Materi Pengantar SS3-Jinayah

  

SEKOLAH SYARIAH 3

Presented by:

Islamic Law Forum

Apa Itu Islamic Law Forum?

  Islamic Law Forum adalah salah satu komunitas keilmuan di Fakultas Hukum UGM yang berfokus membahas , mengkaji dan meneliti Hukum Islam baik Hukum Islam klasik maupun kontemporer. ILF berdiri sejak tahun 2006 dengan membawa semangat pendalaman pemahaman Hukum Islam teori maupun praktik.

  Apa Itu Sekolah Syariah?

  Sekolah Syariah adalah salah satu program unggulan Islamic Law Forum yang diadakan untuk memperdalam ilmu mengenai hukum Islam. Program ini diawali dengan inisiasi dari pendiri pertama Islamic Law Forum yang merasa ilmu yang didapat dari mata kuliah Hukum Islam terasa kurang lengkap, maka Sekolah Syariah ini berusaha mengisi rasa haus ilmu para pencari ilmu khususnya dalam ilmu Hukum Islam. Sejak awal keberadaannya, Sekolah Syariah berfokus pada tiga bidang hukum islam yang paling banyak diminati orang yaitu Iqtishad (Hukum Ekonomi Islam), Jinayah (Hukum Pidana Islam), dan Siyasah (Politik Islam atau Hukum Tata Negara Islam). Pada kepengurusan Islamic Law Forum tahun 2015 ini telah diadakan Sekolah Syariah 1 pada bulan Desember 2014 yang mempelajari dasar-dasar hukum islam sebagai pengantar sekolah syariah, kemudian dilanjutkan pada bulan Maret 2015 dengan Sekolah Syariah 2 dengan materi Siyasah, Iqtishad, dan Jinayah. Namun karena para Pengurus Harian Islamic Law Forum merasa Sekolah Syariah 2 masih sangat kurang karena waktu yang terbatas dan materi yang dipersingkat, maka Pengurus Harian didukung dengan Bapak Khotibul Umam, kurikulum. Kurikulum Sekolah Syariah 3 yang disusun secara sistematis tak luput dari pengawasan dan bantuan dari para dosen bagian Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Keterbatasan sumber daya menyebabkan para Pengurus Harian Islamic Law Forum bersepakat untuk menjadikan materi Jinayah dan Iqtishad sebagai fokus Sekolah Syariah 3 kali ini.

  Apa Saja Kurikulum Sekolah Syariah 3?

No. Kompetensi Materi Pokok Kegiatan Keterangan

Dasar

  Pembelajaran

1 Menerangkan TCL Hari, tanggal:

   Pengertian tentang Selasa, Jinayah

pendahuluan  Perkembangan Tempat:

Jinayah Waktu:

   Sumber Hukum Jinayah  Asas Legalitas  Asas Retroaktif  Tempat Berlakunya Jinayah Siapa Pengajar Sekolah Syariah 3?

  Pengajar untuk materi Jinayah adalah bapak Muhaimin, S.H., M.Kn. yang merupakan salah satu dosen di bagian Hukum Islam Fakultas Hukum UGM

  Kapan Waktu Berlangsungnya Sekolah Syariah 3?

  27

  5

  4

  3

  2

  1

  31 Juni 2015

  30

  29

  28

  26

  7 2 juni – waisak 2559

  25

  24

  23

  22

  21

  20

  19

  18

  16 Mei – Isra’ Mi’raj

  6

  8

  16

  20

  29

  28

  27

  26

  25

  24

  23

  22

  21

  19

  9

  18

  17

  16

  15

  14

  13

  12

  11

  10

  17

  15

  Untuk mengikuti perkuliahan jinayah, silakan datang ke gedung VII FH UGM pada pukul 13.00 di tanggal-tanggal berikut yang sudah ditandai dengan highlight warna kuning

  10

  19

  18

  17

  16

  15

  14

  13

  12

  11

  9

  21

  8

  7

  6

  5 3 apr - wafat yesus

  4

  3

  2

  1

  

April 2015

Sen Sel Rab Kam Jum Sab Ming

  20

  22

  14

  4

  13

  12

  11

  Yesus

  9 10 14 mei – kenaikan

  8

  7

  6

  5

  3 1 mei – hari buruh

  23

  2

  1

  30 Mei 2015

  29

  28

  27

  26

  25

  24

  30

  

Materi Pengantar Sekolah Syariah yang Diperoleh dari Notulensi Sekolah

Syariah 1 dan Notulensi Sekolah Syariah 2

Islamic World View

  Hari, tanggal : kamis, 4 Desember 2014 Waktu : 15.40-17.10 Tempat : Ruang VI.3.3 FH UGM Pemateri : Zeinurrahman, S.H.

