INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA SEISMIK 2D UNTUK PERHITUNGAN MANUAL GROSS ROCK VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGA YTS

(1)

ii

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN

DATA SEISMIK 2D UNTUK PERHITUNGAN MANUAL GROSS ROCK

VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGAN YTS

Mizpha Stefanus Ksatrio Silaen

ABSTRAK

Interpretasi bentuk struktur bawah permukaan pada lapangan YTS yang terletak di sumatera selatan yang merupakan salah satu lapangan di Bagian Cekungan Sumatera Selatan, menggunakan metode seismik refleksi. Pada penelitian ini menggunakan penampang seismik 2-D hardcopy, satu data sumur, satu data chekshot dan tiga marker horizon yaitu marker dari Formasi Palembang, Formasi Telisa dan Formasi Baturaja. Dimana di dalam penginterpretasian peta struktur kedalaman, ditentukan bahwa Formasi Baturaja menjadi target zona potensial sebagai reservoar karbonat yang ditemukan satu buah antiklin besar dan antiklin kecil. Dari hasil perhitungan Gross Rock Volume dari dua buah antiklin di Formasi Baturaja, diketahui bahwa volumen area bidang antiklin pertama sebesar 1.339.121,813 meter kubik atau 1339,1 kilometer kubik, sedangakan pada volume area bidang antiklin kedua yaitu dimana merupakan antiklin yang lebih kecil menghasilkan volume sebesar 11.881,38 meter kubik atau sebesar 11,8 kilometer kubik. Yang kedua antiklin tersebut bisa menjadi potensi bidang reservoar hidrokarbon.


(2)

i

INTERPRETATION OF SUBSURFACE STRUCTURE BASED OF 2D

SEISMIC DATA FOR CALCULATION GROSS ROCK VOLUME OF

RESERVOIR ON THE YTS FIELD

Mizpha Stefanus Ksatrio Silaen

ABSTRACT

Interpretation contour shape of the structure on YTS field where is located in southern sumatera, which is one field in Part of Southern Sumatera Basin, using seismic reflection methode. In this study, using a 2-D seismic hardcopy, well data, one data checkshot and three marker horizon that are a marker of Palembang Formation, Telisa Formation and Baturaja Formation. Where in Interpreting of depth structure map, determined that the Baturaja Formation being targeted as a potential zone of carbonate reservoirs has found a single large anticline and one small anticline. From the calculation of Gross Rock Volume of two anticline in Baturaja Formation, the first anticlin volume amount of 1.339.121,813 cubic meters or 1339,1 cubic kilometers, while on the second volume amount of 11.881,38 cubic meters or 11,8 cubic kilometers. The both of anticlines could be a potential hydrocarbon reservoir field.


(3)

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN

DATA SEISMIK 2D UNTUK PERHITUNGAN MANUAL GROSS ROCK

VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGA YTS

Oleh

MIZPHA STEFANUS KSATRIO SILAEN Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MencapaiGelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Mizpha Stefanus Ksatrio Silaen, lahir di Tanjung karang 18 September 1990. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Eben Ezer Silaen dan Ibu Sri Istini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Mengandung Sari, Lampung Timur pada tahun 2002, mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen 3 Pugung Raharjo, Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2005, sedangkan pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universita Lampung Fakultas Teknik Geofisika melalui jalur SNMPTN Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi HIMATG sebagai pengurus aktif padat tahun 2009-2010, penulis juga pernah tercatat sebagai pengurus HMGI regional Lampung pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di Waviv Technoligies, Bandung, Jawa Barat.dan pada bulan september 2015, penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir di Departemen G&G PT. Medco E&P, Jl. Sudirman, Jakarta Pusat. Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada bulan desember tahun 2015.


(8)

ix

PERSEMBAHAN

Puji Syukur dan Terimakasih atas Berkat dan Penyertaan Tuhan

Yesus Kristus, ku persembahkan karya ilmiah ini untuk:

Kedua orangtua ku, Ayahandaku Eben Ezer Silaen dan Ibundaku Sri

Istini serta Istriku Dina Ayu Lestari dan Anakku Thereisya Ayu

Maranatha Silaen atas segala doa, pengorbanan, motivasi, kasih

sayang, dan cintanya yang tidak akan terbalaskan

oleh apapun dan kapanpun.

Dan untuk Seluruh Orang di sekitarku yang selalu mengisi awal

perjuangan ini dengan dukungan, doa dan motivasinya


(9)

viii

MOTO

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang

boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri

(Ibu Kartini)

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah

(Lessing)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus

dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak

(Aldus Huxley)


(10)

xi

SANWACANA

Puji Syukur Trimakasih, ku panjatkan atas berkat dan penyertaan Tuhanku Yesus Kristus, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, petunjuk dan segala kemudahan yang tiada terbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta dukungan, semangat, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih tiada terbatas kepada:

1. Kedua Orang Tua ku tercinta, Ayahku Eben Ezer Silaen dan Ibuku Sri Istini, yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terimakasih

atas segala motivasi, ketulusan dan kesabaran yang terhembus dalam do’a agar

penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan harapan agar dapat menjadi orang yang berakhlak, berintelektual, serta sukses di kemudian hari.

2. Istriku Dina Ayu Lestari dan Anankku Thereisya Ayu Maranatha Silaen yang sangat ku sayangi dan ku cintai, yang telah mengalami suka-duka bersama, susah-senang bersama, dan kesabaran, ketulusan serta penyemangatnya yang membangkitkan ku dari putus asa dan keterpurukan serta Adikku Yessana Gracetiani R. Silaen yang ku kasihi.

3. Bapak Dedi Zunaedy dan Bapak Erwin Indra Khusuma, serta para mentor di PT. Medco E&P yang telah memberikan banyak ilmu dan meluangkan waktu dalam mengajarkan banyak hal sehingga bisa membuat skripsi ini dengan baik dan semua pihak di PT.Medco E&P yang tidak bisa disebutkan oleh penulis satu-persatu.


(11)

xii

4. Inang Tua Yulia Panjaitan, Bapak Tua Parlindungan Silaen, Bang Andrio dan Kak Ully, atas bantuan, motivasi, kasih sayang dan semangat menjadikan penulis dapat melihat masa depan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin sebagai Rektor Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

7. Bagus Sapto Mulyatno, S.Si, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung .

8. Bagus Sapto Mulyatno, S.Si, M.T. sebagai Pembimbing yang telah memberikan waktu, saran, pengarahan dan motivasi serta memberikan masukan-masukan bantuan yang begitu besar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si, M.Si., selaku Penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang membangun.

10. Bapak Rustadi, S.Si, M.T. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan masukan dari awal perkuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini.

11. Seluruh Dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung, terimakasih atas semua ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan serta Seluruh Staff TU Jurusan Teknik Geofisika dan Staff Dekanat Fakultas Teknik, Universitas Lampung

12. Sahabat seperjuangan susah dan senang, Hendra Yuseptyawan dan teman-teman seangkatan dan seperjuangan Teknik Geofisika 2008: Khotibul Imam, Zuhron, Mamet, Asep, Syamsul, Rian, Gamal, Alhada, Irfan, Ipan, Aan, Didi, Aldo, Pakde, Bibiw, Andri, Adi, Cantika, Ayu, Uni, Pippy, Uty, Akroma, Fitri, Ferra, Bella, Lucy, dan Ristika terimakasih atas segala kenangan indah dan lucu yang telah kita lewati bersama, dan untuk Agung semoga bahagia dan tenang di sisi-Nya, terimakasih atas persahabatan yang tulus dan menyenangkan.


(12)

xiii

13. Kakak tingkat 2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

14. Adik-Adik tingkat 2009, 2010 sampai 2015 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 15. Almamater Tercinta yang mengajarkan arti sebuah perjuangan.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segalanya.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa mencatat dan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin.

Bandar Lampung, 29 Desember 2015 Penulis,


(13)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

HALAMAN JUDUL... iii

PERSETUJUAN... iv

PENGESAHAN... v

PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP... vii

MOTTO... viii

PERSEMBAHAN... ix

KATA PENGANTAR... x

SANWACANA... xi

DAFTAR ISI………... xiv

DAFTAR GAMBAR………... xvii

DAFTAR TABEL………... xix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Umum Lapangan YTS ... 3

2.2.Tatanan Geologi ... 4

2.2.1. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan ... 4

2.2.2. Periode Horst dan Graben (Eosen Akhir-Oligosen) ... 4

2.2.3. Fasa Transgressive (Oligosen Akhir-Miosen Tengah) ... 5


(14)

xv BAB III. TEORI DASAR

3.1. Konsep Dasar Seismik Refleksi ... 14

3.2. Trace Seismic ... 16

3.3. Noise dan Data ... 17

3.4. Polaritas... 18

3.5. Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well-Seismic Tie) ... 19

3.5.1. Seismogram Sintetik ... 19

3.5.2. Check-Shot Survey ... 21

3.5.3. Vertical Seismic Profile (VSP) ... 21

3.6. Time Depth Conversion ... 22

3.7. Well Logging ... 22

3.7.1. Porositas ... 23

3.7.2. Permeabilitas ... 23

3.8. Perangkat-Perangkat Well Logging... 23

3.8.1. Log Gamma Ray ... 23

3.8.2. Log SP (Spontaneous Potential Log) ... 24

3.8.3. Log Resistivity (LR) ... 25

3.8.4. Latere log ... 25

3.8.5. Log Induksi ... 26

3.8.6. Log Porositas ... 26

3.8.7. Log Sonik ... 27

3.8.8. Log Densitas ... 27

3.8.9. Log Netron ... 27

3.9. Interpretasi Seismik ... 29

3.10. Pemetaan Bawah Permukaan ... 33

3.11. Peta Kontur Struktur ... 34

3.12. Peta Stratigrafi ... 34

3.12.1. Peta Isopach ... 34

3.12.2. Peta Fasies ... 35

3.13. Perhitungan Volume Cadangan ... 36

3.13.1. STOOIP (Stock Tank Original Oil In Place) ... 36

3.13.2. OOIP (Original Oil In Place) ... 37

3.13.3. Bulk Volume/Gross Rock Volume ... 38

3.14. System Petroleum ... 39

3.14.1. Batuan Sumber ... 40

3.14.2. Migrasi ... 40

3.14.3. Batuan Reservoar ... 41

3.14.4. Lapisan penutup ... 41

3.14.5. Perangkap ... 42

3.15. Analisis dan Interpretasi Penampang Seismik ... 46

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

4.2. Alat dan Bahan ... 50

4.3. Proses Pengerjaan ... 50


(15)

xvi

4.3.2. Analisis Data ... 50 4.3.3. Intepretasi ( pembuatan horizon dan penarikan patahan) .... 51 4.4. Diagram Alir Penelitian ... 53 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Peta Struktur Waktu (Time Structur Map) ... 54 5.2. Peta Struktur Kedalaman (Depth Structur Map) ... 59 5.3. Perhitungan Gross Rock Volume (GRV) Reservoar Formasi Batu

