VALIDITAS BERDASARKAN KRITERIA CRITERION. pdf

TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

VALI DI TAS BERDASARKAN KRI TERI A ( CRI TERI ON-RELATED VALI DI TY) : KONSEP
DAN APLI KASI DALAM RI SET MANAJEMEN
Hendryadi
Admin teorionline.net
Phone : 021 – 9229 0445 / 0857 7160 0973
Email : [email protected]

ABSTRAK
Validitas adalah sejauh mana skor dihasilkan oleh instrumen mengukur karakteristik atau
variabel yang dimaksudkan dapat digunakan untuk mengukur populasi tertentu. Secara
umum, dikenal tiga jenis validitas yaitu validitas konten / content validity, yaitu sejauh mana
item pada instrumen mewakili konten yang diukur, validitas terkait-kriteria / criterion relatedvalidiy yaitu sejauh mana skor pada instrumen yang terkait dengan variabel eksternal /
kriteria independen lainnya, dan validitas konsep / construct validity yaitu sejauh mana
instrumen dapat diartikan sebagai ukuran yang tepat dari beberapa karakteristik atau sejauh
mana test yang dimaksud mengukur sebuah konstrak teoritis atau ciri-sifat. Artikel ini secara
khusus akan membahas mengenai validitas kriteria sebagai kelanjutan tulisan sebelumnya
mengenai validitas konten1.
Keyword: criterion-related validity


PENDAHULUAN
Validitas dalam sebuah pengembangan instrument merupakan isu penting sekaligus
memiliki banyak kontroversi dan perdebatan. Evaluasi pertama dalam upaya untuk
menentukan kesesuaian tes dimulai Guilford (1946) yang kemudian validitas ini memperoleh
spesifikasi teoritis. Pada tahun 1949 Cronbach mengembangkan gagasan mengenai validitas
logis dan empiris. Validitas logis disebut penilaian tentang apa langkah-langkah tes dan
validitas empiris yang mengacu pada Guilford (1946) melalui perbandingan statistik dari skor
tes dengan langkah-langkah yang sama. Pada tahun 1954 Anastasi memberikan kategori
validitas dalam beberapa jenis, yaitu validitas tampang (face validity), konten (content
validity), faktorial dan validitas empiris. Pada tahun yang sama, Rekomendasi Teknis (APA,
1954) membagi empat jenis validitas (yaitu, konten, prediksi, bersamaan, dan
validitas konstak (content, predictive, concurrent, and construct validities). Keempat jenis ini
kemudian dikurangi menjadi tiga dengan kombinasi validitas prediktif dan kriteria (APA,
1966).

1

Lihat ht tps:/ / w w w .academ ia.edu/ 7544172/ Cont ent _Validity_Validit as_Isi_


1

TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

CRI TERI ON-RELATED VALI DI TY
Validitas berdasarkan kriteria atau criterion-related validity merupakan sebuah
ukuran validitas yang ditentukan dengan cara membandingkan skor-skor tes dengan kinerja
tertentu pada sebuah ukuran luar. Ukuran luar ini seharusnya memiliki hubungan teoritis
dengan variabel yang di ukur oleh tes itu. Misalnya, tes intelijensi mungkin berkorelasi
dengan rata-rata nilai akademis.
Validitas criteria (criterion-related validity)
terpenuhi jika pengukuran membedakan
Criterion-Related Validity
individu menurut
suatu criteria yang
merupakan tingkat kesesuaian
dharapkan
diprediksi.
Hal tersebut bisa

antara ukuran satu alat test
dilakukan dengan menghasilkan validitas
dengan satu atau lebih
konkuren (concurrent validity) atau validitas
kriteria/ referensi eksternal lain,
predictive (predictive validity). Validitas
biasanya diukur menggunakan
konkuren dihasilkan jika skala membedakan
korelasi
individu yang diketahui berbeda, yaitu
mereka harus menghasilkan skor yang
berbeda
pada
instrument,
sedangkan
validitas predictive menunjukkan kemampuan
instrument pengukuran untuk membedakan orang dengan referensi pada suatu criteria masa
depan (Sekaran, 2006). Dengan demikian, perbedaan antara concurrent validity dengan
predictive validity adalah waktu pengujian, dimana concurrent validity diambil dalam waktu
yang sama (atau kurang lebih sama), sedangkan predictive validity dilakukan beberapa saat

(dalam periode waktu tertentu) setelah terlebih dahulu dahulu skor hasil tes diperoleh.