  Cara pandang atau World view banyak basisnya diantaranya world view flsafat,

  

world view barat, world view Islam, dan lain sebagainya. World View ini memengaruhi

  moral, perilaku, sikap, ilmu, etika, dan lain-lain. Islamic world view adalah bagaimana cara pandang seorang muslim terhadap sesuatu yang wujud. Dalam world view yang lain semua yang dikaji adalah yang berwujud, yang bisa diempiriskan secara indrawi sementara Islamic world view ada sesuatu yang tidak bisa diempiriskan secara indrawi. Kiranya Islamic world view serupa dengan ungkapan “Sesuatu yang tidak material belum tentu tidak ada” dimana dikenal adanya Allah sebagai Sang Pencipta dan makhluk-makhluk-Nya yang ghaib yang tidak bisa dicapai dengan indera kebanyakan manusia namun tetap diakui keberadaannya.

  Hal yang akan lebih ditekankan disini adalah Islamic world view terutama Hukum Islamnya. Jika diperhatikan dari pembagian hukum, maka didapat hukum Islam merupakan subsistem dari sistem hukum nasional di Indonesia. Salah satu cara pandang yang akan menjadi contoh untuk menerangkan Islamic world view adalah adagium dalam ilmu hukum yang paling terkenal adalah equality before the

  

law. Adagium ini bersumber dari masyarakat humanis yang tidak mengenal

  perbedaan suku, ras, agama, warna kulit dan sebagainya. Kaum humanis menyamakan semua manusia, tidak ada perbedaan level. Manusia menurut mereka adalah hewan yang bisa berpikir. Demikian juga dengan prinsip equality before the

  

law di dunia psikologi, Semua orang dianggap sama dan pada akhirnya hanya

  Berbeda dengan cara pandang masyarakat humanis mengenai equality before the

  

law, dalam cara pandang Islam kadang kala bertentangan dengan cara pandang

  masyarakat humanis. Ada hal-hal yang masih kontroversial dengan prinsip equality

  

before the law dalam hukum Islam misalnya pembagian waris ,seseorang kehilangan

  hak warisnya hanya karena berbeda kepercayaan, yang menyebabkan timbulnya pertanyaan: kalau begitu KHI (Kompilasi Hukum Islam) bertentangan dengan asas

  

equality before the law dalam hukum nasional? Apakah prinsip equality before the law

  dalam hukum Islam dikenal jika tidak terdapat perbedaan agama saja? Pertanyaan tersebut mungkin akan sedikit mengacaukan cara pandang namun perlu adanya peninjauan lebih jauh kepada nilai yang bersifat prinsipil, ada hal-hal yang harus dilihat oleh ilmu humanis bahwa ada hal yang membedakan setiap orang. Dalam ilmu humanis, ilmu didasari oleh cara pandang terhadap dunia. Namun, dalam

  

Islamic world view, ilmu berasal dari cara pandang iman dan hal ini akan

  memengaruhi pemikiran etis dan tidak etis dalam cara pandang Islam. Adil bagi Allah belum tentu adil bagi manusia.

  Ketentuan batas umur dewasa di dalam hukum Islam adalah contoh lain yang memperlihatkan perbedaan world view dengan islamic world view. Menikah dengan anak di bawah umur yang ditentukan maka merupakan perbuatan pidana. Lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad SAW? Keputusan ini tentu dengan landasan iman. Memang ada beberapa sarjana flsafat yang menyatakan pendapatnya tentang

  

world view yang berbasiskan keTuhanan seperti Epicurus “Tuhan itu ada tapi ketika

manusia tercipta, maka tidak usah lagi memikirkan dan memedulikan Tuhan.

