FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA PASIEN PASKA STROKE DI RUANG RAWAT JALAN RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL (RSSN) BUKITTINGGI TAHUN 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA PASIEN PASKA STROKE DI RUANG RAWAT JALAN RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL (RSSN) BUKITTINGGI TAHUN 2014
1 Sri Hayulita 2 , Desti Ratna Sari
1 Staf Pengajar Program Studi S1 Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi
2 Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi
Abstrak
Depresi paska stroke adalah gangguan mood yang dapat terjadi setiap saat setelah stroke. Depresi paska stroke dapat meningkatkan keparahan stroke serta penurunan intelektual.depresi paska stroke mempengaruhi sekitar 20-50% paska stroke dalam tahun pertama setelah stroke, dan kejadian puncaknya diperkirakan pada 6 bulan paska stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi pada pasien paska sroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi. Desain penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dimulai tanggal 30 Juni s/d 25 Juli 2014. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Accidental Sampling, sebanyak 52 orang responden. Instrument penelitian adalah kuesioner dan uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square. Hasil analisa univariat menunjukkan pendidikan rendah(51.9%), usia lansia(53.8%), disertai penyakit penyerta(57.7%), lama menderita stroke
≥ 6 bulan(67.3%), dukungan keluarga tidak baik(65.4%), mengalami penurunan fungsi kognitif(51.9%), mengalami gangguan kemampuan fungsional(59.6%) dan mengalami depresi(61.5%). Hasil analisa bivariat secara statistik adalah ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan depresi(p=0.100), ada hubungan bermakna antara usia dengan depresi(p=0.003), ada hubungan bermakna antara penyakit penyerta dengan depresi (p=0.080), ada hubungan bermakna antara lama menderita stroke dengan depresi(p=0.016), ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan depresi(p=0.001), ada hubungan bermakna antara fungsi kognitif dengan depresi(p=0.005), dan ada hubungan bermakna antara kemampuan fungsional dengan depresi (p=0.047). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi pada pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi 2014. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pelayanan dan institusi pendidikan, serta dapat dijadikan acuan oleh peneliti selanjutnya.
Kata Kunci : Depresi, Sroke
1. Pendahuluan
dengan ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi baik berupa visual, spasial maupun sensori.
Kejadian stroke menurut American Heart Asotiation Selain itu juga kerusakan pada fungsi kognitif dan (AHA) 2013 kejadian kematian karena stroke
efek psikologis berupa kapasitas memori atau fungsi mencapai 23% dari jumlah penderita stroke. Rata-
intelektual. Sehingga disfungsi ini menyebabkan rata setiap 4 menit terjadi kematian yang diakibatkan
terbatas, kesulitan dalam stroke. Di Indonesia prevalensi stroke tahun 2010
lapang
pandang
pemahaman, lupa dan kurang motivasi. Hal ini menjadi urutan pertama penyebab kematian di
menyebabkan pasien frustasi dalam program Indonesia (PDPERSI, 2010). Dari jumlah total
rehabilitasi mereka (Smeltzer dan Bare, 2008). penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5% atau 250
Kerusakan kognitif yang meliputi hilangnya ingatan, ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan
kesulitan dalam berkonsentrasi dan gangguan maupun berat. Penderita stroke di Indonesia
emosional lainnya juga akan membuat pasien disebabkan iskemik sebesar 52,9%, perdarahan
menghindar atau menolak teman bahkan keluarga intraserebral (hemoragik) 38,5%, emboli 7,2% dan
mereka (Taylor, 2006).
perdarahan subaraknoid 1,4% (Dinata, Safrita, &
Sastri, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik di Rumah Sakit Stroke Nasional
Pasien stroke juga mengalami gangguan persepsi (RSSN) Bukittinggi pada tanggal 01 April 2014, pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien stroke Pasien stroke juga mengalami gangguan persepsi (RSSN) Bukittinggi pada tanggal 01 April 2014, pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien stroke
3 Hasil Dan Pembahasan
(RSSN) Bukittinggi sangat tinggi. Peniliti mengambil
data di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Gambaran Umum
Bukittinggi karena rumah sakit ini merupakan satu- Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Jalan satunya Rumah Sakit rujukan di Bukittinggi.
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi pada tanggal 30 Juni s/d 25 Juli 2014. Responden
Melihat beratnya akibat menderita stroke serta penelitian adalah pasien paska stroke dengan jumlah fenomena dan hasil penelitian yang ada. Maka
responden 52 orang.
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi pada
Analisa Univariat
pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi. Maka
masing-masing variabel data tersebut dapat dijadikan sebagai bahan acuan
distribusi
frekuensi
penelitian, hasil analisa univariat dari penelitian ini untuk mengembangkan intervensi keperawatan yang
adalah :
dapat berkontribusi positif untuk pasien paska stroke,
sebagai upaya pencegahan dan perawatan secara
Analisa
Univariat
Untuk Karakteristik
optimal.
Responden Pendidikan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
Pendidikan Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat
depresi pada pasien paska stroke di Ruang Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Tahun 2014
Bukittinggi Tahun 2014.
2. Metodelogi Penelitian
1. Tinggi (Akademi,
PT)
27 51.9 analisis dengan pendekatan cross sectional, yaitu
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional
2. Rendah (tidak
sekolah, SD, SLTA,
variabel independen dan variabel dependen diteliti
SMA
pada waktu bersamaan (Setiadi, 2005). Variabel
Total
independen dalam penelitian ini adalah pendidikan,
usia, penyakit penyerta, lama menderita stroke, Berdasarkan tabel 1 diatas didapatkan lebih dari dukungan keluarga, fungsi kognitif, kemampuan
separuh (51.9%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat fungsional.
