang TU, 1 orang
tenaga Kebersihan/penjaga. Tahun pelajaran
2013/2014 SDN Belendung Tengah I memiliki
siswa jumlah 176, terdiri atas 86 laki-laki dan
90 perempuan.
Jumlah siswa kelas IV sebanyak 30
siswa yang terdiri dari 10 siswi dan 20 siswa,
sedangkan usia siswa kelas IV antara 8 sampai
sebelas tahun. Posisi tempat duduk siswa
memiliki bangku dan meja masing-masing
yang berjarak sekitar 10cm pada setiap baris
lalu jarak antara baris sekitar 30cm. Hasil
pengamatan etnografi kelas didukung dengan
data sekolah, kondisi fisik kelas IV SDN
Belendung Tengah I bahwa kondisi fisik SDN
Belendung Tengah I sangatlah muda, dari data
yang diperoleh SDN Belendung Tengah I baru
saja direnovasi pada bulan Juni 2013 dan baru

selesai dan ditempati kembali pada bulan
September 2013. Sehingga kelas IV memiliki
sarana dan prasarana yang semuanya baru, hal
ini memungkinkan siswa menjaga kelasnya
agar terlihat terawat.
Kondisi fisik kelas ini terlihat masih
kokoh dan penataan kelas yang terlihat rapi.
Di dalam kelas juga dihiasi berbagai pajangan
berupa karya seni siswa dan foto-foto
pahlawan nasional. Terdapat beberapa
informasi yang tertempel di tembok kelas
seperti jadwal pelajaran, struktur organisasi
kelas, dan struktur jadwal regu piket kelas.
Tidak terdapat barisan yang hanya berisi siswa
atau siswi saja, melainkan dibaurkan dalam
setiap barisan. Berikut denah tempat duduk
yang ada di kelas IV .

B. Metode Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif studi kasus
problematika adaptasi dalam kegiatan piket
kelas di SDN Belendung Tengah I. Penelitian
kualitatif mempertemukan langsung antara
peneliti dengan para informan yang ingin
digali melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hal ini dilakukan peneliti guna
memperoleh data yang empirik untuk dapat
menggambarkan kajian utama dari penelitian
yang dilakukan. Terkait informasi yang
peneliti butuhkan, peneliti mencoba untuk
mencari informan-informan yang terlibat
langsung dalam kajian yang diteliti.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Konteks Sosial SDN Belendung Tengah I
SDN Belendung Tengah I beralamat di
Jalan Kyai Haji Mursan, Kelurahan
Belendung,
Kecamatan
Benda,
Kota
Tangerang, Provinsi Banten dengan jarak dari
pusat Kota Tangerang sekitar 5 kilometer.
Sekolah ini dibangun pada tahun 1976 di atas
lahan seluas 467
dan pada tahun 2013
dibangun dua lantai. Sekolah yang memiliki
nomor statistik sekolah (NSS) 101280504013
memilki NPSN 20607269 dan terakreditasi A.

3

tuntutan kehidupan dalam suatu masyarakat.
Sehigga dapat mempersiapkan anak didik
untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi
masyarakat dimana mereka hidup untuk
berperilaku normatif. Untuk terciptanya proses
pendidikan yang sesuai dengan pengembangan
masyarakat maka diperlukan rancangan
pendidikan berupa instrumen yang landasan
pengembangannya.
Memperhatikan
perkembangan masyarakat sebagai dasar
pentingnya faktor kebutuhan dan tuntutan
dalam pengembangan pembudayaan perilaku
pada siswa. Serta untuk mendapatkan
pengalaman langsung; supaya anak-anak
berpikir kritis dan produktif; berkelakuan
susila.
Piket kelas sebagai kegiatan sekolah
memiliki posisi yang ideal sebagai bentuk pola
pembudayaan terhadap siswanya. Agar
terciptanya dan terjaganya kelas yang sehat
sehingga jauh dari berbagai macam penyakit.
Hal seperti itu dapat tercapai jika lingkungan
tersebut bersih dari berbagai macam sampah
yang berserakan.
Kegiatan piket kelas secara ideal
berhubungan dengan tujuan-tujuan sekolah.
Tujuan tersebut bila dipahami tidak lepas
kaitannya dengan misi SDN Belendung
Tengah I yaitu: menciptakan lingkungan
sekolah yang aman, nyaman, rapih, bersih dan
menyenangkan. Melalui kegiatan piket kelas
SDN Belendung Tengah I mengharapkan
siswa akan mengerti dan paham nilai budaya
kebersihan, kerapihan serta kenyamanan kelas.
Perilaku tersebut merupakan karakter siswa
yang diharapkan dapat dibentuk melalui
kegiatan piket kelas. Dengan demikian setiap
tindakan siswa dalam kegiatan piket kelas
dimaknai sebagai nilai berbudaya hidup sehat.
Melalui kegiatan piket kelas siswa dapat
berperan dalam membersikan dan menjaga
kebersihan kelas dengan cara tidak membuang
sampah sembarangan, selain itu siswa juga
bisa membuang sampah yang berserakan pada
tempat sampah yang telah tersedia agar tidak