  Sebagaimana kita akan sibuk dengan diri sendiri, Tuhan pun sedang sibuk dengan dirinya sendiri.” Atau pendapat Sartre : “manusia itu memerlukan kebebasan karena hakikatnya manusia itu bebas. Pemikiran tentang Tuhan hanya membatasi kebebasan manusia tersebut. World view para sarjana flsafat tersebut telah mengekui keeksisan Tuhan namun tetap tidak dilandaskan pada iman.

   Islamic world view telah diatur di setiap unsur kehidupan manusia namun yang diakibatkan oleh telah dilaluinya masa penjajahan kolonial Belanda. Hilangnya keeksisan hukum Islam karena zaman kolonial yang diperbolehkan eksis hanyalah hukum Islam yang bersektor privat karena jika hukum Islam yang bersektor publik dibiarkan berkembang maka akan mengancam penguasaan Barat terhadap Belanda.

  Akibat dari pembatasan islamic world view di Indonesia adalah pada pribadi umat muslim di Indonesia. Umat muslim itu berbagai macam karakternya. Banyak yang rajin ibadah namun sangat sekuler dalam pandangan terhadap ilmu itu sendiri. Sayang disayangkan hal seperti itu karena kalau diteliti dan dirunut sejarahnya, Islam sendiri pernah menguasai Indonesia di zaman kerajaan-kerajaan. Tidak hanya terbatas pada NTCW saja, tetapi juga penerapan hukum Islam meliputi

  

jinayah atau hukum pidana Islam. Bukti-buktinya diantara lain ditemukan kerangka

  mayat yang berasal dari zaman kerajaan Islam di Indonesia dengan tanpa tangan, terlihat bekas dipotongnya tangan mayat tersebut menunjukkan pernah eksisnya

  

jinayah di Indonesia. Jinayat bisa diartikan sebagai hukum pidana namun sebenarnya

  berbeda, hanya sedikit yang bisa dibilang sama dari keduanya. Hukum Islam di Indonesia berbeda dengan hukum Islam di negara lainnya. Contoh konkritnya dalah KHI (Kompilasi hukum Islam) dibangun dengan fiqh. Perbedaannya ada pada penyusunan KHI tersebut yang sudah disesuaikan dengan keadaan Indonesia.

  Kemudian muncul pertanyaan mengenai cara mengimplementasikan Islamic

  

world view dalam praktik salah satunya aplikasi dalam akademik. Implementasi

Islamic world view berawal dari iman. Pada hakikatnya Islamic world view merupakan

  nama lain dari iman. Poinnya adalah bagaimana mencari, mengelola, mengembangkan dan menyebarkan ilmu. Hal-hal tersebut bila dibahas akan sangat klise naum seharusnya ilmu berkaitan dengan keimanan seseorang, ilmunya harus merupakan turunan dari imannya. Contoh konkritnya adalah dalam suatu kajian. Seharusnya Al-Qur’an bukan menjadi rujukan terakhiratau bukti –ayat dalam ayat al-qur’an itu benar. Ilmu bersifat feksibel, dapat berubah-ubah sesuai zamannya. Dengan sifat dari ilmu tersebut maka tidaklah benar jika Al-Qur’an menjadi suatu tak lagi dapat membuktikan kebenaran Al-Qur’an nantinya. Dengan kesadaran seperti itu, maka jadikanlah Al-Qur’an sebagai dasar bagi kita untuk menalar, berpikir, dan menemukan ilmu. Umat muslim mempunyai tugas ganda di dalam hal ini yaitu menuangkan Islamic world view dalam praktik lapangan maupun akademis.

  Implementasi yang diatur di dalam hukum Islam tidak semuanya diatur di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah sehingga dimungkinkan untuk menggunakan akal sesuai dengan salah satu hadits. Area pengaturan hukum secara rinci diserahkan kepada aturan yang dibuat manusia karena tidak ada pengaturan rigid terhadap realita terutama apa yang terjadi di zaman sekarang karenanya manusia dituntut untuk berpikir, tidak semuanya berawal dari al-qur’an dan hadits tetapi tetap saja dasar prinsipilna harus berawal dari Islam. Pemikiran inilah yang harus berasaskan Islamic world view.

