angkak dan bekatul

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN HASIL FRAKSINASI
EKSTRAK ETANOL ANGKAK DAN BEKATUL
DENGAN METODE REDUKSI FERRI (FRAP)

ANNISA FARHIAH WAHDAH HAMID

DEPARTMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan
Hasil Fraksinasi Ekstrak Etanol Angkak dan Bekatul dengan Metode Reduksi Ferri
(FRAP) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Annisa Farhiah Wahdah Hamid
NIM G84120096

ABSTRAK
ANNISA FARHIAH WAHDAH HAMID. Aktivitas Antioksidan Hasil Fraksinasi
Ekstrak Etanol Angkak dan Bekatul dengan Metode Reduksi Ferri (FRAP).
Dibimbing oleh HASIM dan DIMAS ANDRIANTO.
Penyakit degeneratif merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Salah satu cara pencegahannya adalah dengan konsumsi antioksidan. Angkak dan
bekatul merupakan sumber antioksidan yang telah banyak diketahui. Tujuan
penelitian ini adalah memperoleh fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi. Ekstrak etanol difraksinasi dengan partisi cair-cair sehingga diperoleh
empat fraksi, yaitu fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, dan
fraksi air. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode ferric reducing
antioxidant power (FRAP). Hasil uji menunjukkan bahwa semua fraksi pada
angkak dan bekatul memiliki potensi sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan
tertinggi angkak dan bekatul sama-sama terdapat pada fraksi etil asetat, yaitu

sebesar 190.84 mg TE/g fraksi pada angkak dan 163.74 mg TE/g fraksi pada
bekatul. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan angkak
berkorelasi dengan total fenolik dan total flavonoidnya, sedangkan aktivitas
antioksidan bekatul hanya berkorelasi terhadap total flavonoidnya.
Kata kunci: angkak, bekatul, fenolik, flavonoid, FRAP

ABSTRACT
ANNISA FARHIAH WAHDAH HAMID. Antioxidant Activity of Ethanol Extract
Fractions of Red Yeast Rice and Rice Bran with Ferric Reducing Method (FRAP).
Supervised by HASIM and DIMAS ANDRIANTO.
The degenerative diseases are the main causes of death in Indonesia. One way
to prevent those are by the consumption of antioxidants. Red yeast rice and rice
bran are sources of antioxidants which have been widely known. The purpose of
this study was to obtain fraction with the highest antioxidant activity. Ethanol
extract was fractionated subsequently by liquid-liquid partition to obtain four
fractions, namely n-hexane, dichloromethane, ethyl acetate, and water fractions.
Antioxidant activity test was carried out using ferric reducing antioxidant power
(FRAP) method. The test results showed that all of the fractions of red yeast rice
and rice bran have potential as antioxidants. The highest antioxidant activity of red
yeast rice and rice bran were both present in ethyl acetate fractions, respectively

190.84 mg TE/g fraction in the red yeast rice and 163.74 mg TE/g fraction in the
rice bran. The correlation test results showed that the antioxidant activity of red
yeast rice was correlated to its total phenolic and total flavonoid, whereas
antioxidant activity of rice bran was correlated only to its total flavonoid.
Keywords: flavonoid, FRAP, phenolic, red yeast rice, rice bran

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN HASIL FRAKSINASI
EKSTRAK ETANOL ANGKAK DAN BEKATUL
DENGAN METODE REDUKSI FERRI (FRAP)

ANNISA FARHIAH WAHDAH HAMID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji serta syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang telah mencurahkan nikmat dan kasih sayangNya dalam hidup, hingga penulis
mampu menyelesaikan penelitian serta karya ilmiah yang berjudul Aktivitas
Antioksidan Hasil Fraksinasi Ekstrak Etanol Angkak dan Bekatul dengan Metode
Reduksi Ferri (FRAP) ini dengan lancar. Tak lupa pula shalawat serta salam kepada
nabi besar Muhammad SAW, berkat jasa beliau manusia bisa mengenal Allah SWT
lewat hidayah Islam.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr drh Hasim, DEA dan Dr
Dimas Andrianto, SSi MSi selaku pembimbing, serta Dr Didah Nur Faridah, STP,
MSi yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan sarannya dalam
penelitian serta penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ella, Syuaida, Wira, Riah, dan Ayu sebagai tim riset
angkak dan bekatul yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, yaitu Bapak Abdul Hamid dan Ibu
Hibatullah, serta kedua adik, yaitu Syifa dan Addin yang telah memberi dukungan

sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tak lupa juga penulis sampaikan
terimakasih kepada Pemda Kabupaten Sumbawa Barat yang telah memberikan
beasiswa utasan daerah (BUD) sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan
lancar.
Semoga karya ilmiah ini berguna dalam menambah khasanah pengetahuan
penulis dan bermanfaat pula bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di masa yang akan datang.

Bogor, November 2016
Annisa Farhiah Wahdah Hamid

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Tempat dan Waktu

2

Bahan dan Alat

2


Prosedur Penelitian

3

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

6

HASIL

7

Kadar Air

7

Rendemen Ekstraksi dan Fraksinasi

7


Fitokimia

8

Total Fenolik

8

Total Flavonoid

9

Aktivitas Antioksidan

9

Korelasi
PEMBAHASAN

10

11

Kadar Air

11

Rendemen Ekstraksi dan Fraksinasi

11

Fitokimia

12

Total Fenolik

13

Total Flavonoid


14

Aktivitas Antioksidan

15

Korelasi

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Hasil pengujian fitokimia
8
2 Hasil analisis korelasi antara aktivitas antioksidan, total fenolik, total flavonoid,
dan rendemen pada angkak dan bekatul
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kadar air simplisia angkak dan bekatul
Rendemen setiap fraksi angkak dan bekatul
Total fenolik setiap fraksi angkak dan bekatul
Total flavonoid setiap fraksi angkak dan bekatul
Aktivitas antioksidan setiap fraksi angkak dan bekatul

7
7
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir penelitian
Kadar air simplisia
Rendemen hasil ekstraksi dan fraksinasi
Hasil uji fitokimia
Kurva standar asam galat
Hasil pengukuran total fenolik pada sampel
Kurva standar kuersetin
Hasil pengukuran total flavonoid pada sampel
Kurva standar trolox
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada sampel
Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan angkak dengan ANOVA
Hasil uji LSD aktivitas antioksidan angkak
Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan bekatul dengan ANOVA
Hasil uji LSD aktivitas antioksidan angkak