Gambar 1
Denah Tempat Duduk di Kelas IV

Sumber: Hasil Temuan Penelitian
2. Pola Hubungan Guru dan Murid
Pola yang terjalin dari hasil
pengamatan
dalam
lingkungan
SDN
Belendung Tengah I seperti yang semestinya
dengan dinamikanya. Pola hubungan guru dan
siswa nampak jelas terlihat ketika guru datang
siswa bergegas menghampiri guru tersebut dan
mencium tangan. Dari hasil pengamatan
seringkali guru dan siswa berjalan bersama
waktu pergi sekolah dan pulang sekolah.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa
rumah guru SDN Belendung Tengah I tidak
terlalu jauh sehingga dapat dijangkau dengan
berjalan kaki. Dari situasi tersebut tampak
jelas bahwa bisa saja rumah guru dan murid
tersebut berdekatan atau mereka bertemu di
jalan.
Sebagai
seorang
guru
yang
mengemban tugas sebagai seorang pendidik,
sebagai
kapasitasnya
tersebut
siswa
merupakan bagian tanggung jawab pendidik.
Guru sebagai pendidik bertanggung jawab atas
segala hal yang berkaitan tentang perilaku dan
situasi yang ada dalam sekolah. Melihat
kondisi pada kasus yang dikatakan
menyimpang penulis mendapati bahwa siswa
sering kali ditegur agar tidak bertindak yang
tidak sesuai dengan nilai yang ada.
3. Posisi Piket Kelas dalam Sistem
Pendidikan Sekolah
a. Pandangan Sekolah pada Piket Kelas
SDN Belendung Tengah I sebagai
lembaga pendidikan harus mengantisipasi
4

kelas menjadi intrumen proses pembudayaan
karakter di SDN Belendung Tengah I.
SDN Belendung Tengah I melihat
piket kelas sebagai standar proses pendidikan.
Hal ini berhubungan, bahwa piket kelas
memiliki nilai budaya yang normatif. Dengan
nilai budaya yang normatif piket kelas sebagai
sebuah
proses
pembelajaran
memberi
pengalaman
terhadap
siswa,
dengan
melakukan kegiatan tersebut. Piket kelas
sebagai proses pembelajaran dalam dimensi
pembudayaan dan pemberdayaan memiliki
makna membangun kemandirian, disiplin,
potensi diri dan kreativitas peserta didik yang
ingin dicapai SDN Belendung Tengah I
melalui kegiatan tersebut.
4. Kegiatan Piket Kelas
Regu piket adalah regu kerja yang
bertugas untuk membersihkan dan menjaga
kebersihan kelas. Sebagai kesatuan regu piket
siswa diwajibkan keikutsertaanya sesuai
jadwal untuk melakukan kegiatan piket kelas.
Dengan demikian, piket kelas dapat diartikan
sebagai
kegiatan
gotong-royong
atau
kerjasama dalam membersihkan dan menjaga
kebersihan kelas.
Setelah pembentukan regu piket kelas,
maka regu piket kelas melaksanakan tugasnya.
Pola kegiatan piket kelas dapat dikategorikan
sebagai berikut: Pertama, setelah kegiatan
belajar mengajar selesai jam 12:30. Regu piket
disarankan oleh guru agar melaksanakan
tugasnya membersihkan dan merapihkan
kelas. Bertujuan agar regu piket tidak lupa
akan tugasnya membersihkan dan merapihkan
kelas. Kedua, setelah guru dan sebagian siswa
yang tidak piket meninggalkan kelas. Regu
piket
melaksanakan
tugasnya
yaitu:
membersihkan dan merapihkan kelas.
Sebelum siswa membersihkan kelas terlebih
dahulu regu piket mengangkat kursi dan
meletakannya di atas meja. Ini dimaksudkan
agar kaki-kaki kursi tidak menghalangi saat
membersihkan sampah di lantai. Setelah itu
regu piket kelas membersihkan sampah
dengan cara disapu dan membuang sampah

ada sampah yang berserakan di lingkungan
sekolah.
b. Sebagai Standar Proses Pendidikan
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengemban potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Menurut Wina Sanjaya, yaitu:
anak harus dipandang sebagai organisme yang
sedang berkembang dan memiliki potensi.
Tugas pendidikan adalah pengembangan
potensi yang dimiliki anak didik, bukan
menjejalkan materi pelajaran atau memaksa
agar anak dapat menghafal data dan fakta
(Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2006, hlm.3)
SDN Belendung Tengah I sebagai
sistem pendidikan berada di dalam suatu
suprasistem,
adapun
yang
dimaksud
suprasistem
bagi
pendidikan
adalah
masyarakat. Selain sistem pendidikan, di
dalam supra sistem tersebut terdapat pula
berbagai sistem lainnya, seperti sistem
ekonomi, sitem politik, sistem sosial budaya
(Dinn Wahyudin, dkk, Pengantar Pendidikan,
Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, hlm.8.78.8). Salah satu prinsip pendidikan
diselenggarakan sebagai proses pembudayaan
dan pemberdayaan siswa yang berlangsung di
dalam sekolah sebagai media. Dalam proses
tersebut diperlukan instrumen yang berkenaan
pada standar proses pendidikan agar
membentuk manusia seutuhnya dengan tidak
mengandalkan ilmu pengetahuan tanpa
didukung dengan perilaku yang baik. Piket
kelas hadir dari sebuah kebutuhan, di mana
ruang interaksi atau ruang sosial dalam hal ini
sekolah sebagai ruang interaksi siswa, piket

5

kedalam tempat yang telah disediakan. Setelah
kelas bersih dari sampah regu piket mengepel
lantai kelas. Setelah kelas benar-benar bersih
dan rapih regu piket dapat pulang kerumah
masing-masing.
Ketiga, setelah kelas benar-benar
bersih dan rapih. Pada hari berikutnya regu
piket menjaga kebersihan kelas dari sampah
yang dibuang sembarangan oleh siswa lain.
kegiatan ini bertujuan agar kelas nyaman
untuk dilaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Keempat, kegiatan pemantauan dan evaluasi
kegiatan piket kelas dilakukan oleh guru.
Kegiatan pemantauan dilakukan oleh guru
ketika regu piket melaksanakan tugasnya
membersihkan dan merapihkan kelas.
Bertujuan agar regu piket melaksanakan
tugasnya dengan baik. Sedangkan evaluasi
dilakukan pada hari berikutnya. Kegiatan ini
dilakukan oleh guru sebelum kegiatan belajar
mengajar di kelas berlangsung jam 07:30.
Ketika kelas sudah berada dalam kondisi
bersih maka kegiatan belajar mengajar dapat
dilaksanakan. Akan tetapi jika kondisi kelas
tidak bersih maka kegiatan belajar mengajar
belum dapat dilaksanakan sebelum kelas
benar-benar bersih.
5. Pola Pendisiplinan Perilaku melalui Piket
Kelas
Jenjang sekolah dasar merupakan
dunia yang baru bagi siswa. Siswa
mempelajari hal-hal baru yang belum
dipelajarinya
dalam
keluarga
ataupun
kelompok bermain. Di sekolah anak belajar
mandiri untuk menghadapi dunia baru, di
mana ia mengenal berbagai macam aturan
dengan kondisi yang jauh berbeda dari
kehidupan sosialisasi pertamanya di keluarga.
Untuk mendisiplinkan siswa, sekolah memiliki
caranya tersendiri agar siswa berperilaku
sesuai dengan aturan. Agar mau atau secara
sukarela melakukan apa yang diperintahkan
sekolah melalui guru yang berperan sebagai
pendidik.
Dengan kegiatan piket kelas ini
diharapkan semua elemen kedisiplinan dapat