Raja ... 66 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 70 6.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(16)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kegiatan Penelitian ... 51 2. Tabel Checkshot ... 60 3. Tabel Perhitungan GRV Reservoar Formasi Batu Raja... 69


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lokasi penelitian di bagian daerah Cekungan Sumatera Selatan ... 3

Gambar 2. Kolom regional tektonostratigrafi Tersier Cekungan Sumatra ... 8

Gambar 3. Subduksi Lempeng Australia terhadap Sundaland mulai dari Jura Atas s.d saat ini ... 9

Gambar 4. Peta Paleogeografi yang menunjukkan daerah penelitian berada pada Tinggian Palembang ... ... 10

Gambar 5. Kolom Litostratigrafi daerah penelitian ... 12

Gambar 6. Penampang seismik berarah SW-NW menunjukkan kondisi struktur batu pasir Telisa yang berupa struktur homoklin yang membuka ke arah Timur Laut lapangan YTS ... 13

Gambar 7. Konsep Gelombang Seismik ... 14

Gambar 8. Pemantulan gelombang ... 16

Gambar 9. Polaritas dan fasa ... 17

Gambar 10. Contoh penentuan polaritas dan fasa ... 35

Gambar 11. Seismogram sintetik yang diperoleh dari konvolusi RC dan wavelet ... 36


(18)

xviii

Gambar 13. Konfigurasi seismik yang berkembang akibat proses pengendapan,

erosi, dan paleotopografi ... 50

Gambar 14. Perhitungan Bulk Volume/ Gross Rock Volume ... 56

Gambar 15. Peta dasar lintasan daerah penilitian lapangan HYS ... 59

Gambar 16. Penampang Seismik 2D PSTM ... 59

Gambar 17. Data log di sumur Soka 1 ... 60

Gambar 18. Gambar proses Well Seismic Tie. ... 63

Gambar 19. lintasan 1259-86 yang menjadi lintasan kunci ... 65

Gambar 20. Lintasan 1259-86 yang telah dipicking ... 66

Gambar 21. Peta struktur waktu Formasi Baturaja ... 67

Gambar 22. Data checkshot 68 Gambar 23. Persamaan data checkshot menggunakan polinomial orde 2 ... 68

Gambar 24. Peta struktur kedalaman formasi baturaja ... 69

Gambar 25. Daerah target perhitungan GRV ... 70

Gambar 26. Diagram Alir ... 72

Gambar 27. Peta Struktur Waktu Formasi Palembang Dalam Bentuk 2D ... 74


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metode seismik merupakan metode geofisika yang cukup handal dalam mencitrakan kondisi bawah permukaan dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang seismik. Metode seismik ini paling sering digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon adalah Seismik Refleksi, karena mampu memberikan gambaran struktur bawah permukaan bumi yang baik dengan tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan metode geofisika yang lainnya. Selain itu, metode ini juga dapat mengukur sifat elastis batuan dan mendeteksi variasi sifat-sifat batuan bawah permukaan.

Interpretasi seismik merupakan salah satu tahapan yang penting dalam eksplorasi hidrokarbon dimana dilakukan pengkajian, evaluasi, pembahasaan data seismik hasil pemrosesan ke dalam kondisi geologi yang mendekati kondisi geologi bawah permukaan sebenarnya agar lebih mudah untuk dipahami. Pada tahapan interpretasi seismik ini dibutuhkan pengetahuan dasar yang baik dari ilmu geofisika dan geologi mengenai keberadaan dan karakterisasi sebuah reservoar hidrokarbon.


(20)

2

Pada penelitian ini digunakan penampang seismik 2-D hardcopy satu data sumur dan tiga marker horizon yang diharapkan interpretasinya mampu menggambarkan kondisi geologi di bawah permukaan, dengan memetakan struktur geologi, lingkungan pengendapan dan penghitungan GRV (Gross Rock Volume) pada daerah yang di perkirakan reservoar minyak dan gas di lapangan YTS.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian pada lapangan YTS ini adalah:

1. Memetakan struktur bawah permukaan pada lapangan YTS bedasarkan dari tiga horizon yang telah ditentukan.

2. Membuat peta time structure, depth structure, isochorn dan isopach dari hasil interpretasi tiga marker horizon yang telah ditentukan.

3. Melakukan penentuan daerah yang kemungkinan merupakan prospek jebakan hidrokarbon dan menghitung Gross Rock Volume Reservoar pada daerah tersebut.

1.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah pembuatan peta struktur waktu, peta kedalaman, dan penentuan serta perhitungan gross rock volume (reservoar) zona potensial. Dengan menggunakan tujuh belas line seismik dan satu data sumur yang telah dikaitkan dengan data seismik serta tiga marker horizon yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya, yang dimana proses pengerjaanya dilakukan secara manual.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Lapangan YTS

Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan dan dikelola oleh PT. Medco E & P sebagai lapangan terbesar penghasil minyak di wilayah konsensi PT. Medco E & P. Secara Fisiografi daerah penelitian berada pada bagian Timur Cekungan Sumatera Selatan yang ditandakan oleh elemen struktur saat ini yang disebut Antiklonorium Palembang Utara. (Pertamina-BPPKA, 1997)

Gambar 1. Lokasi penelitian di bagian daerah Cekungan Sumatera Selatan (Pertamina-BPPKA, 1997)


(22)

4

2.2. Tatanan Geologi

2.2.1. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Menurut Barber, et al, 2005, Fasa Pre-Reef di Cekungan Sumatera Selatan terjadi pada masa Eosen dimana setelah beberapa lama dalam keadaan stabil, batuan dasar mulai terpengaruh oleh perubahan rezim tektonik yang diindikasikan oleh adanya sedimentasi pada pinggiran Sunda land. Sedimen terbentuk diantaranya adalah sedimen batu gamping Numullitic berumur Eosen yang ditemukan di pinggir dari Cekungan Bengkulu. (Barber, et al, 2005)

Pada masa sebelum periode Horst dan Graben diindikasikan terjadi aktivitas vulkanisme aktif yang diperkuat oleh ditemukannya kikim tuff yang terdiri dari batu pasir tufaan. konglomerat, breksia dan lempung berumur kapur akhir dan Pleosen Awal serta ditemukannya Old Andezite. (Pulunggono, et al, 1992)

2.2.2. Periode Horst dan Graben (Eosen Akhir-Oligosen)

Setelah masa Pre-Reef pada masa Eosen Akhir-Oligosen terjadi perubahan rezim tetonik dimana terjadi pengangkatan yang menyebabkan terbentuknya Horst dan Graben kemudian di isi oleh sedimen-sedimen rift yaitu Formasi Lahat (Lemat) yang berumur ahir Meosen Tengah sampai Oligosen Akhir (Sardjono dan Sardjito, 1989).

Formasi lahat terdiri dari breksia, konglomerat polymic, batu pasir berlapis, berwarna abu-abu kehijauan dengan sisipan vulkanik. Fragment konglomerat berasal dari batuan dasar yang terdiri dari batu sabak, filit, meta-sandstone, marmer, basalt, andesit dan urat kwarsa. Lingkungan pengendapan pada formasi lahat diinterpretasikan fluvial, aluvial fan dan lacustrin dibagian pusat cekungan.


(23)

5

Pada Fasa ini belum ada pemisah sedimentasi antara area cekungan belakang busur dengan depan busur. Pengangkatan bukit barisan yang memisahkan daerah sedimentasi belakang busur dan depan busur (Barber dan De Smet, 2005) menandai perubahan tetonik regional pada Oligosen Akhir yang mengakibatkan Inversi dengan adanya Pelipatan pada sedimet yang diendapkan pada periode horst dan graben. Pengangkatan bukit barisan yang disertai dengan Erosi juga menyebabkan ketidakselarasan pada saat sedimentasi berikutnya kembali terjadi.

2.2.3. Fasa Transgressive (Oligosen Akhir-Meosen Tengah)

Fasa transgressive terjadi pada masa Oligosen Akhir-Miosen Tengah yang ditandai oleh regional subsidence (penurunan) dihampir semua cekungan di Sumatera. Pada fasa ini terutama pada Oligosen akhir juga terjadi pengangkatan bukit barisan atau mulai terbentuknya sistem busur sumatra sehingga memisahkan sedimentasi cekungan belakang busur dengan sedimentasi depan busur yang mana sumber sedimen berasal dari Bukit Barisan.

Sedimen yang diendapkan pada tahap awal fasa transgressive ini adalah Formasi Talang Akar yang terdiri dari batupasir, batu lanau dan serpih yang berubah secara berangsur menjadi serpih karbonat dengan sisipan batubara ke arah cekungan dengan lingkungan pengendapan yan bervariasi dari fluvial sampai dengan laut dangkal. Sehubungan dengan terjadinya penurunan cekungan serta naiknya muka air laut pada masa awal miosen, sumber batuan klastik di utara mulai berkurang seperti dataran sunda telah mengalami denudasi (penggundulan) dan pendataran, dan seluruh cekungan sumatera selatan menjadi lingkungan pengendapan karbonat yang diduga dari Tipe Ramp / Platform.


(24)

6

Daerah daerah yang tinggi seperti tinggian musi dan tinggian palembang utara tetap relatif tinggi dibanding daerah daerah rendahan (low), dan terbukti dengan berkembangnya lingkungan tumbuhnya reef (terumbu) yang mana mudah tersingkap ke permukaan sehubungan dengan turunnya muka air laut. Puncak dari regional subsidence menyebabkan terjadi genang laut (marine trangression) hampir di seluruh cekungan sumatra selatan yang diindikasikan adanya endapan-endapan laut. Formasi Baturaja dan Gumai terbentuk pada tahapan ini. Kenaikan muka air laut maksimum terjadi pada miosen engah, dimana pada saat ini bukit barisan sudah hampir semuanya tenggelam.

