AZIZ IQBAL's article

PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI
PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN MODEL
COOPERATIVE LEARNING
ABSTRACT
Aziz Iqbal. Kepala UPTD SMA Negeri 3 Kota Tegal, Jalan Sumbodro No. 81
telp./faks. 0283-351093 Tegal 52125 e-mail: aziq68@gmail.com
Through this classroom action research we will obtain an alternative of teaching approach, i.e.
contextual teaching and learning, to make the materials and teaching concepts of Geography being easier to
learnt by the students. In the practice this approach is combine with applying the cooperative learning model
with group guidance learning to reduce the central and dominant role of the teacher and in the other case to
increasing the student activity in the classroom. This research is held in the class X.1 of SMA Negeri 4 Tegal
at the basic competency of “the history of the earth’s construction.” The research is held in two cyclus, and
four steps in each one: planning, acting, observing, and reflecting. The hypothesis is “through using of
contextual teaching and learning approach by cooperative learning model can increase the score of the test for
the Geography’s basic competency of “the history of the earth’s construction.” The result of the research is:
there is increasing of the average of the score of the student’s test from 67,25 at the first to 80,15 at the second
cyclus. It is 19,18% increasing. So the hypothesis is being accepted.
Keywords: pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning), cooperative learning

Kegiatan pembelajaran di sekolah menuntut kreatifitas guru dalam mengelola kelas
dan menerapkan pendekatan serta metode pembelajaran yang sesuai, sehingga menarik dan

mudah diikuti oleh para peserta didik. Apabila pengelolaan kegiatan pembelajaran sudah
cukup baik dan inovatif, maka peserta didik akan memperoleh nilai tambah/nilai lebih yang
akan sangat berarti bagi pencapaian hasil yang optimal dalam proses pendidikannya.
Apalagi jika ditilik lebih jauh, bahwa pada setiap pelajaran yang diajarkan di sekolah
mengandung tiga aspek pokok, yakni substansi, keilmuan, dan nilai.
Salah satu titik perhatian yang sering menjadi sorotan masyarakat adalah
menyangkut soal metode guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Hal ini tidak
berlebihan, mengingat dalam kegiatan tersebut sangat dominan aspek interaksi antara guru
dengan peserta didik, dan antara peserta didik dengan sesama peserta didik. Sejauh mana
kemampuan seorang guru dalam mengelola kelas, sehingga dapat dicapai tujuan
pembelajaran yang optimal, adalah salah satu bentuk pertanyaaan yang sering dilontarkan
oleh para tokoh dan pengamat pendidikan.

Beberapa metode yang telah dikenal selama ini dan dipergunakan secara luas dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas antara lain: ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
penugasan/pemberian tugas, eksperimen, dan karya wisata (Depdiknas, 2004: 23). Metodemetode

tersebut

dipakai


oleh

guru,

baik

secara

sendiri-sendiri

atau

secara

gabungan/kombinasi dari dua atau lebih metode sekaligus. Walaupun begitu metode
ceramah yang paling banyak dipakai oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran di
kelas.
Penggunaan metode pembelajaran yang didominasi oleh metode ceramah,
menunjukkan masih tingginya peran sentral guru di satu sisi, dan terbatasnya peran aktif