dimiliki oleh siswa. Kegiatan piket kelas
dilaksanakan oleh siswa dengan harapan siswa
memiliki kedisiplinan sehingga tujuan piket
kelas sesuai dengan harapan. Untuk
mengetahui elemen pendisiplinan perilaku
dalam kegiatan piket kelas dapat diketahui
pada skema 3.2 sebagai berikut.
Skema 1
Pendisiplinan Perilaku melalui Piket Kelas
Piket Kelas
kepatuhan

kosistensi

Pemahaman nilai
Kebersihan dan
Keterampilan

RUANG
KELAS
Tanggung
Jawab
Moralitas

Sumber: Diolah dari Hasil Obeservasi
Adapun perilaku kedisiplinan yang
dibentuk melalui kegiatan piket kelas yaitu:
kepatuhan, moralitas, tanggung jawab,
pemahaman
nilai
kebersihan
dan
keterampilan, serta konsistensi siswa dalam
kegiatan piket kelas yang di uraikan sebagai
berikut:
Pertama, kepatuhan, merupakan dasar
kedisiplinan siswa agar melaksanakan setiap
aturan sekolah. Piket kelas sebagai aturan
sekolah diwajibkan bagi siswa untuk
melaksanakannya. Kedisiplinan yang dibentuk
melalui kegiatan piket kelas adalah kepatuhan
siswa melaksanakan piket kelas sesuai jadwal
dan kelompok yang ditentukan. Karena jadwal
piket merupakan salah satu peraturan yang
harus dipatuhi dan ditaati oleh regu piket.
Kedua, tanggung jawab, merupakan
nilai yang ditanamkan melalui kegiatan piket
kelas. Tanggung jawab disini diartikan bahwa
setiap anggota regu piket wajib melaksanakan
kegiatan piket kelas yaitu membersihkan dan
menjaga kebersihan kelas. Dengan siswa
melaksanakan kegiatan piket kelas maka nilai
6

tanggung jawab telah dibentuk melalui
kegiatan piket kelas. Tanggung jawab tidak
hanya dimiliki individu melainkan sebagai
regu piket maka kerjasama sangat dibutuhkan
dalam kegiatan piket kelas. Melalui regu piket
kelas yang telah dibentuk, siswa akan
mengetahui jadwal dan teman regu piketnya.
Sehingga kerjasama kegiatan piket kelas yang
dilakukan secara bersama-sama dan bergiliran
akan merangsang perkembangan aspek sosial.
Ketiga,
moralitas
merupakan
kedisiplinan itu sendiri di mana siswa sebagai
individu dan sebagai anggota regu piket harus
melaksanakan
kegiatan
piket
kelas.
Pelaksanaan kegiatan piket kelas harus sesuai
dengan nilai normatif dalam kegiatan piket
kelas.
Keempat, penanaman nilai kebersihan
dan keterampilan merupakan tujuan dari
kegiatan piket kelas. Melalui kegiatan piket
kelas siswa diharapkan mengerti dan paham
nilai dari kegiatan tersebut. Maksudnya adalah
siswa paham apa yang harus dilakukan ketika
melihat kondisi kelas yang kotor melalui
rutinitas kegiatan piket kelas. Maka kesadaran
diri masing-masing siswa untuk menjaga
kebersihan kelas akan tertanam dengan
sendirinya. Secara tidak langsung, perilaku
menjaga
kebersihan
ini
juga
akan
memengaruhi perilakunya di rumah atau
lingkungan lain.
Kelima, kosistensi berarti tingkat
keseragaman atau stabilitas. Dalam kegiatan
piket kelas fungsi kosistensi memiliki nilai
mendidik karena menjadi ciri semua aspek
disiplin dari kegiatan ini. Perlunya konsistensi
dalam kegiatan piket kelas digunakan sebagai
pedoman siswa berperilaku sesuai nilai
normatif melaksanakan kegiatan tersebut.
6. Problem
Adaptasi
Siswa
terhadap
Pendisiplinan Perilaku dalam Piket Kelas
Kedisiplinan ialah bentuk perilaku
yang dianggap perlu untuk perkembangan
anak. Dengan disiplin anak belajar berperilaku
dengan cara yang diterima dimasyarakat, dan
sebagai hasilnya diterima oleh anggota