Formasi Baturaja terdiri dari endapan batu gamping platform dan batu gamping terumbu terbentuk di atas tinggian batuan dasar. Pada sebagian tempat atau tekstur batu gamping lebih berlapis yang berselingan dengan serpih yang diendapkan pada lingkungan yang lebih dalam.

Formasi Gumai terdiri dari perselingan serpih yang mengandung banyak foraminifera, batu lanau dengan sisipan batu pasir glauconitic berukuran halus dan lensa tuff. Batu pasir telisa yang menjadi objek penelitian ini merupakan bagian dari formasi gumai dan termasuk pada fasa transgressive.

.

2.2.4. Fasa Regressive (Miosen Tengah-Saat Ini)

Proses subduksi yang disertai pengangkatan kembali pegunungan bukit barisan menyebabkan endapan delta dan pantai bertambah maju (prograded) menjauhi daerah daerah yang tinggi sehingga bukit barisan kembali menjadi sumber sedimen. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada fasa ini adalah Formasi Air Benakat, Formasi Muara enim dan Formasi Kasai. Formasi Air Benakat (formasi


(25)

7

palembang bagian bawah) yang diendapkan selama kala miosen engah dan diikuti oleh pengendapan batubara dari Formasi Muara Enim (formasi palembang bagian tengah) pada kala pliosen. Litologi penyusun formasi air benakat antara lain serpih dengan batupasir glaukonit dan batu gamping yang terendapkan pada lingkungan neritik pada bagian bawah sampai pada lingkungan laut dangkal pada bagian atas. Secara umum batuan penyusun formasi ini terendapkan selama fasa regresif. Perlapisan yang selaras pada formasi ini merupakan sikuen berumur miosen tengah terdiri dari sepih laut dengan glaukonit dan mikroforam di beberapa tempat dan lapisan batupasir.

Formasi Muaraenim terbentuk pada miosen akhir sampai pliosen awal sebagai endapan laut dangkal, sublittoral dan sedimen delta (Spruyt, 1956 dalam Barber et al., 2005) terdiri dari batu lempung, shale dengan interkalasi batu pasir dan lapisan batubara. Unit ini diendapkan pada lingkungan marine brackish (pada bagian bawah), delta plain dan lingkungan non-marine. Data fauna dari formasi ini tidak ada, tetapi diperkirakan formasi ini berumur Miosen Atas-Pliosen.

Puncak periode pengangkatan dan erosi dari pegunungan barisan terjadi pada pliosen akhir dan diikuti dengan intensifnya kegiatan vulkanisme. Formasi Kasai diendapakan pada masa ini, sebagian besar merupakan produk erosi dari pengangkatan Bukit Barisan dan Pegunungan Tiga puluh, serta akibat pengangkatan perlipatan yang terjadi di cekungan selama orogenesa tersebut. Formasi ini terdiri dari batu pasir tufan, lempung gravel, serta terdapat perlapisan tipis batu bara dengan berbagai variasi ketebalan dan komposisi.


(26)

8

Gambar 2. Kolom regional tektonostratigrafi Tersier Cekungan Sumatra Selatan (Barber, et al., 2005)

2.3. Struktur Geologi Cekungan Sumatera Selatan

Cekungan Sumatra Selatan didominasi oleh tiga fase tektonik utama yaitu; pembentukan cekungan rift, pembentukan cekungan pull apart pada Paleogen serta pembentukan struktur inversi pada kala Plio-Pleistosen. Menurut Pulunggono,1992, terdapat beberapa arah struktur yang dominan di Cekungan Sumatra Selatan yaitu arah N 3000 E, N 300 E dan arah N 3150 E barat laut- tenggara (arah barisan).

Pada Jurasik Atas sampai Kapur Bawah, pergerakan lempeng Australia yang berarah N 300 W mengakibatkan terbentuknya sesar geser ke kanan arah N 3000


(27)

9

E dimana saat ini sesar geser tersebut sebagai sesar antitetik dengan arah pergerakan geser ke kiri. Pada Kapur Atas sampai Tersier Bawah terjadi perubahan arah pergerakan lempeng Australia menjadi N 00 E (utara-selatan) mengakibatkan terjadinya rezim ekstensional sehingga kelurusan-kelurusan yang sudah terbentuk pada Jurasik Atas sampai Kapur bawah teraktifasi menjadi sesar normal dan membentuk graben. Pada Miosen Tengah sampai saat ini arah pergerakan lempeng India berubah menjadi N 60 E yang mengakibatkan terjadinya rezim kompresif di cekungan Sumatra Selatan yang didominasi oleh lipatan-lipatan dengan sumbu lipatan berarah N 3000 E.

Gambar 3. Subduksi Lempeng Australia terhadap Sundaland mulai dari Jura Atas s.d saat ini (Pulunggono et al., 1992)


(28)

10

2.4. Geologi Daerah Penelitian

Geologi di daerah penelitian berada pada Tinggian Palembang yang dibatasi oleh Jemakur subgraben di Utara, Sekayu subgraben di bagian Barat dan Limau graben di bagian Selatan (Gambar. 4 ).

Gambar 4. Peta Paleogeografi yang menunjukkan daerah penelitian berada pada Tinggian Palembang (Kamal, 2004)

Stratigrafi di daerah penelitian adalah sebagai berikut: berdasarkan lebih dari 150 data sumur, sedimen tertua di daerah penelitian adalah Formasi Talang Akar (Oligosen) yang terdiri dari sedimen fluvial-nearshore. Sedimennya dapat berupa onlap pada Tinggian Palembang atau berupa lapisan tipis yang diendapkan di atas batuan dasar Pra-Tersier. Sejalan dengan proses regional transgresi selama Miosen Awal, batuan karbonat Formasi Baturaja diendapkan di daerah penelitian. Pada daerah tinggian atau daerah penelitian, Formasi Baturaja berkembang sebagai batugamping terumbu sedangkan di daerah rendah berkembang sebagai


(29)

11

perselingan batugamping mikritik dan serpih (Hutapea, 1998). Sebagian Formasi Baturaja diendapkan langsung di atas batuan dasar sedangkan sebagian lagi diendapkan di atas endapan klastik yang disebut sebagai Pre-Baturaja Klastik oleh De-Coster, 1974.

Kemudian di daerah penelitian setelah Formasi Baturaja terjadi regresi lokal yang menghasilkan batupasir Telisa yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Ke arah cekungan batupasir ini menjemari dengan batulempung Formasi Gumai. Formasi Gumai terdiri dari dominan serpih dengan sisipan batupasir yang diendapkan di lingkungan laut. Formasi Gumai diendapkan pada periode trangressive. Anggota Batupasir Telisa merupakan bagian dari Formasi Gumai, terdiri dari batupasir dengan sedikit lapisan tipis serpih, batupasir berwarna abu-abu terang, berbutir halus-sangat halus, gampingan, menyudut-membundar tanggung, pemilahan sedang, didominasi oleh kuarsa dengan glaukonit yang melimpah, orthoklas, plagioklas, biotit, muscovite, chlorite, rijang, mikroklin, turmalin dan sedikit fragmen batuan vulkanik. Stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah.


(30)

12

Gambar 5. Kolom litostratigrafi daerah penelitian. (Kamal et al., 2005)

Kondisi Struktur batu pasir Telisa di daerah penelitian adalah struktur homoklin, yang menerus membuka ke arah Timur Laut lapangan YTS. Kondisi struktur tersebut dapat dilihat pada penampang seismik berarah SW-NE. Berdasarkan kondisi struktur batupasir Telisa, jenis perangkap hidrokarbon yang dominan berkembang untuk batupasir Telisa di daerah penelitian adalah perangkap stratigrafi.

Beberapa data geologi lainnya dan juga data produksi di lapangan YTS mendukung adanya perangkap stratigrafi di batupasir Telisa. Data tersebut akan dijelaskan pada pokok pembahasan berikutnya terutama yang erat kaitannya dengan pemodelan karakterisasi reservoir.


(31)

13

Gambar 6. Penampang seismik berarah SW-NW menunjukkan kondisi struktur batu pasir Telisa yang berupa struktur homoklin yang membuka ke arah Timur


(32)

BAB III TEORI DASAR

3.1. Konsep Dasar Seismik Refleksi

Dalam seismik refleksi, dasar metodanya adalah perambatan gelombang bunyi darisumber getar ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian gelombang tersebut dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang batas suatu lapisan yang mempunyai kontras akustik impedansi. Di permukaan bumi gelombangitu ditangkap oleh serangkaian instrument penerima (geophone/hydrophone) yang disusun membentuk garis lurus terhadap sumber ledakan atau profil line.


(33)

15

Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksud adalah kecepatan dan massa jenis batuan penyusun perlapisan bumi. Hubungan antara keduanya dapat dinyatakan sebagai koefisien refleksi (R) dan koefisien transmisi (T).

Dengan

RC = Koefisien refleksi = Massa jenis ( )

V = Kecepatan rambat perlapisan ( = Impedansi akustik

T = Koefisien Tranmisi

Waktu perambatan gelombang dari sumber ledakan, kemudian dipantulkan kembali oleh bidang reflektor tersebut merupakan waktu dua arah atau lebih dikenal dengan istilah two way time (TWT) dan besarnya waktu ini tergantung pada kedalaman reflektor, semakin dalam maka semakin besar waktu yang diperlukan Tc>Ta>Tb (gambar 3-2).

Sebagian energi yang dipantulkan tersebut akan diterima oleh serangkaian detektor, kemudian akan direkam dalam satu Magnetic Tape. Parameter yang direkam adalah waktu penjalaran gelombang seismik dari sumber menuju detektor


(34)

16

Gambar 8. Pemantulan Gelombang

3.2. Trace Seismic

Trace seismic adalah data seismik yang terekam oleh satu perekam geofon. Trace seismic mencerminkan respon dari medan gelombang elastik terhadap kontrasimpedansi akustik (refleksivitas) pada batas lapisan batuan sedimen yang satu denganyang lain. Secara matematis, Trace seismic merupakan konvolusi antara wavelet sumber gelombang dengan refleksivitas bumi ditambah dengan noise (Russel, 1991), seperti yang ditampilkan seperti gambar di bawah ini:

dimana:

S(t) = Trace seismik W(t) = wavelet seismik

R(t) = refleksivitas lapisan bumi n(t) = noise


(35)

17

3.3. Noise dan Data

Noise adalah gelombang yang tidak dikehendaki dalam sebuah rekaman seismik, sedangkan data adalah gelombang yang dikehendaki. Dalam seismik refleksi, gelombang refleksilah yang dikehendaki sedangkan yang lainya diupayakan untuk diminimalisir.