24
25
26
28
30
31
33
34
36
37
39
39
40
40

PENDAHULUAN
Masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia
ialah penyakit degeneratif (Balitbangkes 2008). Secara umum, penyakit degeneratif
ditandai dengan proses kemunduran fungsi atau kerusakan sel yang dapat
terakumulasi sehingga menjadi kerusakan jaringan bahkan kerusakan organ (Miller
2009). Salah satu penyebab utama penyakit tersebut adalah aktivitas radikal bebas
di dalam tubuh. Radikal bebas adalah suatu molekul, atom, atau beberapa kelompok
atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan pada orbital luarnya
sehingga menjadikannya tidak stabil, bebas, dan sangat reaktif. Radikal bebas
mampu bereaksi dengan makromolekul seperti protein, lipid, karbohidrat, bahkan
asam nukleat sehingga memicu timbulnya kerusakan pada berbagai makromolekul
tersebut (Winarno et al. 2015). Apabila sel tidak mampu menghancurkan radikal
bebas yang terbentuk dalam jumlah berlebihan, maka akan mengakibatkan kondisi
stres oksidatif. Kondisi tersebut dapat menginisiasi munculnya berbagai penyakit
degeneratif (Shinde et al. 2012).
Radikal bebas umumnya terlibat dalam reaksi berantai, yaitu reaksi yang
menyebabkan regenerasi radikal sehingga senyawa radikal akan terus terbentuk
(Sen et al. 2010). Tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap oksidasi radikal
bebas sehingga dapat menghentikan reaksi berantai. Pertahanan tersebut meliputi
penghilangan katalis radikal bebas, pengikatan protein pada ion logam pemicu
oksidasi, perlindungan terhadap kerusakan makromolekul, serta reduksi radikal
bebas (Krishnamurthy dan Wadhwani 2012). Mekanisme pertahanan tersebut dapat
terjadi karena adanya senyawa antioksidan, yaitu senyawa yang struktur dan fungsi
molekulnya tetap stabil walaupun telah teroksidasi oleh radikal bebas
(Kumalaningsih 2006).
Tubuh manusia dilengkapi antioksidan endogen, yaitu antioksidan yang
berasal dari metabolisme tubuh. Apabila jumlah radikal bebas di dalam tubuh
terlalu besar akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tubuh dalam meredam
radikal bebas sehingga tubuh menjadi sakit (Winarno et al. 2015). Produksi
antioksidan endogen pun akan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Hernani
dan Raharjo 2005). Sementara itu, perilaku hidup masyarakat modern saat ini sering
mencerminkan gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu terbentuknya radikal
bebas dalam tubuh. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan antioksidan dalam
tubuh diperlukan senyawa antioksidan eksogen yang berasal dari luar tubuh.
Dua contoh sumber antioksidan eksogen adalah angkak dan bekatul. Angkak
adalah produk fermentasi beras menggunakan kapang Monascus sp. (Tisnadjaja
2006). Bekatul adalah lapisan kulit ari dari butir padi dan merupakan produk
samping yang berlimpah dari proses penggilingan beras untuk memperoleh beras
putih (Watson et al. 2014). Park dan Kim (2011) menyatakan bahwa angkak
berpotensi sebagai antioksidan, dengan aktivitas sebesar 78.2%. Sama seperti
angkak, bekatul pun berpotensi sebagai antioksidan. Widarta et al. (2013)
menyatakan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak metanol bekatul sebesar 88.84%.
Penelitian mengenai antioksidan dari ekstrak angkak dan bekatul telah
banyak dilakukan, namun analisis antioksidan angkak dan bekatul dari hasil
fraksinasi ekstraknya belum pernah dilakukan. Fraksinasi perlu dilakukan karena
ekstrak etanol kasar masih mengandung berbagai macam senyawa. Teknik

2
fraksinasi digunakan untuk memisahkan senyawa bioaktif yang terdapat pada suatu
ekstrak sehingga dapat diperoleh senyawa yang lebih murni (Santos dan Duarte
2014).
Selain itu, kemampuan senyawa antioksidan yang terkandung dalam hasil
fraksinasi kedua ekstrak sampel tersebut untuk mereduksi ion Fe3+ belum banyak
diketahui. Kemampuan reduksi ion Fe3+ suatu sampel dapat dianalisis dengan
metode ferric reducing antioxidant power (FRAP). Prinsip metode FRAP adalah
menganalisis kemampuan antioksidan dalam mereduksi ion Fe(TPTZ)23+ yang
berwarna kuning menjadi Fe(TPTZ)22+ yang berwarna biru yang dapat diukur pada
panjang gelombang 593 nm (Halliwell dan Gutteridge 2015). Ferri merupakan salah
satu zat pro-oksidan di dalam tubuh karena dapat mengoksidasi senyawa lain serta
berpotensi memunculkan radikal bebas baru (Udipi et al. 2012). FRAP merupakan
kondisi in vitro yang dirancang untuk menganalisis kemampuan antioksidan dalam
mereduksi ferri dan radikal bebas lainnya dalam tubuh. Keunggulan FRAP
dibandingkan metode lainnya adalah harga terjangkau, proses preparasi reagen
sederhana, hasilnya konsisten, prosedurnya mudah, cepat, serta tidak memerlukan
peralatan khusus (Benzie dan Strain 1996).
Penelitian ini bertujuan memperoleh fraksi ekstrak etanol angkak dan fraksi
ekstrak etanol bekatul yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Oleh sebab itu,
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai polaritas dan karakteristik
senyawa yang berperan sebagai antioksidan tertinggi pada angkak dan bekatul.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengidentifikasi senyawa fitokimia pada
angkak dan bekatul serta korelasi antara kadar fitokimia dengan aktivitas
antioksidannya.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka dan Laboratorium Penelitian Departemen Biokimia. Penelitian ini
dilaksanakan secara bertahap selama tujuh bulan, yaitu dari Januari hingga Agustus
2016.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang dibutuhkan adalah sampel angkak merk Pazola dan
bekatul yang diperoleh dari pusat penggilingan padi Situgede, Bogor serta pelarut
teknis etanol 95%, n-heksana, diklorometana, etil asetat, dan akuades. Selain itu,
bahan lain yang digunakan untuk pengujian adalah FeCl3, kloroform, amonia,
H2SO4, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, serbuk Mg, HCl,
pentanol, eter, asam asetat, natrium asetat, AlCl3, kuersetin, pereaksi FolinCiocalteu, NaHCO3, NaCl, Na2SO4, larutan TPTZ (2,4,6-tripydyl-s-triazine), asam
galat, dan trolox (6-hydroxy-2,5,7,8-tetramethylchroman-2-carboxylic acid).

3
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah oven EYELA type NDO700, ayakan 40 mesh, desikator, neraca analitik OHAUS GA200, shaker Zhengji
HY-4A, kertas saring, rotary evaporator, alumunium foil, spektrofotometer thermo
electron corporation model Genesys 10 UV, dan berbagai alat gelas. Alat gelas
tersebut meliputi tabung reaksi, Erlenmeyer, plat tetes, cawan porselen, batang
pengaduk, corong, corong pisah, labu takar, gelas piala, gelas ukur, pipet Mohr, dan
pipet tetes.

Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi proses preparasi dan pengujian (Lampiran
1). Preparasi yang dilakukan ialah pembuatan simplisia, ekstraksi, dan fraksinasi.
Pengujian yang dilakukan ialah fitokimia, pengukuran total fenolik, total flavonoid,
dan aktivitas antioksidan.
Preparasi Sampel Angkak dan Bekatul (Zubaidah dan Sari 2015;
Thanonkaew et al. 2012)
Preparasi angkak dilakukan dengan memasukkan angkak ke dalam oven pada
suhu 50o C selama 6 jam. Pemanasan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air
dalam simplisia. Setelah dipanaskan, angkak dihaluskan menggunakan blender dan
diayak dengan ayakan 40 mesh. Setelah itu, simplisia angkak dapat disimpan pada
tempat kering sampai saat akan digunakan.
Preparasi bekatul dilakukan dengan memasukkan bekatul ke dalam oven pada
suhu 150o C selama 10 menit. Pemanasan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air
dalam simplisia serta menginaktivasi enzim lipase sehingga simplisia tidak mudah
rusak dan tengik. Setelah pemanasan, bekatul didinginkan pada suhu ruang selama
30 menit kemudian disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 4°C sampai saat
akan digunakan.
Penentuan Kadar Air Angkak dan Bekatul (AOAC 2006)
Kadar air angkak dan bekatul ditentukan dengan metode gravimetri atau
pengeringan di dalam oven. Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105oC selama
30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang dengan menggunakan
neraca analitik. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan dalam cawan tersebut lalu
dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam. Setelah itu, sampel didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Pemanasan diulang sampai diperoleh bobot konstan.
Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak tiga kali ulangan setiap sampel. Kadar
air dihitung dengan persamaan:
A-B
× 100%
A
dengan: A = bobot sampel sebelum pemanasan (g)
B = bobot sampel setelah pemanasan (g)

Kadar air (%) =

Ekstraksi Angkak (Singgih et al. 2014)
Ekstraksi secara maserasi dengan perbandingan 1:20 (b/v). Pertama-tama,
sebanyak 20 g simplisia angkak dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Setelah itu,
sebanyak 400 mL etanol 95% ditambahkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut.

4
Campuran tersebut kemudian digoyangkan di atas shaker selama 2 jam pada suhu
ruang dengan kecepatan 110 rpm. Campuran difiltrasi menggunakan kertas saring.
Filtrat yang diperoleh disimpan pada lemari berpendingin sedangkan residu yang
tersisa diremaserasi sekali lagi dengan jumlah pelarut dan perlakuan yang sama.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator
pada suhu 45°C dengan kecepatan 75 rpm sehingga diperoleh esktrak etanol angkak.
Rendemen ekstrak etanol angkak dinyatakan dalam persen dan dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Rendemen ekstrak (%) =

Bobot ekstrak yang diperoleh
Bobot simplisia - (kadar air × bobot simplisia)

×100%

Ekstraksi Bekatul (Arab et al. 2011)
Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan perbandingan 1:4 (b/v). Pertamatama, sebanyak 50 g simplisia bekatul dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Setelah
itu, sebanyak 200 mL etanol 95% ditambahkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut.
campuran tersebut kemudian digoyangkan di atas shaker dengan kecepatan 130
rpm selama 3 jam pada suhu ruang. Campuran difiltrasi menggunakan kertas saring.
Fitrat yang diperoleh disimpan pada lemari berpendingin sedangkan residu yang
tersisa diremaserasi sekali lagi dengan jumlah pelarut dan perlakuan yang sama.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator
pada suhu 45°C dengan kecepatan 75 rpm (±45 menit) sehingga diperoleh ekstrak
etanol bekatul.
Rendemen ekstrak etanol bekatul dinyatakan dalam persen dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Rendemen ekstrak (%) =

Bobot ekstrak yang diperoleh
Bobot simplisia - (kadar air × bobot simplisia)

×100%

Fraksinasi Ekstrak secara Partisi Cair-Cair (modifikasi Hikmah 2012)
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat menggunakan pelarut n-heksana,
diklorometana, etil asetat, dan akuades (air) dengan perbandingan volume setiap
larutan yang digunakan 1:1. Fraksinasi pertama dilakukan menggunakan pelarut nheksana dan air. Sebanyak 0.5 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 75 mL n-heksana
lalu dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL. Sebanyak 75 mL air ditambahkan
ke dalam corong pisah yang sama kemudian dihomogenkan. Keran corong pisah
dibuka hingga udara keluar dan tekanan udara menurun. Lapisan n-heksana
dipisahkan dan lapisan air direfraksinasi hingga 3 kali dengan jumlah pelarut yang
sama yaitu 75 mL n-heksana. Setelah dilakukan 3 kali refraksinasi, lapisan air yang
tersisa difraksinasi dengan pelarut diklorometana sebanyak 75 mL. Lapisan
diklorometana dipisahkan dan lapisan air direfraksinasi hingga 3 kali dengan
jumlah pelarut yang sama yaitu 75 mL diklorometana. Fraksinasi dilakukan
kembali dengan langkah yang sama pada pelarut etil asetat. Proses fraksinasi ini
akan memisahkan campuran senyawa dalam ekstrak etanol sampel berdasarkan
tingkat kepolarannya. Setiap pelarut akan cenderung menarik senyawa yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama.
Total hasil fraksinasi yang diperoleh berupa lapisan n-heksana, lapisan
diklorometana, lapisan etil asetat, dan lapisan air. Setiap lapisan, kecuali lapisan air

5
dibersihkan dengan larutan NaCl jenuh sebanyak setengah volume masing-masing
menggunakan corong pisah. Lapisan air dibersihkan dengan disaring menggunakan
kertas saring. Selain fraksi air, lapisan lainnya dibersihkan dengan Na2SO4 sesaat
sebelum dipekatkan. Setelah itu, lapisan-lapisan tersebut dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu 45°C sehingga diperoleh empat fraksi, yaitu fraksi n-heksana,
diklorometana, etil asetat, dan fraksi air.
Rendemen setiap fraksi angkak maupun bekatul dinyatakan dalam persen dan
dihitung menggunakan persamaan berikut :
Rendemen fraksi (%) =