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi memiliki tingkat pendidikan rendah.
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau
objek yang diteliti (Dharma, 2011). Populasi
Usia
penelitian ini adalah seluruh pasien paska stroke di
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
(RSSN) Bukittinggi. Populasi pada penelitian ini
Usia Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan
sebanyak 110 orang.
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Berdasarkan rumus didapat jumlah sampel sebanyak
24 46.2 metode non probability sampling yaitu Accidental.
52 sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan
1. Bukan Lansia
28 53.8 Accidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti, asalkan sesuai
Berdasarkan tabel 2 diatas didapat lebih dari separuh dengan persaratan data yang diinginkan (Sugiyono,
2009). (53.8%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
Kriteria Sampel
memiliki usia lansia.
Inklusi: Kesadaran kompos mentis, Mampu berkomunikasi, Pasien stroke dalam tahun pertama
Penyakit Penyerta
setelah stroke, Bersedia menjadi responden dengan
Tabel .3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Penyakit Penyerta Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang
52 100 Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Total
Bukittinggi Tahun 2014
No Penyakit Penyerta
f (%)
Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.6 diatas didapatkan lebih dari separuh (51.9%) pasien pasca stroke di
1. Tidak Ada
22 42.3 Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
2. Ada
30 57.7 (RSSN) Bukittinggi mengalami penurunan fungsi
Berdasarkan tabel 5.3 diatas didapatkan lebih dari
Kemampuan Fungsional
separuh (57.7%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Bukittinggi memiliki penyakit penyerta.
Kemampuan Fungsional Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
Lama Menderita Stroke (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
f (%) Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Lama Menderita Stroke Pada Pasien Pasca Stroke Di
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
1. Tidak Ada Gangguan
(RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
2. Ada Gangguan
No Lama Menderita
35 67.3 Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.7 diatas didapatkan
2. < 6 bulan
17 32.7 lebih dari separuh (59.6%) pasien pasca stroke di
Total
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
mengalami gangguan Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan lebih dari
Bukittinggi
kemampuan fungsional.
separuh (67.3%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Depresi
Bukittinggi menderita stroke ≥ 6 bulan.
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga
Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
Tahun 2014
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
f (%) Keluarga Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
2. Tidak Depresi
Dukungan Keluarga
2. Tidak Baik
34 65.4 didapatkanlebih dari separuh (61.5%) pasien pasca
Total
stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi memgalami depresi.
Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.5 diatas didapatkan lebih dari separuh (65.4%) pasien pasca stroke di
Hasil Analisa Bivariat
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan (RSSN) Bukittinggi memiliki dukungan keluarga
dua variabel yaitu variabel independent dan variabel tidak baik.
dependent. Hasil dari analisa bivariat pada penelitian ini adalah :
Fungsi Kognitif Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Analisa Bivariat Untuk Karakteristik Responden Fungsi Kognitif Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Hubungan Pendidikan Pada Pasien Pasca Stroke Bukittinggi Tahun 2014
Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke No
Fungsi Kognitif
f (%)
Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
1. Tidak Ada Penurunan
2. Ada Penurunan
Tabel 9 Hubungan Pendidikan dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Total Pendidikan
Depresi Pasca Stroke
Depresi
Tidak Depresi
Tinggi 12 48.0 13 52.0 25 100 Rendah
X 2 : 3.729 b df : 1
p : 0.100
Berdasarkan tabel 9 diatas, diketahui bahwa pendidikan dengan kejadian depresi pada pasien persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit stroke yang memiliki pendidikan rendah (74.1%)
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014 dibandingkan dengan pasien paska stroke yang memiliki pendidikan tinggi (48.0%). Hasil uji
Hubungan Usia Pada Pasien Pasca Stroke Di
statistik Chi-Square diperoleh nilai dari Continuity
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
Correction p=0.100 (p ≤ 0.1), maka dapat
(RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
disimpulkan ada hubungan bermakna antara tingkat
Tabel 10 Hubungan Usia dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Jumlah Usia
Depresi Pasca Stroke
Depresi
Tidak Depresi
Bukan Lansia
X 2 : 10.882 b df : 1
p : 0.003
Berdasarkan tabel 10 diatas, diketahui bahwa pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun stroke yang memiliki usia lansia (82.1%)
dibandingkan dengan pasien paska stroke yang bukan lansia (37.5%). Hasil uji statistik Chi-Square
Hubungan Penyakit Penyerta Pada Pasien Pasca
diperoleh nilai dari Continuity Correction p=0.003 (p
Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
≤ 0.1), maka dapat disimpulkan ada hubungan
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
bermakna antara usia dengan kejadian depresi pada
Tabel 11 Hubungan Penyakit Penyerta dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Jumlah Penyakit Penyerta
Depresi Pasca Stroke
Depresi
Tidak Depresi
Tidak Ada
X 2 : 4.168 b df : 1
p : 0.080
Berdasarkan tabel 11 diatas, diketahui bahwa penyerta dengan kejadian depresi pada pasien paska persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke stroke memiliki penyakit penyerta (73.3%)
Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. dibandingkan dengan pasien paska stroke yang tidak memiliki penyakit penyerta (45.5%). Hasil uji
Hubungan Lama Menderita Stroke Pada Pasien
statistik Chi-Square diperoleh nilai dari Continuity
Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
Correction p=0.080 (p ≤ 0.1), maka dapat
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
disimpulkan ada hubungan bermakna antara penyakit
Tabel 12 Hubungan Lama Menderita Stroke dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Lama Menderita
Depresi Pasca Stroke
Jumlah
Stroke
Depresi
Tidak Depresi
X 2 : 7.350 b df : 1
p : 0.016
Berdasarkan tabel 12 diatas, diketahui bahwa dengan kejadian depresi pada pasien paska stroke di persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional stroke menderita stroke ≥ 6 bulan (74.3%)
(RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. dibandingkan dengan pasien paska stroke menderita stroke < 6 bulan (35.3%). Hasil uji statistik Chi-
Hubungan Dukungan Keluarga Pada Pasien
Square diperoleh nilai dari Continuity Correction
Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
p=0.016 (p ≤ 0.1), maka dapat disimpulkan ada
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun
hubungan bermakna antara lama menderita stroke
Tabel 13 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Jumlah Dukungan Keluarga
Depresi Pasca Stroke
Depresi
Tidak Depresi
5 27.8 13 72.2 18 100 Tidak Baik
X 2 : 13.257 b df : 1
p : 0.001
Berdasarkan tabel 13 diatas, diketahui bahwa depresi pada pasien paska stroke di Ruang Rawat persentase depresi lebih pada pasien paska memiliki
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) dukungan keluarga tidak baik (79.4%) dibandingkan
Bukittinggi Tahun 2014.