  Islamic world viewini bisa diimplementasikan ke dalam suatu isu seperti

  misalnya beberapa waktu lalu terdapat konfik mengenai seorang Gubernur yang beragama non-muslim. Cara salah satu organisasi keislaman untuk menentang hal tersebut bisa dibilang tidak baik. Ada suatu pernyataan bahwa apa yang dilakukan seseorang mencerminkan ilmunya. Dari pernyataan tersebut, sebagai umat muslim yang beriman dan berilmu, ada baiknya menggunakan hak-hak aspirasi masyarakat yang bisa digunakan, tidak hanya bersabar. Pada intinya, menjauhi mudharat itu harus lebih diutamakan daripada menanggulanginya. Harus dipertimbangkan juga apakah berwacana lebih bermanfaat daripada diam ataukah sebaliknya. Hal yang bisa dilakukan adalah memberitahu umat Islam lain bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang Islam untuk masyarakat yang mayoritas beragama Islam karena pemimpin yang memeluk agama Islam akan memperhatikan kebutuhan rakyat yang dipimpinnya baik yang beragama sama maupun yang berbeda agama dengannya.

  

Sejarah dan Dinamika Hukum Islam di Dunia Waktu : 16.00-17.05 Tempat : Ruang VI.3.5 FH UGM Pemateri : Ust. Arif Rif’an

  Telah diketahui bersama bahwa di dalam ilmu dan pengetahuan seseorang terdapat iman. Iman merupakan pembeda cara pandang orang biasa dengan orang yang beriman. Pada zaman Rasulullah masih hidup, orang-orang berilmu dengan iman. Mereka menjadikan iman sebagai ilmu. Mereka beramal dengan iman dan ilmunya. Semua perkara hukum kembali ke Rasulullah. Keputusan yang berlaku adalah petunjuk wahyu dan ketetapan Rasul, maka dari situ cakupan yang dijangkau bisa sangat luas.

  Setelah Rasulullah meninggal, sahabat berpegang teguh pada warisan Rasulullah yaitu Al-Qur’an, As-sunnah dan ijtihadyang didasarkan wahyu dan sunnah Rasul. Semanjak itu, kasus yang terjadi selalu berkembang, misalnya hukum waris atau waraid. Bagitupun dengan kasus radd dan aul yang terjadi pertama kali pada masa Umar bin Khatab. Pada masa Rasulullah, kasus radd sederhana dan mudah diputuskan namun pada masa Umar bin Khatab, dikumpulkanlah semua takaran timbangan. Contohnya saja seorang sahabat wafat meninggalkan 1 isteri dan 2 anak perempuan, dan saudara laki-laki kandung. Awalnya semua harta peninggalan sahabat tersebut dikuasai semua oleh saudara laki-laki, namun kemudian isteri dan kedua anak perempuan mengadu kepada Rasulullah kemudian ditetapkanlah bagian isteri adalah 1/8 harta, 2 anak perempuan mendapatkan bagian 2/3, dan sisanya (radd) adalah hak saudara laki-laki kandungnya. Cara penghitungannya pertama-tama disamakan penyebutnya sehingga mendapatkan 24 sebagai permisalan jumlah harta, maka masing-masing mendapatkan sebanyak bagian yang diterimanya dikali pemisalah jumlah harta. Lengkapnya ada di tabel berikut: Ahli waris Bagian waris Jmlh harta x bagain waris Bagian yang didapat isteri 1/8

  3 3/8 harta saudara laki-laki Radd 5 5/8 harta Pemisalan jumlah harta 24 24/8 harta

  Perlu diperjelas bahwa dalam pengambilan keputusan, para sahabat tidak berdasarkan hawa nafsu tetapi tetap berpegang teguh pada petunjuk wahyu dan ketetapan Rasulullah. Jika tidak diketemukan solusi permasalahan di dalam Al- Qur’an maupun hadits, maka para sahabat mencari solusi dengan bermusyawarah terlebih dahulu.

  Selanjutnya di masa kepemimpinan Ustman bin Afan. Ada seorang sahabat yang baru menikah lalu isterinyamelahirkan pada saat masa kandungannya masih 6 bulan sehingga menyebabkan sahabat tersebut meragukan anak yang dilahirkan merupakan anaknya karena belum genap 9 bulan sejak perkawinan dilangsungkan. Maka dari itu, dituduhlah isterinya hamil sebelum menikah dengan sahabat tersebut. Karena isterinya kukuh mengatakan bahwa anak tersebut adalah anaknya, maka terjadilah saling sumpah. Untuk menyelesaikan perkara ini, dilakukan penghitungan sesuai apa yang tertera di dalam Al-Qur’an yaitu di dalam surat Al- Ahqaf dimana masa mengandung hingga menyapih adalah 30 bulan. Kemudian disandingkan ayat ini dengan ayat lain yang ada di surat Al-Baqarah yang menyebutkan masa menyusui hingga menyapih adalah selama 2 tahun atau 24 bulan. Dari selisih tersebut, terdapat masa 6 bulan yang dianggap sebagai masa minimal mengandung.