Bobot fraksi yang diperoleh

Bobot ekstrak yang difraksinasi

× rendemen ekstrak%

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Identifikasi Tanin. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan 10 mL akuades
kemudian didihkan selama 5 menit. Setelah itu, larutan disaring. Sebanyak tiga tetes
filtrat dipindahkan ke plat tetes dan ditambahkan tiga tetes FeCl3 1%. Adanya tanin
ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman.
Identifikasi Alkaloid. Sebanyak 100 mg sampel ditambahkan 1.5 mL
kloroform dan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan
dengan 2 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil dan dibagi menjadi 3 bagian.
Setelah itu, masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah pada penambahan
pereaksi Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Meyer, dan endapan coklat pada
pereaksi Wagner.
Identifikasi Flavonoid. Sebanyak 50 mg sampel ditambahkan 10 mL
akuades. Setelah itu, campuran dipanaskan selama 5 menit, disaring lalu diambil
filtratnya. Filtrat ditambahkan dengan 0.05 g serbuk Mg dan 0.2 mL asam alkohol
(campuran HCl pekat dan etanol 95% dengan volume yang sama). Setelah itu,
ditambahkan kembali dengan 2 mL pentanol. Campuran dikocok. Adanya
flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada
lapisan pentanol.
Identifikasi Saponin. Sebanyak 50 mg sampel ditambahkan dengan 10 mL
akuades dalam tabung reaksi. Setelah itu dikocok dengan kuat selama 10 menit.
Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya buih yang stabil dengan tinggi lebih
dari 1 cm setelah didiamkan selama 10 menit setelah pengocokan.
Identifikasi Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 50 mg sampel ditambah
dengan 2 mL etanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit. Setelah itu, cairan
disaring dan filtratnya diuapkan lalu ditambahkan 1 mL eter. Sebanyak lima tetes
fraksi eter dipindahkan ke plat tetes dan ditambahkan dengan tiga tetes asetat
anhidrida dan satu tetes asam sulfat pekat. Adanya triterpenoid ditandai dengan
terbentuknya warna merah atau ungu sedangkan adanya steroid ditandai dengan
terbentuknya warna hijau.
Uji Total Fenolik (Vongsak et al. 2013)
Analisis total fenolik dilakukan menggunakan reagen berupa larutan FolinCiocalteu 10% serta larutan NaHCO3 7.5%. Analisis dilakukan dengan cara
mencampurkan 200 µL sampel, 500 µL reagen Folin-Ciocalteu, dan 800 µL larutan
NaHCO3. Setelah itu, campuran tersebut dihomogenkan dan diinkubasi selama 30

6
menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 765 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Standar yang digunakan adalah asam
galat. Nilai konsentrasi sampel diperoleh dari perhitungan dengan cara
memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis pada kurva standar.
Uji Total Flavonoid (Vongsak et al. 2013)
Analisis total flavonoid dilakukan menggunakan reagen alumunium klorida
(AlCl3). Pengujian dilakukan dengan cara mencampurkan sampel sebanyak 500 µL
dengan larutan AlCl3 2% sebanyak 500 µL. Setelah itu, campuran tersebut
dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur
pada panjang gelombang 415 nm. Blanko yang digunakan ialah campuran sampel
sebanyak 500 µL dengan akuades tanpa AlCl3 2% sebanyak 500 µL. Standar yang
digunakan adalah kuersetin. Nilai konsentrasi sampel diperoleh dari perhitungan
dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis pada kurva
standar.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Ferric Reducing Antioxidant Power
(Benzie dan Strain 1996; Tananuwong dan Tewaruth 2010)
Reagen ferric reducing antioxidant power (FRAP), terdiri atas larutan bufer
asetat 300 mM (pH 3.6), larutan 2,4,6-tripydyl-s-triazine (TPTZ) 10 mM dalam HCl
40 mM, dan larutan FeCl3.6H2O 20 mM. Reagen FRAP disiapkan dengan cara
mencampurkan 25 mL bufer asetat, 2.5 mL larutan TPTZ, dan 2.5 mL larutan
FeCl3.6H2O. Pencampuran dilakukan sesaat sebelum analisis dan diinkubasi pada
suhu 37°C selama 30 menit kemudian siap untuk digunakan.
Analisis dilakukan dengan cara mencampurkan 10 µL sampel dengan 990 µL
reagen FRAP. Setelah itu, campuran tersebut dihomogenkan dan diinkubasi selama
4 menit pada suhu ruang kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang
593 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan standar yang digunakan
adalah trolox. Nilai konsentrasi sampel diperoleh dari perhitungan dengan cara
memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis pada kurva standar.

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) pola searah. Variabel tetap berupa jenis pelarut ekstraksi atau fraksinasi
(pelarut etanol, n-heksana, diklorometana, etil asetat, dan air) dan variabel bebasnya
adalah aktivitas antioksidan. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way ANOVA dengan bantuan
program SPSS versi 21, jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan
Uji least significant difference (LSD) pada tingkat kepercayaan 95%.
Selain itu, dilakukan uji korelasi dengan Pearson. Uji korelasi dilakukan
antara aktivitas antioksidan-total fenolik, aktivitas antioksidan-total flavonoid,
aktivitas antioksidan-rendemen, total fenolik-total flavonoid, total fenolikrendemen, dan total flavonoid-rendemen. Uji korelasi tersebut pun dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 21.

7

HASIL
Kadar Air
Pengukuran kadar air pada simplisia angkak dan bekatul dilakukan untuk
mengetahui besarnya kandungan air dalam simplisia serta kualitasnya. Pengukuran
kadar air dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil pengukuran kadar air
simplisia angkak dan bekatul ditunjukkan pada Gambar 1. Contoh perhitungan
kadar air ditampilkan pada Lampiran 2.

kadar air (%)

8

6,38
5,39

6
4
2
0
angkak

bekatul

Gambar 1 Kadar air simplisia angkak dan bekatul

Rendemen Ekstraksi dan Fraksinasi
Hasil pengukuran rendemen angkak dan bekatul ditunjukkan pada Gambar 2
dan Lampiran 3. Hasil pengukuran rendemen angkak menunjukkan bahwa dari 100
g simplisia angkak dapat menghasilkan sekitar 10.14 g ekstrak etanol, 2.11 g fraksi
n-heksana, 1.20 g fraksi diklorometana, 0.63 g fraksi etil asetat, dan 1.45 g fraksi
air. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rendemen hasil fraksinasi angkak yang
tertinggi ialah fraksi n-heksana sedangkan yang terendah ialah fraksi etil asetat.
Hasil pengukuran rendemen bekatul menunjukkan bahwa dari 100 g simplisia
bekatul dapat menghasilkan sekitar 4.95 g ekstrak etanol, 1.32 g fraksi n-heksana,
0.11 g fraksi diklorometana, 0.41 g fraksi etil asetat, dan 2.45 g fraksi air. Nilai
12
10,14

Rendemen (%)

10
8
6

4,95

4
2,11
2

2,45
1,32

1,20
0,11

0,63 0,41

1,45

0
ekstrak etanol

fraksi nheksana

fraksi
fraksi etil asetat
diklorometana

fraksi air

Gambar 2 Rendemen setiap fraksi angkak dan bekatul
angkak bekatul

8
tersebut menunjukkan bahwa rendemen hasil fraksinasi bekatul yang tertinggi ialah
fraksi air sedangkan yang terendah ialah fraksi diklorometana.

Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan secara kualitatif untuk mendeteksi
ada atau tidaknya senyawa metabolit sekunder pada ekstrak etanol angkak dan
bekatul yang kemungkinan berperan sebagai senyawa antioksidan. Hasil uji
fitokimia disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran 4. Ekstrak etanol angkak
mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan alkaloid. Ekstrak etanol bekatul
mengandung senyawa tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, dan steroid.
Tabel 1 Hasil pengujian fitokimia
Senyawa fitokimia
Tanin
Saponin
Flavonoid
Alkaloid
Steroid
Triterpenoid
Keterangan
+
++
+++

Ekstrak etanol angkak
+
+++
++
-

Ekstrak etanol bekatul
+++
+
++
+
+
-

:
: tidak mengandung senyawa fitokimia
: mengandung sedikit senyawa fitokimia
: mengandung banyak senyawa fitokimia
: mengandung banyak sekali senyawa fitokimia

Total Fenolik

Total fenolik (mg GAE/g)

Pengukuran total fenolik pada sampel dilakukan dengan cara
membandingkan absorbansi sampel yang diperoleh dengan absorbansi standar
menggunakan kurva standar. Kurva standar disajikan pada Lampiran 5. Total
fenolik setiap ekstrak dan fraksi angkak serta bekatul ditunjukkan pada Gambar 3.
Contoh perhitungannya ditunjukkan pada Lampiran 6. Nilai total fenolik tersebut
80
70
60
50
40
30
20
10
0

66,23

65,16

35,88

33,43

27,18

26,56

20,72

18,46

20,09

5,17
ekstrak etanol

fraksi nheksana

fraksi
fraksi etil asetat
diklorometana

Gambar 3 Total fenolik setiap fraksi angkak dan bekatul
angkak bekatul

fraksi air

9
dinyatakan dalam bentuk galic acid equivalent (GAE) dengan satuan mg GAE/g
ekstrak atau fraksi, yang artinya dalam 1 g eksrak atau fraksi uji mengandung
sekitar 1 mg senyawa setara asam galat. Angkak mengandung total fenolik tertinggi
pada fraksi etil asetat dan diklorometana, sedangkan yang terendah pada fraksi nheksana. Bekatul mengandung total fenolik tertinggi pada fraksi air dan terendah
pada fraksi diklorometana.

Total Flavonoid

Total flavonoid (mg QE/g)

Kurva standar kuersetin disajikan pada Lampiran 7. Nilai total flavonoid yang
diperoleh dinyatakan dalam bentuk quercetin equivalent (QE) dengan satuan mg
QE/g ekstrak atau fraksi, yang artinya dalam 1 g eksrak atau fraksi uji mengandung
sekitar 1 mg senyawa setara kuersetin. Total flavonoid setiap ekstrak dan fraksi
angkak serta bekatul disajikan pada Gambar 4. Contoh perhitungannya ditunjukkan
pada Lampiran 8. Angkak mengandung total flavonoid tertinggi pada fraksi
diklorometana dan terendah pada fraksi air. Fraksi air angkak bahkan tidak
terdeteksi mengandung flavonoid sehingga pada hasil pengukurannya memberikan
nilai nol. Bekatul mengandung total flavonoid tertinggi pada fraksi n-heksana dan
terendah pada fraksi air.
45,23

50

36,83

40
26,82

30

21,65

21,26

22,09

20
10

8,44 9,09
0,00 1,73

0
ekstrak etanol

fraksi nheksana

fraksi
fraksi etil asetat
diklorometana

fraksi air

Gambar 4 Total flavonoid setiap fraksi angkak dan bekatul
angkak bekatul

Aktivitas Antioksidan
Kurva standar trolox disajikan pada Lampiran 9. Aktivitas antioksidan
tersebut dinyatakan dalam bentuk trolox equivalent (TE) dengan satuan mg TE/g
ekstrak atau fraksi, yang artinya dalam 1 g eksrak atau fraksi uji mengandung
sekitar 1 mg senyawa setara trolox. Aktivitas antioksidan setiap ekstrak dan fraksi
angkak serta bekatul ditunjukkan pada Gambar 5. Contoh perhitungannya
ditunjukkan pada Lampiran 10. Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi
pada angkak maupun bekatul adalah fraksi etil asetat sedangkan yang memiliki
aktivitas antioksidan terendah pada angkak adalah fraksi air dan pada bekatul
adalah ekstrak etanol.

Aktivitas antioksidan (mg TE/g)

10
250
190,84
163,74

200
150
101,38

127,09
107,54

100
57,7961,02
50

66,53
42,38

31,63

0
ekstrak etanol

fraksi nheksana

fraksi
diklorometana

fraksi etil
asetat

fraksi air

Gambar 5 Aktivitas antioksidan setiap fraksi angkak dan bekatul
angkak bekatul

Korelasi
Hasil analisis korelasi pada angkak dan bekatul ditunjukkan pada Tabel 2.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan angkak berkorelasi positif
dengan total fenolik dan total flavonoidnya. Sementara itu, aktivitas antioksidan
bekatul hanya berkorelasi positif terhadap total flavonoidnya.
Tabel 2 Hasil analisis korelasi antara aktivitas antioksidan, total fenolik, total
flavonoid, dan rendemen pada angkak dan bekatul
Aktivitas
antioksidan
angkak
Aktivitas antioksidan
angkak
Total fenolik angkak
Total flavonoid angkak
Rendemen angkak

Aktivitas antioksidan
bekatul

Total
fenolik
angkak

Total
flavonoid
angkak

Rendemen
angkak

1
0.857**
(sig 0.000)
0.615*
(sig 0.015)
-0.346
(sig 0.225)
Aktivitas
antioksidan
bekatul

1
0.392
(sig 0.148)
-0.190
(sig 0.515)
Total
fenolik
bekatul

1
-0.314
(sig 0.274)
Total
flavonoid
bekatul

1
Rendemen
bekatul

1

-0.256
1
(sig 0.358)
0.700**
-0.677**
Total flavonoid bekatul
(sig 0.004)
(sig 0.006)
-0.698**
0.464
Rendemen bekatul
(sig 0.005)
(sig 0.095)
Katerangan : ** : korelasi signifikan pada nilai 0.01
* : korelasi signifikan pada nilai 0.05
Total fenolik bekatul

1
-0.632*
(sig 0.015)