dengan pasien paska stroke memuliki dukungan
Hubungan Gangguan Fungsi Kognitif Pada
kelurga baik (27.8%). Hasil uji statistik Chi-Square
Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan
diperoleh nilai dari Continuity Correction p=0.001 (p
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
≤ 0.1), maka dapat disimpulkan ada hubungan
Tahun 2014
bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian
Tabel 11 Hubungan Gangguan Fungsi Kognitif dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Fungsi Kognitif
Depresi Pasca Stroke
Jumlah
Depresi
Tidak Depresi
Tidak Ada Penurunan
10 40.0 15 60.0 25 100 Ada Penurunan
X 2 : 9.437 b df : 1
p : 0.005
disimpulkan ada hubungan bermakna antara fungsi Berdasarkan tabel 14 diatas, diketahui bahwa
kognitif dengan kejadian depresi pada pasien paska persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke stroke mengalami penurunan fungsi kognitif (81.5%)
Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. dibandingkan dengan pasien paska stroke tidak mengalami penurunan fungsi kognitif (40.0%). Hasil
Hubungan Kemammpuan Fungsional Pada
uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari
Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan
Continuity Correction p=0.005 (p ≤ 0.1), maka dapat
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Tabel 15 Hubungan Kemammpuan Fungsional dengan Depresi Pada Pasien Pasca Stroke Di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014
Depresi Pasca Stroke
Jumlah
Kemampuan
Depresi
Tidak Depresi
Fungsional
9 42.9 12 57.1 21 100 Gangguan Ada Gangguan
Tidak Ada
X 2 : 5.194 b df : 1
p : 0.047
Berdasarkan tabel 5.15 diatas, diketahui bahwa biaya yang banyak untuk pendidikan, selain itu juga persentase depresi lebih tinggi pada pasien paska
pasien mengatakan jarak sekolah yang akan ditempuh stroke memiliki gangguan kemampuan fungsional
terlalu jauh menyebabkan pasien tidak sanggup untuk (74.2%) dibandingkan dengan pasien paska stroke
sekolah.
tidak memiliki gangguan kemampuan fungsional (42.9%). Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai
Usia
dari Continuity Correction p=0.047 (p ≤ 0.1), maka Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa lebih dari dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara
separuh (53.8%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat kemampuan fungsional dengan kejadian depresi pada
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah
Bukittinggi memiliki usia lansia. Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014.
Hal ini juga diperkuat oleh Feigin (2006 dalam Astrid, 2008) bahwa resiko terkena stroke meningkat
Pembahasan
sejak usia 45 tahun, setelah mencapai 50 tahun dan
Analisa Univariat
setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke sebesar 11%-20%.
Pendidikan
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa lebih dari Faktor usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat separuh (51.9%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat
diubah, menurut AHA/ASA (2006) menyatakan Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
bahwa seseorang yang sudah berusia diatas 55 tahun Bukittinggi memiliki tingkat pendidikan rendah.
akan berisiko menderita stroke dua kali lipat dibanding usia dibawah 55 tahun. Faktor lansia juga
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh berkaitan dengan keadaan perubahan struktural dan Quen et al (2010) yang berjudul analisis faktor-faktor
fungsional pada sistem pembuluh perifer, meliputi yang berhubungan dengan depresi pada pasien stroke
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan Di Blitar. Didapatkan hasil dari 73 responden
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh terdapat 48 (65.8%) pasien berpendidikan rendah, 25
darah. Hal ini akan menurunkan kemampuan distensi (34.2%) pasien berpendidikan tinggi.
dan daya regang pembuluh darah, sehingga dapat berdampak pada penurunan serebral blood flow
Pendidikan umumnya akan berpengaruh terhadap
(Smeltzer et al, 2008).
kemampuan seseorang dalam memahami suatu informasi. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa
Menurut peneliti lebih dari separuh pasien memiliki pengetahuan merupakan faktor predisposisi pada
usia lansia. Lansia akan lebih rentan mengalami pembentukan perilaku kesehatan. Tingkat pendidikan
stroke disebabkan penurunan fungsi tubuh. Pada merupakan salah satu faktor yang menentukan
keadaan stroke lansia akan merasa tidak berguna terhadap terjadinya perubahan perilaku, dimana
karena tidak mampu melakukan aktivitas akibat dari seseorang yang berpendidikan tinggi berarti telah
stroke seperti kelemahan pada anggota gerak. Selain mengalami proses belajar yang lebih panjang, dengan
itu juga pasien akan merasa dirinya tidak berharga kata lain pendidikan mencerminkan intensitas
karena kecacatan yang ada pada tubuhnya. terjadinya proses belajar.