Gambar 9. Noise dan data (Telford,1976)

Gambar diatas menunjukkan sebuah rekaman dengan data gelombang refleksi dan noise (gelombang permukaan/groundroll) dan gelombang langsung (direct wave). Noise terbagi menjadi dua kelompok, yaitu noise koheren (coherent noise) dan noise acak/ambient (random/ambient noise). Contoh noise koheren, yaitu: groundroll (dicirikan dengan amplitudo yang kuat dan frekuensi rendah), guidedwaves atau gelombang langsung (frekuensi cukup tinggi dan datang lebih awal), noise kabel, tegangan listrik (power line noise adalah frekuensi tunggal, mudah direduksi dengan notch filter), multiple (adalah refleksi sekunder akibat


(36)

18

gelombang yang terperangkap). Sedangkan noise acak diantaranya adalah gelombang laut, angin, kendaraan yang lewat saat rekaman, dan lainnya.

3.4. Polaritas

Saat ini terdapat dua jenis konvesi polaritas, yaitu Standar SEG (Society of Exporation Geophysicist) dan Standar Eropa. Keduanya berkebalikan Gambar dibawah ini menunjukkan polaritas Normal dan polaritas 'Reverse' untuk sebuah wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase) pada kasus Koefisien Refleksi atau Reflection Coefficient (KR atau RC) meningkat (RC positif) yang terjadi pada contoh batas air laut dengan dasar laut/lempung.

Gambar 10. Polaritas dan fasa

Contoh penentuan polaritas pada data seismik real, seabed ditunjukkan dengan trough (merah), hal ini berarti polaritas seismik yang digunakan adalah normal SEG.


(37)

19

Gambar 11. Contoh penentuan polaritas dan fasa

3.5. Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well-SeismicTie)

Sukmono (2000) menerangkan bahwa untuk meletakkan horizon seismic (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismic dapat dikoreksikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot pada skala kedalaman, maka perlu dilakukan well-seismic tie. Terdapat banyak teknik pengikatan ini, tapi yang umum dipakai adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil suvei kecepatan (well velocity survey).

3.5.1. Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik adalah rekaman seismik buatan yang dibuat dari data log kecepatan dan densitas. Data kecepatan dan densitas membentuk fungsi koefisien refleksi (RC) yang selanjutnya dikonvolusikan dengan wavelet. Seismogram sintetik dibuat untuk mengkorelasikan antara informasi sumur (litologi, umur, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap trace seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan komprehensif. Dengan demikian pembuatan


(38)

20

seismogram sintetik untuk meletakan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot dalam skala kedalaman (well seismic tie). Unsur seismogram sintetik yaitu:

a. Density log

b. Log ini menggambarkan berat jenis relatif dari setiap formasi dengan merekam radiasi yang berasal dari setiap formasi.

c. Velocity log

d. Tipe log ini hampir sama dengan log density hanya saja yang direkam adalah acoustic velocity dari masing-masing formasi.

e. Source wavelet

f. Menghitung source wavelet dengan korelasi melintang seismic trace secara otomatis.


(39)

21

3.5.2. Check-Shot Survey

Survei ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara waktu dan kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur terhadap data seismik. Prinsip kerja survey ini dapat dilihat pada gambar 3-5. Survei ini memiliki kesamaan dengan akuisisi data seismik pada umumnya namun posisi geofon diletakkan sepanjang sumur bor, atau dikenal dengan survey Vertical Seismik Profilling (VSP). Sehingga data yang didapatkan berupa one way time yang dicatat pada kedalaman yang ditentukan sehingga didapatkan hubungan antara waktu jalar gelombang seismik pada lubang bor tersebut.

Gambar 13. Survey Checkshot

3.5.3. Vertical Seismic Profile (VSP)

VSP hampir identik dengan checkshot survey, hanya disini dipakai stasion geophone yang lebih banyak dan interval pengamatan tidak lebih dari 30 m. kalau pada checkshot yang di dapatkan hanya first break, maka pada VSP di dapatkan rekaman penuh selama beberapa detik. Jadi sebenarnya VSP sama dengan penampang seismic biasa kecuali bahwa pada VSP, geophone diletakkan pada


(40)

22

lubang bor dan merekam gelombang kebawah dan keatas. Gelombang kebawah berasal dari first break atau multipelnya dan pada rekamannya akan menunjukkan waktu tempuh yang meningkat terhadap kedalaman, sedangkan gelombang keatas kebalikannya.

3.6. Time Depth Conversion

Konversi data seismik ataupun peta struktur dari domain waktu menjadi domain kedalaman merupakan hal yang sangat penting di dalam dunia eksplorasi migas. Pengambilan keputusan untuk program pengeboran di dalam domain waktu merupakan hal yang sangat membahayakan. Seringkali interpretasi di dalam domain waktu akan menghasilkan penafsiran yang menyesatkan terutama pada zona di bawah kecepatan tinggi seperti sub-salt ataupun sub-carbonate. Perbedaan karakter struktur pada dua domain tersebut akan sangat mempengaruhi program pengeboran dan keputusan bisnis yang akan diambil.

3.7. Well Logging

Well logging merupakan metode penelitian yang mempelajari karakter fisik batuan suatu formasi dari pengamatan dan perhitungan parameter fisik batuan dari pemboran. Parameter fisik tersebut berupa sifat porositas, resistivitas, temperatur, densitas, permeabilitas dan kemampuan cepat rambat yang direkam oleh gelombang elektron dalam bentuk kurva (Harsono, 1993).

Pada prinsipnya alat di masukkan kedalam sumur dan dicatat sifat fisik padakedalaman tertentu. Pencatatan dilakukan dengan kedalamannya, kemudian


(41)

23

di plot kedalam suatu log yang mempunyai skala tertentu dan direkam dalam bentuk digital.

3.7.1. Porositas

Porositas adalah volume rongga dalam batuan berbanding dengan volume total batuan. Porositas efektif adalah rongga dalam batuan yang berhubungan satu dengan yang lainnya ( Koesoemadinata, 1980). Faktor besar-kecilnya porositas dipengaruhi besar butir, pemilahan, bentuk kebundaran, penyusunan butir dan kompaksi dan sementasi.

3.7.2. Permeabilitas

Permeabilitas adalah sifat batuan untuk meluluskan cairan melalui pori-pori yang berhubungan tanpa merusak partikel.

3.8. Perangkat-Perangkat Well Logging 3.8.1. Log Gamma Ray

Prinsip dari Log Gamma Ray adalah suatu rekaman dari tingkat radioaktivitas alami yang terjadi karena unsur Uranium,Thorium dan potassium pada batuan. Pemancaran yang terus- menerus terdiri dari semburan pendek dari tenaga tinggi sinar Gamma, yang mampu menembus batuan yang dapat dideteksi oleh detector. Fungsi dari log gamma ray untuk membedakan lapisan permeable dan tidak permeable. Pada batupasir dan batu karbonatan mempunyai konsentrasi radioaktif rendah dan gamma ray-nya rendah dan sebaliknya pada batulempung serpih, mempunyai gamma ray tinggi. Secara khusus Log GR berguna untuk mendefinisi


(42)

24

lapisan permeable di saat SP tidak berfungsi karena formasi yang resistif atau bila kurva SP kehilangan karakternya (Rmf=Rw) atau juga ketika SP tidak dapat direkam karena lumpur yang digunakan tidak konduktif.

Secara umum fungsi dari Log GR antara lain: 1. Evaluasi kandungan serpih Vsh

2. Menentukan lapisan Permeabel 3. Evaluasi bijih mineral radioaktif

4. Evaluasi lapisan mineral yang bukan radioaktif 5. Korelasi Log pada sumur berselubung

6. Korelasi antar sumur

3.8.2. Log SP (Spontaneous Potential Log)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik-turun. Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur konduktif. SP digunakan untuk :

1. Identifikasi lapisan permeabel

2. Mencari batas-batas lapisan permeable dan korelasi antar sumur berdasarkan lapisan itu.

3. Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw) 4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis daasar serpih, sedangkan pada formasi permeable kurva SP menyimpang dari garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeable yang cukup


(43)

25

tebal yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan tergantung pada kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur.

3.8.3. Log Resistivity (LR)

Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona air, mengindikasikan zona permeable dengan mendeteminasi porositas resistivitas. Karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori

Alat-alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua kelompok yaitu Latere log dan Log Induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd (Deep Latere log Resistivity), LLs (Shallow Latere log Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm (Medium Induction Resistivity), dan SFL.

3.8.4. Latere log

Prinsip kerja dari latere log ini adalah memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk lembaran tipis. Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya tetap, resistivitas dapat dihitung dengan hokum ohm.


(44)

26

3.8.5. Log Induksi

Prinsip kerja dari Induksi yaitu dengan memanfaatkan arus bolak-balik yang dikenai pada kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet, dan sebaliknya medan magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan.

Secara umum, kegunaan dari Log Induksi ini antara lain: 1. Mengukur konduktivitas pada formasi,

2. Mengukur resistivitas formasi dengan lubang pemboran yang menggunakan lumpur pemboran jenis “oil base mud” atau “fresh water base mud”. Penggunaan lumpur pemboran berfungsi untuk memperkecil pengaruh formasi pada zona batu lempung/shale yang besar.

Penggunaan Log Induksi menguntungkan apabila,

a. Cairan lubang bor adalah insulator misalnya udara, gas, air tawar, atau oil base mud.

b. Resistivity formasi tidak terlalu besar Rt< 100 Ω c. Diameter lubang tidak terlalu besar.