  Hukum Islam yang ditegakkan seperti diulas sebelumnya berasal dari iman. Hal ini tersermin ketika ada kasus dimana seorang pembantu mencuri barang milik majikannya. Dalam kasus tersebut tidak dilaksanakan hukuman potong tangan karena diketahui pada saat itu terjadi musim paceklik yang menyebabkan majikannya menangguhkan gaji pembantu tersebut. Maslahat dalam menentukan suatu hukuman juga dipertimbangkan.

  Jauh setelahnya hukum Islam di dunia mengalami dinamika yang fuktuatif. Tenggara yang berlangsung di Malaysia pada awalnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu. Namun setelah disadari tidak semua negara di Asia Tenggara menggunakan bahasa Melayu, maka digunakanlah bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu. Ada pula isu internasional mengenai terorisme oleh sekelompok muslim yang pernah dibahas di Indonesia, namun karena berita sudah dianggap kurang menarik maka tidak diangkat lagi di Indonesia tetapi diangkat menjadi isu di negara lain. Isu ini terjadi by design, dimana ada yang mengaturnya.

  Di Indonesia sendiri dinamika hukum Islam cenderung redup, hanya masalah nikah, talak, cerai, dan waris saja yang masih hidup. Contohnya saja sekarang secara terang-terangan saat perayaan natal semua karyawan yang bekerja diharuskan mengenakan baju natal untuk merayakannya. Semua pegawai termasuk yang beragama muslim diharuskan mengikuti aturan tersebut, kalau tidak mengikuti maka pegawai tersebut terancam dipecat. Di lain kasus, tepatnya mengenai waris, pernah ada perdebatan mengenai waris ayah dan anak yang sama-sama meninggal karena gempa bumi namun berada di tempat yang berbeda. Ayah dan anak tersebut secara berturut-turut berada di Jogja dan Solo. Setelah dilakukan musyawarah, maka diputuskan semua harta waris tidak serta merta menjadi milik cucu karena harus diperhitungkan terlebih dahulu hak-hak anak terhadap ayahnya dengan melihat siapa yang meninggal terlebih dahulu. Pada saat itu gempa terjadi dari arah Timur maka dianggap yang berada di Timur adalah yang meninggal duluan sehingga pembagian waris sesuai dengan peraturan bagi waris pewaris yang meinggal lebih dulu.

  

Sejarah dan Dinamika Hukum Islam di Indonesia

  Hari, tanggal : Rabu, 10 Desember 2014 Waktu : 16.10-17.10 Tempat : Ruang VI.3.5 FH UGM Pemateri : Ust. Arif Rif’an

  Sejarah hukum Islam berkaitan erat dengan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan perkembangannya hingga saat ini. Periode sejarah dan dinamika hokum islam di Indonesia mempunyai tiga periode, yaitu: 1) Periode kerajaan 2) Periode penjajaham yang terbagi menjadi dua yaitu tahap awal dan tahap kedua 3) Periode masa sekarang Masuknya Islam ke Indonesia dikenal adanya tiga teori, yaitu:

  1) Teori Hujarat. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13 dan masih sangat identik dengan budaya Hindu. 2) Teori Arab. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-7 melalui para pedagang dari bangsa Arab. Kerajaan Samudra Pasai merupakan wujud muncul dan berkembangnya para pedagang muslim yang membentuk suatu komunitas dan memengaruhi rakyat Indonesia dan melakukan politik di Indonesia. 3) Teori Persia. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13. Ketiga teori yang ada seyogyanya diimbangi dengan ilmu sejarah. Jelasnya abad ke-7 dan abad ke-13 adalah masa perkembangan Islam di Indonesia karena sudah jelas terlihat perkembangannya berupa berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang mengartikan Islam masuk ke Indonesia sudah lebih lama lagi. Selain itu berkembangnya hukum Islam juga nampak dari penerapan jinayah di wilayah masing-masing kerajaan. Jinayah diterapkan dengan beberapa syarat misalnya pencuri dipotong tangannya ketika barang yang dicuri terpenuhi nisabnya. Tidak semata-mata pencuri langsung dipotong tangannya tetapi barang curian harus memenuhi nisab. Kalau di Arab dahulu nisabnya adalah barang yang dicuri harus seharga 1 satuan mata uang.