kelompok sosial mereka. Kedisiplinan
merupakan perilaku yang diperlukan bagi
perkembangan siswa khususnya siswa jenjang
sekolah dasar. Dengan disiplin siswa akan
berperilaku normatif sesuai dengan kebutuhan
dimasyarakatnya. Disiplin diperlukan bagi
perkembangan anak karena ia memenuhi
beberapa kebutuhan seperti: rasa aman dengan
perbuatan yang dilakukannya. Hal ini karena
siswa akan mengetahui apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, menghindari perasaan
bersalah, memberikan kebahagiaan, motivasi
anak yang diharapkan, dan mengembangkan
hati nurani karena akan memiliki pengendalan
perilaku. Sebaliknya ketidak disiplinan akan
akan memicu konflik karena ketidaksesuaian
perilaku di masyarakan dan tidak akan
diterima oleh anggota kelompok sosial
mereka. Sehingga menimbulkan kecemasan
dan
ketakutan pada individu. Untuk
mengetahui indikator kedisiplinan dan
ketidakdisiplinan pada perilaku anak dapat
diketahui pada tabel 1.2 berikut.
Tabel 3
Indikator Kedisiplinan
Indikator Kedisiplinan
Disiplin
Tidak disiplin
Patuh
Melanggar aturan
Totalitas
Distotalitas
Bertanggung jawab Resistensi
Konsisten
Ketidakkonsistenan
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Problem pada kegiatan piket kelas
diartikan di sini sebagai perilaku siswa yang
belum bisa beradaptasi dengan kegiatan piket
kelas. Karena terjadi hal-hal yang membuat
siswa berperilaku demikian dalam kegiatan
piket kelas. Di bawah ini akan diuraikan
bentuk-bentuk problem perilaku dalam
kegiatan piket kelas sebagai berikut.
a. Piket Sebentar (Distotalitas)
Setiap siswa memiliki karakteristik
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akan
tetapi
dalam
kegiatan
piket
kelas
memperlihatkan satu pola perilaku yang sama.
Dalam kegiatan piket kelas terdapat pola
7

perilaku yang dikategorikan sebagai problem
adaptasi. Diantaranya perilaku “piket kelas
sebentar” yaitu perilaku beberapa siswa saat
kegiatan piket kelas berlangsung.
Perilaku piket sebentar, merupakan
perilaku di mana siswa mengangkat kursi ke
atas meja. Setelah itu siswa tersebut
mengangkat kursi dan meletakannya di atas
meja. Siswa tersebut meninggalkan temannya
di dalam kelas, yang sedang menyelesaikan
kegiatan piket kelas yaitu: membersih kotoran
dan merapihkan kelas.
Perilaku piket sebentar juga terjadi
ketika siswa membersihkan lantai. Siswa yang
membersihkan lantai dengan alat pembersih
hanya membersihkan sedikit sampah. Setelah
itu, setelah itu siswa meninggalkan alat
pembersih begitu saja di lantai tanpa
mengembalikannya ke tempat semula. Siswa
tersebut meninggalkan temannya untuk
melanjutkan membersihkan lantai.
Bentuk perilaku ini juga dilakukan
siswa ketika siswa yang hanya membersihkan
papan tulis atau debu di jendela. Setelah
selesai membersihkan papan tulis atau jendela
siswa tersebut meninggalkan temannya yang
sedang menyelesaikan tugas membersihkan
dan merapihkan kelas.
Kegiatan piket sebentar, merupakan
perilaku yang berpola yang ditemukan setiap
hari pada jadwal piket kelas. Sehingga
perilaku ini merupakan bagian dari problem.
Kegiatan piket kelas “seharusnya dilaksanakan
dan diselesaikan secara berregu”. Dengan
adanya perilaku ini kegiatan piket kelas yang
seharusnya dilakukan secara beregu hanya
dilakukan oleh beberapa orang saja. Hal
tersebut menandakan ketidakdisiplinan siswa.
b. Tidak Melaksanakan Piket Kelas
(Resistensi)
Perilaku menghilang atau tidak
melaksanakan piket kelas merupakan tindakan
yang tidak disiplin atau tidak patuh. Perilaku
di mana siswa yang pada saat itu jadwal
piketnya akan tetapi siswa tersebut tidak
melaksanakan piket kelas. Hal ini dilakukan

dengan cara siswa berlari ke luar kelas setelah
bel pulang sekolah berbunyi.
Perilaku ini merupakan salah satu
ketidakdisiplinan dalam dalam kegiatan piket
kelas. Siswa tidak ingin melakukan kegiatan
piket kelas walaupun sudah ditegur oleh teman
dalam satu regu piket pada jadwal yang
ditentukan
Siswa yang pulang cepat tersebut ke
luar kelas bersama dengan teman-teman
lainnya yang tidak ada jadwal piket kelas.
Dengan tujuan pulang ke rumah tanpa
diketahui teman satu regu piket kelas. Hal ini
merupakan manipulasi perilaku, di mana
seolah-olah hari itu bukanlah jadwalnya untuk
piket kelas, siswa tersebut dengan sengaja
pulang meningalkan temannya atau tidak ikut
serta melaksanakan piket kelas.
Pulangnya anak tersebut merupakan
sebuah perilaku resistensi atau perilaku
melarikan diri, sebagai bentuk perilaku
ketidakdisiplinan terhadap tanggung jawabnya
dalam satu regu piket kelas. Perilaku ini
menandakan problem dalam kegiatan piket
kelas benar-benar terjadi Dengan demikian
perilaku ini merupakan kategori perilaku tidak
disiplin. Karena siswa tersebut tidak
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
kesatuan regu piket kelas.
c. Bermain-Main saat Piket Kelas
Kerjasama
dalam
membersihkan
kegiatan piket kelas merupakan perilaku yang
utama, karena kegiatan piket kelas adalah
kegiatan yang dilakukan beregu. Kerjasama
dalam kegiatan piket kelas diartikan bahwa
saat proses kegiatan satu sama lain saling
membantu. Akan tetapi pada kenyataannya
masih ditemukan perilaku bermain-main dan
hal ini menjadi problem dalam pelaksanaan
kegiatan piket kelas dimana perilaku ini
merupakan problem dalam pelaksanaan
kegiatan piket kelas.
Dalam perilaku ini siswa bermainmain dengan sampah seperti kertas dan plastik
yang dibuat gumpalan oleh beberapa siswa
dengan melempar-lempar atau menendang
8