3.8.6. Log Porositas

Log porositas digunakan untuk mengetahui karakteristik/sifat dari litologi yang memiliki pori, dengan memanfaatkan sifat-sifat fisika batuan yang didapat dari sejumlah interaksi fisika di dalam lubang bor. Hasil interaksi dideteksi dan dikirim ke permukaan barulah porositas dijabarkan.

Ada tiga jenis pengukuran porositas yang umum digunakan di lapangan saat ini adalah Sonik, Densitas, dan Netron. Nama-nama ini berhubungan dengan besaran fisika yang dipakai dimana pengukuran itu dibuat sehingga istilah-istilah


(45)

27

“Porositas Sonik”, “Porositas Densitas”, dan “Porositas Netron”. Penting untuk diketahui bahwa porositas-porositas ini bias tidak sama antara satu dengan yang lain atau tidak bisa mewakili “porositas benar”.

3.8.7. Log Sonik

Log sonik pada prinsipnya mengukur waktu rambatan gelombang suara melalui formasi pada jarak tertentu, sehingga memerlukan pemancar dan penerima yang dipisahkan dalam jarak tertentu. Waktu yang dibutuhkan tersebut biasanya disebut “Interval Transit Time” (∆t). ∆t berbanding terbalik dengan kecepatan gelombang suara dan tergantung pada jenis litologi, porositas dan kandungan porinya.

3.8.8. Log Densitas

Alat porositas kedua adalah yang akan ditinjau adalah Alat Lito-Densitas atau Litho Density Tool (LDT). Pada LDT, menggunakan prinsip fisika nuklir dengan memanfaatkan tembakan sinar gamma, sehingga LDT dirancang untuk memberikan tanggapan terhadap gejala fotolistrik dan hamburan Compton dengan cara memilih sumber radioaktif yang memproduksi sinar gamma dengan tingkat tenaga antara 75 Kev dan 2 Mev, misalnya unsur Cesium-137 yang mempunyai puncak tenaga sinar gamma pada 662 keV.

3.8.9. Log Netron

Alat ini disebut Alat Netron terkompensasi (Compensated Netron Tool) atau disingkat CNT. Alat ini biasanya dikombinasikan dengan LDT dan Gamma-Ray,


(46)

28

karena ketiga alat tersebut adalah alat nuklir dengan kecepatan logging yang sama dan kombinasi netron-densitas akan memberikan evaluasi litologi pintas dan indicator gas yang ampuh. Fungsi dari log netron adalah untuk menggambarkan formasi sarang (porous) dan untuk menentukan porositasnya. Log ini memberikan data yang berguna untuk menghitung jumlah hydrogen yang ada dalam formasi. Mekanisme kerja dari log ini adalah dengan pemancaran netron yang berenergi tinggi dari sumber radioaktif yang dipasang pada alat. Jika tumbukan akan kehilangan energi tergantung pada inti material formasi. Energi netron yang hilang tergantung pada jenis energi yang ditumbuk. Zona gas sering diidentifikasi dengan menggabung log neutron dan log densitas. Penggabungan log neutron dan log porositas selain sangat baik untuk penentuan harga porositas, mengidentifikasi litologi dan untuk mengevaluasi kandungan serpih. Ketika rongga batuan diisi gas pembacaan log netron akan lebih rendah dibandingbila ronga diisi oleh minyak atau air. Hal ini terjadi karena kandungan hydrogen padagas jauh lebih rendah dibandingkan kandungan hydrogen pada minyak maupun air. Interpretasi data yang diperlukan untuk resistivitas dangkal dan dalam adalah diameter lubang bor dari caliper, resistivitas lumpur, dan resistivitas lapisan bahu pada temperatur formasi. Alat-alat yang khusus dirancang untuk mencari terdiri daridua kelompok, yaitu lateral log dan induksi. Dikenal lebih umum sebagai log Rt adalah LLd, LLs, ILd , dan SFL. Semua log resistivitas umumnya mencakup kurva Gamma Ray (GR). Yang digunakan untuk menentukan reservoir potensial dan ketebalannya.


(47)

29

3.9. Interpretasi Seismik

Interpretasi struktur pada seismic dapat meliputi interpretasi sesar, lipatan, diaper dan intrusi. Sesar dapat diinterpretasikan dari adanya ketidakmenerusan pada pola refleksi (offset pada horison), penyebaran kemiringan yang tidak sesuai dengan atau tidak berhubungan dengan stratigrafi, adanya pola difraksi pada zona patán, adanya perbedaan karakter refleksi pada kedua zona dekat sesar. Lipatan dapat diinterpretasikan dari adanya pelengkungan horison seismik yang membentuk suatu antiklin maupun sinklin. Diapir (kubah garam) dapat diinterpretasikan dari adanya dragging effect pada refleksi horison di kanan atau di kiri tubuh diapir, adanya penebalan dan penipisan batuan diatas tubuh diapir dan pergeseran sumbu lipatan akibat dragging effect. Sedangkan intrusi dapat diinterpretasikan dari dragging effect tidak jelas dan batuan sedimen disekitar intrusi ikut mengalami meeting.

Pola-pola perlapisan total yang berkembang sebagai suatu hasil proses-proses pengendapan, erosi dan paleo-geografi dapat diinterpretasikan dengan menggunakan pola-pola refleksi seismik. Kontinuitas refleksi berhubungan erat dengan kontinuitas perlapisan.

Konfigurasi perlapisan utama yang sudah dikenal adalah sebagai berikut a. Parallel dan Sub-parallel

Refleksi-refleksi seismik pada konfigurasi ini adalah seragam (parallel) sampai relative parallel (subparallel) dalam amplitudo, kontinuitas, cycle breath dan Time separation-nya. Tingkatan variasi lateralnya menunjukkan tingkatan perubahan dalam kecepatan pengendapan lokal dan kandungan litologinya.


(48)

30

b. Divergent

Merupakan refleksi-refleksi seismik yang membentuk suatu paket yang membaji (wedge shape) yang mana banyak dari penebalan lateral dihasilkan oleh penebalan siklus-siklus refleksi individu di dalam paket itu, dibandingkan dengan onlap, toplap, atau erotional truncation.

c. Prograding Clinoform

Paket refleksi yang sederhana sampai kompleks yang diinterpretasi berupa hasil pengendapan lapisan yang berarti dalam suatu cara tumbuh keluar atau menunjukkan progradasi secara lateral. Setiap refleksi yang berurutan secara lateral di dalam paket itu disebut dengan suatu clinoform. Adanya perbedaan pada pola prograding clinoform terutama akibat variasi-variasi pada kecepatan pengendapan dan batimetri. Beberapa tipe pola clinoform yang diketahui adalah:

a. Sigmoidal adalah suatuprogradingclinoform yang terbentuk oleh refleksi- refleksi sigmoidal (berbentuk huruf S) yang dan interpretasikan sebagai perlapisan dengan segmen-segmen tipis yang bagian atas dan bawahnya landai (bersudut kecil), serta segmen-segmen bagian tengahnya yang lebih tebal dan bersudut lebih besar. Segmen-segmen topset-nya mempunyai kemiringan yang hampir datar dan concordant terhadap permukaan atas fasies itu. Segmen-segmen foreset-nya membentuk lensa yang super posed dalam suatu cara aggradational atau progradational. Hal ini menunjukkan bahwa akomodasi bertambah selama pengendapan lapisan yang prograding.


(49)

31

b. Oblique, adalah suatu prograding clinoform yang biasnya terdiri dari refleksi-refleksi dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasi ke atas dengan gambaran toplap pada atau dekat dengan suatu refleksi atas yang hampir datar, dan bentukan terminasi ke bawah dengan gambaran downlap terhadap refleksi di bawahnya.

c. Tangesial Oblique, adalah suatu pola oblique clinoform dimana kemiringan berkurang secara berangsur-angsur pada bagian bawah segmen-segmen foreset yang membentuk refleksi-refleksi yang cekung ke arah atas. Refleksi-refleksi seismic yang menunjukkan terminasi yang menyentuh refleksi di bawahnya dengan gambaran downlap, ketika perlapisan darimana mereka berasal menunjukkan menipis ke bawah.

d. Paralel Oblique, adalah pola oblique clinoform dengan refleksi-refleksi foresat sejajar dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasike bawah dengan gambaran downlap bersudut besar terhadap suatu refleksi di bawahnya. Gambaran ini menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat suplai sedimen yang besar, penurunan basin lambat atau tidak ada, dan permukaan laut yang tidak berubah menandakan pengisian basin yang cepat bersamaan dengan by passing pengendapan atau menoreh/menyapu permukaan pengendapan bagian atas.

e. Complex Sigmoid Oblique, adalah prograding clinoform yang terdiri dari kombinasi variasi selang-seling gambaran refleksi sigmoidal progrdation dan oblique progradation di dalam suatu satuan fasies seismik tunggal. Segmen-segmen topset dicirikan oleh selang-seling segmen-segmen sigmoid horizontal dan segmen-segmen oblique dengan gambaran terminasi toplap.


(50)

32

Selang-seling ini menunjukkan suatu sejarah di dalam suatu lingkungan pengendapan yang tumbuh ke atas dan by passing pengendapan dalam topset.

f. Shingled, adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari refleksi-refleksi prograding yang tipis, biasanya menggambarkan batas atas dan bawah yang sejajar, dan refleksi-refleksi oblique sejajar bersudut kecil atau landai yang menggambarkan terminasi toplap dan downlap yang semu.

g. Hummocky, adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari segmen-segmen refleksi subparallel, tidak teratur, dan tidak kontinu yang membentuk suatu pola tidak beraturan yang ditandai oleh terminasi atau belahan-belahan refleksi yang tidak sitematis. Pola-pola ini biasanya diinterpretasikan mewakili perlapisan yang membentuk pola clinoform yang kecil dan inter fingering yang tumbuh ke dalam air dangkal pada suatu prodelta atau inner delta. Hummocky clinoform biasanya terlihat dalam arah strike pengendapan.

d. Chaotic ,merupakan refleksi-refleksi discordant, tidak kontinu yang menunjukkan satu susunan permukaan-permukaan refleksi yang tidak beraturan. Dapat diperoleh dari lapisan yang diendapkan dalam suatu lingkungan yang bervariasi dengan energi yang relatif tinggi atau sebagai perlapisan yang pada awalnya kontinu tetapi kemudian mengalami deformasi sehingga kontinuitasnya terputus-putus.