peserta didik di sisi lain. Guru aktif memberikan banyak informasi, sedangkan peserta didik
berusaha menerima dan menyerap informasi guru. Kreatifitas peserta didik menjadi
terkekang dan tak tersalurkan dengan baik, karena semua peserta didik diperlakukan sama.
Peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan pengetahuan yang seluas-luasnya menjadi
terbatas. Padahal tingkat kreatifitas, kepandaian dan kondisi psikologis peserta didik sudah
tentu beragam dan saling berbeda, yang menuntut perhatian dan perlakuan yang berbeda
pula. Akibat yang kemudian muncul di kelas adalah kejenuhan dan kebosanan di kalangan
peserta didik karena suasana pembelajaran yang monoton dan menjemukan. Minat, respon,
dan respek peserta didik terhadap guru dan mata pelajaran yang disampaikannya menurun.
Apabila minat telah menurun, maka motivasi belajar ikut terpengaruh negatif dan pada
akhirnya hasil belajar pun akan menurun pula.
Dalam proses pembelajaran mata pelajaran Geografi di sekolah tempat penulis
bekerja juga ditemukan masalah sebagaimana diatas. Tingkat kemampuan peserta didik
yang relatif rendah (dilihat dari nilai rata-rata hasil Ujian Nasional SMP/MTs asal sekolah
mereka) menjadi hambatan tersendiri untuk melakukan proses pembelajaran yang optimal
jika menggunakan prinsip pengurangan dominasi guru dan peningkatan peranan aktif
peserta didik sesuai dengan tuntutan kurikulum. Proses pembelajaran cenderung monoton
dan bercorak kurikulum lama. Implikasinya adalah hasil belajar mata pelajaran Geografi
peserta didik masih tetap rendah.
Maka untuk mengatasi masalah tersebut penulis mencoba mencari solusi, yaitu

dengan menggunakan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) dengan
model cooperative learning melalui penerapan

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

2

metode pemanduan kelompok (group

guidance). Penggunaan pendekatan kontekstual (CTL) dimaksudkan agar membantu
mempermudah peserta didik dalam memahami materi pelajaran dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari yang sering dijumpai oleh peserta didik, baik di keluarga, sekolah,
maupun masyarakat dan lingkungan yang lebih luas. Hal ini juga dengan pertimbangan
bahwa mata pelajaran Geografi yang antara lain mengkaji obyek-obyek yang ada di
lingkungan kehidupan manusia akan sangat tepat jika menggunakan pendekatan ini.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan penulis mengidentifikasi masalah utama
yang ada sebagai berikut: 1. masih rendahnya nilai peserta didik pada mata pelajaran
Geografi; 2. dalam proses pembelajaran di kelas peranan guru masih sangat dominan atau
masih menjadi tokoh sentral yang banyak mengambil porsi kegiatan, sebaliknya peranan
aktif peserta didik masih minim; 3. pendekatan pembelajaran guru masih banyak

menggunakan pola lama, sehingga materi pembelajaran kurang menarik minat peserta
didik, sehingga sikap siswa jadi kurang respek dan responsif terhadap mata pelajaran; 4.
guru sudah terbiasa mengajar sesuai dengan kurikulum lama yang cenderung lebih mudah
dilaksanakan, disamping kurang menguasai KTSP beserta seluruh aturan dan konsekuensi
yang menyertainya; 5. keterbatasan sarana dan prasarana sekolah yang mendukung proses
pembelajaran peserta didik aktif, seperti laboratorium, perpustakaan, alat-alat peraga, media
dan bahan pelajaran, dan lain-lain; 6. di sekolah kondisi peserta didik heterogen tingkat
kemampuannya, atau bahkan homogen rendah tingkat kemampuannnya. Hal ini menjadi
kendala dalam aspek memberdayakan peserta didik untuk melakukan proses pembelajaran
yang lebih mandiri; 7. beratnya beban belajar peserta didik karena jumlah mata pelajaran
dan cakupan pokok bahasan yang harus dipelajarinya sangat banyak dan luas (antara 13
sampai 17 mata pelajaran), yang masing-masing dituntut untuk memperoleh nilai yang
setinggi-tingginya.
Masalah dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah melalui
pendekatan kontekstual dengan model cooperative learning dengan penerapan metode
pemanduan kelompok dapat meningkatkan hasil belajar Geografi pada kompetensi dasar
“sejarah pembentukan bumi” di kelas X.1 SMA Negeri 4 Kota Tegal?”
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. tujuan umum, yaitu untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah dalam aspek terdapatnya peningkatan hasil belajar peserta didik. Hal
ini karena salah satu indikator tingginya kualitas pendidikan di suatu sekolah adalah


PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

3

terdapatnya nilai pencapaian hasil belajar yang tinggi pada tiap-tiap mata pelajaran yang
terdapat di sekolah itu; dan 2. tujuan khusus, yaitu untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik pada mata pelajaran Geografi dengan pendekatan kontekstual melalui
penerapan model cooperative learning melalui metode pemanduan kelompok (group
guidance).
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran yang dianggap dapat menjawab tantangan pendidikan global sekarang
ini (pendidikan yang bermakna, bukan pendidikan yang membebani hidup) adalah
pembelajaran yang bersifat kontektual (dikenal dengan istilah Contextual Teaching and
Learning, disingkat CTL). CTL adalah strategi pembelajaran yang menghubungkan antara
konten pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong peserta didik mengaitkan
antara pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di sekolah dengan kehidupannya
sebagai anggota keluarga, warganegara, dan dunia kerja. CTL merupakan respons dari
ketidakpuasan praktek pembelajaran yang sangat menekankan pada pengetahuan abstrak
atau konseptual semata-mata. Pembelajaran demikian memang cocok untuk melahirkan

para akademisi, tetapi tidak menyiapkan peserta didik untuk menjadi seorang professional;
dengan kata lain, pembelajaran yang terlampau abstrak telah mengabaikan aspek
kontekstual atau terapan dari pengetahuan tersebut (Marhaeni, 2007, 5).
Menurut Marhaeni (2007, 6) ada tiga hal utama yang harus dilakukan guru sebelum
pembelajaran dilakukan, yaitu: (1) terlebih dahulu menetapkan kompetensi yang harus
dicapai peserta didik, (2) menunjukkan manfaat dari tugas yang diberikan, dan (3) memberi
peluang untuk keberagaman cara belajar peserta didik. Dalam cognitive apprenticeship,
dilakukan visualisasi konsep-konsep abstrak, memahami konsep, dan menggunakannya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Terkait dengan konsep keberagaman tersebut,
dalam CTL perlu dilakukan diversified learning strategies, yaitu yaitu penggunaan strategi
pembelajaran yang bervariasi namun kontekstual. Metode ceramah dalam beberapa hal
masih diperlukan, tetapi metode-metode yang berpusat pada peserta didik (studentcentered) seperti metode inkuiri dan metode kooperatif akan lebih membantu peserta didik
mengembangkan kompetensi dengan baik. Begitu juga, perlu dilakukan differentiated
teaching strategies, yaitu pembelajaran yang demokratis dimana peserta didik mendapat

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

4

peluang yang luas untuk memahami informasi sesuai dengan kecenderungan yang dimiliki

masing-masing.
Disini kita diingatkan dengan konsep multiple intelligence dari Gardner, yang
menekankan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan yang dominan dalam dirinya,
dan keberhasilan individu tersebut (dalam belajar dan bekerja) besar dipengaruhi oleh
apakah

dia

dapat

memanfaatkan

permasalahan-permasalahan

yang

kecenderungannya

dihadapi.


tersebut

Pemberdayaan

untuk

mengatasi

(empowerment)

sangat

diperlukan dalam CTL (Bond, 2005, dalam Marheni, 2007, 7). Pemberdayaan peserta didik
dapat dilakukan dengan cara: (1) Fading (menjauh secara perlahan), yaitu dukungan guru
dikurangi sedikit demi sedikit hingga akhirnya peserta didik dapat menyelesaikan tugasnya
secara mandiri; (2) Articulation ( penyampaian), yaitu kesempatan untuk peserta didik
terlibat dalam percakapan atau diskusi mengenai pengetahuannya dalam rangka
memecahkan masalah; (3) Reflection (refleksi, melihat ke diri-sendiri), yaitu kegiatan
dimana peserta didik dapat membandingkan kemampuan dan keterampilannya dengan ahli
di bidangnya; dan (4) Exploration (eksplorasi, berkarya), yaitu saat dimana guru

mendorong peserta didik untuk mencoba menemukan dan memecahkan persoalan secara
mandiri.
Menurut Akhmad Sudrajat (2008) dalam tulisan yang berjudul Pembelajaran
Kontekstual (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/
diunduh tanggal 12 November 2009 pukul 09.15) yang dimaksud dengan pembelajarn
kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik
dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yakni: 1. konstruktivisme (Constructivism); 2.
bertanya (Questioning); 3. menemukan (Inquiry); 4. masyarakat belajar (Learning
Community); 5. pemodelan (Modelling); 6. refleksi (Reflecting); dan 7. penilaian
sebenarnya (Aauthentic Aassessment).
Model Cooperative Learning dengan Metode Pemanduan Kelompok (Group Guidance)