bagaikan sebuah bola. Mereka yang bermainmain nampak tidak peduli dengan perilakunya
tersebut yang telah merugikan temannya yang
membersihkan sampah Sehingga temannya
sudah mengumpulkan sampah tersebut
berteriak menegur serta memarahi temannya
yang bermain-main tersebut.
d. Memperlambat
Proses
Membersihkan
Piket kelas ditemukan perilaku tidak
disiplin, dimana ketidakdisiplinan merupakan
perilaku yang tidak sesuai dari tujuan dan
makna kegiatan tersebut. Padahal piket kelas
merupakan sebuah pembentukan karakter,
akan tetapi dalam prosesnya terdapat perilaku
yang tidak diharapkan terjadi. Seperti
memperlambat proses membersihkan sampah,
hal ini menandakan sebuah perilaku malas.
Perilaku memperlambat nampak jelas
ditemukan dalam pola kegiatan ini. Siswa
yang membersihkan kotoran nampak tidak
bersemangat dalam kegiatan piket kelas.
Perilaku ini jika dilihat sesaat nampak siswa
tersebut melakukan piket kelas. Akan tetapi
jika diamati secara keseluruhan dibandingkan
siswa dalam regu yang melakukan piket kelas.
Akan tetapi jika diamati secara keseluruhan
dibandingkan dengan siswa lainnya nampak
bahwa siswa ini lambat dalam membersihkan
kelas, Mengakibatkan teman lainnya yang
telah selesai membersihkan ikut membantunya
dan bekerja dua kali.
Perilaku ini merupakan problem
adaptasi dalam pelaksanaan kegiatan piket
kelas. Di mana siswa merasa tidak sukarela
(senang) melakukan kegiatan piket kelas.
Perilaku ini terlihat ketika siswa sesekali
membersihkan sampah di lantai. Lalu istirahat
sejenak dan meneruskan kembali kegiatan
membersihkan sampah. Terkadang siswa
tersebut melempar sapu kelantai dengan
sesekali ber kata “akh cape udah akh”
merupakan ungkapan yang sering ditemukan
pada perilaku ini. Dimana siswa tersebut
selalu berkata kepada teman regu piketnya,
sehingga temannya dalam regu piket

membantu bagian siswa yang memperlambat
membersihkan kelas. Akan tetapi terkadang
temannya menasihati dan membujuk agar
membersihkan kembali bagiannya.
7. Tindakan Sekolah dalam Mengatasi
Problem Adaptasi Siswa
Sebagaimana
telah
dibahas
sebelumnya, piket kelas dikerjakan oleh regu
piket sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Dalam penelitian ini terdapat problem
perilaku-perilaku dalam kegiatan piket kelas.
Perilaku ini ditemukan setiap jadwal piket
kelas dan telah menjadi suatu pola”. Hal ini
mengakibatkan kerugian bagi teman-teman
regu piket lainnya yang berprilaku sesuai
aturan. Di bawah ini akan diuraikan
pandangan sekolah dan tindakan sekolah
terhadap perilaku-perilaku siswa yang
ditemukan dalam kegiatan piket kelas.
Skema 2
Tindakan Sekolah

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian
Problem kegiatan piket kelas, guru
memiliki pola tindakan untuk mengatasi dan
agar siswa kembali melaksanakan kegiatan
piket kelas antara lain sebagai berikut:
a. Teguran
Salah satu tindakan yang dilakukan
sekolah untuk menangani problem adaptasi
siswa dalam kegiatan piket kelas adalah
teguran. Sebelumnya guru kelas IV melakukan
pengawasan seperti meninjau kegiatan piket
kelas dan mengawasi kondisi kelas.
Selanjutnya, jika ditemukan kelas masih
dalam keadaan kotor maka regu piket yang
bertanggung jawab hari itu mendapatkan
teguran
9

kenyataanya
siswa
masih
mengulang
kesalahannya tersebut.
Seperti yang telah di uraikan siswa
mengulang kembali kelasalahannya. Tindakan
sekolah dengan cara teguran telah diterapkan
belum efektif. Dalam upaya pendisiplinan
perilaku terdapat tindakan tegas dari sekolah
yaitu mengulang kembali membersihkan kelas
yang dirasa belum bersih. Cara atau tindakan
sekolah dengan mengulang kembali regu piket
melakukan kegiatan piket kelas jika terlihat
oleh guru kelas dan guru mata pelajaran
kondisi kelas dalam keadaan kotor dan
berantakan. Merupakan tidakan tegas sekolah
agar regu piket melakukan kegiatan
membersihkan kelas harus benar-benar bersih.
Agar tercipta perilaku disiplin agar regu piket
menjaga kelasnya tetap bersih dari tindakan
temannya
yang
membuang
sampah
sembarangan di dalam kelas.
Upaya ini dilakukan sekolah sebagai
bentuk agar siswa tidak membuang sampah di
kelas dan regu piket benar-benar menjaga
kebersihan kelas. Sehingga langkah ini harus
dilakukan sekolah walaupun regu piket kelas
sudah melakukan kegiatannya. Dengan
demikian langkah ini merupakan bentuk dari
upaya pendisiplinan perilaku agar regu piket
dan siswa lainnya menjaga kebersihan dan
kerapihan kelasnya.
8. Sistem Sekolah dan Sistem Sosial dalam
Pendisiplinan Perilaku Siswa
Sistem sekolah pada tindakan moral
bagi Durkheim, ruang kelas merupakan
masyarakat kecil dan dia menyimpulkan
bahwa kesadaran kolektif akan menciptakan
kekuatan yang cukup untuk menanamkan
sikap moral. Di mana ruang kelas bisa
memberikan pergaulan kolektif yang beragam
dan penting dalam menciptakan representasi
kolektif. Bagi Durkheim pendidikan hadir dan
memproduksi semua elemen moralitas.
Pertama, melalui kegiatan piket kelas di SDN
Belendung Tengah I bertujuan membentuk
siswa agar berperilaku disiplin yang ia
butuhkan untuk mengendalikan nafsu yang