(51)

33

Gambar 14. Konfigurasi seismik yang berkembang akibat proses pengendapan, erosi, dan paleo-topografi (Levy, 1991)

3.10. Pemetaan Bawah Permukaan

Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk maupun kondisi di bawah permukaan bumi. Peta ini mempunyai sifat-sifat antara lain :

- Kualitatif : menggambarkan suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang nilainya sama (garis iso/kontur), baik ketebalan, kedalaman maupun perbandingan/prosentase ketebalan.

- Dinamis : kebenaran peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode tetapi atas data yang ada, sehingga apabila ada data yang baru maka peta dapat berubah. Dalam aplikasinya, peta bawah permukaan dibagi menjadi beberapa macam, yakni peta kontur dan peta stratigrafi.


(52)

34

3.11. Peta Kontur Struktur

Peta kontur struktur adalah suatu peta yang melukiskan bentuk suatu bidang perlapisan yang biasanya berada di bawah permukaan dengan memperlihatkan posisi kedalaman atau ketinggian terhadap suatu bidang datum. Datum yang dipakai dalam pembuatan peta kontur struktur adalah muka air laut, dimana tiap-tiap sumur didantum pada kedalam yang sama.

Bentuk horizontal dari bidang perlapisan diperlihatkan oleh garis-garis lengkung yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai posisi ketinggian atau kedalaman yang sama terhadap datum horizontal, disebut garis kontur struktur. Dengan demikian, peta ini akan memperlihatkan penyebaran lapisan atau fasies batuan secara lateral dan/atau vertikal yang dikontrol oleh struktur sesar atau lipatan.

3.12. Peta Stratigrafi

Peta stratigrafi adalah peta yang memperlihatkan perlapisan batuan beserta perubahannya secara lateral dan dinyatakan dalam nilai-nilai tertentu, misalnya ketebalan, kedalaman atau perbandingan/prosentasi dari lapisan batuan. Peta stratigrasi dibagi menjadi 2 macam, Isopach dan Facies.

3.12.1. Peta Isopach

Peta isopach adalah peta yang menggambarkan ketebalan vertikal di suatu unit tubuh batuan yang dinyatakan dengan garis kontur yang menyatakan ketebalan yang sama. Suatu peta isopach mempunyai garis kontur yang memperlihatkan distribusi atau sebaran ketebalansuatu unit batuan (Bishop, 1991 dalam Tearpock


(53)

35

dan Bischke). Peta isopach akan merefleksikan bentuk-bentuk geometri daripada lapisan yang dianalisis. Dalam hal ini bentuk kontur akan sangat dipengaruhi oleh bentukbentuk geometri dari lapisan batupasir yang dianalisis. Peta isopach digunakan oleh para ahli geologi perminyakan (petroleum geologist) untuk berbagai keperluan studi, antara lain: studi lingkungan pengendapan, studi genesa batu pasir, studi arah aliran pengendapan, studi mengenai arah pergerakan patahan dan perhitungan volume hidrokarbon. Peta isopach terdiri atas beberapa jenis, diantaranya: peta isochore, net sand isopach dan net pay isopach, yaitu: a. Peta isochore, yaitu peta yang menggambarkan tebal lapisan batuan ditembus oleh lubang bor (kedalaman semu) dimana dip/ kemiringan lapisan >10o atau lubang bor tidak vertikal (directional well).

b. Peta net sand isopach, yaitu peta yang menggambarkan total ketebalan vertikal batupasir yang berkualitas reservoar. Peta net sand isopach menggambarkan total ketebalan lapisan reservoar yang porous dan permeabel dalam ketebalan stratigrafi yang sebenarnya. Apabila terdapat sisipan batuan yang bukan batuan reservoar seperti shale, maka batuan tersebut tidak ikut dipetakan.

c. Peta net sand isopach, yaitu peta yang menggambarkan ketebalan reservoar yang berisi hidrokarbon.

3.12.2. Peta Fasies

Peta fasies adalah peta yang menggambarkan perubahan secara lateral dari aspek-aspek kimia dan biologi dari sedimen-sedimen yang diendapkan pada waktu bersamaan.


(54)

36

Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran lateral dari fasis reservoar yang diperkirakan masih mengandung fluida hidrokarbon dan diharapkan penyebaran dari theunsweptoil juga akan dapat diidentifikasi, sehingga dalam penentuan lokasi sumur produksi sisipan baru akan menjadi lebih tepat dan efektif.

3.13. Perhitungan Volume Cadangan

Cadangan hidrokarbon adalah jumlah (volume) minyak dan atau gas yang ada dalam suatu reservoar yang telah ditemukan. Perhitungan cadangan sangat penting karena merupakan pegangan dalam perencanaan pengembangan selanjutnya. Ketepatan perkiraan jumlah cadangan ini tergantung pada kelengkapan dan kualitas data yang ada. Volume cadangan hidrokarbon dapat dinyatakan dengan dua jenis perhitungan yaitu:

3.13.1. STOOIP (Stock Tank Original Oil In Place)

STOOIP (Stock Tank Original Oil In Place) atau STOIIP (Stock Tank Oil Initially In Place) berarti volume minyak di suatu tempat setelah dimulainya proses produksi. Pada kasus ini, stock tank bermakna tempat penyimpanan yang mengandung minyak setelah proses produksi.

Kalkulasi yang seksama terhadap nilai STOOIP ditentukan oleh beberapa parameter, yaitu:

1. Volume dari batuan yang mengandung minyak (Bulk Rock Volume, di USA ini selalu dalam satuan acre-feet)


(55)

37

3. Persentase kandungan air terhadap nilai porosity.

4. Kwantitas penyusutan minyak bawah permukaan ketika dibawa ke atas permukaan bumi.

Kejenuhan gas Sg secara sederhana diabaikan pada persamaan tersebut Dengan demikian dihasilkan suatu formula perhitungan STOOIP, yaitu:

Keterangan:

N = STOIIP (barrels or cubic metres)

Vb = volume bulk dalam reservoar (acre-feet or cubic meters) ǿ = porositas rata-rata reservoar (%))

Sw = kejenuhan air rata-rata (%)

Boi = oil formation volume factor (STB/bbls) 7758 = faktor konversi dari acre ft ke barrels

3.13.2. OOIP (Original Oil In Place)

OOIP (Original Oil In Place) berarti volume minyak di suatu tempat sebelum dimulainya proses produksi. Perhitungan terhadap nilai OOIP ditentukan oleh beberapa parameter yang sama dengan STOIIP namun parameter Boi tidak digunakan.

Dengan demikian dihasilkan suatu formula perhitungan OOIP, yaitu: N = 7758 . Vb. ǿ . ( 1 -Sw ) [stb]

Boi


(56)

38

3.13.3. Bulk Volume/ Gross Rock Volume

Nilai volume bulk ini ditentukan menggunakan 2 metode yaitu metode trapesium dan metode piramida. Metode trapesium digunakan apabila perbandingan luas antara dua kontur isopach yang berdekatan > 0,5 dan metode piramida apabila perbandingan luas < 0,5. Adapun rumus yang digunakan untuk kedua metode tersebut adalah sebagai berikut :

Rumus trapesium :

Rumus piramida :

Keterangan:

VB = elemen volume bulk antara dua buah garis kontur yang saling berdekatan (acre ft)

An = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke n (acre) An+1 = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke n +1 (acre) H = interval kontur isopach (ft)

Perhitungan ini merupakan perhitungan awal dari jumlah cadangan hidrokarbon. Untuk perhitungan cadangan yang dapat diambil (recoverable reserve) maka harus diperhatikan adanya recovery factor (RF). Persamaan yang digunakan dalam perhitungan volume cadangan yang dapat diproduksi sebagai berikut adalah sebagai berikut :


(57)

39

Keterangan:

V = volume cadangan yang dapat diproduksi (recoverable reserve) (STB) N = volume cadangan awal (OIP) (STB)

RF = recovery factor (%)

Gambar 15. Perhitungan Bulk Volume/Gross Rock Volume

3.14. System Petroleum

Merupakan sebuah sistem yang menjadi panduan utama dalam eksplorasi hidrokarbon. Sistem ini digunakan untuk mengetahui keadaan geologi dimana minyak dan gas bumi terakumulasi.


(58)

40

3.14.1. Batuan Sumber

Batuan sumber ialah batuan yang merupakan tempat minyak dan gas bumi terbentuk. Pada umumnya batuan sumber ini berupa lapisan serpih/shale yang tebal dan mengandung material organik. Secara statistik disimpulkan bahwa prosentasi kandungan hidrokarbon tertinggi terdapat pada serpih yaitu 65%, batugamping 21%, napal 12% dan batubara 2%.

Kadar material organik dalam batuan sedimen secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor (Koesoemadinata,1980) antara lain lingkungan pengendapan Diana kehidupan organisma berkembang secara baik sehingga material organik terkumpul, pengendapan sedimen yang berlangsung secara cepat sehingga material organik tersebut tidak hilang oleh pembusukan dan atau teroksidasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah lingkungan pengendapan yang berada pada lingkungan reduksi, dimana sirkulasi air yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya oksigen. Dengan demikian material organik akan terawetkan. Proses selanjutnya yang terjadi dalam batuan sumber ini adalah pematangan. Dari beberapa hipotesa (Koesoemadinata, 1980) diketahui bahwa pematangan hidrokarbon dipandang dari perbandingan hidrogen dan karbon yang akan meningkat sejalan dengan umur dan kedalaman batuan sumber itu sendiri.

3.14.2. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan sumber melewati rekahan dan pori-pori batuan waduk menuju tempat yang lebih tinggi. Beberapa jenis sumber penggerak perpindahan hidrokarbon ini diantaranya adalah kompaksi,


(59)

41

tegangan permukaan, gaya pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas dan gradien hidrodinamik (Koesoemadinata,1980).

Mekanisme pergerakan hidrokarbon sendiri dibedakan pada dua hal yaitu perpindahan dengan pertolongan air dan tanpa pertolongan air. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa migrasi hidrokarbon dipengaruhi oleh kemiringan lapisan secara regional. Waktu pembentukan minyak umumnya disebabkan oleh proses penimbunan dan ‘heatflow’ yang berasosiasi dengan tektonik Miosen Akhir.