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

5

Penerapan metode ini didasari motivasi untuk memperkaya metode pembelajaran

yang sudah pernah ada, sehingga menjadikan suasana pembelajaran di kelas tidak monoton
dan membosankan, baik bagi guru maupun bagi peserta didik. Model Cooperative
Learning sejatinya merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya aspek
kerjasama dalam kelompok-kelompok peserta didik dalam menggali, merumuskan,
menganalisis, dan memecahkan masalah dalam proses pembelajaran secara bersama-sama,
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Metode Pemanduan Kelompok (Group
Guidance) pada dasarnya merupakan salah satu metode yang sudah dilaksanakan selama ini
oleh para guru. Hanya saja dalam pelaksanaannya terus mengalami perkembangan karena
dilakukan penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut adalah hasil dari ditemukannya
kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan sebelumnya serta adanya penyesuaian dengan
kondisi dan karakteristik peserta didik pada masing-masing sekolah.
Yang dimaksud dengan metode pemanduan kelompok adalah pengelolaan kelas
dengan mengelompokkan peserta didik menurut kriteria tertentu, guru memandu masingmasing kelompok untuk melakukan serangkaian kegiatan yang relevan dengan materi dan
tujuan pembelajaran, dan kemudian melakukan penilaian yang sesuai. Pengelompokan
peserta didik disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi kelas, dan karakteristik peserta didik,
seperti tingkat kemampuan, jenis kelamin, tingkat kecakapan berkomunikasi, kedekatan
tempat tinggal, persamaan minat, dan lain-lain.
Kerangka Berpikir Penelitian
Pendekatan dan metode pembelajaran yang dipakai oleh guru dapat mempengaruhi
minat, motivasi, dan prestasi belajar peserta didiknya. Metode pembelajaran yang
bervariasi dan kreatif disamping menguntungkan guru sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran di kelas, juga menguntungkan bagi para peserta didik. Hal ini karena suasana
pembelajaran tidak monoton dan menjemukan. Kelas menjadi lebih hidup dan
menyenangkan. Materi pembelajaran lebih bermakna dan lebih mudah ditangkap/diterima
oleh peserta didik, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Pada kondisi awal peserta didik memiliki nilai hasil belajar Geografi yang rendah.
Kemudian melalui tindakan pada siklus yang meliputi empat tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi, terdapat sedikit peningkatan nilai hasil belajar, tetapi
belum memuaskan. Maka diterapkanlah tindakan pada siklus 2, yang juga terdiri dari empat

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

6

tahap, dan setelah diukur/ dites nilai hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan
secara signifikan. Jadi pada kondisi akhir akan berhasil dicapai kondisi yang diinginkan,
yaitu nilai hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Geografi tidak hanya tuntas saja,
tetapi juga rata-ratanya tinggi.
Maka berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian diatas, diduga melalui
pendekatan kontekstual dengan penerapan model cooperative learning dengan metode
pemanduan kelompok dapat meningkatkan nilai hasil belajar pada kompetensi dasar
“sejarah pembentukan bumi” mata pelajaran Geografi Kelas X.1 di SMA Negeri 4 Kota
Tegal.
Jika digambarkan, maka kerangka berpikir penelitian yang dibangun adalah
sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

KONDISI AWAL

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

Nilai masih rendah,
dan banyak yg
belum tuntas

Siklus 1: perencanaan,
pelaksanaan, observasi,
refleksi

Belum optimal

Siklus 2: perencanaan,
pelaksanaan, observasi,
refleksi

Meningkat
signifikan

Tercapainya ketuntasan belajar dan
rata-rata nilai hasil belajar yang tinggi

Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka penulis mengajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Melalui pendekatan kontekstual dengan model cooperative learning dengan
metode pemanduan kelompok dapat meningkatkan nilai hasil belajar pada kompetensi
dasar “sejarah pembentukan bumi” mata pelajaran Geografi Kelas X.1 SMA Negeri 4 Kota
Tegal.”