Pendidikan dapat
melindungi seseorang dari perkembangan buruk
Penyakit Penyerta
dalam menghadapi masalah gangguan jiwa dan dapat Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan lebih dari separuh meningkatkan daya penyembuhan kembali dari
(57.7%) pasien paska stroke di Ruang Rawat Jalan gangguan jiwa. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi ditemukan lebih sering memanfaatkan pelayanan
memiliki penyakit penyerta.
kesehatan jiwa dan pendidikan menjadi salah satu tolak ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi
Dari penelitian yang dilakukan Soertidewi (2009), dengan orang lain secara efektif.
didapatkan kejadian stroke tinggi pada pasien yang mempunyai penyakit penyerta.
Menurut peneliti lebih dari separuh pasien memiliki tingkat pendidikan rendah disebabkan oleh karena
Menurut Smeltzer et al (2008) gangguan pembuluh Menurut Smeltzer et al (2008) gangguan pembuluh
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Wilson
(RSSN) Bukittinggi memiliki dukungan keluarga menyebabkan gangguan penimbunan lipid dan
tidak baik.
jaringan fibrosa dalam pembuluh darah, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh
Mant et al (2000) menyatakan bahwa ada hubungan darah. Bila lumen menyempit maka resistensi
dukungan keluarga dengan peningkatan aktifitas terhadap aliran darah akan meningkat dan
sosial dan kualitas hidup pada pasien stroke. Wills & membahayakan aliran keorgan yang dialiri. Maka
Fegan (2001, dalam Sarafino, 2006) menyatakan kelainan ini akan mengurangi elastisitas pembuluh
bahwa dukungan keluarga mengacu pada bantuan darah. Apabila pasien mempunyai kelainan pembuluh
yang diterima individu dari orang lain atau kelompok darah maka cepat atau lambat akan mengalami
sekitar yang membuat penerima merasa nyaman, gangguan selain stroke.
dicintai dan dihargai serta dapat menimbulkan efek positif bagi dirinya. Peningkatan dukungan keluarga
Menurut peneliti lebih dari separuh pasien memiliki yang tersedia dapat menjadi strategi penting dalam penyakit penyerta. Penyakit penyerta merupakan
mengurangi atau mencegah tekanan jiwa dan salah satu faktor yang mempengaruhi pada pasien
menangkal depresi pasca stroke (Salter, Foley, & paska stroke seperti yang telah kita ketahui pasien
Teasell, 2010). Mant et al (2000) menyatakan bahwa stroke mengalami lebih dari satu tipe komplikasi,
dukungan keluarga dengan pasien stroke lebih banyak disertai penyakit penyerta.
ada
hubungan
peningkatan aktifitas sosial dan kualitas hidup pada Dan kondisi ini menyebabkan semakin parahnya
pasien stroke.
kondisi pasien paska stroke. Data menunjukkan pasien yang menderita jantung dang ginjal terdapat
Hasil dari olahan kuesioner dukungan keluarga
33 orang pasien. menunjukkan hampir separuh pasien menyatakan tidak puas bisa bergantung pada bantuan keluarga
Lama Menderita Stroke
jika ada sesuatu yang mengganggu pasien, pasien Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa lebih dari
menyatakan tidak puas dengan cara keluarga separuh (67.3%) pasien pasca stroke di Ruang Rawat
berbicara dan berbagi tentang masalah yang ada pada Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
pasien, pasien menyatakan tidak puas keluarga pasien Bukittinggi lama menderita stroke ≥ 6 bulan.
menerima dan mendukung keinginan pasien untuk melakukan kegiatan baru, pasien menyatakan tidak
Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan puas dengan cara keluarga mengungkapkan kasih oleh Fatoye yang menyatakan bahwa lama menderita
sayang dan merespon emosi, seperti marah, sedih dan stroke akan mempengaruhi kondisi seseorang dalam
cinta, dan pasien menyatakan tidak puas dengan menerima keadaan fisiknya (p= 0.004).
keluarga untuk terus menunggu pasien selama berada dirumah sakit (lihat lampiran 12).
Pasien stroke yang telah berlangsung lama memiliki pengalaman yang berbeda terhadap penyakitnya,
Dari data diatas terdapat lebih dari separuh pasien dibanding dengan pasien yang baru didiagnosa.
menyatakan tidak mendapatkan dukungan yang baik Berdasarkan
dari keluarga. Menurut peneliti bahwa dukungan menjelaskan bahwa yang sering mengalami kondisi
teori prilaku sakit
Mechanics
keluarga sangat penting pada pasien paska stroke sakit atau merasakan adanya gejala sakit memiliki
karena setiap orang yang sakit sangat diperlukan kecendrungan untuk berprilaku dengan menaruh
dukungan agar mereka tetap semangant dalam perhatian terhadap gejala-gejala pada dirinya dan
mengahadapi penyakitnya. Dukungan keluarga yang kemudian mencari pertolongan (Notoatmodjo, 2003).
seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang Menurut peneliti bahwa lama menderita stroke akan
dimiliki
oleh
dihadapi. Seseorang dengan dukungan keluarga yang membuat pasien semakin putus asa terhadap
tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi penyakitnya, pasien akan merasa tidak berdaya
masalahnya dibandingkan dengan yang tidak dengan apa yang di alaminya walaupun setiap pasien
memiliki dukungan keluarga. memiliki mekanisme pertahan yang berbeda-beda tapi mereka akan tetap merasa sulit dalam
Fungsi Kognitif
menghadapi stressor dari penyakitnya tersebut. Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan bahwa Pasien akan mengalami penurunan dalam beraktivitas
lebih dari separoh (51.9%) pasien pasca stroke di sehari-hari dan bekerja.
Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi mengalami penurunan fungsi
Dukungan Keluarga
kognitif.
Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa
Penelitian ini diperkuat oleh Gao (2009) bahwa Kerusakan kemampuan fungsional merupakan efek pasien stroke yang mengalami gangguan kognitif.
stroke yang paling jelas terlihat. Stroke merupakan Kerusakan yang terjadi pada lobus frontal akan
penyakit motor neuron atas yang mengakibatkan mempengaruhi fungsi memori dan fungsi intelektual.
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Defisit motorik meliputi kerusakan
Kerusakan yang terjadi pada lobus frontal akan mobilitas, fungsi respirasi, menelan dan berbicara, mempengaruhi
repleks gagu, dan kemampuan melakukan aktivitas ontelektual. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam
sehari-hari (Lewis, 2007).
lapangan perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang
Hasil dari olahan kuesioner kemampuan fungsional menyebabkan pasien
menunjukkan hampir separuh pasien membutuhkan rehabilitasinya
frustasi dalam proses
pertolongan untuk makan, hampir separuh pasien meningkatkan resiko untuk mengalami penurunan
membutuhkan bantuan untuk berpakaian, hampir fungsi kognitif sebasar 3 kali (Dewi, 2004).
separuh pasien kadang-kadang ada gangguan dalam Gangguan kognitif untuk jangka panjang jika tidak
mengontrol defekasi, hampir separuh pasien kadang- dilakukan
kadang terganggu dalam mengontrol miksi, hampir meningkatkan insiden demensia (Nigroho, 2004).
separuh pasien membutuhkan pertolongan dalam toilet transfer, hampir separuh pasien tergantung
Hasil dari olahan kuesioner fungsi kognitif dengan kursi roda tergantung berpindah tempat, menunjukkan hampir separuh pasien mengalami
hampir separuh pasien membutuhkan pertolongan penurunan dalam berorientasi terlihat dari kuesioner
untuk naik tangga (lihat lampiran 14). pasien hanya mampu menjawab hari dan bulan saja, pasien mengalami penurunan dalam memori terlihat
Dari data diatas terdapat lebih dari separuh pasien dari kuesioner pasien tidak mampu mengulangi apa
mengalami gangguan kemampuan fungsional. yang sudah disebutkan oleh peneliti, pasien
Menurut peneliti bahwa gangguan kemampuan mengalami penurunan dalam mengingat kembali apa
fungsional akan menyebakan pasien putus asa dengan yang sudah diucapkan oleh peneliti, dan pasien
apa yang dihadapinya mereka akan sulit menjalani mengalami penurunan dalam bahasa terlihat dari
kehidupan sehari-hari sehingga hal ini akan menjadi kuesioner pasien tidak mampu mengikuti perintah
stressor yang sangat sulit untuk diatasi pasien. dari peneliti (lihat lampiran 13).
Berdasarkan teori ketidakmampuan fisik yang menyebabkan hilangnya peran hidup yang dimiliki
Dari data diatas terdapat lebih dari separuh pasien penderita dapat menyebabkan gangguan persepsi mengalami penurunan fungsi kognitif. Menurut
akan konsep diri yang bersangkutan dan dengan peneliti bahwa penurunan fungsi kognitif disebabkan
sendirinya mengurangi kualitas hidupnya. oleh penurunan fungsi dari otak akibat penuaan, penurunan fungsi ini akan mempengaruhi seluruh
Depresi
aktivitas fungsi tubuh. Fungsi kognitif dimaksudkan Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan lebih untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam
dari separoh (61.5%) pasien pasca stroke di Ruang belajar, menerima dan mengelola informasi dari
Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) lingkunan sekitar.
Bukittinggi memgalami depresi.
Kemampuan Fungsional
Menurut Schub & Caple (2010) depresi paska stroke Berdasarkan Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa
adalah gangguan mood yang dapat terjadi setiap saat lebih dari separuh (55.8%) pasien pasca stroke di
setelah stroke dan biasanya terjadi dalam bulan Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional
pertama. Menurut Bour et al (2009) depresi pada (RSSN)
stroke adalah gangguan emosional yang sering terjadi kemampuan fungsional.
setelah serangan stroke.
Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Hasil dari olahan kuesioner depresi paska stroke Dahlin et al (2006) menyatakan pada pasien yang
menunjukkan hampir separuh pasien seringkali mengalami stroke akan mengalami gangguan
mengalami nafsu makan berkurang, pasien seringkali kemampuan fungsional.
merasa hidup tidak berharga, pasien seringkali merasa kesulitan dalam mengingat apa saja yang
Kerusakan kemampuan fungsional merupakan efek sudah dilakukan, dan pasien seringkali merasa stroke yang paling jelas terlihat. Defisit motorik
tertekan. Hampir separuh pasien seringkali merasa meliputi kerusakan mobilitas, fungsi respirasi,
segala yang dilakukan adalah sia-sia, pasien menelan dan berbicara, repleks gagu, dan
seringkali berpikir hidup adalah kegagalan, pasien kemampuan
seringkali merasa sangat takut, pasien seringkali seringkali merasa sangat takut, pasien seringkali
rendah sangat berhubungan dengan terjadinya depresi pasien seringkali merasa orang-orang disekelilingnya
pada pasien pasca stroke. Hal ini disebabkan oleh tidak bersahabat, pasien seringkali merasa menangis
orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sepanjang waktu, pasien seringkali merasa sedih,
kurang terpapar dengan informasi sehingga cara pasien seringkali merasa orang-orang
mereka menanggapi sebuah penyakit akan kurang menyukainya, dan pasien seringkali tidak berminat
tidak
baik, mereka cendrung putus asa dan pasrah dengan melakukan kegiatan (lihat lampiran 15).