Concurrent dan Predictive Validity : Contoh Kasus
Concurrent Validity
Misalkan kita melakukan survei karyawan di sebuah perusahaan dan meminta
mereka untuk melaporkan tingkat absensi mereka. Data yang diperoleh ini kemudian dapat
kita validasi menggunakan data absensi yang ada diperusahaan. Oleh karenanya, kita dapat
menilai validitas survei (tingkat absensi dilaporkan oleh karyawan) dengan menghubungkan
kedua kriteria ini. Semakin rendah hubungan antara skor penilaian karyawan dengan kondisi
sebenarnya yang tercatat di perusahaan, maka semakin rendah pula tingkat validitas item
tersebut.
Contoh lainnya adalah dengan cara menguji hubungan antara skor test pada satu
alat ukur dengan alat ukur lainnya. Jika cara sebelumnya dilakukan dengan membandingkan
hasil penilaian responden dengan kriteria yang diperoleh dari luar/ eksternal, maka metode
kedua ini adalah memberikan dua alat ukur yang sama kepada responden. Misalnya,
responden diberikan dua alat ukur yang memiliki fungsi berbeda yaitu engagement dan
burnout yang secara teori kedua konsep ini adalah berbanding terbalik (Schaufeli et al.,
2004).

2


TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

Tabel 1. Skor Penilaian Burnout dan Engagement
No Res

Skor Engagement

Skor Burnout

1

70

52

2

72


60

3

78

48

4

80

32

5

85

30


6

85

35

7

90

25

8

75

49

9


65

55

10

85

35

11

75

65

12

75


25

13

65

30

14

60

65

15

85

25


16

90

20

17

95

25

18

85

30

19


75

45

20

65

60

Hasil korelasi pada dua skor di atas adalah sebesar – 0.802 dan masuk dalam kategori kuat.
Karena korelasinya negative, maka dapat disimpulkan bahwa kedua skala yang digunakan
merupakan skala yang memiliki sifat hubungan berbanding terbalik, dan hal ini sesuai
dengan teori.
Predictive Validity
Penggunaan test kepribadian Myers-Briggs yang mengkategorikan kepribadian dalam
beberapa kategori yaitu introvert/ ekstrovert, intuititf/ sensitif, pemikir/ perasa, dan
judging/ perceiving. Hasil test calon karyawan kemudian akan dicocokkan dengan
bidang/ jenis pekerjaan dalam perusahaan. Artinya, perusahaan akan menentukan apa
kriteria kepribadian yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu. Misalnya, calon tenaga
penjualan harus memiliki kriteria mudah bergaul, ramah, dan lainnya.
Validitas predictive menunjukkan kemampuan instrument pengukuran untuk
membedakan orang dengan referensi pada suatu criteria masa depan (Sekaran, 2006).
Misalnya, tes potensi akademik dilakukan pada awal masuk perguruan tinggi, dan
selanjutnya 2 (dua) tahun kemudian digunakan untuk memprediksi prestasi akademik melalui

3

TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

indeks prestasi kumulatif (I PK), maka contoh di atas juga secara teknis dapat dilakukan
untuk pengujian validitas prediktif. Dimana, korelasi antara skor TPA pada saat masuk
perguruan tinggi diharapkan akan berfungsi sebagai prediksi prestasi akademik mahasiswa.
Tabel 2. Skor TPA dan I PK Semester V
No Res

SKOR TPA

I PK SMT V

1

420

3.25

2

422

3.52

3

428

3.15

4

430

3.18

5

435

3.45

6

435

3.6

7

440

3.45

8

425

3.38

9

415

3.45

10

385

2.82

11

375

2.73

12

375

2.78

13

365

2.92

14

360

2.82

15

385

2.89

16

390

2.75

17

395

2.89

18

385

3.15

19

375

3.05

20

365

3.15

Hasil korelasi antara skor TPA (tes potensi akademik) yang diperoleh pada saat seleksi awal
dikorelasikan dengan skor I PK (indeks prestasi akademik) mahasiswa 3 tahun kemudian yaitu
pada semester 6. Hasilnya adalah ditemukan korelasi sebesar 0.793 (masuk kategori kuat)
sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ukur TPA yang digunakan memiliki validitas prediktif
dalam kaitannya dengan prestasi mahasiswa di masa depan.