Tindakan yang berupa teguran
dilakukan oleh setiap guru kelas mulai dari
kelas tiga, empat, lima, dan enam. Lebih dari
itu guru mata pelajaran juga melakukan
tindakan peneguran pada regu piket ketika
melihat kelas dalam kondisi kotor dan tidak
rapih. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap
guru yang masuk kedalam kelas melihat
kondisi kelas kotor dan berantakan maka akan
ditindak. Regu piket yang bertanggung jawab
pada hari di mana kelas dalam keadaan
berantakan dan kotor mereka akan merapihkan
dan membersihkan kelas agar terlihat nyaman
dan bersih agar kegiatan belajar mengajar
dikelas dapat berlangsung.
Hukuman bukanlah cara mendidik
yang tepat di jenjang siswa sekolah dasar dan
juga bukanlah solusi yang tepat. Untuk itu
teguran sebagai cara yang efektif agar siswa
melakukan piket kelas. Sebagai bentuk
tindakan atau respon dari ketidakdisiplinan
siswa dalam kegiatan piket kelas, nasihat
menjadi solusi bagi sekolah mengendalikan
perilaku siswanya. Karena dengan cara
menegur siswa diharapkan terjadi perubahan
sikap pada siswa agar berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan sekolah.
Namun lebih dari itu tindakan sekolah
dengan
cara
menegur
siswa
agar
melaksanakan piket kelas belum menghasilkan
solusi yang tepat agar siswa melaksanakan
kegiatan piket kelas. Dikarenakan perilakuperilaku tidak disiplin tersebut masih cukup
sering terjadi.
b. Membersihkan Kembali
Selain dalam bentuk teguran, guru
kelas dan mata pelajaran juga memberikan
sanksi kepada siswa untuk kembali
membersihkan kembali jika ditemukan kelas
masih kotor. Hal ini merupakan suatu
konsekuensi atas apa yang menjadi tanggung
jawab mereka. Dikarenakan dalam upaya
pendisiplinan perilaku agar siswa kembali
mengerjakan piket kelas dapat dikatakan
belum efektif. Hal ini dikarenakan pada

10

mengancam pada lingkungan sosialnya.
Kedua, melalui kegiatan piket kelas di SDN
Belendung Tengah I yang akan membentuk
kedisiplinan siswa dalam mengembangkan
sesuatu rasa pengabdian terhadap masyarakat
dan sitem moralnya melalui kegiatan ini di
dalam diri para siswanya.
Tindakan moral dalam kegiatan piket
kelas berhubungan dengan kedisiplinan siswa
melaksanakan kegiatan tersebut. Pada masa
perkembangan siswa sekolah dasar yang
merupakan pendidikan kedua anak agar
memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik.
Kedua hal tersebut merupakan bagian yang
tidak terpisahkan. Dalam membentuk pribadi
yang normatif maka siswa harus memiliki
kedisiplinan. siswa yang melaksanakan
kegiatan piket kelas memiliki perilaku yang
normatif. Tentu saja beralasan, karena siswa
yang melaksanakan kegiatan piket kelas telah
mengetahui dengan melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai petugas piket. Ini berkaitan
pada kesadaran kolektif anak terhadap aturan
yang berlaku di dalam lingkungan sekolah.
Persyaratan Talcott Parson suatu
sistem terpenuhi bisa fungsional kegiatan piket
kelas di kelas IV SDN Belendung Tengah I
pada perilaku siswa dapat dianalisis melalui
empat syarat tersebut. Pertama , fungsi
adaptasi dalam sebuah kegiatan sangat
diperlukan agar tidak terdapat paksaan atau
tergesa-gesa pelaksanaanya. Dalam kegiatan
piket kelas seperti yang telah dibahas bab hasil
penelitian pada jenjang kelas satu dan dua
merupakan tahap adaptasi, yaitu anak baru
mengenal kegiatan piket kelas pada jenjang
kelas 1 dan 2, dibantu pelaksanaan oleh
petugas kebersihan. Ketika siswa sudah
memasuki jenjang kelas tiga, empat, lima dan
enam. Pada tahapan ini, adaptasi dari kegiatan
piket kelas sudah terjadi. Terjadinya adaptasi
pada jenjang kelas tiga, empat, lima dan enam
merupakan tahap siswa telah mengenal dan
mengerti apa yang siswa harus lakukan dalam
melaksanakan kegiatan piket kelas karena
sudah terbiasa pada jenjeng kelas sebelumnya

yaitu kelas satu dan dua. Kedua, fungsi tujuan,
fungsi ini mengatur antara pihak sekolah
sebagai sistem dengan siswa sebagai
subsistem kepribadian. Fungsi ini pada setiap
kegiatan memiliki tujuan untuk pencapaiannya
sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pada
kegiatan piket kelas memiliki tujuan oleh
sekolah pada perilaku kedisiplinan siswa
yaitu:
kedisiplinan
atau
kepatuhan,
kedisiplinan
bekerjasama,
kedisiplinan
bertanggung jawab dan pemahaman nilai
kebersihan dan keterampilan. Ketiga, fungsi
integritas menunjukan pada kebutuhan untuk
menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup
dan menghasilkan solidaritas dan kerelaan
kerjasama dikembangkan dan dipertahankan.
Dalam kegiatan piket kelas integritas sangat
dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Masalah
akan terpenuhi dalam kegiatan piket kelas jika
sekolah dan juga apabila bagian atau anggota
regu piket berperan sesuai dengan fungsinya
dalam satu keseluruhan. Dan keempat, fungsi
laten pattern maintenance/ pola pemeliharaan
laten dipertahankan oleh siswa sebagai
subkultur sekolah sebagai suatu prinsip dasar
ketidakdisiplinan. Fungsi ini sebagai fungsi
laten
dimana
siswa
melakukan
ketidakdisiplinan
perilaku
yang
tidak
diketahui oleh sekolah sebagai bentuk
pembangkangan terhadap sistem sekolah yang
merusak kedisiplinan dari kegiatan piket kelas.
9. Kedisiplinan dan Perkembangan Moral
dan Sosial Siswa
Perkembangan sosial anak sekolah
dasar, pada tahap ini anak-anak akan memiliki
keterampilan kognitif dan keterampilan sosial
yang dibutuhkan untuk belajar banyak
mengenal hal baru di lingkungan sekolah.
Pada tahap ini dapat dikategorikan sebagai
tahap kedua masa kanak-kanak menuju tahap
selanjutnya. Kemampuan anak untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
penerimaan lingkungan serta aktifitas sosial
merupakan modal dasar bagi anak untuk untuk
dapat beradaptasi dengan lingkungan baru.
Skema 3
11