keadaan, prasaan seperti inilah yang akan memicu terjadinya depresi berbeda dengan pasien yang
Dari data diatas terdapat lebih dari separuh pasien memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mereka akan mengalami depresi paska stroke. Menurut peneliti
mencari informasi sebanyak mungkin tentang bahwa gangguan emosional yang timbul pada pasien
penyakit yang dideritanya secara tidak lansung paska stroke disebabkan oleh terjadinya berbagai
mereka akan memahami bagaimana agar terhindar kecacatan fisik dalam bentuk kelemahan yang
emosional. Berdasrkan teori memicu terjadinya gangguan emosional. Sebagian
dari gangguan
pendidikan dapat melindungi seseorang dari besar orang yang mengalami stroke tidak mampu
perkembangan buruk dalam menghadapi masalah menghadapi gangguan kelemahan tersebut.
gangguan jiwa dan dapat meningkatkan daya penyembuhan kembali dari gangguan jiwa. Tingkat
Analisa Bivariat
pendidikan yang lebih tinggi lebih sering memanfaatkan pelayanan kesehatan jiwa dan
Hubungan Pendidikan Dengan Depresi Paska
pendidikan menjadi salah satu tolak ukur kemampuan
Stroke
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain Pada tabel 5.9 diatas dapat dilihat bahwa dari 27
secara efektif.
responden yang memiliki pendidikan rendah, terdapat 20 pasien (74.1%) mengalami depresi paska
Hubungan Usia Dengan Depresi Paska Stroke
stroke, dan 7 pasien (25.9%) yang tidak mengalami Pada tabel 5.10 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 depresi paska stroke. Sedangkan dari 25 responden
responden yang memiliki usia lansia , terdapat 23 yang memiliki pendidikan tinggi, terdapat 12 pasien
pasien (82.1%) mengalami depresi paska stroke, dan (48.0%) mengalami depresi paska stroke, dan 13
5 pasien (17.9%) yang tidak mengalami depresi pasien (52.%) yang tidak mengalami depresi paska
paska stroke. Sedangkan dari 24 responden yang stroke.
memiliki usia bukan termasuk lansia, terdapat 9 pasien (37.5%) mengalami depresi paska stroke, dan
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari
15 pasien (62.5%) yang tidak mengalami depresi Continuity Correction p=0.100 (p ≤ 0.1), maka dapat
paska stroke.
disimpulkan Ha diterima sehingga ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari depresi paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah
Continuity Correction p=0.003 (p ≤ 0.1), maka dapat Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun
disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna 2014.
antara penyakit penyerta dengan kejadian depresi paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
Hal ini diperkuat dalam penelitian yang dilakukan Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. Quen et al (2010) dengan hasil OR 1.58 dimana seseorang yang berpendidikan rendah akan
Glamcevski et al (2002) menyatakan bahwa usia mengalami gejala depresi sebesar 1.5 kali dibanding
lanjut sebagai faktor resiko terjadinya depresi. dengan seseorang yang berpendidikan tinggi.
Depresi paska stroke di usia lanjut mungkin memiliki hubungan biologi dasar, dengan berkurangnya
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan neurotransmitter yang berkaitan dengan mood dan merupakan faktor predisposisi pada pembentukan
emosi. Hal ini juga diperkuat oleh Feigin (2006 prilaku kesehatan. Tingkat pendidikan yang lebih
dalam Astrid, 2008) bahwa resiko terkena stroke tinggi ditemukan lebih sering memanfaatkan
meningkat sejak usia 45 tahun, setelah mencapai 50 pelayanan kesehatan jiwa dan pendidikan menjadi
tahun dan setiap penambahan usia tiga tahun salah satu tolak ukur kemampuan seseorang dalam
meningkatkan resiko stroke sebesar 11%-20%. berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Sehingga pasien yang memiliki pendidikan rendah
Menurut peneliti usia memiliki pengaruh yang akan lebih beresiko mengalami depresi dari pada
penting terhadap terjadinya depresi, seperti pada pasien yang memiliki pendidikan tinggi.
penelitian ini dari 28 responden yang lansia sebanyak
23 orang mengalami depresi, hal ini disebabkan oleh Menurut peneliti berdasarkan pendidikan pada pasien
penurunan fungsi otak akibat penuaan, lansia akan penurunan fungsi otak akibat penuaan, lansia akan
membuat lansia akan rentan mengalami gangguan emosional depresi, pada keadaan mengalami stroke
Hubungan Lama Menderita Stroke Dengan
lansia akan merasa tidak berguna karena sudah tidak
Depresi Paska Stroke
mampu melakukan aktivitas akibat dari komplikasi Pada tabel 5.12 diatas dapat dilihat bahwa dari 35 dari stroke seperti kelemahan pada anggota gerak.
responden yang menderita stroke ≥ 6 bulan, terdapat Berdasarkan teori depresi pasca stroke di usia lanjut
26 pasien (74.3%) mengalami depresi paska stroke, mungkin memiliki hubungan biologi dasar, dengan
dan 9 pasien (25.7%) yang tidak mengalami depresi berkurangnya neurotransmitter yang berkaitan
paska stroke. Sedangkan dari 17 responden yang dengan mood dan emosi.
menderita stroke < 6 bulan, terdapat 6 pasien (35.3%) mengalami depresi paska stroke, dan 11 pasien
Hubungan Penyakit Penyerta Dengan Depresi
(64.7%) yang tidak mengalami depresi paska stroke.