  Setelahnya terdapat penjajahan yang membuat redupnya penegakan hukum Islam di zaman kerajaan. Pada zaman penjajahan Belanda, terdapat pengaruh yang sangat kuat diantara para penjajah dari negeri lain (Spanyol, Inggris, Jepang). Namun diantara ketiga bangsa yang menjajah, penjajahan yang sangat terlihat bekasnya adalah penjajahan di zaman Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, yang diubah adalah mental, pikiran dan yang paling gencar diubah adalah budaya. Pada tahap awal penjajahan Belandan, VOC memberikan ruang bagi berkembangnya Islam dan hukum Islam bahkan VOC mempersilakan pemeluknya ada dan melakukan ibadah sampai pada taraf dibentuknya undang-undang bagi para pemeluk agama Islam.

  Tahap kedua penjajahan secara umum bias dikatakan mengubah mental, pola pikir, budaya dan cara menjalankan syariat Islam. Dimulai dengan Snouck Hurgronje yang membuat intervensi berupa melakukan sinkritisme atau peleburan budaya. Saat itu Snouck Hurgronje melakukan sinkritisme antara hukum Islam dengan hokum adat. Hal tersebut dibuktikan dengan teori yang dikemukakannya yaitu hokum islam diterima selama tidak bertentangan dengan hokum adat. Dengan adanya teori tersebut maka syariah islam menyesuaikan dengan hokum adat sampai pada menyesuaikan pola peradilannya. Aplikasinya saat ini kita bias melihat dengan adanya budaya 40 harinya seseorang yang telah meninggal dunia. Budaya peringatan 40 hari seseorang yang telah meninggal dunia sebenarnya merupakan budaya Hindu namun konteksnya yang dibuat adalah berisikan muatan Islam dengan mengaji untuk orang yang meninggal tersebut. Secara umum, Belanda mewariskan pengaruh berupa dikotomi hukum Islam dengan hokum adat.

  Kemudian dilanjutkan dengan masa kemerdekaan dimana pergerakan Islam diusung oleh para ulama. Dimulai dengan tahun 1905 dengan adanya Sarekat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, tahun 1912 dengan kemunculan Muhammadiyah, tahun 1913 munculnya Al-Islam, tahun 1926 dengan munculnya Nadhatlul Ulama, dan sebagainya. Namun disayangkan sekarang justru ulama tidak mengatahui banyak ilmu. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya bagi para ulama. Di dalam penyampaiannya, Hamdan Zoelfa mengatakan “Saatnyakita jihad konstitusi”. Kalimat yang didengung-dengungkan Hamdan Zoelfa adalah ketika ada revolusi mental, segeralah siapkan konsep dan pasukan.

  Pada kenyataanya sesuatu yang dimasuki politik maka cenderung akan rusak , bagaikan tanaman yang layu sebelum berkembang. Jika dia mati, kekerasan atas nama agama lebih banyak terjadi tetapi media hanya menyorot isu kekerasan yang mengatas namakan agama yang berkaitan dengan Islam, baik media nasional maupun media Internasional. Lalu apakah politik akan selalu cenderung merusak? Tidakkah bisa keadaan dibalikkan seperti dulu dimana hukum Islam sangat dijaga dan ditegakkan menggunakan politik? Ternyata tidak semudah itu politik digunakan untuk mengubah kembali seperti dulu, masih ada konsep yang perlu dibangun sebelum melakukan itu semua. Di dalam buku “Eklektisisme Hukum Nasional (Kompetisi antara hokum positif, hokum adat dan hukum Islam)” yang ditulis oleh salah satu Profesor UGM menjelaskan Masih perlu banyak hal yang perlu direncanakan secara matang.