3.14.3. Batuan Reservoar

Batuan reservoar merupakan batuan berpori atau retak-retak, yang dapat menyimpan dan melewatkan fluida. Di alam batuan reservoar umumnya berupa batupasir atau batuan karbonat. Faktor-faktor yang menyangkut kemampuan batuan reservoar ini adalah tingkat porositas dan permeabilitas, yang sangat dipengaruhi oleh tekstur batuan sedimen yang secara langsung dipengaruhi sejarah sedimentasi dan lingkungan pengendapannya.

3.14.4. Lapisan penutup

Lapisan penutup merupakan lapisan pelindung yang bersifat tak permeabel yang dapat berupa lapisan lempung, shale yang tak retak, batugamping pejal atau lapisan tebal dari batuan garam. Lapisan ini bersifat melindungi minyak dan gas bumi yang telah terperangkap agar tidak keluar dari sarang perangkapnya.


(60)

42

3.14.5. Perangkap

Secara geologi perangkap yang merupakan tempat terjebaknya minyak dan gasbumi dapat dikelompokan dalam tiga jenis perangkap yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan perangkap kombinasi dari keduanya.

Perangkap struktur banyak dipengaruhi oleh kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang merupakan respon dari kejadian tektonik. Perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara vertikal dan lateral, perubahan fasies batuan dan ketidakselarasan. Adapun perangkap kombinasi merupakan perangkap paling kompleks yang terdiri dari gabungan antara perangkap struktur dan stratigrafi.

1. Perangkap Struktur

Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai sekarang masih merupakan perangkap yang paling penting.

2. Perangkap Lipatan

Perangkap yang disebutkan perlipatan ini merupakan perangkap utama, perangkap yang paling penting dan merupakan perangkap yang pertama kali dikenal dalam pengusahaan minyak dan gas bumi. Unsur yang mempengaruhi pembentukanperangkap ini, yaitu lapisan penyekat dan penutup yang berada di atasnya dan terbentuk sedemikian rupa sehingga minyak tak bisa pindah kemana-mana. Minyak tidak bisa pindah ke atas karena terhalang oleh lapisan penyekat. Juga ke pinggir terhalang oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah pinggir, sedangkan ke bawah terhalang oleh adanya batas air minyak atau bidang ekipotensial. Namun harus diperhatikan pula bahwa perangkap ini harus ditinjau dari segi 3


(61)

43

dimensi, jadi bukan saja ke barat dan timur, tetapi kearahUtara-Selatan juga harus terhalang oleh lapisan penyekat.

Persoalan yang dihadapi dalan mengevaluasi suatu perangkap lipatan terutama yaitu mengenai ada tidaknya tutupan (Closure). Jadi tidak dipersoalkan apakah lipatan ini ketat atau landai, yang penting adanya tutupan. Tutupan ini ditentukan oleh adanya titik limpah (Spill-point). Titik limpah adalah suatu titik pada perangkap dimana kalau minyak bertambah, minyak mulai melimpah kebagian lain yang lebih tinggi dari kedudukannya dalam perangkap ini.

Suatu lipatan dapat saja terbentuk tanpa terjadinya suatu tutupan, sehingga tidak dapat disebut suatu perangkap. Selain itu juga ada tidaknya tutupan sangat tergantung pada faktor struktur dan posisinya ke dalam. Misalnya, pada permukaan dapat saja kita mendapatkan suatu tutupan tetapi makin ke dalam tutupan itu menghilang.

Menurut Levorsen (1958) menghilangnya tutupan ini disebabkan faktor bentuk lipatan serta pengaruhnya ke dalam.

3. Perangkap Patahan

Patahan dapat juga bertindak sebagai unsur penyekat minyak dalam penyaluran penggerakan minyak selanjutnya. Kadang-kadang dipersoalkan pula apakah patahan itu bersifat penyekat atau penyalur. Dalam hal ini Smith (1966) berpendapat bahwa persoalan patahan sebagai penyekat sebenarnya tergantung dari tekanan kapiler.

Pengkajian teoritis memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan


(62)

44

tersebut. Besar kecilnya tekanan yang disebabkan karena pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya tekanan kapiler menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai suatu penyalur atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka minyak masih bisa tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka patahan tersebut akan bertindak sebagai suatu penyekat.

Patahan yang berdiri sendiri tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan karena patahan, antara lain :

1. Adanya kemiringan wilayah

2. Harus ada paling sedikit 2 patahan yang berpotongan 3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu perlipatan

4. Pelengkungan dari pada patahannya sendiri dan kemiringan wilayah

Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni. Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkungan daripada suatu perangkap struktur. Yang lebih banyak terjadi ialah asosiasi dengan lipatan, misalnya disatu arah terdapat suatu pelengkungan atau hidung suatuantiklin, dan di arah lainnya terdapat patahan yang menyekat perangkap dari arah lain. Dalam hal ini patahan pada perangkap dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu :


(63)

45

a. Patahan Normal

Patahan normal biasa sekali terjadi sebagai suatu unsur perangkap. Biasanya minyak lebih sering terdapat didalam hanging wall dari pada di dalam foot wall, terutama dalam kombinasi dengan adanya lipatan.

b. Patahan Naik

Patahan naik juga dapat bertindak sebagai suatu unsur perangkap dan biasanya selalu berasosiasi dengan lipatan yang ketat ataupun asimetris. Patahan naik itu dapat dibagi lagi dalam dua asosiasi, yaitu patahan naik dengan lipatan asimetris dan patahan naik yang membentuk suatu sesar sungkup atau suatu nappe.

c. Patahan Tumbuh

Patahan tumbuh adalah suatu patahan normal yang terjadi secara bersamaan dengan akumulasi sedimen. Dibagian foot wall, sedimen tetap tipis sedangkan dibagian hanging wall selain terjadi penurunan, sedimentasinya berlangsung terus sehingga dengan demikian terjadi suatu lapisan yang sangat tebal. Sering kali patahan tumbuh ini menyebabkan adanya suatu roll-over. Dalam patahan tumbuh roll-over ini sangat penting karena asosiasinya dengan terdapatnya minyak bumi.

d. Patahan Transversal

Patahan transversal/horizontal yang disebut pula wrench-faults atau strike-slipfault dapat juga bertindak sebagai perangkap. Harding (1974) menekankan pentingnya unsur patahan transversal sebagai pelengkap perangkap struktur. Pada umumnya perangkap patahan transversal merupakan pemancungan oleh penggeseran patahan terhadap kulminasi


(64)

46

setengah lipatan dan pelengkungan struktur pada bagian penunjaman yang terbuka.

3.15. Analisis dan Interprestasi Penampamg Seismik

Metoda seismik merupakan metoda penyelidikan bawah permukaan dengan memanfaatkan sifat rambatan gelombang seismik buatan. Prinsipnya berdasarkan pada sifat dari perambatan gelombang pada material bumi. Penyelidikan tersebut sangat penting dalam kegiatan eksplorasi baik untuk penelitian regional, evaluasi prospek maupun pada delineasi prospek dan pengembangan lapangan karena dapat mengetahui informasi bawah permukaan secara detail.

Tahapan utama yang dilakukan untuk memperoleh data bawah permukaan dengan menggunakan metoda seismik diantaranya yaitu tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data dan tahap analisis dan interpretasi penampang seismik. Dengan melaksanakan tahapan tersebut maka akan diperoleh gambaran bawah permukaan yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan daerah prospek hidrokarbon.

Interpretasi penampang seismik merupakan tahap akhir dalam penyelidikan seismik dengan tujuan untuk menerjemahkan fenomena fisika yang terdapat dalam penampang seismik menjadi fenomena geologi. Sebelum melakukan interpretasi sebaiknya seorang interpreter mengetahui kondisi geologi daerah penelitian baik stratigrafi maupun struktur, sehingga akan mempermudah pekerjaannya maupun untuk pencarian suatu prospek.


(65)

47

Dalam interpretasi struktur bertujuan untuk mengetahui berbagai deformasi yang telah terjadi, diantaranya yaitu patahan (fault), lipatan (fold), ketidakselarasan (unconformities), dan diapir (diapirs). Dalam kondisi tertentu bidang patahan bukan merupakan struktur yang sederhana melainkan sebuah wilayah yang hancur dengan lebar dapat mencapai ratusan meter tergantung pada besar dan tipe patahan itu sendiri. Pada profil seismik patahan diindenfikasikan sebagai reflektor yang terlihat bergeser secara vertikal. Lipatan yang dapat dideteksi dan dipetakan dengan metoda seismik hanya lipatan dengan skala besar, yaitu antiklinal, sinklinal dan monoklinal. Deformasi karena lipatan ini terjadi dalam waktu yang bervariasi selama proses sedimentasi sebuah cekungan.

Pada suatu saat proses sedimentasi di cekungan akan terhenti menjadi priodenondeposisi, baru kemudian terjadi lagi proses sedimentasi. Permukaan yang menandai perbedaan dalam deposisi ini disebut ketidakselarasan. Dalam profil seismik, ketidakselarasan dapat dikenali dengan mudah yaitu ketika lapisan dibawah ketidakselarasan membentuk sudut dengan lapisan diatasnya. Material sedimen garam dan liat yang memiliki sifat dalam kondisi tertentu seperti bentuk batuannya akan berubah oleh aliran plastik dan migrasi dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Diapir terbentuk ketika proses ini mengarah ke intrusi migrasi sedimen plastik ke atas melalui suatu lapisan ketingkat keseimbangan batuan yang tinggi.

Indikasi struktur sesar pada penempang seismik terlihat dari perubahan-perubahan kontinuitas pola refleksi yang dicirikan dengan beberapa konfigurasi refleksi. Indikasi-indikasi tersebut, antara lain :


(66)

48

1. Perubahan penebalan atau penipisan lapisan diantarahorison 2. Perubahan mendadak kemiringan horison

3. Difraksi, memancarkan energi seismik yang berasal dari diskontinuitas reflektor

4. Gejala reflektor dari bidang patahan

5. Diskontinuitas horison atau berpindahnya dislokasi kelangsungan korelasi horison secara tiba-tiba.

Adanya deformasi dapat dikenali melalui adanya kenampakan strata yang bergeser maupun kenampakan seismik yang tidak beraturan. Disamping itu dicari pula hubungan antara deformasi-deformasi yang telah terjadi, sehingga bisa diketahui bagaimana urutan-urutan tektonik pada daerah tersebut.