Paska Stroke
Pada tabel 5.11 diatas dapat dilihat bahwa dari 30 Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari responden yang disertai penyakit penyerta, terdapat
Continuity Correction p=0.016 (p ≤ 0.1), maka dapat
22 pasien (73.3%) mengalami depresi paska stroke, disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna dan 8 pasien (2.7%) yang tidak mengalami depresi
antara lama menderita stroke dengan kejadian depresi paska stroke. Sedangkan dari 22 responden yang
paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit tidak disertai penyakit penyerta, terdapat 10 pasien
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. (45.5%) mengalami depresi paska stroke, dan 12 pasien (54.5%) yang tidak mengalami depresi paska
Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh stroke.
Fatoye (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara depresi dengan lama menderita
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari
stroke ( p : 0.004).
Continuity Correction p=0.080 (p ≤ 0.1), maka dapat disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna
Pasien stroke yang telah berlangsung lama memiliki antara penyakit penyerta dengan kejadian depresi
pengalaman yang berbeda terhadap penyakitnya, paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
dibanding dengan pasien yang baru didiagnosa. Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014.
teori prilaku sakit Mechanics menjelaskan bahwa yang sering mengalami kondisi Menurut penelitian yang dilakukan oleh Davenport,
Berdasarkan
sakit atau merasakan adanya gejala sakit memiliki Dannis, Warlow (1994) yang menemukan bahwa
kecendrungan untuk berprilaku dengan menaruh pasien stroke bisa mengalami lebih dari satu tipe
perhatian terhadap gejala-gejala pada dirinya dan penyakit penyerta. Mereka juga menyatakan pasien
kemudian mencari pertolongan (Notoatmodjo, 2003). lansia lebih beresiko sebagai akibat kemunduran fisiologis sebelum terkena stroke.
Menurut peneliti bahwa lama menderita stroke akan membuat pasien semakin merasa tidak berguna dan
Penyakit penyerta seperti ginjal, jantung dan putus asa dengan apa yang dialaminya, stressor hipertensi sering kali disertai depresi, khususnya
seperti ini sangat memicu pasien untuk jatuh ke pada usia lanjut (Kaplan, Saddock, & Grebb, 1997).
dalam keadaan depresi. Setiap pasien akan Macready (2007) mengemukakan bahwa insiden
menaggapi dengan mekanisme pertahanan yang komplikasi pada pasien stroke berkisar antara 40%
berbeda-beda, semakin buruk mekanisme dalam hingga 96% dan akan menghasilkan dampak buruk
menghadapi stroke akan semakin mengalami pada pasien. Hal ini diperkuat oleh penelitian
gangguan emosional. Seperti yang didapatkan pada Davenport, Dennis dan Warlow (1994) yang
penelitian ini pasien yang lama mengalami stroke menemukan bahwa sebanyak 62% pasien stroke
sebagian besar mengalami depresi. mangalami lebih dari satu tipe komplikasi.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi
Menurut peneliti bahwa
penyakit penyerta
Paska Stroke
merupakan salah satu faktor yang berhubungan Pada tabel 5.13 diatas dapat dilihat bahwa dari 34 dengan terjadinya
responden yang memiliki dukungan keluarga tidak menunjukkan orang yang memiliki penyakit penyerta
baik, terdapat 27 pasien (79.4%) mengalami depresi lebih memicu terjadinya depresi. Pada pasien pasca
paska stroke, dan 7 pasien (20.6%) yang tidak stroke seperti yang telah kita ketahui pasien stroke
mengalami depresi paska stroke. Sedangkan dari 18 mengalami lebih dari satu tipe komplikasi, penyakit
responden yang memiliki dukungan keluarga baik, penyerta dapat menjadi etiologi atau komplikasi pada
terdapat 5 pasien (27.8%) mengalami depresi paska pasien stroke dimana mekanisme koping dalam
stroke, dan 13 pasien (72.2%) yang tidak mengalami stroke, dan 13 pasien (72.2%) yang tidak mengalami
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014. Continuity Correction p=0.001 (p ≤ 0.1), maka dapat disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi
dilakukan Kauhanen (1999) bahwa ada hubungan paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
antara depresi dan gangguan fungsi kognitif pasca Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2014.
stroke, dimana domain yang berhubungan adalah memori (p : 0.022), pemecahan nonverbal (p : 0.039),
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukanMant serta perhatian dan psikomotor (p : 0.020). Selain itu et al (2000) menyatakan bahwa ada hubungan
Fatoye (2009) juga menyatakan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan peningkatan aktifitas
antara depresi dan fungsi kognitif (p : 0.001). sosial dan kualitas hidup pada pasien stroke. Kerusakan yang terjadi pada lobus frontal akan Wills & Fegan (2001, dalam Sarafino, 2006)
mempengaruhi fungsi memori atau fungsi otelektual. menyatakan bahwa dukungan keluarga mengacu
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapangan pada bantuan yang diterima individu dari orang lain
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, atau kelompok sekitar yang membuat penerima
dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien merasa nyaman, dicintai dan dihargai serta dapat
frustasi dalam proses rehabilitasinya (Smeltzer, menimbulkan efek posotif bagi dirinya. Peningkatan
2008). Stroke meningkatkan resiko untuk mengalami dukungan keluarga yan gtersedia dapat menjadi
penurunan fungsi kognitif sebasar 3 kali (Dewi, strategi penting dalam mengurangi atau mencegah
2004). Gangguan kognitif untuk jangka panjang jika tekanan jiwa dan menangkal depresi pasca stroke
tidak dilakukan penanganan yang optimal akan (Salter, Foley, & Teasell, 2010).