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

7

METODE PENELITAN
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2010. Tempat
penelitian adalah di SMA Negeri 4 Kota Tegal, yang beralamat di Jalan Setiabudi, Telepon
0283-351766, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, kode pos 52121.
Subjek penelitian adalah peserta didik pada kelas X.1 di SMA Negeri 4 Kota Tegal pada
tahun pelajaran 2010/2011. Data diperoleh dari hasil tes dan hasil observasi terhadap
peserta didik yang menjadi subjek penelitian. Disamping itu data pendukung lainnya
diperoleh dari sesama guru terutama yang mengajar kelas tersebut, dan guru Geografi lain
yang dijadikan sebagai kolaborator/ guru mitra.
Data penelitian dikumpulkan menggunakan dua

macam teknik, yaitu: 1. Tes,

digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh peserta didik yang
selanjutnya dituangkan dalam bentuk nilai hasil belajar; dan 2. Observasi, dilakukan oleh
penulis terhadap peserta didik yang menjadi subjek penelitian selama mengikuti proses
pembelajaran. Disamping itu observasi juga dilakukan oleh kolaborator/guru mitra terhadap
kelas selama kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Alat pengumpulan data terdiri dari
dua jenis, yaitu: 1. butir soal tes, disesuaikan dengan uraian materi/ indikator yang
dikembangkan dari kompetensi dasar yang ada dalam kegiatan pembelajaran dan dengan
memperhatikan alokasi waktu yang tersedia; 2. pedoman observasi, disusun untuk dijadikan
pedoman dalam melakukan observasi terhadap aktivitas peserta didik selama kegiatan
pembelajaran sedang berlangsung.
Dalam penelitian tindakan kelas ini tidak dilakukan uji/analisis statistik, tetapi
menggunakan analisis diskriptif. Hasil belajar peserta didik dianalisis dengan analisis
diskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan nilai hasil belajar antara siklus 1
dengan siklus 2, juga dengan memperhatikan indikator kinerja.
Penelitian ini dilakukan dengan metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat
tahap, yaitu:

planning (perencanaan),

acting (pelaksanaan tindakan),

(pengamatan), dan reflecting (refleksi).

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

8

observing

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Kondisi awal kelas yang menjadi subjek penelitian, yaitu kelas X.1, disajikan dalam
Tabel 2 berikut ini. Data ini didasarkan pada perolehan rata-rata nilai Geografi peserta didik
setelah mengikuti dua kali ulangan harian pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Tabel 2. Kondisi Awal Nilai Hasil Belajar Peserta Didik
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

INDIKATOR
Jumlah peserta didik putri
Jumlah peserta didik putra
Jumlah peserta didik seluruhnya
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Nilai rata-rata
Kriteria ketuntasan minimal
Jumlah peserta didik yang tuntas
Jumlah peserta didik yang tidak tuntas

KETERANGAN
16
18
34
82,50
46,50
60,74
65
9
23

Nilai mata pelajaran Geografi yang diperoleh adalah: nilai tertinggi 82,50 nilai
terendah 46,50 dan nilai rata-rata 60,74. Terdapat 23 orang peserta didik (67,65%) yang
tidak tuntas belajar, dan hanya 9 orang (32,35%) yang telah tuntas belajar. Kesimpulannya
sebagian besar peserta didik belum tuntas belajar, dan rata-rata nilai hanya sebesar 60,74
masih tergolong rendah, karena masih berada pada rentang 60,00 – 69,99, dan masih jauh
di bawah KKM. Dengan kata lain kemampuan penguasaan materi atau daya serap terhadap
mata pelajaran Geografi masih rendah. Hal ini berarti menjadi tugas dan tantangan guru
pengampu mata pelajaran tersebut untuk berusaha meningkatkan tingkat kemampuan
peserta didik terhadap materi pelajaran pada waktu mendatang.
Deskripsi Tiap Siklus
Pada siklus 1, tahap perencanaan (planning) telah