1

11

PEMBAHASAN
Kadar Air
Simplisia merupakan bahan alami yang dimanfaatkan sebagai obat atau bahan
baku obat yang belum mengalami proses pengolahan apapun kecuali pengeringan.
Salah satu syarat simplisia agar dikatakan baik ialah memiliki kadar air di bawah
10% (BPOM 2014). Alasan nilai kadar air dijadikan parameter utama dalam
penentuan kualitas simplisia karena berkaitan dengan masa simpan simplisia.
Semakin tinggi nilai kadar air suatu simplisia akan memungkinkan masa simpannya
semakin pendek. Hal tersebut karena air dapat menjadi media bagi berbagai
mikroorganisme sehingga menyebabkan simplisia mudah rusak.
Simpilisia angkak dan bekatul yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung kadar air dengan nilai di bawah 10%. Hal ini menunjukkan bahwa
simplisia angkak dan bekatul tersebut memenuhi syarat dan dapat dikategorikan
baik dan bertahan lama. Rata-rata nilai kadar air simplisia angkak ialah sebesar
6.38% (Gambar 1). Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya,
kadar air angkak mencapai 5.3770% (Zubaidah dan Sari 2015). Perbedaan tersebut
disebabkan oleh besarnya suhu serta lamanya waktu pemanasan pada proses
pembuatan simplisia. Selain proses pemanasan, jenis beras yang digunakan, proses
pembuatan, serta tempat penyimpanannya pun turut memengaruhi kadar air
(Harjadi 1994).
Berbeda dengan simplisia angkak, simplisia bekatul memiliki rata-rata kadar
air yang lebih rendah yaitu 5.39% (Gambar 1). Hartati et al. (2015) menyatakan
bahwa kadar air bekatul mencapai 9.7%. Perbedaan yang cukup jauh tersebut
disebabkan penelitian Hartati et al. (2015) tidak dilakukan pemanasan pada bekatul
sehingga kadar airnya masih sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pemanasan pada pembuatan simplisia bekatul sangat memengaruhi nilai kadar air.
Selain itu, varietas padi yang berbeda pun akan memiliki kadar air yang berbeda
(Hartati et al. 2015).

Rendemen Ekstraksi dan Fraksinasi
Hasil pengukuran rendemen angkak dan bekatul ditunjukkan pada Gambar 2.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rendemen ekstrak etanol angkak sebesar
10.14% serta rendemen ekstrak etanol bekatul sebesar 4.95%. Rendemen ekstrak
etanol angkak yang diperoleh tersebut hampir sama dengan rendemen angkak dari
penelitian Handayani (2013), yaitu sekitar 9.6%. Rendemen ekstrak etanol bekatul
yang diperoleh pun hampir sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu 4.61%
(Widarta et al. 2013).
Fraksinasi merupakan proses lanjutan yang dilakukan setelah ekstraksi.
Fraksinasi dilakukan karena kandungan ekstrak yang diperoleh masih sangat
kompleks (Saifudin 2014). Proses fraksinasi akan memisahkan campuran senyawa
yang terkandung dalam ekstrak etanol sampel berdasarkan tingkat polaritasnya. Hal
tersebut mengacu pada aturan like dissolve like, yang menyatakan bahwa biasanya
zat atau senyawa dengan polaritas tertentu akan cenderung lebih mudah larut dalam

12
pelarut dengan polaritas yang sama dibandingkan dalam pelarut dengan polaritas
yang berbeda (Stoker 2016).
Ekstrak etanol difraksinasi bertingkat menjadi empat fraksi. Oleh sebab itu,
nilai rendemen ekstrak etanol seharusnya lebih besar atau sama dengan jumlah total
rendemen semua fraksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak
etanol lebih besar dibandingkan dengan jumlah total rendemen semua fraksi, namun
selisih antara rendemen ekstrak etanol dengan jumlah total rendemen semua fraksi
pada angkak cukup besar, yaitu sekitar setengah dari rendemen ekstrak etanol
angkak. Selisih yang cukup besar tersebut disebabkan oleh adanya fraksi yang
tertinggal pada alat saat proses fraksinasi maupun evaporasi. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh adanya senyawa yang turut menguap pada proses evaporasi.
Berbeda dengan sampel angkak, selisih antara rendemen ekstrak etanol dengan
jumlah total rendemen semua fraksi bekatul adalah 0.67%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa proses ekstraksi dan fraksinasi bekatul berlangsung dengan
cukup baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen hasil fraksinasi
ekstrak etanol angkak dari yang tertinggi hingga terendah secara berturut-turut
adalah fraksi n-heksana, air, diklorometana, dan fraksi etil asetat. Hal ini
menunjukkan bahwa metabolit sekunder pada ekstrak etanol angkak lebih banyak
tertarik dan larut pada pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Markham (1998)
menyatakan bahwa metabolit sekunder yang dapat terekstrak menggunakan pelarut
n-heksana adalah yang bersifat nonpolar pula, seperti sterol, kumarin, dan beberapa
terpenoid. Bamforth dan Ward (2014) juga menyatakan bahwa angkak
mengandung berbagai macam asam lemak tak jenuh serta ergosterol yang dapat
larut dalam pelarut nonpolar.
Berbeda dengan angkak, nilai rata-rata rendemen hasil fraksinasi ekstrak
etanol bekatul dari yang tertinggi hingga terendah secara berturut-turut adalah
fraksi air, n-heksana, etil asetat, dan fraksi diklorometana. Hal ini menunjukkan
bahwa metabolit sekunder pada ekstrak etanol bekatul lebih banyak tertarik dan
larut pada pelarut air yang bersifat polar. Banyak senyawa polar dalam bekatul yang
diduga dapat terekstrak etanol, seperti tiamin, riboflavin, niasin, dan berbagai
mineral larut air (Widarta et al. 2013). Selain itu, komponen utama pada bekatul
adalah karbohidrat yang meliputi pati, gula pereduksi, dan pentosan (Haryadi 2008).
Makromolekul tersebut diduga terlarut saat proses ekstraksi dan akan lebih mudah
tertarik oleh pelarut polar dibandingkan pelarut nonpolar (Nur 2011). Rendemen
fraksi n-heksana memiliki nilai tertinggi kedua. Hal ini disebabkan bekatul juga
banyak mengandung senyawa non polar seperti -orizanol dan vitamin E (Garcia et
al. 2007).

Fitokimia
Hasil analisis fitokimia kualitatif ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol angkak terdapat saponin, flavonoid, dan
alkaloid, serta tidak menunjukkan adanya tanin, steroid, dan triterpenoid. Hasil
analisis fitokimia pada ekstrak etanol bakatul menunjukkan adanya senyawa tanin,
saponin, flavonoid, alkaloid, dan steroid serta tidak menunjukkan adanya senyawa
triterpenoid.