(67)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di lantai 33 departemen G&G PT Medco E&P, Jakarta mulai tanggal 15 Maret sampai dengan tanggal 15 Juni 2014.

No. Kegiatan Waktu pelaksanaan ( Minggu ke- )

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Penyiapapan data dan studi

literatur 2 Analisa data

3 Interpretasi (pembuatan horizon dan penarikan patahan)

4 Pembuatan peta (TSM, DSP, Isochore dan Isopach) 5 Penghitunga GRV

6 Pembuatan laporan dan presentasi


(68)

50

Dimana penelitian menggunakan data dari lapangan YTS di Blok South Sumatera extension, Provinsi Sumatera selatan yang termasuk dalam area operasi PT. Medco E&P.

4.2. Bahan dan Alat

Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kertas, alat tulis dan penggaris

2. Laptop

3. Software Ms. Excel, Global Mapper, Surfer 10

4. 17 line gambar hardcopy penampang seismik 2D lapangan YTS 5. Gambar data marker yang telah di ikat dengan data sumur (Key Line)

4.3. Proses Pengerjaan

Langkah- langkah pengerjaan penelitian ini meliputi :

4.3.1. Penyiapan data dan studi literatur

Tahap ini merupakan proses mengumpulkan data berupa 17 line gambar penampang seismik 2D berbentuk hardcopy. Data marker yang telah di ikat dengan data sumur YTS beserta horizon yang telah di tentukan (BRF, TEL, PAL), data checkshot sumur dari lapangan YTS.

4.3.2. Analisis Data

Tahap ini merupakan proses analisis data seismik 2D dan pemahaman tentang lapangan YTS, yaitu melakukan analisis kebaikan dan kenampakan data seismik


(69)

51

(di mana dilihat dari jelas atau tidak jelasnya warna dan daerah yang kosong), tahun pengambilan data (untuk mengetahui kapan data diambil), serta pemahaman umum tentang gambaran lapangan YTS pada gambar penampang seismik 2D lapangan YTS.

4.3.3. Intepretasi ( pembuatan horizon dan penarikan patahan) Tahap-tahap dalam pembuatan horizon dan penarikan patahan

a. Tentukan terlebih dahulu line seismik yang akan digunakan sebagai line kunci yang di mana pada penelitian ini menggunakan line 1584-90.

b. Masukan marker yang telah di tetapkan ke line dengan memberi tanda menggunakan pensil warna, dimana dalam penelitian ini marker horizon yang digunakan terdiri dari tiga marker yaitu BRF ( formasi Baturaja) , TEL ( formasi Telisa) dan PAL ( formasi Palembang), dimana BRF adalah marker utama yang digunakan untuk perhitungan luas dan volume daerah target sedangkan PAL dan TEL merupakan horizon panduan dalam menarik garis horizon dan patahan.

c. Setelah marker telah ditandai tarik bersamaan marker tersebut berdasarkan interpretasi yang diperkirakan dengan melihat juga marker yang lain sehingga tidak salah dalam pengambarannya (dibutuhkan konsep pemahaman geologi dalam melakukukan penarikan horizon).

d. Setelah terbentuk tiga horizon yaitu BRF, TEL dan PAL di line kunci 1584-90, lalu hubungkan dengan line seismik lainnya dengan cara melipat dan menemukan serta tempel dititik temu antar line lalu lakukan tahap “c” kembali sampai semua line telah tergambar horizon ( perlu diperhatikan


(70)

52

dalam menghubungkan antar line karena biasanya terdapat ketidaktepatan posisi dikarenakan perbedaan tahun pengambilan, maka dari itu konsep geologi sangat penting dalam proses ini).

e. Setelah semua horizon telah tergambar di semua line seismik 2D lapangan YTS, selanjutnya melakukan interpretasi patahan dengan melihat turun naiknya horizon dan kenampakan penampang seismik.


(71)

53

4.4. Diagram Alir

Gambar 16. Diagram Alir Penelitian Lapangan YTS Mulai

Pengumpulan dan Analisis Data

Data Well Studi literatur

Geologi regional, Panduan pembuatan peta, Report tentang lapangan YTS Penampang Seismik 2D Well Marker Seismik

Marker

Well Seismic Tie

Interpretasi Horizon dan Patahan

Konturing Peta Struktur Waktu

Konversi Waktu Ke Kedalaman

Konturing Peta Struktur Kedalaman Peta Ketebalan Isochron Peta Ketebalan Isopach CheckShot Perhitungan GRV Reservoar Selesai


(72)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil interpretasi didapatkan 3 horizon, yaitu Formasi Palembang, Formasi Telisa (Gumai) dan Formasi Baturaja.

2. Peta Struktur Waktu (Time Structur Map) yang dibuat berdasarkan marker horizon (PAL,TEL,BAR) dibuat berdasarkan nilai kedalaman dalam waktu (TWT) setiap lintasan seismik

3. Peta Struktur Kedalaman (Depth Structur Map) dibuat berdasarkan konversi nilai waktu (time) ke kedalaman (depth) menggunakan CheckShot sumur KS

4. Target Perhitungan Gross Rock Volume (GRV) Reservoar yaitu pada Formasi Baturaja yang sebagian besar berupa sedimen karbonat

5. Dari perhitungan Gross Rock Volume (GRV) menggunakan metode Bulk Volume pada klosur tutupan reservoar adalah Area I adalah 1.339.121,813


(73)

71

6.2. Saran

Dari hasil interpretasi dan perhitungan yang didapat, baiknya interpretasi dilakukan dengan harus lebih spesifik, baik dalam geologi struktur serta stratigrafi dan juga perhitungan harus lebih teliti dan ditingkatkan ke tingkat perhitungan reservoar menuju cadangan (Original/Initial Oil in Placed) untuk hasil yang lebih signifikan.


(1)

dalam menghubungkan antar line karena biasanya terdapat ketidaktepatan posisi dikarenakan perbedaan tahun pengambilan, maka dari itu konsep geologi sangat penting dalam proses ini).

e. Setelah semua horizon telah tergambar di semua line seismik 2D lapangan YTS, selanjutnya melakukan interpretasi patahan dengan melihat turun naiknya horizon dan kenampakan penampang seismik.


(2)

53

4.4. Diagram Alir

Gambar 16. Diagram Alir Penelitian Lapangan YTS Mulai

Pengumpulan dan Analisis Data

Data Well Studi literatur

Geologi regional, Panduan pembuatan peta, Report tentang lapangan YTS Penampang Seismik 2D

Well Marker Seismik

Marker

Well Seismic Tie

Interpretasi Horizon dan Patahan

Konturing Peta Struktur Waktu

Konversi Waktu Ke Kedalaman

Konturing Peta Struktur Kedalaman Peta Ketebalan Isochron Peta Ketebalan Isopach CheckShot Perhitungan GRV Reservoar Selesai


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil interpretasi didapatkan 3 horizon, yaitu Formasi Palembang, Formasi Telisa (Gumai) dan Formasi Baturaja.

2. Peta Struktur Waktu (Time Structur Map) yang dibuat berdasarkan marker horizon (PAL,TEL,BAR) dibuat berdasarkan nilai kedalaman dalam waktu (TWT) setiap lintasan seismik

3. Peta Struktur Kedalaman (Depth Structur Map) dibuat berdasarkan konversi nilai waktu (time) ke kedalaman (depth) menggunakan CheckShot sumur KS

4. Target Perhitungan Gross Rock Volume (GRV) Reservoar yaitu pada Formasi Baturaja yang sebagian besar berupa sedimen karbonat

5. Dari perhitungan Gross Rock Volume (GRV) menggunakan metode Bulk Volume pada klosur tutupan reservoar adalah Area I adalah 1.339.121,813


(4)

71

6.2. Saran

Dari hasil interpretasi dan perhitungan yang didapat, baiknya interpretasi dilakukan dengan harus lebih spesifik, baik dalam geologi struktur serta stratigrafi dan juga perhitungan harus lebih teliti dan ditingkatkan ke tingkat perhitungan reservoar menuju cadangan (Original/Initial Oil in Placed) untuk hasil yang lebih signifikan.


(5)

Arif, A. Fachrudin, 1995. Petunjuk Penulisan Laporan Pemetaan Geologi Pendahuluan, Usulan Penelitian, dan Skripsi. Jurusan Geologi. Jatinangor.

Ashar, Dody Sagita, 2009. Analisis Variogram Horizontal Pada Permodelan Karasteristik Reservoir South Sumatera Basin, Jurnal ITB. Jawa Barat.

De Coster, G. L., 1974, The Geology of the Central and South Sumatra Basin, Proceedings 3rd Annual Convention IPA, Juni 1974, Jakarta.

Edward L. Etris, Nick J. Crabtree and Scott Pickford, J.D, 2001, True Depth Conversion, CSEG recorder, November 2001.

Harsono, A., 1993, Pengantar Evaluasi Log, Schlumberger Data Services, Mulia Center L. 17, Kuningan, Jakarta, p.19-21.

http:/Ensiklopedi Seismik Online Search results for noise dan data seismic, 16 September 2014.

http:/Ensiklopedi Seismik Online Search results for polaritasnormal-reverse, 17 September 2014.

Koesoemadinata, 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. penerbit ITB. Bandung. Levorsen, A.I., 1958, Geology of Petroleum, p. 319, p. 357-369: San

Francisco: Freeman and Co.

Prajuto, 1988. Pendahuluan Interpretasi Data Seismik. Atlantic Richfield Indonesia Inc., Jakarta.

Pulunggono, A. & Cameron, N.R., 1984, Sumatera Microplates, Their Characteristics and their Role in The Evolution of Central Sumatera Basin : Proceed. 13th Ann. Conv. IPA, May 1984, p.121 - 143.

Schlumberger, 2008. Petrel Seismic to Simulation Software. Norway: Schlumberger Stavanger research.


(6)

Sukmono, S. 2000. Interpretasi Seismik Refleksi. Diktat Kuliah Teknik Geofisika ITB. Bandung.

Tearpock, Daniel J. and Bischke, Richard E., 1991. Applied Subsurface Geological Mapping, P T R Prentice-Hall, Inc., A Simon & Schuster Company.