disiapkan sedemikian rupa,

dengan harapan supaya pada tahap-tahap pelaksanaan akan menjadi lebih mudah dan tidak
mengalami kendala yang berarti. Pada tahap ini penulis menyusun rencana pembelajaran
sesuai dengan silabus yang telah ada serta karakteristik kelas. Skenario pembelajaran
disusun sedemikian rupa dengan mengedepankan pendekatan kontekstual dengan
penerapan metode pembelajaran pemanduan kelompok. Penulis juga menyiapkan lembar
kerja siswa, pedoman observasi, dan naskah soal tes. Pelaksanaan tindakan (acting)

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

9

dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas yang telah dipilih sebagai subjek penulisan.
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7
sampai 8 orang. Dengan menggunakan lembar kegiatan siswa yang telah ada, masingmasing peserta didik bekerja dan mengerjakan suruhan dengan bekerjasama pada masingmasing kelompok.
Pengamatan atau observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung
terhadap aktivitas guru dan peserta didik. Hal-hal penting yang terjadi selama kegiatan
pembelajaran berlangsung dicatat oleh penulis dan atau kolaborator, baik yang menyangkut
hal yang positif atau hal yang kontraproduktif atau bersifat menghambat. Observasi
dilakukan dengan panduan pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya dan juga
lembar catatan observasi. Pada tahap ini penulis melakukan tes untuk mengukur tingkat
penguasaan materi peserta didik. Hasil penilaian kemudian dituangkan dalam tabel kerja
untuk dilakukan analisis.
Tabel 1. Perbandingan Nilai Hasil Belajar Peserta Didik
Antara Siklus 1 dengan Siklus 2
NO.

INDIKATOR

SIKLUS 1

SIKLUS 2

1

Jumlah peserta didik
seluruhnya
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Nilai rata-rata
Kriteria ketuntasan minimal
Jumlah peserta didik yang
tuntas belajar
Prosentase peserta didik
yang tuntas belajar
Jumlah peserta didik yang
tidak tuntas belajar
Prosentase peserta didik
yang tidak tuntas belajar

34

34

%
PERUBAHAN
0

85,00
50,00
67,25
65,00
28

100,00
65,00
80,15
65,00
34

17,65
30
19,18
0
21,43

82,35%

100 %

17,65

6

0

-100

17,65%

0%

-100

2
3
4
5
6
7
8
9

Pada siklus 1, nilai tertinggi 85,00, nilai terendah 50,00, dan nilai rata-rata 67,25.
Kriteria ketuntasan minimal adalah 65,00. Terdapat 6 orang (17,65%) yang tidak tuntas
belajar, dan sisanya sebanyak 28 orang (82,35%) telah tuntas belajar. Kesimpulannya
walaupun sebagian besar peserta didik telah tuntas belajar, namun rata-rata nilai mata
pelajaran Geografi masih tergolong rendah. Disamping itu prosentase jumlah peserta didik
yang tidak tuntas belajar juga masih tergolong tinggi, yaitu 17,65%.
PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

10

Pada siklus 2, tahap perencanaan dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1.
Skenario pembelajaran disusun sedemikian rupa dengan tetap mengedepankan pendekatan
kontekstual dan penerapan metode pembelajaran pemanduan kelompok