  

Fiqh Jinayah

  Hari, tanggal : Senin, 18 Maret 2015 Waktu : 13.00-15.00 Tempat : Ruang V.2.1 FH UGM Pemateri : Muhaimin, S.H., M.Kn

  Jinayah memiliki arti perbuatan dosa, kesalahan, atau pelanggaran. Dalam

  praktiknya di Indonesia, penerapan jinayah masih terdapat nash, sementara pada penafsiran jinayah menjadi tidak jelas nashnya, dan pada penemuan hukum menjadi tidak ada nash-nya. Jinayahitu sendiridibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya:

1. Jarimah

  

Jarimah berarti perbuatan pidana yang dilarang syara’, dilarang oleh Allah. Ada

  beberapa unsur yang harus dipenuhi, yaitu unsur formil yang berartiadanya nash, unsur materiil yaitu sifat melawan hukum, dan unsur mens rea yaitu adanya niat. Jarimah dibagi lagi menjadi:

  a. Qisas

  Qisas merupakan jarimah yang menjadi fardhukifayah terhadap pelaku atau

  yang dalam hukum pidana biasa disebut sebagai aktor intelektual. Hukum

  qisas tertera di dalam Al-Qur’ansurat Al-Baqarah ayat 178-179. Qisasini

  haruslah seimbang.Dilakukannyaqisas apabila ada pembunuhan dengan sengaja ataupun penganiayaan yang menyebabkan luka pada anggota badan. Hal ini seperti yang diungkapkan di dalam alkitab mengenai ganti tangan dengan tangan, gigi dengan gigi, dan seterusnya. Namun, keluarga bisa memaafkan dan menuntut diyat (ganti kerugian atau denda) dengan 100 ekor unta, 1000 dinar, 14,25 gram emas murni atau apapun sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Pelaku yang dikenakan qisas dalam hal pembunuhan harus memenuhi beberapa unsur, diantaranya:

  1) sengaja; 2) berakal sehat; 3) baligh; 4) ikhtiyar (bebas paksaan); 5) korban bukan merupakan keluarga; dan 6) dilakukan secara langsung.

  Adapun qisas yang ditujukan untuk penganiayaan tertera di dalam Al- Qur’an surat Al-Maidahayat 45 dan surat Asy-Syuaraayat 40 dimana dalam ayat-ayat tersebut disebutkan bahwa balasan terhadap suatu kejahatan adalah kejahatan yang sama. Diyat-nya sesuai dengan kerugian yang dialami korban atau pidana ta’zir.

  Diyat diatur di dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surat An-Nisa’ ayat 92.

  Jumlah diyat adalah 4,25 emas murni atau sesuai kesepakatan pelaku dengan keluarga korban. Syarat diyat adalah dimaafkan keluarga korban dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Prinsipnya adalah mengganti rugi atas keluarga korban dengan nilai yang sama. Penerapan diyat ada pada pembunuhan yang tidak disengaja seperti kecelakaan kemudian korban meninggal maupun seperti sengaja. Adapun alasan adanya diyat adalah sebagaipertimbangan mengenai posisi korban di dalam keluarga diantaranya apabila korban merupakan tulang punggung keluarga. Sementara, dalam hukum pidana umum, hukuman dikembalikan pada keinginan keluarga.

  c. Hudud (Hadd)

  Hudud atau hadd diberlakukan untuk 4 (empat) macam kejahatan,

  diantaranya:

1) Pencurian

  Pengaturan hudud terhadap pencurian diatur di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidahayat 38. Hukuman yang diberlakukan adalah hukuman potong tangan dengan syarat barang yang diambil adalah barang yang diambil dari tempat yang semestinya tanpa sepengetahuan pemiliknya dengan adanya maksud atau niat. Pelaku yang dihukum harusnya memenuhi kriteria baligh, berakal, diambil dari tempat yang semestinya, dan harta milik orang lain. Nishab-nya berupa 1,62 gram emas dan tidak terpaksa. Jika pencurian korporasi atau saham dimana pelaku merupakan anggota, maka tidak bisa dipotong tangan karena dia mengambil yang juga miliknya sendiri maka berlaku ta’zir padanya. Pada perkembangannya ada pula pencurian barang bergerak yang dicuri di tempat yang tidak semestinya barang itu berada maka tidak dipotong tangan seperti misalnya mencuri mobil atau motor yang ada di jalan. Jika bagaimana jika yang melakukan pencurian adalah orang miskin? Pencurian yang dilakukan oleh orang miskin disebabkan oleh ketidakmampuan negara untuk memakmurkan rakyatnya jadi kesalahan ada pada negara. 2) Perampokan