13
Feng et al. (2012) dalam Braun dan Cohen (2015) menyatakan bahwa angkak
mengandung fitokimia berupa steroid, flavonoid, tanin, dan alkaloid. Adanya
kandungan steroid dan tanin dalam angkak pada laporan tersebut berbeda dengan
hasil yang diperoleh dalam penelitian. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
perbedaan genetik atau varietas pada beras yang digunakan, kondisi lingkungan,
serta penggunaan insektisida (Hu 2012). Selain itu, perlakuan pascapanen seperti
pengeringan dan proses fermentasi juga dapat memengaruhi kandungan fitokimia
(Tiwari 2013).
Hasil analisis fitokimia pada bekatul menunjukkan bahwa ekstrak etanol
bekatul mengandung hampir semua fitokimia yang diuji. Hal tersebut hampir sama
dengan hasil penelitian Moko et al. (2014), yang menyatakan bahwa bekatul
mengandung hampir semua metabolit sekunder seperti fenolik, flavonoid,
triterpenoid, alkaloid, dan saponin. Namun, pada laporan Moko et al. (2014)
tersebut tidak menunjukkan adanya tanin seperti pada hasil penelitian. Perbedaan
tersebut pun disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang dapat memengaruhi
kandungan fitokimia, seperti varietas tanaman padi, kondisi lingkungan, serta
perlakuan pascapanen yang diberikan.

Total Fenolik
Hasil pengukuran total fenolik pada angkak menunjukkan bahwa fraksi
dengan total fenolik tertinggi adalah fraksi etil asetat, dilanjutkan dengan fraksi
diklorometana, ekstrak etanol, fraksi air, dan terendah fraksi n-heksana. Hal
tersebut menunjukkan bahwa senyawa fenolik pada angkak lebih banyak terlarut
dalam pelarut semi polar seperti etil asetat dan diklorometana. Aniya et al. (2000)
dalam Chairote et al. (2009) menyatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat
dalam angkak adalah asam dimerumat yang bersifat polar sehingga mudah larut
pelarut polar dan semi polar namun sukar larut dalam pelarut non polar. Hal
tersebutlah yang juga menyebabkan fraksi n-heksana memiliki nilai total fenolik
terendah.
Total fenolik angkak dari setiap fraksi berada pada rentang 5.17-66.23 mg
GAE/g ekstrak atau fraksi. Nilai tersebut merupakan total fenolik angkak per gram
ekstrak atau fraksi ujinya. Apabila ditinjau berdasarkan per gram simplisianya,
rentang total fenolik angkak berkisar antara 0.11-3.64 mg GAE/g simplisia, dengan
kadar paling tinggi pada ekstrak etanol (Lampiran 6). Hal tersebut karena ekstrak
etanol memiliki rendemen yang jauh lebih besar dibandingkan fraksi lainnya. Hasil
penelitian Park dan Kim (2011) menunjukkan bahwa total fenolik angkak sebesar
1.64 mg GAE/g simplisia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan fenolik
angkak dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya
tersebut.
Hasil pengukuran total fenolik bekatul menunjukkan bahwa fraksi dengan
total fenolik tertinggi adalah fraksi air, dilanjutkan dengan ekstrak etanol, fraksi etil
asetat, n-heksana, dan terendah fraksi diklotometana. Hal tersebut menunjukkan
bahwa senyawa fenolik pada bekatul lebih banyak terlarut dalam pelarut polar
seperti air dan etanol. Ghasemzadeh et al. (2015) mengungkapkan bahwa pada
ekstrak bekatul terdeteksi senyawa fenolik dalam bentuk asam fenolat, yaitu asam
galat, protokatekuat, siringat, klorogenat, kafeat, ferulat, dan asam sinamat.

14
Senyawa tersebut bersifat polar sehingga cenderung lebih mudah larut pada pelarut
polar dan semi polar. Fraksi n-heksana sebagai fraksi nonpolar memiliki nilai total
fenolik yang lebih tinggi dibandingkan fraksi diklorometana sebagai fraksi semi
polar. Hal tersebut karena pada fraksi n-heksana terdapat senyawa nonpolar seperti
-oryzanol dan vitamin E yang diduga memiliki aktivitas reaksi terhadap reagen
yang mirip seperti aktivitas senyawa fenolik (Mumpuni 2013).
Total fenolik bekatul dari setiap fraksi berada pada rentang 18.47-33.43 mg
GAE/g ekstrak atau fraksi. Berdasarkan konversi terhadap rendemen, total fenolik
bekatul sekitar 0.02-1.31 mg GAE/g simplisia, dengan kadar paling tinggi pada
ekstrak etanol (Lampiran 6). Rentang nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan
dengan total fenolik bekatul pada penelitian Rao et al. (2010), yaitu sekitar 3.2712.4 mg GAE/g simplisia. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh pelarut
ekstraksi dan verietas padi yang digunakan.

Total Flavonoid
Hasil pengukuran total flavonoid ditunjukkan pada Gambar 4. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa angkak maupun bekatul memiliki nilai total flavonoid fraksi
non polar dan semi polar (n-heksana, diklorometana, dan etil asetat) yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan fraksi polar (air dan etanol). Hal tersebut karena
metode alumunium klorida yang digunakan lebih spesifik untuk menganalisis
flavonoid kelompok flavon dan flavonol (Chang et al. 2002). Kelompok flavon dan
flavonol memiliki tingkat kepolaran yang rendah (Andersen dan Markham 2006).
Oleh sebab itu, flavon dan flavonol lebih mudah larut dalam etil asetat,
diklorometan, dan n-heksana. Khanum et al. (2015) juga menyatakan bahwa
berdasarkan analisis AlCl3, fraksi kloroform, etil asetat, dan n-heksana
menunjukkan total flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air dan
metanol.
Fraksi angkak dengan total flavonoid tertinggi hingga terendah berturut-turut
adalah fraksi etil asetat, diklorometana, n-heksana, ekstrak etanol, dan fraksi air.
Wanti (2008) menyatakan bahwa angkak mengandung flavonoid kelompok
antosianin. Walaupun antosianin memiliki struktur yang berbeda dengan flavon dan
flavonol, namun antosianin memiliki kemungkinan terdeteksi dalam analisis.
Antosianin memiliki struktur yang polar sehingga mudah larut dalam pelarut yang
polar dan semi polar (Wallace dan Gisuti 2014). Fraksi air angkak tidak terdeteksi
mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut dapat disebabkan senyawa flavonoid
yang terkandung di dalamnya sangat rendah karena diduga telah terdistribusi pada
fraksi lain saat proses fraksinasi.
Total flavonoid angkak dari setiap fraksi berada pada rentang 0-22.09 mg
QE/g ekstrak atau fraksi. Sementara itu, total flavonoid setiap fraksi angkak per
simplisianya berada pada rentang 0-0.85 mg QE/g simplisia dengan kadar flavonoid
tertinggi pada ekstrak etanol (Lampiran 7). Nilai tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan total flavonoid angkak pada penelitian Park dan Kim (2011), yaitu
sekitar 5.07 mg CE/ g simplisia. Perbedaan tersebut dapat disebabkan varietas padi
serta senyawa standar yang digunakan. Walaupun demikian, hasil penelitian
menunjukkan bahwa angkak memiliki kadar flavonoid yang lebih tinggi
dibandingkan produk fermentasi lainnya, seperti keju yang berkisar antara 1.8-7.7