yang telah

mengalami perbaikan atau penyempurnaan. Penulis juga menyiapkan lembar kerja siswa
yang telah disempurnakan.
Berdasarkan rencana yang telah disusun tadi penulis melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas yang telah dipilih sebagai subjek penelitian. Metode pembelajaran
yang dipakai adalah metode pemanduan kelompok yang telah mengalami penyempurnaan
berdasarkan pengalaman pada siklus 1.
Pada siklus 2 kelas tetap dibagi menjadi kelompok-kelompok, tetapi jumlah anggota
tiap kelompok dikurangi. Pada siklus 1 tiap kelompok berjumlah 7 sampai 8 orang, pada
siklus 2 berjumlah 5 sampai 6 orang. Dasar pertimbangannya adalah: (a) dengan jumlah
anggota kelompok yang lebih sedikit maka seluruh anggota kelompok dapat bekerja lebih
optimal karena pengaturan dan pembagian tugas oleh ketua kelompok menjadi lebih
mudah; (b) lebih memudahkan guru dalam melakukan kegiatan pemanduan dan bimbingan;
dan (c) meminimalisir peserta didik anggota kelompok yang apatis dan tidak terlibat aktif
dalam kegiatan kelompoknya.
Pengamatan atau observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siklus 2
ini berlangsung terhadap aktivitas guru dan peserta didik. Hal-hal penting yang terjadi
selama kegiatan pembelajaran berlangsung dicatat oleh penulis dan atau kolaborator, baik
yang menyangkut hal yang positif atau hal yang kontraproduktif atau bersifat menghambat.
Observasi dilakukan dengan panduan pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya
dan juga lembar catatan observasi. Pada tahap ini penulis juga melakukan tes untuk
mengukur tingkat penguasaan materi peserta didik.
Pada siklus 2 nilai tertinggi 100,00 nilai terendah 65,00 dan nilai rata-rata 80,15.
Kriteria ketuntasan minimal adalah 65,00. Sebanyak 34 orang (100%) telah tuntas belajar,
atau mencapai KKM. Rata-rata nilai mata pelajaran Geografi sudah tergolong tinggi,
karena angka rata-rata 80,15 berada pada rentang 80,00 – 89,99.
Hasil Penelitian
Dari tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa nilai tertinggi yang dicapai peserta didik
pada siklus 1 85,00 sedangkan pada siklus 2 mencapai 100. Berarti terjadi peningkatan

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

11

sebesar 1,65%. Nilai terendah yang dicapai peserta didik mengalami perubahan, yaitu dari
semula 50 menjadi 65. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik mengalami peningkatan
sebesar 19,18%, atau dari semula pada siklus 1 hanya 67,25 pada siklus 2 menjadi 80,15.
Jumlah peserta didik yang tuntas belajar meningkat sebesar 17,65%, atau dari semula 28
orang (82,35%) pada siklus 1 menjadi 34 orang (100%) pada siklus 2. Sebaliknya jumlah
peserta didik yang tidak tuntas belajar turun drastis sebesar 100%, atau dari semula 6 orang
(17,65%) pada siklus 1 menjadi 0% pada siklus 2.
Untuk lebih memperjelas hasil penelitian diatas, penulis buatkan beberapa grafik
yang memperlihatkan perbandingan hasil atau keadaan antara siklus 1 dan siklus 2.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Nilai Terendah, Nilai Tertinggi,
dan Rerata Nilai Antara Siklus 1 dengan Siklus 2

100
90
80
70
60
50

Nilai Terendah
Nilai Tertinggi
Rerata Nilai

40
30
20
10
0
Siklus 1
Siklus 2

Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Peserta Didik
yang Mencapai KKM (Tuntas Belajar) Antara Siklus 1 dengan Siklus 2

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

12

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Category 1

Category 2

Dari uraian tersebut maka maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini yang
berbunyi “Melalui pendekatan kontekstual dengan penerapan model cooperative learning
melalui metode pemanduan kelompok dapat meningkatkan nilai hasil belajar pada
kompetensi dasar “sejarah pembentukan bumi” mata pelajaran Geografi Kelas X.1 SMA
Negeri 4 Kota Tegal” telah terbukti. Berarti pendekatan kontekstual dengan penerapan
model cooperative learning melalui metode pemanduan kelompok terbukti dapat
meningkatkan nilai hasil belajar peserta didik.
KESIMPULAN
Simpulan
1.

Nilai hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Geografi di kelas yang menjadi
subjek penulisan sebelum dilakukan tindakan termasuk dalam kategori rendah.

2.