meningkatkan insiden demensia (Nigroho, 2004). Pasien stroke yang mengalami gangguan fungsi
Menurut peneliti dukungan keluarga sangat kognitif akan lebih beresiko mengalami depresi dibutuhkan oleh pasien yang mengalmi stroke kerena
dibandingkan pasien stroke yang tidak mengalami mereka sangat membutuhkan dukungan agar mereka
gangguan kemampuan fungsi kognitif. tidak terlalu bersedih dengan apa yang mereka alami. Kurangnya dukungan dari keluarga akan membuat
Menurut peneliti bahwa penurunan fungsi kognitif pasien frustasi dengan penyakitnya, mereka sangat
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada membutuhkan orang yang memahami dan ikut
penurunan fungsi pada otak yang mana dapat merasakan apa yang ia alami. Dukungan yang
mempengaruhi fungsi memori seperti terjadinya diberikan keluarga untuk mengurangi depresi pada
penurunan dalam lapangan perhatian, seseorang akan pasien itu sendiri berupa nasehat, saran, dukungan
mengalami kesulitan dalam melakukan pemahaman jasmani maupun rohani. Dukungan keluarga yang
terhadap sesuatu hal, dan juga dapat menyebabkan dimiliki
seseorang akan mengalami kurang motivasi, hal berkembangnya masalah akibat tekanan yang
oleh seseorang
dapat
mencegah
tersebut yang menyebabkan seseorang yang telah dihadapi. Seseorang dengan dukungan keluarga yang
mengalami stroke perlahan-lahan akan mengalami tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi
gejala-gejala yang diawali dengan gejala stress yang masalahnya dibandingkan dengan yang tidak
apabila tidak segera diatasi akan menyebabkan memiliki dukungan keluarga.
terjadinya depresi.
Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Depresi Paska Hubungan Kemampuan Fungsional Dengan Stroke
Depresi Paska Stroke
Pada tabel 5.14 diatas dapat dilihat bahwa dari 27 Pada tabel 5.15 diatas dapat dilihat bahwa dari 31 responden yang mengalami penurunan fungsi
responden yang mengalami gangguan kemampuan kognitif, terdapat 22 pasien (81.5%) mengalami
fungsional, terdapat 23 pasien (74.2%) mengalami depresi paska stroke, dan 5 pasien (18.5%) yang tidak
depresi paska stroke, dan 8 pasien (25.8%) yang tidak mengalami depresi paska stroke. Sedangkan dari 25
mengalami depresi paska stroke. Sedangkan dari 21 responden yang tidak mengalami penurunan fungsi
responden yang tidak mengalami gangguan kognitif, terdapat 10 pasien (40.0%) mengalami
kemampuan fungsional, terdapat 9 pasien (42.9%) depresi paska stroke, dan 15 pasien (60.0%) yang
mengalami depresi paska stroke, dan 12 pasien tidak mengalami depresi paska stroke.
(57.1%) yang tidak mengalami depresi paska stroke.
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai dari Continuity Correction p=0.005 (p ≤ 0.1), maka dapat
Continuity Correction p=0.036 (p ≤ 0.1), maka dapat disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna
disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna disimpulkan Ha diterima ada hubungan bermakna
Ada hubungan yang bermakna antara lama menderita Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun
stroke dengan depresi paska stroke di Ruang Rawat 2014. Haisil ini sejalan dengan penelitian yang
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) dilakukan Dahlin at al (2006) bahwa gangguan
Bukittinggi Tahun 2014 (P value 0.016). aktivitas sehari-hari (p : 0.040). Ada hubungan yang bermakna antara dukungan Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Sit at al
keluarga dengan depresi paska stroke di Ruang (2007) bahwa gangguan aktivitas sehari-hari
Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) mempunyai hubungan dengan korelasi sedang
Bukittinggi Tahun 2014 (P value 0.001). dengan depresi, dimana pada 48 jam setelah masuk rumah sakit dengan p : 0.001 dan 6 bulan setelahnya
Ada hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif dengan hasil p : 0.001.
dengan depresi paska stroke di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
Kerusakan kemampuan fungsional merupakan efek
Tahun 2014 (P value 0.005).
stroke yang paling jelas terlihat. Defisit motorik meliputi kerusakan mobilitas, fungsi respirasi,
Ada hubungan yang bermakna antara kemampuan menelan dan berbicara, repleks gagu, dan
fungsional dengan depresi paska stroke di Ruang kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari (Lewis,
Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) 2007).
Bukittinggi Tahun 2014 (P value 0.047).
Menurut peneliti bahwa hasil pada penelitian ini
Saran
menunjukan gangguan kemampuan fungsional ini Berdasarkan kesimpulan, maka untuk mencegah memicu terjadinya depresi pada pasien pasca stroke
terjadi faktor-faktor yang menyebabkan depresi, dikarenakan seseorang yang telah mengalami stroke
peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: hingga menyebabkan tejadinya gangguan pada kemampuan fungsional seperti gangguan pada
Bagi Rumah Sakit
kemampuan motorik yang menyebabkan seseorang Disarankan untuk rumah sakit untuk memberikan akan mengalami kesulitan pada saat akan melakukan
pendidikan tentang depresi pada pasien paska stroke mobilisasi akan menyebabkan orang tersebut akan
kepada pasien paska stroke serta keluarga agar dapat mengalami beban fikiran, merasa tidak berharga, hal