selesai proses belajar mengajar dan
dilanjutkan hari kemudian untuk menjaga
kebersihan diharapkan tidak mengganggu
proses belajar. Sehingga tujuan dari
kedisiplinan kegiatan tersebut diharapkan
dapat berjalan optimal.
Ketiga, dalam keluarga yang berusaha
agar anaknya mandiri dalam berbagai kegiatan
dirumah. Anak akan memiliki perilaku yang
mandiri pula. Dalam perilaku anak ini,
kemandirian dalam mengerjakan kegiatan
dengan tanggung jawab yang dimilikinya akan
mudah beradaptasi mengerjakan sebuah
kegiatan. Keterampilan yang dimiliki anak
dibentuk dari kemandirian akan membentuk
perilaku disiplin.
Keempat, pada tahap perkembangan
setiap anak memiliki kebutuhan dan
karakteristik yang unik pada tahap tertentu.
Pada jenjang kelas IV anak memiliki karakter
yang unik bila ditinjau dari tahap
perkembangan dan proses dimana lingkungan
sosialnya tinggal. Terjadinya perbedaan dan
pilihan-pilihan pada kegiatan piket kelas untuk
disiplin, dipengaruhi faktor pembawaan dari
eksternal dirinya. Sehingga perbedaan sikap
anak terhadap kegiatan tersebut merupakan
kebutuhan dari perkembangan anak untuk
menentukan sikapnya.
Kelima, tahap perkembangan anak
memiliki karakteristik yaitu berlangsung dari
yang sederhana kepada yang komplek, dari
yang umum kepada yang khusus. Dengan
memperhatikan prinsip tahap perkembangan
ini tentu setiap jenjang kelas untuk berbagai
kegiatan memiliki kebutuhan yang berbeda
sehingga anak tidak mungkin melampaui
tahap tertentu bila siswa belum siap dengan
tahap selanjutnya.
Skema 4
Sistem Pengendalian Perilaku

Prinsip Perkembangan Siswa
Adaptasi

Kebutuhan
penyesuaiaan
diri
Perbedaan
karakter

Perkembang
an moral dan
sosial

Waktu optimal
belajar
Pengaruh
keluarga

Sumber: Hasil Analisis Peneliti
Mengidentifikasi perilaku siswa dalam
kegiatan piket kelas pada skema di atas
menggunakan perinsip dasar perkembangan
Gestwicki. Pertama, anak diberikan waktu
untuk menyesuaikan diri untuk fase
perkembangan berikutnya. Dalam kegiatan
piket kelas penyesuaian dilakukan oleh
sekolah pada jenjang kelas satu dan dua, tahap
ini merupakan tahap dimana siswa mengenal
pola-pola kegiatan piket kelas. Dan pada tahap
selanjutnya yaitu jenjang kelas tiga, empat,
lima, dan enam siswa diharapkan telah
beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
pola-pola kegiatan piket kelas. Sehingga
kegiatan piket kelas bukanlah kegiatan yang
tergesa-gesa agar anak menjalani tahap-tahap
perkembangan agar disiplin.
Kedua, waktu-waktu yang optimal
mengarah pada proses belajar. Waktu ini
merupakan penentu dimana sebuah kegiatan
harus dikondisikan agar tercapai tujuan. Pada
kegiatan piket kelas pelaksanaan pembersihan
kelas dilaksanakan setelah kegiatan belajar
mengajar selesai dan dilanjutkan regu piket
bertanggung jawab menjaga kebersihan sesuai
jadwal. Alokasi waktu tersebut merupakan
evaluasi yang telah diubah sebelumnya
kegiatan piket kelas dilaksanakan sebelum
kegiatan belajar mengajar, yaitu pagi hari.
Kegiatan piket kelas dilaksanakan setelah
12

persahabatan tidak hanya didapatkan dari
prestasi akademik. Perilaku disiplin dapat pula
memperoleh hal tersebut. Sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku itu dikendalikan dari
hasil yang dicapai.
Ketiga,
perilaku
individu
itu
dikendalikan oleh rangsangan dari luar
maupun hasil yang dicapai. Pengaruh tersebut
menurut Bandura berada dalam pengaruh
simbolik. Keterlibatan dalam pengalaman
belajar merupakan pengaruh yang amat
penting terhadap kegiatan belajar. Sehingga
perilaku dalam hal ini dikendalikan secara
simbolis oleh rangsangan eksternal dari hasilhasil yang diharapkan. Ketika peserta didik
diharapkan dapat meresapi kedisiplinan
dengan rasa bahagia, senang maka akan
menghasilkan emosi positif.