Setelah dilakukan tindakan dengan pendekatan kontekstual melalui penerapan
cooperative learning melalui metode pemanduan kelompok (group guidance), nilai
hasil belajar peserta didik pada siklus 1 adalah 67,25 dan pada siklus 2 meningkat
menjadi 80,15. Berarti telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar
19,18%.

3.

Penggunaan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) melalui
penerapan model cooperative learning melalui metode pemanduan kelompok (group

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

13

guidance) telah terbukti dapat meningkatkan nilai hasil belajar peserta didik pada
kompetensi dasar “sejarah pembentukan bumi” mata pelajaran Geografi kelas X.1
SMA Negeri 4 Kota Tegal.
SARAN
1.

Bagi guru. Hendaknya para guru terus berupaya memperkaya diri dengan ketrampilan
mengajar dan pengelolaan pembelajaran serta penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan yang sesuai dengan bidang tugasnya secara berkesinambungan. Hindari
menempatkan diri sebagai “tokoh sentral” yang berlebihan selama kegiatan
pembelajaran di kelas, tetapi lebih memberikan peluang kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya.

2.

Bagi sekolah. Sarana dan prasarana sekolah perlu terus diperbaiki dan dilengkapi
mengikuti perkembangan kurikulum dan kebutuhan. Penciptaan suasana sekolah yang
kondusif, terbuka dan demokratis serta penuh nuansa kekeluargaan dan kebersamaan
perlu ditumbuhkembangkan. Sumber-sumber belajar, alat-alat, dan bahan pelajaran
perlu mendapat prioritas dalam pengadaannya. Seperti penyediaan buku materi pokok
dan penunjang mata pelajaran, laboratorium multi media, dan sarana internet yang
mungkin dapat dipakai untuk memperkaya khasanah pengetahuan guru dan peserta
didik. Dengan demikian guru dan peserta didik akan selalu merasa tertantang untuk
berusaha mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang di
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Geografi. Jakarta:
Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Konsep Belajar Tuntas. Jakarta: Dirjen
Dikdasmen Depdiknas
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara

PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

14

Hendarto, Tri. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Kerja Guru. Artikel
dimuat pada Jurnal Pendidikan “Widya Tama” Volume 2 Nomor 3, September
2005. Semarang: LPMP
Jumbadi. 2005. Strategi Pelaksanaan Program Tutorial Sebaya Dalam Pembelajaran
Matematika di SMA (Studi Kasus pada SMA Negeri Colomadu Karanganyar).
Artikel penulisan dimuat pada Jurnal Pendidikan “Widya Tama” Volume 2
Nomor 3, September 2005. Semarang: LPMP
Lestari, Sri. 2005. Pembelajaran IPS Sesuai Tantangan Perkembangan Masyarakat
Indonesia. Artikel pada Jurnal Pendidikan “Widya Tama” Volume 2 Nomor 2,
Juni 2005. Semarang: LPMP
Marhaeni, A.A. Istri N., 2007. Pembelajaran Inovatif dan Asesmen Otentik dalam rangka
Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Produktif. Makalah pada
Lokakarya Penyusunan Kurikulum dan Pembelajaran Inovatif di Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana Denpasar tanggal 8-9 Desember 2007,
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
Mulyaningsih, Hari. 2005. Hubungan Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja dengan
Profesionalisme Guru IPS SLTP di Kota Semarang. Artikel penulisan dimuat
pada Jurnal Pendidikan “Widya Tama” Volume 2 Nomor 3, September 2005.
Semarang: LPMP
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Sutikno, 2005. Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Sebagai Upaya
Meningkatkan Ketrampilan Diskusi Siswa Kelas IF SLTP Negeri 1 Donomulyo
Kabupaten Malang Bidang Studi Ekonomi pada Konsep Permintaan. Artikel
penulisan dimuat pada Jurnal Pendidikan “Widya Tama” Volume 2 Nomor 2,
Juni 2005. Semarang: LPMP
Tim Khusus. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: --Internet:
http://www.slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learningctl
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/
http://www/slideshare.net
http://www.depdiknas.go.id
http://www.google.co.id
PTK Geografi © AZ SMAN-4 Tegal 2010

15