Perbedaan antara Concurrent dan Predictive Validity
Concurrent validity misalnya dapat dilakukan pada pengukuran tingkat intelijensia
dan secara bersamaan dilakukan asesmen mengenai prestasi akademis pada kelompok
subjek. Sedangkan, predictive validity dapat dilakukan dengan mengukur tingkat intelijensia
pada waktu masuk perguruan tinggi dan kemudian akan dihubungkan dengan pretasi
akademis mahasiswa tersebut di masa depan. Dengan demikian, validitas concurrent
berfungsi untuk mengukur kesesuaian antara hasil ukur istrumen dengan hasil ukur lain yang
relevan yang sudah teruji, sedangkan predictive validity memiliki fungsi prediksi dengan skor
yang relevan di masa depan.

4

TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

Validitas prediktif lebih cocok digunakan untuk seleksi atau klasifikasi personel,
seperti seleksi / rekrutment pegawai baru, penempatan kerja, memprediksi prestasi
akademik berdasarkan tes potensi akademik, dan lain sebagainya. Sementara validitas
konkuren tidak ditujukan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Ketika
berbagai alat test yang digunakan untuk menentukan seberapa cocok seseorang kandidat
pada posisi tertentu, maka hasil test ini haruslah divalidasi di masa depan dengan memeriksa
kinerja pegawai tersebut.
Sebagai contoh, ketika kandidat A terpilih sebagai tenaga penjual berdasarkan
kecocokan hasil test dengan syarat yang ditentukan oleh perusahaan, maka untuk mengukur
validitas alat test tersebut adalah dengan mencocokkan skor test di awal dengan kondisi riil
di masa depan. Jika, skor test di awal memiliki korelasi yang tinggi dengan kinerja di masa
depan, maka dapat dipastikan bahwa alat test tersebut adalah valid. Sebaliknya, jika hasil
test di awal ternyata tidak berkorelasi dengan kinerja riil di masa depan, maka dapat
dipastikan alat ukur yang dipergunakan kurang valid untuk memprediksi kinerja di masa
depan. Oleh karenanya, perlu dipertimbangkan untuk menggunakan alat ukur atau metode
yang lain sebagai pembanding.

KELEMAHAN VALI DI TAS KRI TERI A
Groth-Marnat (2010) memberikan penjelasan bahwa “metode Contruct Validity
dikembangkan sebagian untuk mengoreksi ketidak-adekuatan dan kesulitan yang dialami
dengan pendekatan content dan pendekatan criterion. Bentuk-bentuk awal validitas isi terlalu
banyak mengandalkan pada judgement subjektif, sementara validitas criterion terlalu
restriktif dalam bekerja dengan ranah-ranah atau struktur konstrak-konstrak yang diukur.
Validitas criterion memiliki kesulitan lain dalam arti bahwa sering kali tidak ada kesepakatan
dalam menetapkan kritera luar yang adekuat”.

REFERENSI
Bakker, Arnold B; Demerouti, Evangelia; Schaufeli, Wilmar B. The crossover of burnout and
work engagement among working couples. Human Relations58.5 (May 2005): 661-689.
de Beer, Leon T; Pienaar, Jaco; Rothmann, Sebastiaan, Jr. I nvestigating the reversed
causality of engagement and burnout in job demands-resources theory. SA Journal of
I ndustrial Psychology39.1 (2013): 1-9.
Drost, Ellen A. Validity and Reliability in Social Science Research. Education Research and
Perspectives38.1 (Jun 2011): 105-124
Gary Growth – Marnat. (2010). Handbook of Psychological Assessment. Terj. Soetjipto, H.P &
Soetjipto, S.M. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nunnally, Jum & Bernstein, I ra (1994). Psychometric Theory New York: McGraw Hill
Sekaran, Uma, (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.

5

TEORI ONLINE PERSONAL PAPER
No. 1 Juli-2015

Schaufeli, Wilmar B; Bakker, Arnold B. Job demands, job resources, and their relationship
with burnout and engagement: a multi-sample study. Journal of Organizational Behavior25.3
(May 2004): 293-315.
Schaufeli, Wilmar B; Salanova, Marisa; González-romá, Vicente; Bakker, Arnold B. The
Measurement of Engagement and Burnout: A Two Sample Confirmatory Factor Analytic
Approach. Journal of Happiness Studies3.1 (2002): 71-92.

Corresponding author
Hendryadi
Website : www.teorionline.net
Phone : 021 – 9229 0445 / 0857-7160 0973
Email : [email protected]

6