Stimulus
sistem
sekolah

Kedisiplinan
Pengaruh
simbolik
keterlibatan
siswa dari
rangsangan
eksternal

Tujuan
pengendali
an perilaku

Sumber: Hasil Analisis Peneliti
Sedangkan dalam mengidentifikasi
perilaku siswa dalam kegiatan piket kelas.
Albert
Bandura
menjelaskan
“sistem
pengendalian perilaku untuk mengetahui
pengaruh lingkungan, peranan reaksi, hasil
belajar melalui stimulus respon dan hasil
belajar yang dicapai. Pertama, banyak
perilaku individu yang dikondisikan seperti
yang muncul dibawah pengendalian langsung
dari peristiwa-peristiwa stimulus eksternal.
Sekolah memiliki peran penting untuk
mengkondisikan siswanya baik dalam proses
belajar mengajar dan berbagai kegiatan di
sekolah. Pada kegiatan piket kelas siswa
dikondisikan agar disiplin oleh sekolah
sebagai faktor stimulus. Melalui kegiatan ini
stimulus perilaku siswa akan berubah yang
mencangkup
pertumbuhan-pertumbuhan
afektif, motorik dan kognitif yang dihasilkan
dari kegiatan piket kelas. Sehingga diharapkan
oleh sekolah siswa memiliki perilaku disiplin
melalui belajar dari pengalamannya melalui
kegiatan tersebut.
Kedua,
perilaku manusia yang
dilakukan ditentukan untuk mencapai hasil. Di
sekolah siswa belajar mata pelajaran dengan
tujuan ia memiliki pengetahuan yang luas dari
proses belajarnya. Lebih dari itu siswa akan
berlomba mendapatkan prestasi akademik dan
ia akan memperoleh pujian, kebahagiaan, dan
persahabatan sehingga siswa tersebut akan
terus berusaha mempertahankan prestasinya.
Dalam sekolah, pujian, kebahagiaan, dan

D. Simpulan
a. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sekolah sebagai media
membentuk anak berperilaku normatif
merupakan
salah
satu
tujuan
diselenggarakannya
pendidikan.
Melalui
sekolah anak akan belajar nilai dan norma
baru yang berbeda pada lingkungan keluarga
serta lingkungan bermainnya. Pada jenjang
sekolah dasar merupakan tahap pembentukan
karakter kedisplinan yang akan menjadi dasar
siswa menghadapi jenjang sekolah berikutnya
serta menjadi bagian masyarakat.
SDN Belendung Tengah I, memiliki
kegiatan untuk mendisiplinkan siswanya.
Kegiatan piket kelas merupakan salah satunya
agar siswa berperilaku normatif. Adapun
perilaku normatif yang dibentuk melalui
kegiatan
piket
kelas.
Pertama ,
kepatuhan
yang
merupakan
kepatuhan siswa melaksanakan piket kelas
sesuai jadwal dan kelompok yang ditentukan.
Kedua , tanggungjawab yang merupakan nilai
dari piket kelas diartikan bahwa setiap anggota
regu piket wajib ikut serta dalam kegiatan ini.
13

b. Saran
SDN Belendung Tengah I sebagai
sarana meningkatkan kualitas karakter
siswanya dalam hal ini kedisiplinan sebagai
perilaku normatif. Sistem sekolah melalui
kegiatan piket kelas harus diperhatikan lebih
dari ini. terjadinya problem adaptasi dalam
kegiatan piket kelas merupakan masalah
sistem sekolah. Bagaimana mendukung
kegiatan piket kelas yang tidak hanya sebagai
kegiatan pendisiplinan tetapi lebih dari itu
nilai dan makna kegiatan tersubut lebih
diutamakan. Sehingga kesadaran siswa
melalui kegiatan piket kelas akan muncul dan
kedisiplinan
akan
dihasilkan.
Melalui
pengarahan-pengarahan yang tepat sesuai
perkembangan sosial siswa sekolah dasar
kedisiplinanan akan tercapai. Sehingga
kualitas siswa SDN Belendung Tengah I tidak
hanya memiliki pengetahuan tetapi memiliki
karakter perilaku normatif. Dengan demikian
anak akan dikatakan terdidik jika perilaku dan
pengetahuan dimilikinya sesuai dengan nilai
normatif dimasyarakat melalui kegiatan piket
kelas.

Ketiga , moralitas merupakan kedisiplinan itu
sendiri di mana siswa sebagai individu dan
sebagai
anggota
regu
piket
harus
melaksanakan kegiatan piket kelas. Keempat,
sebagai nilai kebersihan agar kesadaran diri
siswa tercipta dan ia akan menjaga kebersihan
kelas. dan kelima, kosistensi berarti tingkat
keseragaman
atau
stabilitas
perlunya
konsistensi dalam kegiatan piket kelas
digunakan sebagai pedoman siswa berperilaku
sesuai nilai normatif melaksanakan kegiatan
tersebut.
Problem adaptasi siswa berhubungan
juga dengan perkembangan sosial anak. Pola
sosialisasi dalam lingkungan keluarga
menghasilkan anak berperilaku sesuai dengan
hasil belajarnya di lingkungan tersebut. Pada
tahap perkembangan anak sekolah dasar
pertentangan antara nilai dan norma di sekolah
mengakibatkan problem beradaptasi. Sehingga
dapat dikatakan pengaruh dari lingkungan
keluarga mengakibatkan terjadinya problem
pendisplinan dalam kegiatan piket kelas,
dalam hal ini nilai dan norma di lingkungan
keluarga dibawa anak kelingkungan sekolah.

Romania)
Sumber:
http://search.
Ebscohost.com (diakses 09/05/2014
jam 20:54)
Maliki, Zainanuddin. Sosiologi Pendidikan.
Jogjakarta: Gajah Mada University
Press, 2010
Ritzer, George dan Goodman, Doubles J.
Teori Sosiologi Dari Teori Klasik
Sampai Perkembangan
Muktahir
Teori Postmodern. Kreasi Wacana,
2004
Sanjaya, Wina.
Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2006
Sumantri,
Mulyani
dan
Syaodih.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008
Wahyudin,
Dinn,
dkk.
Pengantar
Pendidikan.
Jakarta:
Universitas
Terbuka, 2007

E. Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik dan A.C Leeden Der Van.
Durkheim Dan Pengantar Sosiologi
Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor.
Edisi Pertama. 1986
Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cetakan Kedua, 2012
Hidayat, Rakhmat. Sosiologi Pendidikan
Emile Durkheim. Jakarta: Rajawali
Pers, 2014.
Hurlock B, Elizabeth. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga, 2007
Lettitia Trif Andrian Risnoveanu Study Of
Some factors Involved In SocioEducational
Adaptation
Buletin
Stiintific. F IC Nr. 1 (29) 2010 ("1
Decembrie 1918" University, ALBA-I
Ulia, Romania "Carol I" National
Defence
University,
Bucharest,
14

15