  Yang dimaksud dengan perampokan adalah merampas harta di jalan umum dengan ancaman kekerasan. Hudud untuk perampokan diatur di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidahayat 33-34 dengan berbagai ketentuan, yaitu:

  • dibunuh dan disalib jika pelaku membunuh korban dan merampoknya;
  • dibunuh jika pelaku membunuh korban saja;
  • dipotong tangan dan kakinya secara bersilang jika pelaku merampas harta korban saja;
  • diasingkan jika pelaku hanya mengancam saja;
  • jika perlaku merupakan seorang residivis dan sudah tidak dapat lagi untuk diupayakan menutup aibnya, maka pelaku tersebut diusir.

  3) Pemberontakan Pemberontakan diatur hudud-nya di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 9. Pemberontakan yang dikenakan hukuman memiliki syarat:

  • kelompok bersenjata;
  • telah keluar dari negara yang sah;
  • perbedaan tafsir hukum sebagai alasan keluar dari negara yang sah

  4) Zinah Zinah adalah hubungan suami istri yang dilakukan oleh laki-laki dan

  perempuan yang tidak dihalalkan. Pengaturan hudud untuk zinah diatur di dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 23. Hukuman untuk

  zinahghairumuhsan (zinah yang dilakukan oleh orang yang belum

  zinahmuhsan(zinah yang dilakukan oleh orang yang telah

  bersuami/beristri) adalah dirajam.Zinah harus dibuktikan oleh pengakuan dan kesaksian dari empat orang saksi laki-laki yang adil dan tahu pasti kejadian perzinahan. Karena dibuktikan dengan pengakuan inilah pembuktian perzinahan sulit dilakukan di dalam jinayah. Di dunia baru di negara Arab Saudi yang menerapkan jarimah untuk perzinahan dengan menggunakan jinayah. Ada pula hukuman untuk orang yang menuduh

  zinah yaitu dera sebanyak 80 (delapan puluh) kali di muka umum.

  Jarimah ini berlaku apabila orang yang menuduh zinah tersebut tidak dapat memberikan bukti-bukti.

5) Homoseksual

  Homoseksual adalah hubungan suami istri yang dilakukan oleh sesama jenis. Jarimahnya berupa ta’zir. Larangan homoseksual ada di dalam Al- Qur’an surat al-Ankabut ayat 28 sampai ayat 35.

  d. Ta’zir 1) Uqubah

  Secara harfah, uqubah diartikan sebagai hukuman.. Uqubah dibagi menjadi: a) Hadd

  Hadd adalah hukuman yang telah ditulis di dalam Al-Qur’an dan as- sunnah.

  b) Ta’zir Hukuman yang menjadi wewenang negara dan sifatnya tak terbatas, dimungkinkan adanya penemuan hukum.

  Pada intinya, tujuan adanya jinayah adalah untuk memberikan efek jera kepada masyarakat, seimbang jarimah yang dilakukan, dan menjadi pelajaran bagi setiap orang karena bersifat umum. Lebih lanjut,yaitu untuk menegakkan Al-AhkamAl- akal; (d) memelihara keturunan berlaku pada jinayah yang ditujukan untuk zinah dan homoseksual; dan (e) memelihara harta.

  Pada ranah implementasi, jinayah sulit untuk diterapkan karena terkendalaberbagai kasus, beberapadiantaranyamisalnya mengenai pertanyaan penerapan jinayah terhadap kasus pemerkosaan:apakah rajam atau dera masih berlaku?; apakah unsur melakukan karena dasar suka sama suka menjadi dasar pertimbangan?; atau dalam konstitusi sendiri telah diadopsinya hukum Islam,namun tidak bisa sama dengan nash yang ada di hukum Islam. Lalu, bagaimana pula apabila pelaku adalah orang non-muslim dan korbannya adalah seorang muslim, apakah jinayah tetap berlaku terhadap pelaku? Dengandemikian, untuk masalah-masalah tersebut diselesaikan dengan hukum negara (ta’zir).