15
mg QE/g ekstrak dan fermentasi kedelai sekitar 1.9 mg QE/g ekstrak (Katawal et
al. 2016; Yang et al. 2012).
Fraksi bekatul dengan total flavonoid tertinggi hingga terendah berturut-turut
adalah fraksi n-heksana, etil asetat, diklorometana, ekstrak etanol, dan fraksi air.
Ghasemzadeh et al. (2015) mengungkapkan bahwa ekstrak bekatul mengandung
senyawa flavonoid berupa apigenin dari kelompok flavon, rutin dan kuersetin dari
kelompok flavonol, serta katekin. Tingginya nilai total flavonoid pada fraksi nheksana, etil asetat, dan diklrometana dapat disebabkan oleh aktivitas flavon dan
flavonol. Sementara itu, senyawa flavonoid yang diduga berperan pada ekstrak
etanol dan fraksi air adalah katekin.
Total flavonoid bekatul dari setiap fraksi berada pada rentang 1.73-45.23 mg
QE/g ekstrak atau fraksi. Sementara itu, total flavonoid setiap fraksi bekatul per
simplisianya berada pada rentang 0.02-0.59 mg QE/g simplisia dengan kadar
flavonoid tertinggi pada fraksi n-heksana (Lampiran 7). Rentang nilai tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan total flavonoid bekatul pada penelitian Rao et al.
(2010), yaitu sekitar 1.68-8.51 mg QE/g simplisia. Perbedaan total fenolik antara
hasil penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan
oleh pelarut ekstraksi dan verietas padi yang digunakan.

Aktivitas Antioksidan
Fe(TPTZ)23+ dalam analisis FRAP diibaratkan sebagai zat radikal bebas
dalam tubuh yang akan direduksi oleh senyawa antioksidan dalam angkak dan
bekatul. Fe atau dikenal dengan zat besi merupakan salah satu mineral yang
dibutuhkan tubuh. Zat besi dalam tubuh dapat berada dalam tiga bentuk utama,
yaitu ion Fe2+ (ferro), ion Fe3+ (ferri), dan besi heme. Ion besi merupakan salah satu
zat pro-oksidan di dalam tubuh karena ferri dapat mengoksidasi senyawa lain serta
berpotensi memunculkan radikal bebas baru (Udipi et al. 2012). Selain itu, Wang
dan Pantopoulos (2011) menyatakan bahwa ferri memiliki bioavailabilitas yang
kurang baik karena kelarutannya terbatas sehingga ferri perlu direduksi menjadi
ferro terlebih dahulu. Analisis FRAP merupakan kondisi in vitro yang dirancang
untuk mendeteksi kemampuan antioksidan dalam mereduksi ferri serta radikal
bebas lainnya dalam tubuh.
Hasil analisis aktivitas antioksidan angkak menunjukkan bahwa fraksi yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi ialah fraksi etil asetat, dilanjutkan dengan
fraksi diklorometana, ekstrak etanol, fraksi n-heksana, dan yang paling rendah
adalah fraksi air (Gambar 5). Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa dari kelima fraksi angkak terdapat minimal satu fraksi yang
memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda nyata dengan fraksi lainnya (Lampiran
11). Uji LSD menunjukkan bahwa kelima fraksi yang diuji dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok berdasarkan aktivitas antioksidannya (Lampiran 12). Satu
kelompok memiliki aktivitas antioksidan yang sama sedangkan antar kelompok
memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda. Kelompok pertama adalah fraksi nheksana, fraksi air, dan ekstrak etanol, kelompok kedua adalah fraksi diklrometana,
dan yang ketiga adalah fraksi etil asetat.
Fraksi bekatul yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi sampai terendah
secara berturut-turut adalah fraksi etil asetat, diklorometana, n-heksana, air, dan

16
terakhir ekstrak etanol. Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa dari kelima fraksi angkak terdapat minimal satu fraksi yang
memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda nyata dengan fraksi lainnya (Lampiran
13). Uji LSD menunjukkan bahwa kelima fraksi yang diuji dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok berdasarkan aktivitas antioksidannya (Lampiran 14).
Kelompok pertama adalah fraksi n-heksana dan fraksi diklorometana, kelompok
kedua adalah fraksi etil asetat, dan yang ketiga adalah fraksi air dan ekstrak etanol.
Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan angkak dan bekatul
yang paling tinggi terdapat pada fraksi etil asetat dan urutan kedua pada fraksi
diklorometana. Hal tersebut disebabkan mayoritas metabolit sekunder termasuk
antioksidan bersifat semi polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut yang
bersifat semi polar juga, seperti etil asetat dan diklorometana (Saifudin 2014).
Tanaya et al. (2015) menyatakan bahwa pelarut etil asetat dapat menarik senyawa
golongan flavonoid, triterpenoid, dan tanin. Sementara itu, senyawa yang biasanya
terdapat dalam fraksi diklorometana adalah steroid, kuinon, dan terpenoid
(Widiyantoro 2014).
Ekstrak etanol merupakan sumber dari senyawa yang berada dalam fraksi
sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol mengandung semua senyawa
tersebut. Sementara itu, aktivitas antioksidan ekstrak etanol lebih rendah
dibandingkan fraksi etil asetat dan diklorometana pada angkak, bahkan memiliki
aktivitas yang paling rendah pada bekatul. Hal tersebut karena aktivitas campuran
senyawa dalam ekstrak etanol diduga memiliki hubungan yang antagonis, yaitu
saling meniadakan apabila bergabung (Saifudin 2014). Oleh sebab itu, aktivitas
antioksidan ekstrak etanol lebih rendah dibandingkan fraksinya. Selain itu, proses
pemurnian melalui fraksinasi pun menjadikan konsentrasi senyawa antioksidan
dalam fraksi lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol.
Setiap fraksi angkak memiliki aktivitas antioksidan berkisar antara 31.63190.84 mg TE/g ekstrak atau fraksi. Setiap fraksi bekatul memiliki aktivitas
antioksidan berkisar antara 61.02-163.74 mg TE/g ekstrak atau fraksi. Kedua
rentang nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan dari
sepuluh spesies tanaman obat yang umum digunakan, yaitu hanya berkisar antara
2-22 mg TE/g ekstrak (Panyaphu et al. 2012). Hal ini menunjukkan bahwa angkak
dan bekatul memiliki khasiat antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sepuluh spesies tanaman tersebut dalam hal reduksi. Kemampuan reduksi tersebut
dapat dimanfaatkan tubuh untuk